Esoknya,
saat hari baru saja memasuki sore. Qiera mendapatkan telepon dari mamanya
diluar negeri yang mengabarkan kalau tunangannya telah memutuskan
pertunangannya. Sontak Qiera menjadi terkejut namun bisa menerimanya. Hal itu
disebabkan karna tunangannya yang menyatakan sudah tidak tahan dengan sikap
Qiera yang terlalu sibuk dengan keberadaannya di Indonesia. Dan Qiera dapat
memakluminya karna sudah sering tunangannya menyatakan itu padanya sendiri.
Disaat dirinya akan pulang kerumah
kediamannya dari kantornya, ia memutarkan kendaraannya berbalik arah dari jalan
pulang kerumahnya. Ia berniat akan pergi kesuatu tempat untuk menemui Yusra,
sebab ia sempat mengajak chat Yusra menanyakan sedang berada dimana dan sedang
melakukan apa. Dan kini Qiera telah sampai disebuah danau akan bertemu Yusra
dengan berjalan secara tergesah-gesah. Sementara Yusra disekitar danau
tersebut, sedang duduk sambil mempelajari materi pekerjaan.
Kemudian Yusra menjadi terhenti
sejenak dari belajarnya karna mendengar ada suara yang berteriak memanggil
namanya, lalu berdiri seketika sembari melihat kearah kanannya. Ternyata yang
sudah berteriak memanggil namanya tadi adalah Qiera yang kini sedang berlari
kecil meghampiri dirinya. Yusra pun menjadi melangkah maju menghadap ke Qiera
yang masih berlari kecil dan sedikit lagi akan sampai pada dirinya.
Dan kini Qiera telah sampai pada
dirinya dengan berdiri tegak didepannya sambil bernafas terengah-engah. Yusra
melihatnya kaku tak tau akan memulai kata darimana. “Yusra, pertunanganku telah
diputuskan! Saat ini aku tidak tau, aku harus merasa bahagia atau tidak!”,
Qiera mencurahkannya dengan menatap sedih. Sontak Yusra menjadi terkejut sehingga
berubah menjadi menatap tanya, sedangkan Qiera langsung memeluknya keras
usainya mencurahkan.
Yusra mulai menjadi bingung
mencoba menerka sesuatu mengapa Qiera bisa diputuskan pertunangannya, sedangkan
Qiera berlanjut menangis kecil dipelukannya. Kemudian Yusra teringat pada
Yandra, saat mereka sedang melakukan persidangan. Yusra mengingat kembali
tentang tatapan Yandra pada persidangan itu. Lalu ia berpikir, apakah Yandra
akan menangis sama seperti Qiera yang saat ini sedang menangis kecil
dipelukannya atau malah bahagia turut merasa lega. Tanyanya dipemikirannya.
Tiba-tiba Qiera menghadapkan
wajahnya kewajah Yusra, masih memeluknya. Yusra pun menatap dirinya turut
prihatin atas kesedihannya. “Apa kau mau berjanji untuk selalu memberi tubuhmu,
disaat aku sedang berada dalam kesedihan seperti sekarang ini?”, Qiera
menanyakan kesetiaannya. Yusra mengedipkan kedua matanya sekali kepadanya. “Aku
berharap, kau akan tetap sama! Kau akan selalu menjadi sahabatku bukan?”,
sambung Qiera mengungkap tanya pengharapannya.
Lalu Qiera memeluknya kembali,
kembali juga menangis kecil setelah berkata mencoba menegarkan dirinya sendiri
tadi pada Yusra. Sementara Yusra baru saja teringat dengan kata Mirza yang
mengatakan, “Love is your wife!”. Dan lalu ia mulai berbisik dihatinya, “Now,
my ex is my best friend! And is out there, my love is my wife!”, dengan
membiarkan Qiera memeluk dirinya dan dirinya baru memeluk Qiera bermaksud
memulihkannya dari kesedihannya.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Sementara dikejauhan disekitar keberadaan
keduanya, terlihat Fachri sedang berjalan-jalan pula disekitar keberadaan
keduanya. Kemudian pandangan Fachri tak sengaja melihat keduanya sedang duduk
bersama, dengan Qiera yang bersandar manja dipundak Yusra. Sementara Yusra
masih mempelajari materi pekerjaannya buat persentasenya pada esok hari. Fachri
yang masih memandangi mereka berdua dengan masih berjalan biasa.
Diam-diam Fachri telah
memperhatikan sehingga menimbulkan rasa sedikit cemburu pada kebersamaan
keduanya. Lalu disaat yang sama Fachri mengingat kata Qiera yang menanyakan
bahwa dirinya sudah memiliki pacar atau belum, sewaktu Qiera masih dalam perawatan
dirumah sakit tempatnya telah bekerja. Kemudian Fachri berpaling dari mereka
berdua dengan berbalik pergi kearah semula dimana ia telah berjalan tadi.
Dan disaat dalam perjalanannya
masih mencoba berpaling dari mereka berdua, Fachri menyempatkan dirinya untuk
mengeluh dalam doanya memakai perasaan sedikit terganggu karna kecemburuan yang
semakin menyertainya. “Ya Allah! Aku tidak pernah merasakan ini! Aku merasa
telah jatuh hati kepada dua hati, kepada dua orang wanita yang sudah aku kenal
pula!”, bisiknya dihati berdoa begitu mengeluhkan.
Dan kini yang menjadi pemikiran
Fachri adalah bagaimana bisa ia akan memantapkan hatinya. sementara yang baru
disadarinya kini bahwa ia telah jatuh pada dua hati, pada dua orang wanita yang
sudah dikenalnya pula. Dirinya tidak bisa memutuskan, apakah harus meninggalkan
Mora lalu menerima Qiera yang mungkin tidak lama lagi baginya akan membuat
dirinya jatuh cinta. Sepertinya dalam hal yang baru disadarinya kini akan
menjatuhkannya kedalam sebuah kedilemaan, pikirnya.
Dan disepertiga malam. . . .
Fachri
menghampar sajadah menghadap kearah kiblat, ia akan segera memulai sholat
tahajud. Sholat tahajud yang tak pernah tertinggal dilakukannya sebelum
bergegas untuk tidur menghabiskan malam, melepas rasa lelah hanya tuk sesingkat
waktu saja. Namun ia tidak pernah mengeluh walaupun pada setiap harinya ia
hanya dapat tidur dalam waktu tiga sampai empat jam saja. Semua itu karna ia
terlalu menghargai pengabdiannya sebagai seorang Dokter.
Dan
bila rasa kantuk, rasa lelah serta rasa malas menghampiri dirinya. Ia hanya
bisa beristighfar, dengan mengingat perjuangannya sebelum menjadi seorang
Dokter yang sukses seperti sekarang kini. Karna pada cerita awalnya sebelum
menjadi Dokter, ia sempat mengikuti sebuah kompetisi Hafiz Qur’an yang
berhadiah sebuah beasiswa untuk memasuki kuliah kedokteran sampai lulus.
Awalnya ia sangat ragu untuk meraih hadiah beasiswa tersebut, namun dengan
kerja kerasnya ia dapat meraihnya.
Fachri
tidak hanya berniat menghafal Al-Qur’an untuk meraih beasiswa itu saja, namun
setelahnya ia selalu mengamalkannya dengan membaca Al-Qur’an sembari menguji
kehafalannya sendiri. Dan itu dapat dilakukannya ketika sedang menikmati waktu
luangnya sendiri. Fachri pun hingga kini berpikir bahwa ia harus mempertahankan
pahala dari menghafal Al-Qur’an, karna sangat sayang sekali bila pahala dari
menghafal Al-Qur’an hilang begitu saja dari dirinya.
Dan dari keperibadian dirinya
itulah yang membuat Fachri menjadi orang yang sangat religius. Dirinya memakai
cara hidup dengan agama nomor satu, pengabdiannya sebagai seorang Dokter nomor
dua, dan nomor selanjutnya urusannya diduniawi.
Meskipun jarang tertampak dimata orang-orang yang mengenalnya bahwa Fachri
sebenarnya adalah peribadi yang sangat religius. Pribadinya itu memang jarang
tertampak namun itulah pribadinya yang sebenarnya.
Dan kini Fachri sedang melakukan
sholat istikharah, usainya melakukan sholat tahajud. Saat ketika sudah
melakukan sholat istikharah, ia akan berdoa dengan duduk bersimpuh memohon
ampunan kepada sang pencipta. Didalam doanya ia memohon ampun, karna telah
merasa jatuh hati kepada dua orang wanita yang sudah dikenalnya. Matanya mulai
berkaca-kaca, lalu meneteskan airmatanya pada satu kedipan matanya sambil
meminta petunjuk bahwa hatinya akan jatuh pada siapa diakhirnya.
Fachri tampak mengadukan tentang
permasalahan dalam hatinya, hingga ia mengatakan doanya yang terakhir sebelum
menyudahi sholat istikharahnya. “Ya Allah, telah kucoba membuyarkan rasaku
kepada dia yang tak seiman denganku! Namun ketika aku sudah berhasil
membuyarkannya, mengapa Engkau menunjukkan dia padaku! Hatiku merasa ada sebuah
getaran aneh, aku terguncang seketika melihat dia sedang bersama temanku
sendiri!”, kata pengaduannya yang terakhir menyudahi shalatnya.
Dan kini Fachri melipat
sajadahnya sambil mengusap airmatanya sesekali. Ia sedang menangisi tentang
masalah hatinya, namun tidak bisa mengatakan kalau ia akan mencintainya. Sebab
Fachri sedang menunggu jawaban dari doanya tadi sebagai petunjuk dari Tuhannya
untuknya.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Kini
bayi Cillo sudah memasuki usia tigabelas hari, itu berarti bayi Cillo dengan
pengasuhnya sudah tinggal bersama Mirza kurang lebih lima hari. Hari cepat
berganti, dan Mirza yang sangat menyukai anak kecil selalu ingin cepat pulang
kerumahnya hanya untuk melihat bayi Cillo. Bayi Cillo yang kini masih berada
disisinya dan tinggal satu atap dengannya. Mirza begitu menyayangi bayi Cillo,
sehingga begitu menyembunyikan keberadaannya dari Yusra.
Mirza yang kini sedang melakukan
makan siang bersama Yusra dicafe kantornya, mendadak ia mendapatkan telepon
dari pengasuh bayi Cillo. Secara kebetulan, Yusra meminta izin untuk pergi
ketoilet sehingga Mirza bisa menjawab telepon dari pengasuh bayi Cillo dirumah.
Didalam memulai percakapannya, pengasuh bayi Cillo itu mengatakan bahwa bayi
Cillo sedang mengalami demam. Dalam satu jam, demamnya bisa berubah-ubah
suhunya.
Pengasuhnya itupun meminta Mirza
untuk memeriksakan demam bayi Cillo kerumah sakit, sebelum berlanjut fatal. Dan
Mirza yang sudah mendengarkannya langsung mengatakan “Iya”, tetapi harus
menunggunya dulu. Sebab Mirza perlu meminta izin kepada Yusra untuk pulang
sebentar. Mirza pun terdiam hening usainya menerima telepon dari pengasuh bayi
Cillo, ia mulai merasa cemas memikirkan kesehatan keponakan kecilnya itu.
Kemudian Yusra datang kembali
dengan duduk ditempatnya sembari melihat Mirza yang terdiam hening sedikit
melamun. Lalu Mirza tersadar bahwa Yusra telah datang kepadanya kembali, dengan
tak sengaja melihatnya yang sudah terduduk bersamanya seketika. “Yusra, gue,
mau izin ke lo untuk pulang sebentar! Karna, dirumah gue ada yang lagi gawat!”,
Mirza langsung mengatakannya. Yusra pun langsung menanyakan balik,
“Alasannya?”, menatap tanya.
Lalu Mirza mengatakan bahwa
keponakan kecilnya dirumah sedang sakit dan harus dibawa kerumah sakit sekarang
juga. Untuk lebih meyakinkannya, Mirza berjanji hanya mengantar keponakan
kecilnya saja. Dan Yusra langsung memberinya izin karna ikut merasa iba atas
musibah yang menimpa keponakan kecil dari Mirza. Satu kebodohan yang telah
Yusra lakukan, ia tidak menanyakan keponakan kecil dari siapa yang Mirza
maksudkan.
Dan kini Mirza telah sampai
diparkiran mobilnya, ketika dicek dengan memasuki mobilnya. Ia baru tersadar
kalau bahan bakar mobilnya sekarat, tidak mungkin bisa untuk dikendrarai dengan
jarak lebih dari satu kilometer. Terpaksa Mirza keluar dari dalam mobilnya
dengan menutup pintu mobilnya sedikit kesal. Lalu secara tiba-tiba Mirza
melihat Yusra disamping kanannya yang baru saja berhenti dengan berdiri menghadapnya
sembari memberikan kunci mobil miliknya.
“Yusra….?”, Mirza menyapanya akan
menanyakan namun Yusra langsung memotongnya. Menatap tanya sedikit merasa
takjub.
“Kesehatan ponakanmu nomor satu!
Ambil kunci ini dan segera kendarai mobilku!”, Yusra memberikan jalan keluar
dengan menatap iba.
“Tapi, aku tidak bisa berkendara
dalam keadaan seperti ini!”, Mirza mengungkap kelemahannya karna terlalu
mencemaskan kesehatan keponakan kecilnya.
Yusra menjadi terdiam sejenak,
lalu mengajak Mirza untuk ikut bersamanya menuju keparkiran mobilnya. Dan yang
akan mengendarai mobilnya adalah Yusra, tugas Mirza hanya menjemput keponakan
kecilnya juga menunjukkan rumah sakit yang sebagai tujuan utamanya.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar