Saat
masih dalam perjalanan menuju kekediaman Fachri, Fachri sesekali melihat ke
Mora berharap Mora akan melihat balik padanya dan akan memulai pembicaraan.
Namun apa yang diharapkan dirinya tidak terjadi sekalipun, karna Mora terus
melihat lurus kedepan secara mati tidak mempedulikan disekitarnya. Keheningan
pun terjadi dan berlangsung lama selagi keduanya masih berada didalam mobil
taxi belum sampai ketujuan dikediaman Fachri.
Dan
kini mereka berdua telah sampai ketujuan dikediaman Fachri, tepat didepan pintu
gerbang rumah Fachri. Mora yang menyadari baru melihat ke Fachri, dilihatnya
jika Fachri sedang termenung melihat padanya. “Fachri turun?”, perintah Mora
berbisik. Dan Fachri langsung menyahut sekaligus mengakhirinya, “Sejak tadi aku
menunggu sepatah kata keluar dari mulutmu! Dan kini aku telah mendengarnya! Walaupun
kau kembali seperti mengusirku!”.
Usainya menyahut yang demikian,
Fachri langsung bergegas keluar dari mobil taxi dan kini sedang membuka pintu
gerbang rumahnya membelakangi mobil taxi. Sementara Mora yang masih berada
didalam mobil taxi, mulai merasa luluh berhasrat ingin menangis. Namun Mora
mengalihkannya dengan meminta supir taxi untuk mengantarnya pulang setelah
dilihatnya Fachri telah menutup pintu gerbang rumahnya kembali.
Esok harinya, tepatnya disiang
hari Fachri sedang menikmati waktu luangnya bersama kedua orang Dokter wanita
yang telah berbincang-bincang dengannya pada malam tadi. Kedua Dokter wanita
itu bernama Dokter Veni dan Dokter Hani, keduanya berprofesi sebagai Dokter
bedah saraf. Tidak hanya itu, Dokter Veni dan Dokter Hani juga membantu Fachri
untuk bekerja sama dengan pak Mirzain yang masih mengembangkan rumah sakit
miliknya di negeri orang.
Berharap bisa memajukan sekaligus
menyeimbangkan rumah sakit milik pak Mirzain dengan rumah sakit di negeri orang
tempat rumah sakit pak Mirzain telah didirikan, tepatnya di Amerika. Saat
dirasa cukup untuk membahas kerja sama dengan pak Mirzain, mereka akan
berbicara yang tidak penting sedikit.
“Fachri? Apa kau sudah memiliki
pacar?”, tanya Dokter Veni melihat ke Fachri.
“Ya harus, karna kamu sudah punya
pacar bukan? Begitupun dengan Dokter Hani!”, Fachri menyahut melihat ke mereka
berdua.
“Oyah, kalau begitu pertemukan
kami dengan pacar kamu itu?”, pinta Dokter Veni menantangnya.
“Ah dasar, kita sudah mengenal
Fachri selama tiga bulan! Mana mungkin Fachri mau menerima tantangan dari
kamu!”, Dokter Hani menyahut tiba-tiba melihat ke mereka berdua.
“Udah ah, kembali ketopik yang
tadi!”, Fachri langsung mengakhiri melihat cuek keduanya.
Dokter Veni dan Dokter Hani pun
mengerti, keduanya memilih melihat diam ke Fachri menunggunya berbicara lebih
dulu. Dan Fachri mulai berbicara membahas kerjasamanya dengan pak Mirzain.
Sedangkan Dokter Veni dan Dokter Hani mulai menyimak lalu bertanya sesekali
jika ada yang perlu dipertanyakan. Sementara disana tak jauh dari keberadaan
mereka bertiga, diam-diam Mora telah datang mendengarkan pembicaraan mereka
bertiga secara tidak sengaja.
Kemudian pergi meninggalkan tanpa
menunjukkan dirinya kepada Fachri, sedangkan Fachri masih sibuk dengan
pembahasannya bersama kedua Dokter wanita itu mebahas kerjasamanya dengan pak
Mirzain. Lalu Fachri menjadi gugup saat harus mengatakan, “Esok hari kita harus
ke Malaysia untuk bertemu pak Mirzain!”, kepada kedua Dokter wanita itu. Fachri
menjadi gugup bukan karna harus mengatakannya langsung kepada kedua Dokter
wanita itu.
Tapi Fachri menjadi gugup saat
mulai terbesit dibenaknya harus berpamitan lagi kepada Mora dengan mengatakan
yang demikian itu. Sebab telah disadarinya, jika dirinya setelah menikahi Mora
selalu meninggalkan Mora karna tugasnya sebagai seorang Dokter. Tak ada waktu
luang yang bisa ia luangkan bersama Mora walaupun hanya sehari. Karna bila ada
waktu luang, ada saja tugas yang datang menghampiri keduanya. Dan selama
pernikahan itu sudah terjadi, mereka tidak pernah tinggal serumah.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Pada malam harinya, Fachri
menyempatkan diri untuk bertamu kerumah Mora dengan maksud akan berpamitan
untuk pergi ke Malaysia pada esok hari. Dan kini Fachri sudah berada didepan
pintu gerbang rumah Mora, sedang menunggu Mora membukakan pintu gerbang rumah
untuknya. Tak perlu menunggu lama, Mora pun membukakan pintu gerbang rumahnya
sembari mempersilahkannya masuk. Dan
mereka berdua berjalan bersama menuju ketaman samping depan untuk duduk
bersama.
Dan kini mereka berdua sudah duduk
dibangku taman secara berhadapan dengan dua gelas air serta sepiring biskuit
sebagai makanan kecilnya dimeja. Melihat suasana yang masih damai, Fachri akan memulai
berkata sesuatu. “Sebelumnya aku ucapkan terimakasih, karna kamu sudah mau
menerima tamu seperti diriku pada malam ini!”, Fachri memulai dengan kata
permisi sedikit canggung. Melihat ke Mora, sedangkan Mora baru melihat
kepadanya. Sebenarnya keduanya sama-sama canggung.
Tak ingin ada keheningan terjadi,
Fachri akan menjadikan dirinya banyak bicara tak peduli Mora akan menyahutinya
atau tidak. Dimulai dengan dirinya tersenyum masih melihat Mora lalu melihat
kebawah akan berkata lagi. “Setidaknya kau dan aku bisa saling berbicara! Dalam
waktu satu atau dua jam!”, katanya masih melihat kebawah lalu berhenti melihat
ke Mora kembali. Mulai memakai tatapan bermain-main.
“Walaupun kutahu, tidak akan
sampai pada durasi satu atau dua jam! Bahkan pada durasi tigapuluh menitpun
sangat jarang aku dapatkan, bila sedang berbicara denganmu!”, Fachri
memperjelas kata-katanya. Mora mulai menatapnya diam, akan mendengarkan kata
dari Fachri selanjutnya. “Eeeemb, aku mau membuat sebuah pengakuan lagi padamu!
Semoga saja kau menyempatkan tuk menyahutnya!”, Fachri permisi untuk membuat
pengakuan kedua kalinya. Mora semakin menatap diam.
“Aku bahagia, karna kau dan aku
telah menjalani sebuah pernikahan dihari kemarin! Meskipun, cara yang kita
pakai dalam menjalani pernikahan itu, sangatlah aneh dan tidak wajar! Sebab
itulah, aku tidak memutuskan untuk tinggal satu atap denganmu! Entah itu
dirumahmu ataupun dirumahku!”, Fachri memulai pengakuannya. Mora mencoba
mengulang membayangi pernikahannya dihari kemarin. Kemudian Fachri permisi
sebentar untuk mengangkat teleponnya sedikit menjauhi Mora.
Mora yang tersadar dan sudah
melihatnya, hanya berdiam namun merasa sedikit dendam karna Fachri kembali
membuatnya untuk menunggu dan kali ini dirumahnya sendiri. Sementara Fachri
masih menelepon dengan berbisik mencueki Mora, namun sesekali Fachri mencoba
melihat ke Mora saat masih berbicara dengan seseorang masih berbisik. Setelah
duapuluh menit terbuang sia-sia, Fachri menutup teleponnya dengan berjalan
menghampiri Mora akan duduk bersamanya kembali.
Sedangkan Mora yang melihatnya
menjadi berdiri dari duduknya, dan Fachri mendudukkan dirinya amat santai
dihadapan Mora melihat biasa.
“Sepertinya tidak ada sesuatu yang
penting untuk kita bicarakan pada malam ini Fachri!”, Mora menegurnya dingin
begitupun tatapannya.
“Aku tidak akan datang kesini
jikalau memang tidak ada sesuatu yang penting, yang akan segera aku sampaikan
padamu pada malam ini! Bisa jadi ini malam terakhir untuk kau dan aku saling
bicara!”, Fachri berujar mempetegas begitupun tatapannya.
Dan Mora terpaksa untuk duduk
kembali dikursi tempatnya, melihat mendesah ke Fachri sedikit melemaskan
dirinya. Sedangkan Fachri memberi senyuman megejek kepadanya dan akan kembali
berkata.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
“Sebenarnya, aku, mau berpamitan
padamu lagi!”, Fachri mengatakannya gugup menatap segan. Mora yang sudah
mendengar kata pamitnya langsung menyiramkan segelas air dipakaian Fachri
hingga membuat Fachri menjadi terkejut seketika, lalu berdiri berbalik
membelakanginya usai menyirami Fachri. “Terus terang saja kalau sebenarnya kau
ingin menjauh dariku bukan?”, Mora menyahut sedikit melumpuhkan Fachri untuk
berbicara kembali.
“Harusnya kau tidak perlu
berkorban, bila kau hanya ingin membahagiakanku sesaat namun tetap saja
semuanya palsu!”, sambung Mora sedikit menghakiminya. Masih membelakanginya.
“Tidak pernah terlintas
dipikiranku, untuk menjauh darimu! Bukankah sudah aku katakan tadi, aku bahagia
karna sudah menikahimu! Dan kini harus aku tegaskan, aku benar menyayangimu!
Kau telah berhasil mengambil perhatianku, dikala aku masih memperhatikan Yandra
secara diam-diam! Walaupun aku tau Yusra telah bersama Yandra sebagai suami
dirinya!”, Fachri langsung mengungkap dengan kejujurannya.
“Kalau begitu kamu kembali saja
pada Yandra, dia lebih bisa menunggumu daripada aku!”, pinta Mora menutupi
perasaannya.
“Tidak akan bisa aku kembali pada
Yandra, sementara hatiku kini telah ada padamu! Tiada pernah kau sadari, kau
telah mengitari hidupku! Dan sering kali aku sadari, kau telah mengitari
hidupku!”, ungkap Fachri mulai melumpuhkan Mora untuk menyahutnya. “Hari esok,
aku akan pergi pada pukul tujuh pagi ke Malaysia! Menghadiri sebuah rapat
kerjasama dengan pak Mirzain! Kemerdekaan pada dirimu akan kau temui pada hari
esok! Karna aku tidak akan mengganggumu lagi!”.
Fachri semakin mengungkap isi
hatinya, menatap sedikit pilu. Sedangkan Mora masih membelakanginya. Kemudian
Fachri berdiri berbalik berniat untuk pergi secara diam-diam sedikit angkuh,
namun menjadi terhenti karna Mora memberi gelang persahabatannya yang telah
dipersembahkan untuknya dari arah samping kanannya. Fachri pun melihat kegelang
itu, sedangkan Mora melihat kewajah dirinya sambil berbisik.
“Aku tidak bisa menjawab sebuah
kata yang telah tertulis, pada sisi dalam gelang ini! Tapi sebelumnya aku
ucapkan terimakasih, karna kau sudah mau berkorban untuk membahagiakan almarhum
ayahku!”, bisik Mora meluluhkan perasaan Fachri yang sempat menjadi angkuh
tadi. Namun Fachri hanya mendengarkan bisiknya lalu menunjukkan telapak
tangannya seolah-olah meminta Mora untuk meletakkan gelang itu ditelapak tangan
yang telah ditunjukkannya.
“I will always miss you, my friend!”,
Mora berbisik kembali masih melihat kewajah Fachri sembari meletakkan gelang
itu ditelapak tangan Fachri. Mora memakai tatapan sedikit sendu. Dan Fachri
masih melihat kegelang itu sembari menggenggam gelang persahabatan itu lalu
melangkah maju tuk meninggalkan Mora dengan membawa gelang persembahan darinya
yang telah dikembalikan kepadanya lagi.
Terpaksa Mora hanya menonton
kepergiannya saja hingga keluar dari pintu gerbang rumahnya. Tanpa mengucapkan
selamat tinggal dulu padanya. Dan kini Fachri sudah memasuki mobilnya, masih
terparkir didepan pintu gerbang rumah Mora. Ia merasa sedikit patah hati atas
sikap Mora yang telah mengembalikan gelang persahabatan darinya kembali padanya
sendiri. Kemudian mulai berkendara membawa rasa sedikit patah hatinya
memunculkan hasrat untuk menangisinya.
Sementara Mora kembali terduduk
dibangku taman, ia akan membuat pengakuan seorang diri. “Tuhan, bagaimana bisa
aku mengobati rinduku! Sementara gelang itu telah aku kembalikan padanya! Esok
dia akan pergi! Entah aku harus merasakan kemerdekaan seperti yang telah
dikatakannya tadi, atau merasakan penderitaan karna tidak bisa melihat dirinya!
Jujur saja Tuhan, setelah pernikahan itu terjadi aku sudah jatuh cinta padanya!
Namun aku gengsi tuk mengungkapnya!”.
Mora membuat pengakuan dengan
tetesan airmatanya karna mensesali dirinya sendiri yang telah berbohong penuh kepada
Fachri.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar