Terkadang
bahkan saat sedang berasama, tunangannya itu selalu menunjukkan kedua sifatnya
itu. Kedua sifatnya yang amat tidak disukai oleh Qiera. Dan bila Qiera
mengomentari tentang kedua sifat tunangannya itu dengan langsung
membicarakannya kepada tunangannya, tunagannya malah berbalik memarahinya.
Bahkan dalam pertunangannya yang sudah memasuki setahun lima bulan. Qiera
sering mendapatkan ancaman dari tunangannya.
Tunangannya itu sering mengancam
kalau pertunangannya akan dibatalkan bila Qiera membuatnya cemburu, juga tidak
menghargai sifat posesifnya. Dan itu sudah sering menjadi pemikiran Qiera
hinngga terkadang membuatnya menangis bila mengingatnya. Seperti yang sedang
dilakukannya kini, saat dirinya memilih untuk berdiri dipinggir danau menatapi
bulan purnama dilangit. Ia sedang merenungkan tentang kepribadian tunangannya,
dan kebersamaannya dengan tunangannya itu.
“Aku seperti boneka saja, yang
harus mengikuti permainannya! Aku memang mencintainya, tapi tidak harus begini
juga! Rasanya, ingin sekali aku memutuskan pertunangan itu!”, keluhnya berbisik
dihati dengan mata berkaca-kaca. Kemudian menjatuhkan airmatanya diair danau
dengan berpaling melihat ke air danau itu. Lalu secara tiba-tiba ia seperti
melihat wajah Fachri yang sedang melihatnya diair danau itu disaat yang
bersamaan.
Sontak Qiera menjadi terkejut
hingga berputar melihat disekelilingnya. Namun apa yang telah dilihatnya hanya dari
halusinasinya saja. “Apa? Aku hanya berhalusinasi?”, tanya Qiera berbisik
dihatinya seketika lalu terbayang wajah Fachri saat sedang besamanya. Ia
sedikit mulai menyadari, kalau dirinya sudah lama terpesona pada Fachri
walaupun jarang bertemu dalam satu situasi. Dan Qiera mulai merasa cemas hingga
menjadi dilema sebab baru disadarinya bahwa ada dua orang sedang mengitarinya
kini.
Sementara disana Yusra dirumahnya sendiri
tepat dikamarnya, Yusra yang sudah mengenakan pakaian tidur sedang menghisap
sesuatu. Ia sedang menghisap minuman yang bercampur sedikit ganja pada gelas
dan tampak seperti sedang meminum air biasa. Ganja tersebut didapatinya sejak
lama namun ia pintar menyimpannya hingga sulit diketahui oleh siapapun. Yusra
kini masih menikmatinya, dirinya menghisap minuman berisi sedikit ganja itu
dengan perlahan dan begitu nikmat dirasanya.
Terlebih lagi saat ketika Yusra
meresapinya, maka kenikmatan akan bertambah dirasanya. Namun secara tiba-tiba
kedua keponakannya datang memasuki kamarnya dengan mendorong pintu kamarnya
yang terbuka sedikit. Lalu disusul dengan kakak iparnya yang mengejar kedua
keponakannya itu, mereka bertiga kini ada didepan Yusra bahkan sangat dekat.
Sementara Yusra yang sudah terhenti dari apa yang dilakukannya menjadi hening
melihat ke kakak iparnya yang juga melihat hening padanya.
“Apa itu, Yusra?”, tanya kakak
iparnya mulai mencurigai. Yusra menjadi berdiri dari duduknya sembari
menyembuyikan minumannya dibalik dirinya sendiri. “Apa yang kamu pegang, dan
apa yang baru kamu sembunyikan membuat mbak mulai mencurigai kamu!”, sambung
kakak iparnya lagi masih mencurigai. Yusra menggelengkan kepalanya menatap
bahwa tidak terjadi apa-apa. “Kalau begitu jangan kau tunjukkan lagi barang itu
pada Cherish dan Ferish!”, kata kakak iparnya yang terakhir.
Yusra pun merasa lega, dan kakak
iparnya membawa Cherish dan Ferish keluar dari kamar Yusra lalu menutup pintu
kamar Yusra. Yusra yang sudah melihat mereka bertiga pergi dari kamarnya,
kembali duduk sembari melanjuti menghisap minumannya.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Hari
sudah berganti, matahari baru menampakkan dirinya dan cahayanya masih belum
sempurna menyinari bumi. Karna sekarang baru menunjukkan pukul setengah tujuh
pagi, begitupula Qiera yang baru menerima sebuah telepon dari mamanya yang
berada diluar negeri sana. Dan begitu Qiera mengangkatnya baru berkata “Halo
mama!”, mamanya langsung berbicara memintanya untuk segera pulang keluar
negeri.
Sebab tunangannya telah mengadukan
bahwa Qiera terlalu sibuk sendiri selama berada di Indonesia. Qiera pun
menyangkal kalau dirinya tidak seperti itu. Namun tunangannyalah sendiri yang
berpikiran seperti itu, tunangannya yang selalu ingin diperhatikan tidak peduli
dengan kesibukkan Qiera selama bekerja di Indonesia. Dan namun masih saja
mamanya tidak mempercayainya, malah memintanya untuk segera pulang demi
memperbaiki hubungan dirinya dengan tunangannya itu.
Qiera yang mulai merasa gerah juga
merasa sedikit tak teradili. Langsung memutuskan pembicaraannya tanpa berkata
pamit kepada mamanya lalu menonaktifkan ponselnya untuk beberapa saat. Usainya
melakukan itu, Qiera menyempatkan dirinya untuk menangisi tentang apa yang baru
saja didengarnya tadi. Dirinya tak kuasa mendengar sebuah cerita bohong yang
telah disadukan oleh tunagannya kepada mamanya tentang dirinya.
Beberapa saat kemudian. . . .
Sudah
memasuki pertengahan hari, kini Qiera sedang berada disebuah danau dimana
tempat Yusra ingin menceburkan dirinya beberapa waktu lalu. Qiera masih
mengingat tentang itu, lalu ia berpikir apakah dirinya perlu bersikap seperti Yusra
sementara telah disadarinya kalau dirinya tidak bisa berenang di air. “Apa yang
harus aku lakukan? Bayangan kalau diriku akan terancam bila aku kembali kesana,
mulai merasut dan semakin merasut jiwaku?!”, bisik hatinya menatapi air danau
didepannya.
Kemudian ada seorang lelaki yang
menepuk pundaknya dari arah belakang dirinya, dan seorang lelaki yang
menepuknya itu sudah berada disamping kanan dirinya. Sementara Qiera baru akan
melihat wajah seorang lelaki itu dicermin air danau yang masih ditatapinya.
Ternyata seorang lelaki itu adalah Yusra, berbalik dengan khayalan Qiera yang
mengira bahwa seorang lelaki itu adalah Fachri. Dan kini Qiera mulai
memberanikan dirinya untuk melihat Yusra, sesuai dengan kenyataan yang telah
dilihatnya.
“Aku disini sedang memikirkan
tentang pertunanganku! Apakah aku harus memutuskannya? Atau memang harus
meneruskannya hingga sampai kejenjang pernikahan?!”, Qiera langsung membaginya
karna percaya pada Yusra. Menatap serius. Yusra yang tadinya melihat lurus
kedepan, beralih melihat balik padanya menatap biasa.
“Katakan lagi! Aku masih ingin
mendengar keluhmu!”, Yusra langsung menyahut mempersilahkan. Mulai menatap
sedikit serius.
“Aku sudah tidak tahan dengan
sikap dia yang sebagai tunanganku kini! Dia posesif, bahkan sering kali dia,
over prosesif! Dia cemburu, bahkan sering kali dia, cemburuan dan terkadang
tidak perlu untuk dicemburukan!”, Qiera mengungkap keluhnya. Masih menatap
serius namun sedikit haru.
“Menurutku, kau harus
membicarakannya dulu dengan keluargamu! Kau tidak perlu bersedih seorang diri
seperti ini! Bukankah disini ada aku, juga mereka semua teman-temanmu?”, Yusra
menyemangatkannya. Qiera terbayang wajah Fachri.
Kemudian Yusra memberi senyuman
padanya mengira kalau Qiera sudah sedikit terbebas dari bebannya, menatap
bahagia. Sedangkan Qiera memberikan senyuman palsu, menatap bahagia palsu pula
sebab ia terbebani lagi dengan rasa pesonanya terhadap Fachri. Qiera, belum
terbebas dari bebannya dengan tunangannya itu. Kini ditambah lagi dengan rasa
pesonanya terhadap Fachri. Karna baru disadarinya kalau ia telah terpesona saat
pertama kali berkonsultasi pada Fachri sewaktu dulu.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Dikediaman
Mora, diramaikan oleh kehadiran Eisya yang ingin belajar memasak bubur ayam.
Eisya ingin mahir memasak bubur ayam seperti Mora. Dan ia kini sedang berada
didapur rumah kediaman Mora sedang meracik bumbu untuk bubur ayam yang akan
dimasaknya sendiri. Sementara Mora masih berbelanja seekor ayam mentah disebuah
supermarket terdekat. Kemudian secara diam-diam Fachri telah datang kerumah
kediaman Mora, sudah memasuki kedalam akan menemui Eisya.
Sebab sebelumnya Fachri tidak
sengaja membaca personal messenger milik Eisya yang bertuliskan, “Asik belajar
memasak bubur ayam dirumah kediaman Mora!”. Lalu Fachri menggoda Eisya dengan
mengajaknya chat dan Eisya memintanya untuk mencicipi bubur ayam hasil
masakannya sendiri dikediaman Mora. Fachri tidak hanya berniat ingin mencicipi
bubur ayam hasil masakan dari Eisya, Fachri juga berniat ingin bertemu melihat
Mora. Ternyata Fachri sedikit bermodus pada saat ini.
Dan kini Fachri telah tiba didapur
rumah kediaman Mora, dengan langsung berdiam disamping Eisya yang masih sibuk.
“Eh, lo beneran dateng? Gue kira tadi, lo cuma read dan gak dateng kesini!”,
Eisya menyapanya dengan meihatnya. Berhenti sejenak dari kesibukannya. “Jangan
lama yah, satu jam setengah lagi praktek gue bakal open! Gue gak mau bikin
pasien gue nunggu lama buat konsultasi!”, sahut Fachri baru melihat padanya
sedikit menuntut.
Kemudian secara tiba-tiba, Mora
datang dengan membawa seekor ayam mentah dengan nafas terengah-engah. Dan
mereka berdua menjadi serentak melihat ke Mora sedikit kaget. Sedangkan Mora
baru melihat keduanya sembari menahan kagetnya karna ada Fachri sedang bersama
Eisya. Mora menjadi menatap hening ke Fachri, sedangkan Eisya akan berbicara kembali.
“Fachri datang kesini, cuma mau mencicipi bubur ayam hasil masakanku!”, Eisya langsung
memberitahukannya pada Mora.
“Fachri, kamu duduk manis saja
dimeja makan! Biar kami yang bekerja didapur!”, Mora memberi perintah pada
Fachri menatap gugup. Eisya baru melihat ke Fachri dengan menepuk canda pada
pundak Fachri. Sedangkan Fachri yang merasakan tepukan canda darinya, menjadi
tersenyum melihat padanya lalu pergi meinggalkan. “Kita harus menyelesaikannya!
Sebelum jadwal praktek Fachri berstatus open!”, perintah Mora dengan berjalan
mendekati Eisya.
Dan sementara Fachri yang sudah
mendengar kata darinya, menjadi tersenyum kembali dengan duduk manis nan tegap
dimeja makan. “Ya Allah, sesungguhnya kami saling menyayangi! Namun apa daya
kami hanya sebagai manusia, aku hamba-Mu dan dia hamba dari Tuhannya! Terpaksa
harus bisa saling menyayangi sebagai best friend forever saja!”, bisik hati
Fachri merenungkan.
Setelah beberapa saat berjalan, Mora
dan Eisya telah menyelesaikan masakannya, aroma sedap pun mulai tercium oleh
Fachri dari dalam dapur hingga dirasa aroma sedap itu mendekati dirinya. Fachri
yang masih duduk manis mulai merasakan jika Mora dan Eisya sedang berjalan
menghampirinya. Dan itu membuat Fachri semakin betah untuk tetap duduk manis
dimeja makan tersebut. Dan juga kini dilihatnya Eisya menaruhkan semangkuk
bubur ayam dimeja tepat didepannya.
Lalu disambung Mora yang langsung menyuapinya,
Eisya yang melihatnya menjadi tersenyum geli. “Bagaimana rasanya?”, tanya Mora
usainya memberi satu suapan. Fachri masih mengunyah melihat Eisya. “Katakan
padaku Fachri!”, pinta Eisya menatap ceria. Fachri berdiri dari duduknya
usainya mengunyah makanan bubur ayam itu. “Enak! Eisya sudah bisa memasaknya
sendiri lain halnya dengan Mora!”, Fachri mulai berkomentar melihat ke Eisya
lalu ke Mora.
Eisya dan Mora pun menjadi terdiam
melihat ke Fachri serentak. “Dasar bodoh! Aku tidak memakai jasa koki
bayaran!”, Mora mengatakan yang sebenarnya. Fachri menjadi menatap kaget
padanya. Dan Eisya menyambung, “Fachri telah terjebak oleh pemikirannya
sendiri!”, dengan mengejeknya kecil. Seketika Fachri menjadi bingung karna
perktaan dari keduanya. Namun ketika Fachri mulai beranjak akan pergi, Eisya
langsung menahannya menghetikannya.
Kemudian disaat bersamaan, Mora
memberikan suapan kedua untuk Fachri. Mereka berdua memperlakukan Fachri
seperti anak kecil, yang dipaksa harus menghabiskan bubur ayam itu dengan
disuapi oleh Mora. Sedangkan Eisya berbicara membujuknya, memberi rayuan
layaknya sedang merayu anak kecil untuk segera menghabiskan makanannya. Tampak
wajah Fachri menjadi kaku meladeni kedua wanita yang kini seperti dua orang
pengasuh anak kecil.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar