Minggu, 27 Maret 2016

Badung Location. . . . Season 2 #7

                Esok harinya sekitar pukul delapan pagi, mamah dari Yusra memasuki kamar Yusra berniat akan memberitahukan sesuatu. Namun ketika sudah memasuki kamarnya, didengarnya jika Yusra sedang mandi dikamar mandi kamarnya. Mamahnya pun mengambil sebuah buku catatan didalam laci meja disamping tempat tidur Yusra, lalu menuliskan sebuah pesan. Usainya menuliskan sebuah pesan untuknya, tiba-tiba saja mamahnya melihat sebuah botol minuman keras yang sudah terbelah kecil.
Sedikit terkejut dibenaknya, lalu beranjak pergi meninggalkan berpura-pura tidak mengetahui apa yang telah dilihatnya tadi. Sementara Yusra baru saja membuka pintu kamar mandinya dengan terpandang kepada mamahnya yang baru saja membuka pintu kamarnya dan keluar dari kamarnya. Yusra pun sekilas merasa aneh dengan berjalan tiga langkah lalu melihat kebotol minuman kerasnya yang sudah terbelah kecil akibat terjatuh dari pegangannya tadi malam.
Kemudian ia berjalan mendekati meja disamping tempat tidurnya sembari mengambil sebuah kertas yang berisi pesan dari mamahnya. Pesan itu bertuliskan kalau mamah bersama Omahnya pergi kebandara untuk menjemput Yuska yang sebagai kakaknya beserta dengan istri dan kedua anak kembarnya. “Tidak mungkin jika mamah tidak melihat sesuatu dikamarku?”, bisiknya kecil setelah membaca pesan dari mamahnya melihat kebotol minuman keras yang sudah terbelah kecil. Pikirnya.
Sementara ditempat lain, Mora sedang duduk dikursi kerjanya dan tiba-tiba saja didatangi Eisya yang langsung mengejutkannya dengan kehebohannya. Mora yang sudah melihatnya pun mulai mendesah dan mereka berdua akan berbicara sedikit mencuri waktu yang ada.
“Mora, gue kangen dengan kabar buruk dari lo! Ayo dong, ceritakan lagi ke gue!”, Eisya berkata masih dengan kehebohannya menatap ceria ke Mora.
“Kabar buruk dari gue? Maksudnya?”, Mora bertanya belum mengerti. Menatap biasa.
“Sebuah teror dari nomor pribadi itu!”, Eisya langsung mengatakannya santai. Mora teringat pada Fachri, karna Fachri yang telah berbuat demikian.
“Aku sudah tau siapa orangnya! Dan aku mau hanya aku, dia dan Tuhan yang mengetahuinya!”, Mora mulai menjawabnya melihat serius ke Eisya.
“Jadi, lo mau maen rahasia-rahasiaan ke gue gitu?! Kasih gue satu alasan aja Mora!”, Eisya meminta satu alasan tuk meyakinkan dirinya sendiri agar tidak bertanya lagi.
“Gue suka sama dia! Awalnya gue shock! Gue gak nyangka aja dia seperti itu ke gue! Tapi sekarang setelah gue mengetahui, gue bergegas buat membenci dia saja!”, pengakuan Mora namun nasih merahasiakan seseorang yang dimaksud kepada Eisya.
Seketika Eisya menjadi kaget lalu terdiam cuma-cuma, menatap diam pula tak bisa berkomentar. Kemudian Eisya menjadi tertawa bingung sambil mengatakan, “Aku merasa kau akan jatuh dalam kedilemaan! Antara harus bergegas tuk membenci atau berbalik menjadi mencinta!”. Eisya mengatakannya secara bijak menatap penuh bijak pula. Lalu pergi meninggalkan Mora, dan Mora menjadi tertunduk mulai memikirkan perkataan terakhir dari Eisya kepadanya tadi.
Kembali pada Yusra, ia kini sedang berada dikamar bekas Yandra dengan berdiam disamping tempat tidur meratapi foto dari kedua keponakan kembarnya. Matanya memang sedang melihat meratapi foto dari kedua keponakan kembarnya itu. Namun pemikirannya tertuju pada tulisan yang telah disembunyikannya dibalik foto dari kedua keponakannya itu. Setelah beberapa saat kemudian, Yusra dikejutkan dengan terbukanya pintu kamar Yandra yang tadinya tertutup.
Mau tidak mau Yusra pun berbalik menghadap kearah pintu kamar Yandra tersebut, lalu dilihatnya kedua keponakan kembarnya, Cherish dan Ferish sedang berlari bersama menghampiri dirinya. Yusra yang sudah melihatnya menyimpuhkan dirinya sendiri memberi senyuman manja lalu memeluk kedua keponakan kembarnya itu secara bersamaan. Kedua keponakan kembarnya itupun mulai tertawa kecil dalam peluknya.
Dan seketika Yusra teringat pada calon putranya yang diketahui sudah meninggal, saat masih tumbuh belum menjadi seorang bayi manusia seutuhnya didalam Rahim Yandra.

Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”

                Kini Yusra sedang berkumpul, bercengkrama bersama keluarga besarnya walaupun tidak ada sosok papah bersamanya. Namun kebahagiaan tetap menyertai hatinya meskipun kedukaannya karna sudah kehilangan calon putranya masih ada didasar hatinya paling dalam. Baginya, kehilangan sosok papah sama besarnya dengan kehilangan calon putranya yang sudah meninggal saat masih didalam kandungan.
Andai calon putranya itu masih hidup mungkin sudah berusia sekitar tiga bulan didalam kandungan, bayangnya seketika. Disaat Yusra masih bercengkrama, bercanda ria bersama keluarga besarnya. Mamahnya akan mengajaknya berbicara ditengah dirinya masih bercengkrama bersama kedua kepoanakan kembarnya.
“Yusra, kenapa hari ini kamu mengambil libur sehari? Mamah pikir, kau sudah mengetahui jika kakakmu akan pulang pada hari ini?”, mamahnya menanyakan ingin mengetahui. Melihat ke Yusra tanya.
“Oyah, Yusra lupa memberitahu mamah dan Omah! Karna Yusra pulang jam sepuluh malam dan saat itu juga mamah dan Omah sudah tidur bukan?”, Yusra memberitahu melihat ke mamah lalu ke Omah.
“Lalu, bagaimana dengan tugasmu? Kamu mendelay atau bagaimana?”, Omah menanyakan melihat tegas ke Yusra.
“Sudah semuanya Omah! tepat pada malam itu Yusra menyelesaikan semuanya! Hanya saja Yusra mendelay satu hari, bila ada yang ingin bertemu dengan Yusra dikantor!”, Yusra menjelaskan melihat ke Omah.
“Yusra, apa kau sudah lupa dengan mainan mobil Tamiya milikmu?”, Yuska menyambung mengejeknya.
“Dulu kakak yang selalu merebut mainan mobil Tamiya milikku! Sampai-sampai almarhum papah melarang buat mainin mobil Tamiya itu lagi!”, sambung Yusra mencoba flashback.
“Dan kedua anak mamah yang sudah dewasa, mapan, dulu sering sekali bertengkar hanya karna merebut mainan mobil Tamiya itu!”, sambung mamahnya semakin menceritakan.
Omah dan kakak iparnya menjadi tertawa mendengar balasan cerita dari ketiganya. “Iya mah, dan itu kak Yuska yang suka sekali menggodaku!”, Yusra berkeluh melihat ke mamah lalu melihat ke Yuska. “Siapa bilang? Kakak memang suka menggodamu hingga sekarang!”, balas Yuska penuh canda. Kemudian Yusra mulai membisikkan sesuatu kepada kedua keponakan kembarnya untuk memukul kecil Yuska, dan kedua keponakan kembarnya pun berlari bersama menghampiri Yuska lalu memukul kecil.
Yuska yang sudah mengetahui jika yang mengajari kedua putri kembarnya seperti itu, Yuska menyuruh kedua putri kembarnya mengejek Yusra dengan sebutan, “Si Cengeng”. Sebab pada waktu kecilnya Yusra suka menangis ketika mainannya direbut oleh Yuska. Dan Yusra yang mendengar ejekkan dari kedua keponakannya itu menutup kedua telinganya, lalu bermanja dipangkuan mamahnya sesekali. Suasanapun menjadi semakin ramai, semakin terasa pula kebersamaan dalam keluarga besarnya.
Dalam sesaat, Yusra bisa melupakan tentang calon putranya yang telah diketahuinya sudah meninggal. Dan itu telah didengarnya dari kata Dokter yang menangani Yandra juga dari perkataan Yandra sendiri sewaktu masih dirumah sakit beberapa waktu lalu. Yusra telah merahasiakan tentang calon putranya itu hingga sekarang, sebab baginya tidak perlu diceritakan lagi pada siapapun karna calon putranya telah lama tiada. Baginya pula yang mengetahui itu cukup dirinya, Yandra, Dokter dan Tuhan.

Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”

                Pada malam harinya, Mora sedang berbaring dikasur tempat tidurnya. Ia melihat langit-langit dikamarnya dalam ketenangan, namun menyimpan sebuah rencana untuk bisa mengungkap perlakuan Fachri kepadanya yang sudah mengerjainya secara empat mata. Disana, Fachri sedang duduk dimeja belajarnya dengan berpaku tangan melihat ponselnya. Tiba-tiba ia mulai merasa takut untuk menghubungi seseorang yang sering dipersembahkannya sebuah kata puitis. 
“Dia adalah Mora! Aku mencoba menghubunginya, lalu mematikannya ketika Mora mengangkat ponselnya! Dan disaat bersamaan pula aku mempersembahkannya sebuah kata puitis untuknya!”, ungkap Fachri mengatakan yang sebenarnya didepan ponselnya. Masih melihat keponselnya. Dan Fachri menyadari jika perbuatannya selama ini kepada Mora sangatlah salah. Bagaimana tidak, ia telah merahasiakan nomornya sendiri sebagai nomor pribadi ketika menghubungi Mora.
Sementara Mora yang masih berbaring dikasur tempat tidurnya, memejamkan kedua matanya sesaat meresapi Suasana perasaannya kini. Kemudian terbayang kembali wajah Fachri saat bersama dirinya, lalu mulai berdoa meminta sesuatu. “Tuhan, sebisa mungkin buatlah aku membencinya saja! Walaupun ada kasih yang tulus mulai menggodaku untuk dirinya!”, doa dalam pintanya melawan perasaan kasihnya yang telah ada untuk Fachri.
Esok harinya, Mirza sedang berjalan menuju ruang kerja Yusra. Sebab telah didapatinya kabar dari Yusra kalau Yusra telah datang kembali dan berada diruang kerja kantornya. Kabar itu telah didapatinya melalui asisten dari Yusra yang tak sengaja bertemu dipantry kantor. Dan kini Mirza sudah berada didalam ruang kerja Yusra, sementara Yusra membelakangi dirinya menghadap ke meja kerjanya.
“Kemarin lo ngambil libur sehari dan fix gak ngabarin gue seharian!”, tegur Mirza saat ketika berhenti dibalik Yusra.
                “Kemarin gue lagi butuh satu hari untuk sendiri, tanpa diganggu oleh siapapun!”, sahut Yusra masih membelakangi Mirza.
“Kemarin gue mau nyetor hasil berkas keuangan ke elo! Tapi elonya, ya sudahlah! Ini juga kantor kenapa pakek mati lampu segala!”, Mirza berkeluh berlanjut mengomel sendiri.
Saat Mirza berbicara tadi, Yusra mendengarkannya sambil mengendorkan dasinya sembari membuka kedua kancing bajunya dari atas karna mulai merasa sedikit panas. Usainya melakukan itu, Yusra pun berbalik mengahdap ke Mirza biasa. Sedangkan Mirza baru saja melihat padanya dan tertuju pada sebuah cincin yang telah dikalungkan oleh Yusra.
“Aku kira kau sudah membuang cincin itu! Ternyata kau mengkalungkannya dilehermu!”, Mirza mengomentari melihat kecincin itu lalu beralih menatap Yusra biasa namun menyimpan tanya. Yusra yang sudah mengerti, mengetahui dari apa yang dikatakannya barusan, mulai memegang cincin yang tersebut menggunakan tangan kanannya. “Cincin ini hanya sebagai simbolisasi! Bila sudah tidak diperlukan, ya dibuang saja!”, Yusra mengatakannya dengan masih memegang cincin itu sembari menunjukkannya ke Mirza.
Mirza yang sudah melihatnya, mendengarnya memberi senyuman segan mendadak menjadi terdiam tak bisa menyahutnya. Sedangkan Yusra baru menagih tugas darinya, dan Mirza menepuk jidatnya mengatakan kalau ia sudah lupa membawa tugasnya. Dan Mirza pun bergegas pergi berpamitan untuk mengambil tugasnya yang masih tersimpan diatas meja kerja ruangannya sendiri. Yusra yang melihat kecerobohannya hanya tersenyum kembali mengerjakan kesibukkannya.

Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar