Minggu, 27 Maret 2016

Badung Location. . . . Season 2 #9

                Memasuki pertengahan hari, Mora sedang bersantai sedikit dikursi kerjanya. Dan secara tiba-tiba ponselnya berdering menampilkan nomor dari Fachri telah meneleponnya. Secara terpaksa Mora pun mengangkatnya langsung berkata, “Iya ada apalagi?”, memakai bahasa sedikit dingin. “Aku sudah menunggu dicafe tempat kamu bekerja! Temui aku sekarang juga!”, Fachri langsung menyahutnya dengan memerintahkannya sedikit tegas lalu memutuskan pembicaraan.
                Mora yang sudah mendengarnya beralih melihat keponselnya, mulai merasa bingung. “Dasar bodoh! Harusnya lo tanya kenapa gue bisa tau nomornya elo! Oon deh, gak sadar banget masih pakek nomor pribadi!”, Mora mengomel sendiri berkeluh kesal. Kemudian beranjak akan segera menemui Fachri yang sudah menunggunya tanpa membuat janji dulu padanya.

Beberapa saat kemudian. . . .

Fachri masih menunggu Mora dicafe tempat Mora bekerja, ia duduk membelakangi meja tempat duduknya karna menonton film korea yang sedang diputar dicafe tersebut. Begitu mulai asyiknya menonton film korea, Fachri tidak sadar jika Mora telah datang menemuinya dengan duduk dibalik dirinya. Dan kemudian ia memanggil seorang pelayan yang kebetulan melintas didepannya, akan mengajak pelayan itu berbicara sedikit.
“Tolong pergi keruangan Nona Mora! Kabari padanya kalau Fachri sebagai tamunya sudah lama menunggunya!”, Fachri berkata permisi memberi perintah pada pelayan itu.
“Nona Mora? Apakah nama lengkapnya, Mora Anastasia Simbolon?”, pelayan itu berbalik menanyakan. Melihat kearah belakang Fachri lalu melihat ke Fachri lagi.
“Saya tidak mengetahui nama lengkapnya! Yang pasti dia telah menjadi teman saya!”, ujar Fachri menjelaskan.
Pelayan itupun menjadi tersenyum mengisyaratkan Fachri untuk menoleh kebelakang, namun Fachri menatap bingung kepelayan itu memilih berdiam. Lalu didengarnya ada yang bersapa dari arah belakangnya, “Anyeong, Fachri?”. Fachri yang sudah mengenali suara dari sapa seorang wanita dari arah belakangnya, menjadi terdiam masih menatap pelayan itu. Sedangkan pelayan itu mulai beranjak pergi dengan menertawainya kecil.
Dan Fachri pun kini mulai mengubah duduknya menghadap keseorang wanita yang telah menyapanya tadi. “Sudah berapa lama kamu menungguku?”, orang yang menyapanya tadi adalah Mora yang kini kembali menanyakan dirinya. Fachri melihat jam ditangan kanannya, “Tigapuluh menit, aku disini! Tanpa suuuaraaa!”, Fachri memberitahukan dengan menyanyikan sebuah lirik lagu dari jamrud namun liriknya ada yang sengaja diplesetkan. Melihat ke jam tangannya.
“Ada yang perlu kita bicarakan?”, tanya Mora memulai pembicaraan menatap biasa. Fachri melihat padanya berwajahkan bingung, lalu melihat kearah lain. “Oyah, ponselku mendadak seperti hilang! Karna aku lupa menaruhnya dimana! Kalau boleh, aku mau meminjam ponselmu untuk menghubungi ponselku!”, pinta Mora sedikit berbohong bermaksud akan membuktikannya sendiri. Dan Fachri langsung memberikan ponselnya ke Mora, bersikap biasa namun telah melupakan sesuatu.
Ponsel milik Fachri kini telah berada ditangan Mora, dan Mora mulai menghubungi ponselnya sendiri. Ponselnya pun mulai berdering, kemudian Mora menunjukkan ke Fachri ponsel miliknya dan juga ponsel milik Fachri. “Apa yang telah kau lihat? Aku yakin, kau tidak sangat terkejut bukan?”, Mora menyindirnya. Fachri melihat kedua ponsel tersebut. seketika Fachri mulai merasa malu, karna Mora sendiri telah mengetahui perilakunya yang sedikit tidak bertanggung jawab.
Kemudian Fachri beralih melihat ke Mora yang masih menatapnya dingin seperti menahan kesal. “Kau sama sekali tidak mengetahui apa yang telah terjadi dibaliknya! Kau hanya bisa membuktikan apa yang kau lihat saja!”, Fachri berkata sedikit menghakimi Mora membuat Mora menjadi berdiri dari duduknya akan mengajaknya berdebat.
                “Aku tidak memikirkan itu! Yang aku pikirkan adalah, ternyata kau yang telah berperilaku curang terhadapku selama ini!”, Mora berkata halus namun menyakitkan.
“Iya!”, Fachri mengaku tegas. Melihat tegas pula.
“Kemarin kau telah menghancurkan kepercayaanku padamu! Tidak kamu ketahui, hampir saja aku menuduh Mirza yang melakukannya!”, Ungkap Mora masih berbahasa halus namun menyakitkan.
“Bagaimana pun juga kau telah menuduh orang yang benar, tepatnya sekarang!”, Fachri mengakui kesalahannya.
“Dan kini aku yang telah salah karna mempercayai orang seperti kamu!”, Mora membuat pengakuan.
Fachri pun menjadi berdiri dari duduknya mulai menatap sendu. Sedangkan Mora masih konsisten dengan tatapan dinginnya. Lalu Fachri mengambil ponsel miliknya sendiri sambil mengatakan, “Kalau saja kau membongkar galeri pada ponselku ini! Maka kau harus memilih antara membenci, atau menjadi luluh seketika!”, perkataan Fachri menggetarkan perasaan Mora. usainya mengatakan itu, Fachri bergegas pergi dengan berjalan melewati Mora.
Sementara Mora baru saja teringat pada perkataan Eisya yang mengatakan, “Aku merasa kau akan jatuh dalam kedilemaan! Antara harus bergegas tuk membenci atau berbalik menjadi mencinta!”, sewaktu berbicara dengan Eisya pada hari sebelumnya. Kemudian beranjak pergi meninggalkan café tersebut menuju ketoilet dan berdiam dipojokan toilet masih didalam kantornya. Dipojokkan itu Mora menangis memegang kalung salib dilehernya mengingat kembali perdebatannya bersama Fachri tadi.

Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”

Pada sore harinya, Mora memutuskan untuk pergi ke gereja. Ia berniat akan berdoa lagi dirumah Tuhan. Dan kini ia telah berada di gereja, duduk dikursi paling depan lalu berdoa dengan tenang. Dirumah Tuhan, ia bukan berdoa tentang perasaan kasihnya ke Fachri, tetapi berdoa untuk ayahnya yang telah jatuh sakit di negeri orang disana. Mora berdoa sambil memejamkan kedua matanya agar lebh tenang dan lebih berkonsentrasi.
Sementara diluar pintu gereja yang terbuka lebar, diam-diam Fachri telah melihatnya dikejauhan dari luar pintu gereja tersebut. Fachri sedang memandanginya yang masih berdoa, lalu melihat keatas gereja yang tersimpan patung salib Yesus Kristus. Kemudian ia menghadap kekanan mengesampingkan gereja itu, dan kemudian lagi pergi meninggalkan. Disaaat yang sama, Mora baru saja selesai dalam berdoa, membuka kedua matanya dari pejamnya memberi hormat kepada Tuhan.
Dan pada malam harinya, Mora masih berjalan-jalan menggunakan mobil taxi sejak dirinya sudah berdoa dirumah Tuhan tadi karna tidak sekalipun pulang kerumahnya. Perasaannya tidak karuan, pikirannya bercabang dan dirasanya kalau dirinya kini sudah sedikit stress. Disaat mobil taxi sedang membawanya jalan-jalan tak tentu arahnya, tiba-tiba Mora menyuruh supir taxi tersebut untuk berhenti didepan masjid. Masjid yang mulai dipenuhi oleh umat muslim untuk melakukan sholat maghrib.
Untuk beberapa saat, Mora memilih berdiam didepan masjid mengamati orang-orang yang mulai memasuki kedalam masjid untuk beribadah. Setelah beberapa saat berdiam, ia melihat Fachri baru saja keluar dari masjid itu dengan duduk akan memakai sepatu miliknya. Lalu dlihatnya Fachri mulai berdiri, berjalan meninggalkan masjid dengan kopiah masih dikepalanya. Fachri masih berjalan menuju kemobilnya yang terparkir disamping halaman masjid itu.
Kemudian terbesit dibenak Mora, kalau dirinya ingin pulang saja sekarang. Lalu disampaikannya kepada supir taxi untuk mengantarnya pulang dengan memberitahukan alamat rumahnya. Ketika mobil taxinya sudah berjalan perlahan, Mora menyempatkan melihat masjid kembali lalu melihat kemobil Fachri yang mesinnya mulai dihidupkan. Dan tiba-tiba menjadi terseyum seketika, melihat kebawah mencoba merenungkannya.
“Sekali lagi aku mulai tersadar, bahwa rasa kasihku memang untuknya!”, bisik Mora selagi masih mencoba merenungkan. Sementara Fachri yang sudah didalam perjalanan menuju rumah sakit tempatnya bekerja, baru saja terbayang-bayangi wajah Mora yang tersenyum hingga terlihat dingin. Dan itu membuat dirinya sedikit semangat untuk bekerja kembali, menjalani pengabdiannya sebagai seorang Dokter dirumah sakit tempatnya bekerja.

Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”

                Esoknya, Yusra sedang membantu Mirza mengahafal persentase yang akan dialkukannya diruang rapat nanti. Mereka berdua melakukannya diruang kerja Yusra. Mirza memegang persentasenya yang asli, dan Yusra memegang fotokopinya saja. Dan kini Mirza mencoba melakukan latihan persentasenya menggunakan lisan, Yusra yang sudah mendengarkannya akan mengomentarinya sehingga keduanya menjadi saling berbicara sedikit.
                 “Menurutku, kau masih saja seperti membaca buku!”, Yusra berkomentar melihat biasa.
“Oh tidak! Aku melakukannya sudah tiga kali! Ayolah Yusra, say “Right”!”, keluh Mirza menatap gelisah.
“Persentase yang akan kau lakukan memang harus menghafalkannya, tetapi harus dilakukan seperti sedang berbicara! Bukan seperti membaca buku! Ayolah Mirza, you can do it!”, Yusra menjelaskannya menatapnya bijak.
Mirza memegang kepalanya menggunakan kedua tangannya, masih memegang kertas untuk mengahafal pada persentase yang akan dilakukannya. Yusra yang baru mengerti kalau Mirza mulai sedikit stress, akan memberi suatu nasihat, bujukkan serta rayuan.
“Coba kamu bayangin, mereka sebagai tamu pada persentase yang akan kamu lakukan adalah tamu dihari pertunanganmu! Dan aku, adalah Eisya! Kamu pasti begitu keras membuat dirimu untuk lebih percaya diri bukan?”, Yusra mulai memberi nasihatnya. Mirza menyimaknya akan menyahutnya.
“Ya Allah, Eisya didepanku kok cowok banget yah mukanya!”, sahut Mirza menatap canda. Yusra menepuk pelan lengan kanan darinya.
“Ayo Mirza, tunjukkan kepada para tamu tersebut kalau kamu bisa melakukannya! Tunjukkan pada mereka, kalau kamu tidak hanya bisa berbicara menggombali diriku saja!”, Yusra menyambungnya dengan membujuknya sembari menyemangatinya. Mirza menatap kaget padanya. “Oyah, sekarang gue menjadi Eisya!”, Yusra mengingatkan karna baru tersadar. Mirza tersenyum mengejeknya. “Mirza, lakuin persentase itu demi gue! Ayaaaaangku! I love you so much!”, Yusra memakai bahasa centil.
Mirza yang sudah mendengar katanya yang berbahasa centil, menjadi tertawa terbahak-bahak namun berbisik. “Untuk ayaaaank, apa sih yang nggak!?”, Mirza membalas rayuan Yusra yang memakai bahasa centil percis seperti Eisya. Yusra berbalik menertawainya dengan bersuara sedang. Kemudian menjadi terhenti saat ketika Mirza mulai menjahilinya dengan menatap nakal lalu berkata, “Ayangku, Yus-Ra!”, memakai nada mendesah nakal.
Namun ketika Yusra akan memukul lengan darinya, Mirza langsung berlari menghindarinya dengan keluar dari ruang kerjanya. “Dasar Mirza, awas saja kalau sampe gagal melakukan persentasenya!”, bisik Yusra merasa kesal karna perlakuan jahilnya.

Setelah beberapa saat kemudian. . . .

                Rapat pun dilaksanakan, begitupula Mirza yang bersiap-siap untuk melakukan persentasenya. Dan para tamu, termasuk Yusra sudah duduk ditempatnya masing-masing menghadap ke Mirza yang sudah berdiri akan segera melakukan persentasenya. Dan kini Mirza mulai menyapa kepada mereka semua para tamu dengan senyum, sapa dan salam sebelum memulai persentasenya. Kemudian Mirza memulai persentasenya secara lisan.
Dengan menghafal lebih dulu namun dalam penyampaiannya harus seperti sedang berbicara bukan seperti membaca buku. Disaat Mirza masih melakukan persentasenya, Mirza sesekali melihat ke Yusra demi menambah rasa kepercayaan dirinya. Sementara Yusra baru mengerti lalu menjadikan dirinya bergaya seperti perempuan, tepatnya lagi bergaya seperti Eisya. Dan untung saja para tamu tidak melihat perbuatannya, sebab semua para tamu sangat fokus pada Mirza.
Mirza yang masih melakukan persentasenya dan Setelah beberapa jam kemudian, Mirza telah berhasil menyelesaikan persentasenya. Dan semua para tamu mulai memberinya sebuah tepukan baik, namun Yusra hanya tersenyum sambil mengisyaratkan kalau Mirza telah berhasil melakukannya. Mirza yang sudah melihat Yusra mengisyaratkan itu, memberi senyuman lalu melihat kesemua para tamu yang masih memberi tepukan baik untuknya.

Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar