Di
cafe biasa, Mirza masih duduk seorang diri menanti kedatangan mereka bertiga.
Tak berapa lama kemudian, datanglah Fachri dengan langsung duduk disamping
Mirza hingga mengejutkan dirinya. Sebab Fachri telah duduk secara tiba-tiba
tanpa berkata permisi dulu. Mirza pun langsung menepuknya kesal sambil
mengeluarkan kata cacian namun bersifat canda. Dan Fachri yang mendengar
memintanya untuk mengulangi kata cacian darinya itu, hingga akhirnya mereka
menjadi tertawa bersama.
“Apa
hanya kita berdua?”, Fachri memulai pembicaraan melihat kearah lain.
“Sepertinya sih?”, jawab Mirza
melihat keponselnya.
“Btw, Eisya mana? Tumben lo
sendiri aja disini!”, Fachri menanyakan cuek sambil mengambil ponselnya dari
saku celananya.
“Gue gak sendirin kok! Kan udah
ada lo disarmping gue!”, Mirza menggombali Fachri dengan melihat padanya.
Fachri menjadi hening melihat
padanya pula. Sedangkan Mirza mulai tertawa berbisik menutup mulutnya masih
melihat padanya. “Auuu akh! Gue ketoilet dulu!”, Fachri berkata menghentikan memakai
wajah pura-pura gelisah lalu beranjak segera pergi ketoilet di cafe tersebut.
Melihat Fachri yang sudah beranjak ketoilet, Mirza mengambil ponsel milik
Fachri berniat akan menghubungi Yusra akan menanyakan kabarnya. Namun jarinya
telah membuka galeri foto pada ponsel Fachri tersebut.
Kemudian dengan sejenak Mirza
menjadi terdiam mendesah kecil, ketika dilihatnya ada sebuah lukisan yang mirip
sekali dengan wajah seorang wanita. Namun ia langsung mengalihkannya dengan
mencoba menghubungi Mora. Kesalahan yang kedua telah terjadi, yaitu Mirza telah
menghubungi Mora dari ponsel milik Fachri bukan menghubungi Yusra. Disaat yang
sama, Mora berjalan pelan dibalik dirinya melihatnya sedang menelepon
seseorang.
Mora semakin mendekatinya dengan
berdiam hening sambil membawa ponselnya yang telah dihubungi kembali oleh orang
misterius, yang menggunakan nomor pribadi. Sementara Mirza baru terpandang
kepadanya saat baru saja menolehkan kepalanya setengah kebelakang, berlanjut
mematikan ponsel milik Fachri dari menghubungi Mora. Dalam sekejap mereka
menjadi berpandangan diam seolah-olah saling mempertanyakan.
“Kalau boleh tau, kau sedang
meghubungi siapa?”, Mora mulai bertanya memakai senyuman palsu.
“Kamu!”, jawab Mirza singkat biasa
saja.
Mora pun memberinya senyuman lalu
beralih duduk didepannya, pada satu meja yang sama. Kemudian memikirkan apa
yang baru saja telah diketahuinya tadi, mulai mengira kalau selama ini yang
telah mengerjainya adalah Mirza. Namun dirinya masih tidak percaya, lalu
mengambil ponsel yang telah dipegang Mirza tadi. Sedangkan Mirza yang sudah
melihatnya bersikap biasa saja. Dan kini Mora mulai mencoba menghubungi nomor
ponselnya sendiri menggunakan ponsel yang telah dipegang Mirza tadi.
Kenyataan pun mulai terbuka, ia
sudah menemukan siapa yang telah mengerjainya selama ini, pikirnya. Kemudian
Mora melihat sedikit dingin ke Mirza, dan lagi Mirza melihatnya biasa lalu
berbalik melihat kebelakang karna Fachri telah datang bersama Yusra. Mirza
menyapa keduanya, dan keduanya menyapanya balik segera untuk duduk pada satu
meja yang sama. Dan kini Fachri duduk disamping Mirza, Yusra duduk disamping
Mora tepat didepan Fachri.
Kemudian Fachri menanyakan
ponselnya ke Mirza, Mirza langsung menunjuk Mora dan Fachri pun mengerti
melihat ke Mora. Mora yang melihatnya mejadi terkejut karna yang telah
dipikirnya tadi adalah salah. Pikirnya tadi Mirza lah yang telah mengerjainya,
namun ketika melihat Fachri menanyakan ponsel miliknya semuanya menjadi
terbalik. “Sebenarnya ini milik siapa?”, tanya Mora sedikit keras dengan
melihat ke Mirza. Menatap tegas.
“Ponsel itu milik Fachri! Mirza
mana mampu membeli ponsel seperti itu!”, Yusra menyambung dengan memberitahukan
berlanjut mengejek Mirza. Mirza yang mendengar kata ejekkan darinya langsung
menunjukkan ponselnya yang berupa Iphone terbaru. “Gak usah pamer kali!”,
sambung Mora mengejeknya juga. Lalu melihat ke Fachri sembari memberikan ponsel
milik Fachri dengam berpura-pura tidak mengetahui apa-apa.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Kemudian
dengan tiba-tiba Mora berpamitan untuk pulang, memakai alasan kalau dirinya
telah membuat janji untuk bertemu dengan temannya dirumah kediamannya sendiri.
Mirza langsung mempersilahkan, Yusra melihat padanya biasa saja dan Fachri
terdiam melihat tanya padanya. Dan Mora memberi senyuman kepada mereka bertiga
lalu berbalik bergegas pergi meninggalkan.
“Belum juga pesen makanan, dia
sudah bergegas pergi!”, keluh Fachri melihat ke Yusra dan Mirza.
“Yusra, apakah Mora sudah
mengatakan alasannya itu padamu tadi? Sewaktu kau masih bersamanya sebelum tiba
di cafe ini?”, tanya Mirza ingin mengetahui. Yusra menggeleng padanya, melihat
padanya.
“Sudahlah, mungkin Mora kurang
percaya diri karna tidak dibarengi dengan Eisya!”, Fachri menghentikan melhat
keduanya.
Mirza dan Yusra mulai berpikir
positif tentang Mora yang secara tiba-tiba memutuskan untuk pulang dari
kebersamaan mereka. Dan mereka bertiga beralih berbicara memakai topik lain,
yaitu topik kerjasama memajukan rumah sakit ayah Mirza dengan Fachri. Setelah
beberapa bulan lalu dihentikan sementara karna mempunyai kesibukan
masing-masing.
Pada malam harinya. . . .
Mora
sedang berdiri didepan jendela kamarnya, ia sedang menatap langit penuh
kebisuan tiada bintang yang tertampak menghiasi gelapnya langit malam ini.
Tidak ada yang berkelip, bulan pun tertutup arakan awan hingga cahayanya tampak
seperti redup. Padahal pada malam ini telah kedatangan bulan purnama yang siap
memancarkan cahayanya menggantikan cahaya lampu menerangi kegelapan gulita
dimalam ini.
Mora, puas sudah ia menatapi
langit yang begitu saja kemudian berbalik membelakangi jendela kamarnya mulai
melangkah perlahan meninggalkan. Lalu ia menjadi terhenti saat ketika melihat
buket bunga diarah kanannya, tersimpan dimeja terpajang pada dinding kamarnya.
Iapun segera menghampiri buket bunga tersebut berniat akan mengambilnya. Dan
kini Mora telah berhasil mengambil buket bunga tersebut, lalu berbalik
membelakangi meja menghadap kesalib didepannya tak jauh darinya.
Diingatnya, buket bunga yang sedang
dipegangnya adalah pemberian dari Fachri sewaktu menghadiri pameran beberapa
waktu lalu. Kemudian ia berjalan pelan menghampiri salib didepannya, tiba-tiba
dibayanginya jika dirinya sedang menjalani pernikahan disebuah gereja.
Dibayanginya, Ia sedang berjalan memakai gaun pengantin serta dengan buket
bunga yang masih dipegangnya. Berjalan menghampiri Fachri yang sudah
menunggunya dengan memakai pakaian pengantin pula bersama seorang pak Pendeta.
Didalam angannya masih
membayanginya itu, Fachri tersenyum padanya sedangkan pak Pendeta itu mulai
membuka map yang berisi kata janji suci alam pernikahan. Dan hingga pada
akhirnya ia sebagai pengantin wanita sudah sampai dengan berdiri disebelah
Fachri dihadapan pak Pendeta. Kemudian Mora menjadi tersenyum seorang diri
melihat salib didepannya, sesaat sudah terbangun dari angannya membayangi yang
demikian tadi.
Kemudian dengan tiba-tiba ia
teringat pada apa yang telah ditemuinya pada tadi sore. Ternyata orang yang
sudah mengerjainya, orang yang sudah bersikap misterius padanya sealma ini.
Orang itu adalah Fachri. Mora sangat tidak menduganya apalagi menyangkanya, dan
kini ia akan berkeluh didepan salib sebagai mengobati keterkejutannya sendiri.
“Dia yang telah memulainya! Tuhan hentikan semua ini! Buat aku untuk membencinya
saja! Karna dia telah berlaku curang terhadapku!”, pinta Mora agar rasa sukanya
berbalik menjadi benci.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Sekitar
pukul sepuluh malam, Yusra baru pulang kerumahnya dan kini sudah memarkirkan
mobilnya dihalaman depan rumahnya. Kemudian ia keluar dari dalam mobilnya
beralih menuju kebagasi mobilnya, berniat akan mengambil sesuatu. Dan kini ia
telah membuka bagasi mobilnya lalu berdiam hening melihat kelima buah jenis
barang yang sama. Kelima buah jenis barang yang sama itu adalah sebuah minuman
keras dengan sedikit alkohol.
Karna pada sebelumnya Yusra
menyempatkan dirinya untuk pergi ke BAR biasa yang sering dikunjunginya hanya
untuk membeli enam buah minuman keras dengan sedikit alkohol itu. Sebab telah
dipikirnya lebih baik meminum minuman tersebut dirumah, agar kecelakaan tidak
terjadi saat pulang kerumahnya karna mabuk yang mungkin akan dialaminya ketika
sudah meminum minuman tersebut. pemikiran bijak telah ada padanya, namun tetap
saja pada dasarnya ada yang tidak benar.
Ketidak benarannya ialah Yusra
akan meminum minuman itu dirumahnya sendiri, dikamarnya sendiri. Tapi bagaimana
kalau ada salah-satu dari orang rumahnya yang mengetahui dirinya, dalam keadaan
dirinya masih sadar ataupun sudah tak sadarkan diri karna pengaruh dari minuman
tersebut. Didalam kamarnya sendiri memang merupakan tempat yang paling aman,
namun tidak terpungkiri jikalau salah-satu orang rumahnya bisa memasuki
kamarnya kapan saja asalkan ada tujuannya.
Pada
malam berikutnya, sama seperti pada malam kemarin, Yusra kembali pulang
kerumahnya pada pukul sepuluh malam. Namun pada malam ini ia tidak menyempatkan
dirinya untuk singgah ke BAR yang sering dikunjunginya. Dan kini Yusra telah
memasuki rumahnya dengan sudah berada didalam kamarnya. Didalam kamarnya ia
sedang membuka pakaian kantornya lalu memasuki kamar mandinya berniat akan
mandi karna merasa gerah setelah seharian bekerja dikantornya.
Sementara minuman keras yang
dibelinya pada kemarin malam tersimpan dibawah kolong tempat tidurnya. Tak
berapa lama kemudian, satu buah minuman keras itupun telah diambil oleh Yusra.
Dengan baru duduk dipinggir tempat tidurnya, Yusra membuka tutup minuman keras
itu akan segera meminumnya menikmatinya seorang diri. Dan kini ia baru saja
meminumnya perlahan dengan memejamkan kedua matanya, meresapinya sambil
membayangkan sesuatu.
Yusra membayangkan perdebatannya
dengan Yandra sewaktu masih menjalani sidang perceraiannya yang pertama. Disitu
ia merasakan begitu kelam, hancur, merasakan keputus asaan yang sama sekali tak
berarti karna dirinya mulai terpengaruh dari minuman keras itu. Yang kini mulai
membuat dirinya menjadi setengah mabuk. Kemudian ia terbangun dari pejamnya
dengan langsung melihat pada foto pernikahannya didinding atas tempat tidurnya,
melepaskan minumnya.
Lalu tangan kanannya yang memegang
botol minuman kerasnya, beralih menunjuk foto pernikahannya itu. “Disitu ada
papah, ada aku, dan ada Yandra sebagai pengantin wanitanya! Dan kami berdua
adalah pembohong! Pernikahan itu hanya bohongan papah!”, Yusra berkata
bernadakan sudah setengah mabuk lalu diakhiri dengan tawa yang tak berarti. Dan
kemudian menjadi berhenti dari tawanya, tertunduk melihat kebawah dengan menjatuhkan
kecil botol minuman kerasnya kelantai.
Kini Yusra mendadak menjadi hening
masih dalam keadaan yang sama, menjadi terdiam entah apa yang sedang
dipikirkannya. Dan tiba-tiba ia berhalusinasi, didengarnya bisikkan suara yang
memanggil namanya ditelinga kirinya. Suara itu begitu lembut sangat menggoda
dirinya. Lalu ia terbangun dari tunduknya mencoba melihat pelan kearah kirinya.
Dan secara tiba-tiba Yusra menjadi terkejut karna melihat Yandra sudah duduk dipangkuannya
tepat disisi kirinya dengan tersenyum.
Juga mengenakan baju tidur yang bermotif sama
dengan dirinya. “Yandra…?”, bisiknya masih berhalusinasi. Sementara Yandra yang
masih terlihat dipandangannya menutupi kedua mata Yusra menggunakan telapak
tangan kanan dirinya sendiri seolah-olah menyuruh Yusra untuk segera
beristirahat. Yusra yang masih terbawa dalam halusinasinya, menjatuhkan dirinya
ketempat tidur hingga terbaring dan seketika menjadi terlelap sendiri.
Ternyata yang sedang dipikirkan
Yusra tadi adalah Yandra sebelum dan sesudah menjadi setengah mabuk, sehingga
membuatnya menjadi berhalusinasi seperti demikian.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar