Setibanya
dirumah kediaman Fachri, Fachri memarkirkan mobil Mora didepan pintu gerbang
rumahnya. Kemudian Fachri keluar dari mobil tersebut, berjalan lalu berdiri
membelakangi pintu gerbang rumahnya, sedangkan Mora baru saja keluar dari dalam
mobilnya berdiri membelakangi mobilnya. Mereka akan menyambung pembicaraan.
“Tak terasa, aku sudah tiba dirumahku
kembali! Setelah hampir sebulan aku menelantarkannya!”, Fachri berkata lega
sedikit senyuman dibibirnya melihat ke Mora.
“Apa, kau tidak tinggal bersama
ayah angkatmu?”, Mora menanyakannya lagi menatap serius. Fachri menjadi tertawa
kecil.
“Aku tinggal bersama ayah, dari
pertama aku dilahirkan hingga berumur lima tahun! Semasa aku masih tinggal
bersama ayah, aku sering sekali memainkan patung salib milik ayah! Jadi setiap
kali ayah berdoa sering sekali mencari patung salibnya dulu, dan itu karna aku
yang memainkannya lalu lupa mengembalikan ketempatnya!”, Fachri menceritakannya
lagi mengingat kenangannya semasa kecilnya.
“Lalu setelah kau berumur lima
tahun hingga selanjutnya, kau tinggal dimana?”, Mora menanyakan ketetapan
tinggalnya setelah berumur lebih dari lima tahun.
“Aku tinggal dipesantren selama
enam tahun, menghabiskan masa sekolah dasarku disana! Setelah aku lulus dari
sekolah dasar, ayah menerbangkanku ke Amerika! Alasannya sih karna kecerdasan
yang aku miliki! Dan disana, ayah hanya menemaniku enam bulan saja! Setelah
enam bulan berlalu, pada bulan-bulan selanjutnya aku hanya sendiri! Ayah
menemaniku hanya untuk mengajarkanku untuk beradaptasi dengan orang-orang di
Amerika!”, Fachri menceritakannya.
“Apakah, kau memiliki seorang ibu
lagi dari ayah angkatmu?”, Mora bertanya lagi hingga membuat Fachri mulai
menceritakan yang sebenarnya.
“Sewaktu aku masih tinggal di Amerika
delapan bulan! Ayah mengabarkan kalau ia akan menjalani pernikahan! Dan aku
sebagai anak yang sangat menggunakan banyak jasanya, harus mengijinkannya
walaupun saat itu aku merasa takut diasingkan! Tapi yang aku takutkan itu tidak
prnah terjadi! Meskipun aku dan ayah tidak pernah tinggal bersama lagi, tapi
kami selalu bertemu pada hari raya menurut kepercayaan kami masing-masing!”,
Fachri menceritakan yang sebenarnya.
“Jadi, itu semua adalah yang
menjadikan kamu menjadi mandiri seperti ini! Kau sendiri yang mencari hartamu!
Kau sendiri yang mencari jati dirimu!”, Mora mengungkap haru.
“Iya, tapi aku tetap saja tidak
bisa membalas jasa dari ayah angkatku! Oyah, aku tidak memiliki seorang ibu
lagi! Karna aku, tidak rela menduakan ibuku yang sudah menunggu disana! Disurga
yang tidak bisa lagi ditandingi keindahannya!”, Fachri mengatakan
pengharapannya yang sangat tulus.
Mora pun menjadi tertawa kemudian
terbesit ingin memeluknya, namun Mora bersikap sabar mengalihkannya dengan
berpamitan untuk pulang dengan berjalan akan memasuki mobilnya. Ia akan Mengendari
mobilnya sendiri. Dan kini Mora telah duduk sebagai pengendara didalam mobilnya
sendiri, lalu melihat Fachri yang melambaikan tangannya mengucap selamat jalan
kepadanya. Saat Fachri masih melambaikan tangannya.
Mora melihat jika Fachri memakai
gelang persahabatan yang telah dikembalikan olehnya. Sejenak Mora menjadi
tersentuh lalu bergegas pergi meninggalkan dengan memberi senyuman ceria.
Sedangkan Fachri mulai terpikirkan bahwa pada hari ini ia dan Mora telah
berbicara dengan berdurasi sedikit panjang, meskipun ada penjedahan beberapa
kali. Kemudian beralih memasuki rumahnya kembali dengan membuka pintu gerbang
rumahnya.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Esoknya
disiang hari, Yusra dan Mirza melakukan makan siang dicafe didalam kantor
mereka. Mereka berdua duduk bersebelahan dengan menghadap ke televisi. Saat
keduanya masih menikmati makan siang, sebuah tayangan televisi yang
mengagendakan tentang jumpa pers Dokter Fachri Santiago. Yang telah dikabarkan telah
kembali dengan selamat dari kecelakaan maut jatuhnya helicopter yang sedang
ditumpanginya beberapa waktu lalu.
Ditayangan televisi itu, Dokter
Fachri Santiago menyampaikan sebuah permintaan maaf karna telah menyembunyikan
dirinya dulu disebuah pedesaan hingga menimbulkan sebuah berita yang kurang
akurat mengenai nasib dirinya. Ia memilih menyembunyikan dirinya dulu hanya
untuk memulihkan rasa trauma pada dirinya karna mengalami kecelakaan maut dengan
jatuhnya helicopter yang sedang ditumpanginya tersebut.
Tidak hanya itu saja yang
disampaikannya, namun beberapa hal lainnya juga berhubungan dengan kecelakaan
maut yang dialaminya. Tayangan jumpa pers itu ditayangkan secara live, Yusra
dan Mirza yang masih mendengarkan, menyimaknya menjadi saling berpandangan.
“Kalau aku menjadi psikologi,
mungkin aku bisa mengerti!”, Mirza memberi komentar menatap serius.
“Kalau begitu aku juga mau jadi
psikiater untuknya!”, Yusra menyahut memakai canda.
Mirza yang mulai merasa iseng
padanya, langsung menarik telinga Yusra sambil menatap mendesah. Dan Yusra pun
membalasnya dengan meminum minuman milik Mirza. “Hem, sepertinya kita perlu
buat ngerjain Fachri!”, ajak Mirza sedikit sinish masih melihat ke Yusra. Sedangkan
Yusra tertawa kecil mengangguk menyetujuinya. Entah sebuah rencana apa yang
mereka maksudkan untuk mengerjai Fachri, yang mungkin secara cuma-cuma.
Malam harinya. . . .
Memasuki dijalanan yang sepi. Fachri sedang
dalam perjalanan pulang menuju rumah kediamannya, disaat masih dalam perjalanan
tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang sengaja menyalib didepan mobilnya.
Kemudian mobil yang menyalib mobilnya itu berhenti didepan mobilnya sendiri
secara menaddak. Sontak Fachri menjadi terkejut sehingga hampir menabrak mobil
yang telah menyalib mobilnya itu.
Bersikap sabar, itulah yang
diambil Fachri meski sempat mendesah keras karna ulah mobil yang telah
menyalibnya itu.Setelah tigapuluh menit berdiam ditempat tak ada pergerakan,
muncul dipikiran Fachri untuk menemui pengendara mobil didepannya. Apakah
keadaan pengendara mobil itu baik-baik saja atau malah sebaliknya. Fachri pun
kini beralih turun keluar dari mobilnya penuh percaya diri untuk mengetahui
bagaimana keadaan pengendara mobil itu yang masih berdiam ditempat didepan
mobilnya.
Dan kini pula Fachri mulai mencoba
mengetuk kaca depan dimana pengendara mobil itu masih terlihat sedang duduk
ditempat. Namun ketika pengendara mobil itu mulai membuka kaca mobilnya, Fachri
menjadi terkejut karna seorang pengendara mobil itu memakai topeng tengkorak
diwajahnya. “Tunjukkan, siapa dirimu?”, Fachri memerintahkan sambil
mengeluhkannya. Dan seorang pengendara itupun membuka topeng tengkoraknya
sambil menujukkan senyuman manjanya.
Kemudian Fachri menjadi terkejut
kembali karna baru diketahuinya seorang pengendara itu adalah Mirza. “Shiiiiit!
Gue udah mulai scared dan elo malah cengengesan seperti itu!”, keluh Fachri
sedikit mengesalkan. Lalu tiba-tiba ada yang menodongkan pistol mainan diwajah
kirinya. Dan lagi, Fachri dibuat menjadi terkejut tuk ketiga kalinya. Dan Mirza
menjadi hening keluar dari mobilnya dengan berdiri didepan Fachri, menatap diam
berlagak tegang.
“Hey Dokter Fachri Santiago yang
terhormat! Kau telah melupakan kami berdua sebagai temanmu! Oh tidak, maksud
kami sebagai sahabatmu!”, orang yang menodongkan pistol mainannya itu adalah
Yusra. Sementara Fachri yang baru mengetahui bahwa dirinya telah dikerjai oleh
keduanya, langsung merangkul keduanya secara bersamaan sambil tertawa jahat.
Begitupun Yusra dan Mirza ikut tertawa namun bermaksud menertawai Fachri yang
telah berhasil masuk kejebakkan mereka berdua.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar