Tiga minggu kemudian. . . .
Saat
hujan sedikit deras turun dimalam hari, ada seorang pemuda berpakaian rapi
dengan jas berwarna putih sedang memanjati pintu gerbang rumah kediaman Mora.
usainya memanjati pintu gerbang rumah kediaman, pemuda itupun mulai berjalan
pelan akan menghampiri pintu masuk rumah kediaman Mora sembari akan mengetuknya
pula. Namun langkah pemuda tersebut menjadi terhenti saat sudah berada
dihadapan pintu masuk rumah kediaman Mora, masih berdiri dihalaman.
Sebab ia telah mendapati rumah
kediaman Mora telah kosong, dimana lampu didalam rumah kediaman Mora tersebut
tampak mati gelap gulita. “Dimana Mora?”, tanya pemuda itu berbisik dihati.
Kemudian berpaling untuk berteduh dibawah pohon besar tepatnya diarah kanan
masih dihalaman rumah kediaman Mora. Pemuda itu juga menunggu kedatangan Mora
yang dipikirnya kini sedang berada diluar rumah.
Setelah beberapa saat berlalu,
Mora baru saja memasuki rumahnya dengan melewati pintu gerbang rumahnya dengan
berlari kecil hingga menginjak keteras rumahnya, berdiri seketika didepan pintu
masuk rumahnya. Keadaannya sudah setengah basah, dan petir mulai terdengar
dimana-mana begitupun hujan yang semaikin menjadi deras saja. Disaat dirinya
akan membuka kunci pintu rumahnya, tiba-tiba saja ia menjadi terhenti lalu
secara reflek menjadi berbalik kebelakang.
Kemudian dilihatnya ada seorang
pemuda yang tadi sedang berjalan menghamprinya perlahan. Dikegelapan malam,
Mora dapat melihatnya namun tidak jelas. Dan ketika pemuda itu mulai menginjak
teras rumahnya, mulailah wajah dari pemuda itu terlihat sedikit jelas. “Siapa
kamu?”, tanya Mora seketika mulai merasa cemas. Pemuda itu baru saja berhenti
berjarak tiga langkah didepannya. Tanpa pemuda itu menjawab pertanyaan darinya,
Mora sudah mengetahui wajah dari pemuda itu.
“Fachri?”, Mora mulai memanggil
nama pemuda itu dengan tanya sedikit kaget. Pemuda itu adalah Fachri yang telah
dikabarkan hilang sejak tiga minggu lalu. Lalu Mora teringat dengan kata dalam
doa pengharapannya, “Tuhan, jika nanti ia telah datang menemuiku dengan keadaan
dirinya seperti semula kala! Maka aku akan melayani-Mu dengan menjadi seorang
biarawati!”. Kemudian Mora memalingkannya dengan mempersilahkan Fachri untuk masuk
kedalam rumahnya bersamanya.
Dan kini mereka berdua telah duduk
bersama diruang tamu, dengan minuman teh hangat dimeja. Fachri sedang mencoba
meminum teh hangat masih dengan pakaiannya yang basah. Sedangkan Mora hanya
melihatnya bingung. Pikirnya mengapa Fachri yang telah lama dikabarkan hilang,
bisa datang kembali secara tidak terduga dikediamannya sendiri dan tepat
disampingnya kini.
“Fachri, siapa yang telah
menyelamatkanmu?”, Mora mencoba menanyainya berharap Fachri akan
menceritakannya. Fachri berhenti dari minum tehnya, masih memegang gelasnya
meiihat lurus kedepan.
“Arus air diperairan Indonesia!
Kala itu aku hanya mengikuti arusnya, hingga aku tergeletak dipinggir sungai
disebuah pedesaan! Aku tidak sadarkan diri kala itu, lalu ketika aku terbangun
aku sedang berada disebuah gubuk milik warga!”, Fachri mulai menceritakannya
sedikit lalu meminum kembali teh hangatnya.
“Jadi, kau telah menyembunyikan
dirimu dipedesaan itu? Kau tau, kami disini sangat cemas dalam memastikan
nasibmu akibat kejadian hilangnya sebuah helicopter yang sedang kau tumpangi!
Dan sekarang, kau malah santai menunjukkan dirimu didepan mataku, tepat disampingku!”,
Mora sedikit terbawa emosi. Fachri menjadi menolehkan wajahnya melihat
kepadanya. Sedangkan Mora mulai tertuntuduk melihat kebawah.
“Maaf, bila aku telah berbuat seperti
ini kepada kalian semua! Tapi yang sebenarnya, aku trauma untuk kembali ke Jakarta
menunjukkan diriku! Karna kecelakaan itu, merupakan kecelakaan yang pertama aku
alami! Bahkan sampai sekarangpun, aku masih terbayang-bayang dengan kecelakaan
itu!”, Fachri mengungkap apa yang dirasakannya sejak masih bersembunyi
dipedesaan.
Mendengar ungkapan darinya, Mora
menjadi sedikit tau alasan mengapa Fachri memilih untuk bersembunyi dipedesaan.
Kemudian Mora menyuruhnya untuk beristirahat dikamar tamu dirumahnya karna
tidak mungkin Fachri pulang pada malam ini yang semakin larut semakin deras
saja hujannya.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Pagi
harinya, Mora bangun lebih awal hanya untuk menyiapkan sarapan untuk Fachri.
Karna kebetulan jika asisten rumahnya sedang mengambil cuti pulang kampung.
Pagi ini Mora memasak bubur ayam agar tidak memakan waktu lama dalam memasaknya
serta akan menyajikannya. Sementara Fachri baru saja terbangun pada pukul lima
lewat tiga puluh menit langsung bergegas dikamar mandi untuk segera mandi
didalam kamar tamu rumah kediaman Mora.
Setelah duapuluh menit berlalu,
Fachri telah usai dari mandinya dan kini sedang memakai pakaiaannya kembali.
Dihirupnya aroma parfum yang menyegarkan pakaiannya itu, padahal telah
diingatnya jika ia memakai pakaiannya itu dari hari kemarin sebelum tiba
dikediaman Mora. “Ini pasti Mora yang melakukannya! Dia melakukannya sewaktu
aku masih sibuk dikamar mandi!”, bisiknya kecil sambil tersenyum kecil.
Tanpa diketahui langsung olehnya
memang Mora yang telah melakukannya sesaat Fachri masih dikamar mandi. Mora
melakukannya dengan mencoba memasuki kamar tamu rumahnya usainya menyelesaikan
memasak bubur ayam didalam dapur rumahnya. Dan kini Mora sedang duduk dimeja
makan menanti Fachri datang kepadanya untuk melakukan sarapan bubur ayam
bersama.
Setelah tigapuluh menit kemudian. . . .
Fachri
pun kini sedang menuruni anak tangga, melangkah berusaha menghampiri Mora yang
mungkin sedang menunggu dimeja makan, pikirnya seketika. Sementara Mora masih
ditempat yang sama mulai merasa bosan menunggu kedatangan Fachri kepadanya. Dan
kini Mora telah melihat Fachri sedang berjalan menghampirinya didepan matanya. Mora
mulai merasakan pesona dari Fachri, namun menyembunyikannya dengan menatap
sedikit tegang.
Dan
Fachri pun kini telah duduk dihadapannya sambil memandangi bubur ayam yang
telah disajikan oleh Mora. “Bubur ayam? Ini adalah sarapan pagi disetiap hariku
sebelum pergi kerumah sakit untuk bekerja kembali!”, Fachri langsung
mengomentari masih melihat ke bubur ayam lalu berhenti melihat ke Mora. Mora
langsung menjadi tersenyum karna merasa begitu dihargai oleh Fachri, menatap
sedikit berseri-seri. “Alangkah baiknya jika kau menjamahnya dulu!”, perintah
Mora mempersilahkan.
Fachri
mengangguk menuruti perintahnya dengan menjamah bubur ayam persembahannya
sedikit, lalu kembali melihat ke Mora. Mora mulai menatap sedikit tegang
kembali menunggu komentar darinya. “It’s delicious! Kamu sangat pintar dalam
memilih koki bayaran untuk memasak bubur ayam ini!”, komentar Fachri menyukai
bubur ayam yang disajikan namun sangat berbalik. Mora yang sedikit terkejut
hanya tersenyum tidak menceritakan yang sebenarnya, memalsukan tatapannya yang
ceria.
Dan
kini mereka berdua bersama menikmati bubur ayam tersebut dengan kenikmatan yang
tak bisa diungkapkan. Keduanya menikmati bubur ayam dengan keheningan, kemudian
saling berbicara ketika sudah menghabiskan bubur ayamnya.
“Hari
ini, aku mau bertemu dengan atasanku untuk permisi padanya! Aku juga akan
menceritakan semuanya agar beliau tidak salah paham padaku! Dan mungkin ada
jumpa pers yang akan ditayangkan secara live ditelevisi! Jadi aku mohon,
rahasiakan dulu kedatanganku kembali dari yang lain!”, ujar Fachri melihat
serius padanya.
“Iya, Fachri! Nanti kamu saja yang
mengendarai mobilku! Maksudku, kau yang mengantarkanku kekantor tempatku
bekerja! Dan setelah itu, kau pakai saja agar tidak ada yang mengganggumu!”,
sahut Mora penuh pengertian padanya karna sudah mengerti maksud darinya.
Usainya mereka berdua saling berbicara,
mereka berduapun beralih untuk pergi mengikuti apa yang telah keduanya
bicarakan tadi. Hari ini mereka berdua tampak setengah akrab, tidak berseteru
justru ada sebuah pengertian dari keduanya. Setelah tiga minggu lebih tidak
saling bertatap muka, juga miss komunikasi seolah-olah mengubah pandangan dari
keduanya yang kini telah menjadi sedikit pengertian. Seperti saling menahan ego
masing-masing bila ada yang tidak berkenan.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Sore
harinya, Mora baru saja keluar dari dalam kantornya dan kini sedang berada
dilobby kantornya. Ia baru saja akan menelepon Fachri untuk segera menjemput dirinya,
namun ketika akan meneleponnya terdengar suara klakson mobil diarah kanannya. Sontak
Mora menjadi terkejut lalu melihat kearah kanannya. Dan dilihatnya pula mobil
yang telah membunyikan suara klakson itu berhenti didepannya. Mobil itu adalah
mobil miliknya sendiri yang telah dikendarai Fachri.
Sementara Fachri yang masih berada
didalam mobil sebagai pengendara, membuka kaca mobil kiri bagian depan sembari
melihat Mora diarah kirinya sambil tersenyum menyapa. Sedangkan Mora menjadi
tersenyum segan lalu memasuki mobilnya dengan duduk didepan bersebelahan. Dan
Fachri pun mulai mengendarai lagi mobilnya menuju kerumah kediamannya sendiri.
Disaat dalam perjalanan, Mora teringat pada nama lengkap Fachri, yaitu Fachri
Santiago.
Dan Mora akan bertanya tentang
asal usul dari nama lengkap Fachri tersebut, dari situlah mereka berdua akan
saling berbicara berdurasi sedikit panjang. “Fachri Santiago? Nama lengkapmu
sungguh unik!”, Mora memulai dengan menolehkan kepalanya melihat ke Fachri.
Fachri menjadi tersenyum masih fokus berkendara melihat lurus kedepan. “Apakah,
kau telah dilahirkan dari dua orang yang berbeda keyakinan?”, sambung Mora.
Fachri tersenyum kembali dengan
menggeleng mengisyaratkan tidak. Mora memalingkan wajahnya melihat lurus
kedepan kembali. “Aku terlahir akibat dari kekerasan seksual, yang telah
dialami oleh almarhumah ibuku pada duapuluh dua tahun yang lalu!”, Fachri mulai
menceritakan masih melihat lurus kedepan. Begitupula Mora menunjukkan sifat
cueknya. “Ibuku yang mengandung juga yang melahirkanku! Dan ayahku, yang
bertugas merawatku hingga aku menjadi seperti yang sekarang ini!”.
Fachri menceritakannya lagi masih
dengan keadaan yang sama. Mora menolehkan kepalanya melihat ke Fachri beniat
akan lebih mendengarkan. “Ayah dan ibuku tidak pernah menikah! Suatu hari
sebelumnya, ibuku mengalami kekerasan seksual disebuah angkot pada malam hari!
Dan setelah kejadian itulah aku tumbuh dirahimnya!”, Fachri menceritakan tentang
ibunya.
Mora menjadi terdiam akan lebih
mendengarkan. “Sebenarnya aku tidak memiliki ayah! Namun aku masih beruntung,
bisa memiliki sosok ayah angkat yang begitu menjagaku!”, Fachri akan memulai menceritakan
tentang ayahnya. Tiba-tiba menjadi berhenti berkendara namun kemudian
berkendara lagi karna tiba-tiba saja terjebak macet. “Ibu? Sejak usia berapa
kau ditinggal oleh ibumu?”, Mora mulai menanyainya menatap penuh tanya. Fachri
baru menolehkan kepalanya melihat kepadanya.
“Saat hari tibanya aku akan
dilahirkan, ibuku mengalami komplikasi! Dikala itu ia harus memilih untuk
menyelamatkanku, atau menyelamatkan dirinya sendiri! Hingga pada akhirhya,
ibuku lebih berjuang untuk menyelamatkanku! Dan menyerah untuk menyelamatkan
dirinya sendiri!”, Fachri menceritakan perjuangan ibunya dalam menyelamatkan
dirinya sendiri.
“Lalu, bagaimana dengan ayah
angkatmu?”, Mora menanyakan tentang ayahnya. Fachri mulai tersenyum haru masih
melihat padanya.
“Ayah tidak tega melihat diriku
yang hanya sebatang kara! Sebelum ibu meninggal, ayah permisi untuk mengadopsi
diriku yang kala itu masih bayi untuk mengenal perpisahan! Bahasa yang ayah
tunjukkan sangat tulus, sehingga ibu mau menyetujuinya! Tapi ketika ibu baru
mengetahui kalau ayah adalah seorang kristiani, ibu mulai berpesan untuk
mengislamkan diriku! Itu adalah permintaan ibu yang terakhir sebelum ia
meninggal! Dan aku tambah beruntung, karna ayah angkatku mengabulkannya!”.
Mora yang sudah mendengar cerita
darinya dengan seksama menjadi tersenyum lalu berkata, “Pantas saja nama
lengkapmu, Fachri Santiago!”, dengan tertawa kecil mencoba menceriakan suasana.
Fachri pun menjadi ikut tertawa masih menahan keharuannya namun tetap melihat
ceria ke Mora. Sedangkan Mora menjadi terdiam namun tersenyum mengingat
perasaan kasihnya kepada Fachri. Dan Fachri kini mulai mengendarai mobilnya
kembali karna sudah terbebas dari kemacetan.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar