Esok
harinya sekitar pukul delapan pagi, mamah dari Yusra memasuki kamar Yusra
berniat akan memberitahukan sesuatu. Namun ketika sudah memasuki kamarnya,
didengarnya jika Yusra sedang mandi dikamar mandi kamarnya. Mamahnya pun
mengambil sebuah buku catatan didalam laci meja disamping tempat tidur Yusra,
lalu menuliskan sebuah pesan. Usainya menuliskan sebuah pesan untuknya,
tiba-tiba saja mamahnya melihat sebuah botol minuman keras yang sudah terbelah
kecil.
Sedikit terkejut dibenaknya, lalu
beranjak pergi meninggalkan berpura-pura tidak mengetahui apa yang telah
dilihatnya tadi. Sementara Yusra baru saja membuka pintu kamar mandinya dengan
terpandang kepada mamahnya yang baru saja membuka pintu kamarnya dan keluar
dari kamarnya. Yusra pun sekilas merasa aneh dengan berjalan tiga langkah lalu
melihat kebotol minuman kerasnya yang sudah terbelah kecil akibat terjatuh dari
pegangannya tadi malam.
Kemudian ia berjalan mendekati
meja disamping tempat tidurnya sembari mengambil sebuah kertas yang berisi
pesan dari mamahnya. Pesan itu bertuliskan kalau mamah bersama Omahnya pergi
kebandara untuk menjemput Yuska yang sebagai kakaknya beserta dengan istri dan kedua
anak kembarnya. “Tidak mungkin jika mamah tidak melihat sesuatu dikamarku?”,
bisiknya kecil setelah membaca pesan dari mamahnya melihat kebotol minuman keras
yang sudah terbelah kecil. Pikirnya.
Sementara ditempat lain, Mora
sedang duduk dikursi kerjanya dan tiba-tiba saja didatangi Eisya yang langsung
mengejutkannya dengan kehebohannya. Mora yang sudah melihatnya pun mulai
mendesah dan mereka berdua akan berbicara sedikit mencuri waktu yang ada.
“Mora, gue kangen dengan kabar
buruk dari lo! Ayo dong, ceritakan lagi ke gue!”, Eisya berkata masih dengan
kehebohannya menatap ceria ke Mora.
“Kabar buruk dari gue?
Maksudnya?”, Mora bertanya belum mengerti. Menatap biasa.
“Sebuah teror dari nomor pribadi
itu!”, Eisya langsung mengatakannya santai. Mora teringat pada Fachri, karna
Fachri yang telah berbuat demikian.
“Aku sudah tau siapa orangnya! Dan
aku mau hanya aku, dia dan Tuhan yang mengetahuinya!”, Mora mulai menjawabnya
melihat serius ke Eisya.
“Jadi, lo mau maen
rahasia-rahasiaan ke gue gitu?! Kasih gue satu alasan aja Mora!”, Eisya meminta
satu alasan tuk meyakinkan dirinya sendiri agar tidak bertanya lagi.
“Gue suka sama dia! Awalnya gue
shock! Gue gak nyangka aja dia seperti itu ke gue! Tapi sekarang setelah gue
mengetahui, gue bergegas buat membenci dia saja!”, pengakuan Mora namun nasih
merahasiakan seseorang yang dimaksud kepada Eisya.
Seketika Eisya menjadi kaget lalu
terdiam cuma-cuma, menatap diam pula tak bisa berkomentar. Kemudian Eisya
menjadi tertawa bingung sambil mengatakan, “Aku merasa kau akan jatuh dalam
kedilemaan! Antara harus bergegas tuk membenci atau berbalik menjadi
mencinta!”. Eisya mengatakannya secara bijak menatap penuh bijak pula. Lalu pergi
meninggalkan Mora, dan Mora menjadi tertunduk mulai memikirkan perkataan
terakhir dari Eisya kepadanya tadi.
Kembali pada Yusra, ia kini sedang
berada dikamar bekas Yandra dengan berdiam disamping tempat tidur meratapi foto
dari kedua keponakan kembarnya. Matanya memang sedang melihat meratapi foto
dari kedua keponakan kembarnya itu. Namun pemikirannya tertuju pada tulisan
yang telah disembunyikannya dibalik foto dari kedua keponakannya itu. Setelah
beberapa saat kemudian, Yusra dikejutkan dengan terbukanya pintu kamar Yandra
yang tadinya tertutup.
Mau tidak mau Yusra pun berbalik
menghadap kearah pintu kamar Yandra tersebut, lalu dilihatnya kedua keponakan
kembarnya, Cherish dan Ferish sedang berlari bersama menghampiri dirinya. Yusra
yang sudah melihatnya menyimpuhkan dirinya sendiri memberi senyuman manja lalu
memeluk kedua keponakan kembarnya itu secara bersamaan. Kedua keponakan
kembarnya itupun mulai tertawa kecil dalam peluknya.
Dan seketika Yusra teringat pada
calon putranya yang diketahui sudah meninggal, saat masih tumbuh belum menjadi
seorang bayi manusia seutuhnya didalam Rahim Yandra.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Kini
Yusra sedang berkumpul, bercengkrama bersama keluarga besarnya walaupun tidak
ada sosok papah bersamanya. Namun kebahagiaan tetap menyertai hatinya meskipun
kedukaannya karna sudah kehilangan calon putranya masih ada didasar hatinya
paling dalam. Baginya, kehilangan sosok papah sama besarnya dengan kehilangan
calon putranya yang sudah meninggal saat masih didalam kandungan.
Andai calon putranya itu masih
hidup mungkin sudah berusia sekitar tiga bulan didalam kandungan, bayangnya
seketika. Disaat Yusra masih bercengkrama, bercanda ria bersama keluarga
besarnya. Mamahnya akan mengajaknya berbicara ditengah dirinya masih
bercengkrama bersama kedua kepoanakan kembarnya.
“Yusra, kenapa hari ini kamu
mengambil libur sehari? Mamah pikir, kau sudah mengetahui jika kakakmu akan
pulang pada hari ini?”, mamahnya menanyakan ingin mengetahui. Melihat ke Yusra
tanya.
“Oyah, Yusra lupa memberitahu mamah
dan Omah! Karna Yusra pulang jam sepuluh malam dan saat itu juga mamah dan Omah
sudah tidur bukan?”, Yusra memberitahu melihat ke mamah lalu ke Omah.
“Lalu, bagaimana dengan tugasmu?
Kamu mendelay atau bagaimana?”, Omah menanyakan melihat tegas ke Yusra.
“Sudah semuanya Omah! tepat pada
malam itu Yusra menyelesaikan semuanya! Hanya saja Yusra mendelay satu hari,
bila ada yang ingin bertemu dengan Yusra dikantor!”, Yusra menjelaskan melihat
ke Omah.
“Yusra, apa kau sudah lupa dengan
mainan mobil Tamiya milikmu?”, Yuska menyambung mengejeknya.
“Dulu kakak yang selalu merebut
mainan mobil Tamiya milikku! Sampai-sampai almarhum papah melarang buat mainin
mobil Tamiya itu lagi!”, sambung Yusra mencoba flashback.
“Dan kedua anak mamah yang sudah
dewasa, mapan, dulu sering sekali bertengkar hanya karna merebut mainan mobil
Tamiya itu!”, sambung mamahnya semakin menceritakan.
Omah dan kakak iparnya menjadi
tertawa mendengar balasan cerita dari ketiganya. “Iya mah, dan itu kak Yuska
yang suka sekali menggodaku!”, Yusra berkeluh melihat ke mamah lalu melihat ke
Yuska. “Siapa bilang? Kakak memang suka menggodamu hingga sekarang!”, balas
Yuska penuh canda. Kemudian Yusra mulai membisikkan sesuatu kepada kedua keponakan
kembarnya untuk memukul kecil Yuska, dan kedua keponakan kembarnya pun berlari
bersama menghampiri Yuska lalu memukul kecil.
Yuska yang sudah mengetahui jika
yang mengajari kedua putri kembarnya seperti itu, Yuska menyuruh kedua putri
kembarnya mengejek Yusra dengan sebutan, “Si Cengeng”. Sebab pada waktu
kecilnya Yusra suka menangis ketika mainannya direbut oleh Yuska. Dan Yusra
yang mendengar ejekkan dari kedua keponakannya itu menutup kedua telinganya,
lalu bermanja dipangkuan mamahnya sesekali. Suasanapun menjadi semakin ramai,
semakin terasa pula kebersamaan dalam keluarga besarnya.
Dalam sesaat, Yusra bisa melupakan
tentang calon putranya yang telah diketahuinya sudah meninggal. Dan itu telah
didengarnya dari kata Dokter yang menangani Yandra juga dari perkataan Yandra
sendiri sewaktu masih dirumah sakit beberapa waktu lalu. Yusra telah
merahasiakan tentang calon putranya itu hingga sekarang, sebab baginya tidak
perlu diceritakan lagi pada siapapun karna calon putranya telah lama tiada.
Baginya pula yang mengetahui itu cukup dirinya, Yandra, Dokter dan Tuhan.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Pada
malam harinya, Mora sedang berbaring dikasur tempat tidurnya. Ia melihat
langit-langit dikamarnya dalam ketenangan, namun menyimpan sebuah rencana untuk
bisa mengungkap perlakuan Fachri kepadanya yang sudah mengerjainya secara empat
mata. Disana, Fachri sedang duduk dimeja belajarnya dengan berpaku tangan
melihat ponselnya. Tiba-tiba ia mulai merasa takut untuk menghubungi seseorang
yang sering dipersembahkannya sebuah kata puitis.
“Dia adalah Mora! Aku mencoba
menghubunginya, lalu mematikannya ketika Mora mengangkat ponselnya! Dan disaat
bersamaan pula aku mempersembahkannya sebuah kata puitis untuknya!”, ungkap
Fachri mengatakan yang sebenarnya didepan ponselnya. Masih melihat keponselnya.
Dan Fachri menyadari jika perbuatannya selama ini kepada Mora sangatlah salah.
Bagaimana tidak, ia telah merahasiakan nomornya sendiri sebagai nomor pribadi
ketika menghubungi Mora.
Sementara Mora yang masih berbaring
dikasur tempat tidurnya, memejamkan kedua matanya sesaat meresapi Suasana
perasaannya kini. Kemudian terbayang kembali wajah Fachri saat bersama dirinya,
lalu mulai berdoa meminta sesuatu. “Tuhan, sebisa mungkin buatlah aku membencinya
saja! Walaupun ada kasih yang tulus mulai menggodaku untuk dirinya!”, doa dalam
pintanya melawan perasaan kasihnya yang telah ada untuk Fachri.
Esok harinya, Mirza sedang
berjalan menuju ruang kerja Yusra. Sebab telah didapatinya kabar dari Yusra
kalau Yusra telah datang kembali dan berada diruang kerja kantornya. Kabar itu
telah didapatinya melalui asisten dari Yusra yang tak sengaja bertemu dipantry
kantor. Dan kini Mirza sudah berada didalam ruang kerja Yusra, sementara Yusra
membelakangi dirinya menghadap ke meja kerjanya.
“Kemarin lo ngambil libur sehari
dan fix gak ngabarin gue seharian!”, tegur Mirza saat ketika berhenti dibalik
Yusra.
“Kemarin
gue lagi butuh satu hari untuk sendiri, tanpa diganggu oleh siapapun!”, sahut
Yusra masih membelakangi Mirza.
“Kemarin gue mau nyetor hasil
berkas keuangan ke elo! Tapi elonya, ya sudahlah! Ini juga kantor kenapa pakek
mati lampu segala!”, Mirza berkeluh berlanjut mengomel sendiri.
Saat Mirza berbicara tadi, Yusra
mendengarkannya sambil mengendorkan dasinya sembari membuka kedua kancing bajunya
dari atas karna mulai merasa sedikit panas. Usainya melakukan itu, Yusra pun
berbalik mengahdap ke Mirza biasa. Sedangkan Mirza baru saja melihat padanya
dan tertuju pada sebuah cincin yang telah dikalungkan oleh Yusra.
“Aku kira kau sudah membuang
cincin itu! Ternyata kau mengkalungkannya dilehermu!”, Mirza mengomentari melihat
kecincin itu lalu beralih menatap Yusra biasa namun menyimpan tanya. Yusra yang
sudah mengerti, mengetahui dari apa yang dikatakannya barusan, mulai memegang
cincin yang tersebut menggunakan tangan kanannya. “Cincin ini hanya sebagai
simbolisasi! Bila sudah tidak diperlukan, ya dibuang saja!”, Yusra mengatakannya
dengan masih memegang cincin itu sembari menunjukkannya ke Mirza.
Mirza yang sudah melihatnya,
mendengarnya memberi senyuman segan mendadak menjadi terdiam tak bisa
menyahutnya. Sedangkan Yusra baru menagih tugas darinya, dan Mirza menepuk
jidatnya mengatakan kalau ia sudah lupa membawa tugasnya. Dan Mirza pun
bergegas pergi berpamitan untuk mengambil tugasnya yang masih tersimpan diatas
meja kerja ruangannya sendiri. Yusra yang melihat kecerobohannya hanya
tersenyum kembali mengerjakan kesibukkannya.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar