Kamis, 19 Februari 2015

Puisi "Sampai Diujung Senja"

 Puisi ini kutulis saat mengenang dirinya, dirinya yang dulu pernah bersamaku. Dia temanku, tetapi dia telah pergi meninggalkanku kealam lain. Puisi ini berceritakan tentangnya. Tentanganya yang belum sempat bertemu kembali denganku, karna lebih dulu meninggalkanku keduania lain. 
Semoga kau bahagia disana, Teman :)

Matahari bersinar terang
Cahayanya sampai kebumi
Akankah matahari yang kubanggakan
Kan slalu bersinar menemani hari-hariku

Telah kuraba semua wajah
Telah kuamati dia yang kupuja
Apakah tubuh ini bisa untuk....?
Melindunginya, menemaninya setiap waktu

Pupus sudah harapanku padanya
Hilang sudah asaku yang tercipta untuknya
Cuma gara-gara hidupku yang terbatas
Apa aku bisa melihatnya untuk sesaat!?

Sudah cukup lama aku menanti
Melihatnya, menyentuhya, dan memberinya senyuman
Namun tiba diujung senja
Tiba-tiba aku sirna begitu saja

Puisi "Dia"

 Puisi ini telah kutulis pada masa MTS ku dulu. Dimana aku sedang menyukai seorang siswa laki-laki (teman sekelasku). Pada masa itu, entah mengapa aku mempunyai firasat jika dia juga benar menyukaiku secara diam-diam. Karna dia suka sekali mengangguku jika aku sedang sendiri. Dan bila aku bersama dengan yang lainnya dia suka bersikap mengacuhkanku. Puisi ini juga sempat diadopsi teman sebangkuku, karna dia teman sebangkuku sedang jatuh cinta sama seseorang.

Dia. . . .
Lelaki yang sangat mengagumkan
Dia. . . .
Tlah membuatku untuk terbang jauh

Matanya yang tajam
Sangat segan bila dipandang
Katanya yang keras
Mengundang perhatianku untuknya

Wajahnya yang rupawan
Membutakan mata hatiku
Sikapnya yang dingin
Membuat hati ini penasaran

Getaran demi getaran kurasakan
Apakah aku menyayangimu????
Bila rasa itu memang ada
Biarlah kusimpan sendiri saja

BHARATATAYUDHAserisatu Part-43 (Akhir)



Selang beberapa saat kemudian. . . .

Kini matahari telah sedikit menampakan dirinya, dan itu bertandakan akan segera dilakukannya sebuah upacara kematian Tuan Putri Purindah yang sudah sekian lama ditunggu-tunggu. Upacara kematian tersebut dilakukan dihalaman paling depan diluar pintu gerbang Istana Wigura. Semua yang ikut didalamnya pun mulai berbaris rapi mengelilingi jasad Tuan Putri Purindah yang telah dibaringkan diatas kayu-kayu ditempatnya akan segera tuk dikremasikan.
Raja Gandaka, Ratu Gandiki, juga Raja Kharishma berada disisi kanan dari jasad Tuan Putri Purindah. Pangeran Raika berada disisi kepalanya, dan Pangeran Punka berada disisi kakinya. Sedangkan ketiga saudara dari Pangeran Bheeshma berada disisi kirinya, sementara dibelakang ada Pangeran karanu yang juga berdiam disisi kirinya. Kemudian mereka semua bersama melihat ke Pangeran Bheeshma yang kini memakaikan sindu dikening jasad tuan Putri Purindah untuk yang terakhir kalinya.
Kemudian menciumi keningnya, lalu menaruhkan bulu merak miliknya bersama bulu merak milik Tuan Putri Purindah diatas kepala kanannya, disematkannya ditelinga kanannya. Setelahnya melakukan itu, Pangeran Bheeshma pun memundurkan langkahnya hingga bersejajar dengan Pangeran Karanu yang masih melihat kejasad Tuan Putri Purindah. Dan Setelah itu juga, Raja Wiranata berjalan mengelilingi jasad Putrinya dengan membawa kendi berisi air.
 Kemudian menjatuhkannya ketrika berada disisi kiri jasad Tuan Putri Purindah tepatnya berhenti disamping dilengan kirinya masih tertampak bekas lukanya. Dan  raja Wiranata melihat ke Raja Gandaka, Ratu Gandiki, Raja Kharishma, Pangeran Raika juga Pangeran Punka, dan ketiga dayang favorit Tuan Putri Purindah akan bersama mengkremasikan jasad Putrinya. Dan merekapun bersama-sama mengkremasikannya dengan keikhlasan dihati mereka masing-masing.
Ketika api kremasinya sudah mulai merata, terlihat kembali jiwa Tuan Putri Purindah datang melihat jasadnya dikremasikan dengan berdiam disamping Pangeran Bheeshma. Kemudian Tuan Putri Purindah menggenggam erat tangan Pangeran Bheeshma masih melihat kepada jasadnya yang sudah tidak tertampak lagi karna tertutupi oleh bara api kremasinya. Dan karna kekuatan bathin keduanya, Pangeran Bheeshma pun dapat mearsakan kehadiannya disampingnya.
Dengan dirinya telah merasakan genggaman darinya kemudian membalas genggaman dari tangannya. Suasanapun menjadi hening, karna semua yang turut menyaksikan upacara kematiannya begitu mengamati api kremasi yang semakin menenggelamkan jasadnya.

BHARATAYUDHAserisatu
Bersambung pada cerita selanjutnya
BHARATAYUDHAseridua
(:segera:)

BHARATAYUDHAserisatu Part-42



Setelahnya menjalani ritual pernikahannya yang tadi, dan juga setelahnya menjadi pasangan suami istri yang sah, Pangeran Bheeshma pun kini telah tertidur bersama jasad Tuan Putri Purindah dalam satu ranjang berdampingan. Keduanya masih memakai baju pengantin mereka masing-masing juga masih dengan pernak-pernik yang telah dikenakan tadi. Didalam lelap tidurnya, terdengar suara dari Tuan Putri Purindah memanggilnya dengan sebutan, “Pangeran Bheeshmaku!”.
Sama percis dengan sewaktunya masih hidup memanggilnya memakai sebutan seperti itu. Jiwa Pangeran Bheeshma pun menjadi terbangun meninggalkan tubuhnya yang masih terbaring karna sudah terlelap dalam tidurnya bersama Tuan Putri Purindah disampingnya. Dan kini Jiwanya pergi kesuatu tempat dimana ia mendengar jejak langkah kaki Tuan Putri Purindah yang sangat terdengar jelas. Dan kemudian ia mennemukan jiwa Tuan Putri Purindah ditempat paling atas.
Tempatnya bersama-sama dulu saat melihat bulan purnama dimala m bulan purnama beberapa waktu yang lalu. Diketahuinya jiwa Tuan Putri Purindah sedang melihat kebulan diatasnya berpakaiaan gaun pengantin seperti yang telah terlihat pada tubuhnya yang masih terbaring dikamarnya bersama tubuh Pangeran Bheeshma. Dan kini Pangeran Bheeshma baru saja berhasil mendekatinya dengan berdiam disampingnya, bersama kembali melihat kebulan diatasnya.
“Permaisuriku! Aku, Pangeran Bheeshmamu, kini telah datang dengan berada disampingmu!”, Pangeran Bheeshma memulainya, masih melihat kebulan diatasnya. Jiwa Tuan Putri Purindah pun mengarahkan pandangannya kepadanya pelan disertai senyuman kecil setelah mendengarnya. Begitu juga dengan Pangeran Bheeshma yang kini mengarahkan pandangannya kepadanya memakai sebuah tatapan yang terdiam.
“Tadi, aku telah menikahi jasadmu! Meskipun yang kunikahi hanyalah jasadmu, namun jiwamu tetap ikut bersamaku! Kau tadi tentu masih hidup bukan? Karna langkahmu begitu berisik mengikuti langkahku! Dan janjiku, aku akan menunggumu sampai reinkarnasi dari dirimu sudah aku temukan! Kematian bukanlah tanda berakhirnya cerita cinta kita! Karna aku, hanya akan menikah satu kali saja! Dan kalaupun harus kedua kalinya, maka aku akan menikah dengan reinkarnasi dari dirimu!”.
Pangeran Bheeshma mengatakannya dengan sejuta keseriusan ditatapan kedua matanya, sedangkan Tuan Putri Purindah yang sudah mengerti menggelengkan kepalanya masih disertai senyuman. “Suamiku, tadi aku memang mengikuti langkahmu dalam mengelilingi api suci pada putaran yang kedua hingga putaran yang ketujuh! Aku telah menunggu untuk itu, aku menyaksikan saat kau menaburkan serbuk, memakaikan dua buah kalung itu, juga dengan sindu yang masih ada dikeningku saat ini!”, Tuan Putri Purindah bercerita tentang kehadirannya.
“Taukah kau, Permaisuriku?! Tanganku sangat bergetar tadi, bahkan lebih bergetar yang kurasakan, daripada saat aku mendengar telah mendapatkan sebuah masa penghukuman dari Yang Mulia Ayah!”, Pangeran bheeshma lebih terbuka mengatakannya. Tuan Putri Purindah menjadi terdiam dalam senyumnya yang kini telah menjadi kaku.

BHARATAYUDHAserisatu

Tiba-tiba saja angin datang menyapu keduanya dengan sedikit kencang, hingga kain sari yang menutupi kepala Tuan Putri Purindah menjadi terjatuh menutupii kedua bahunya. Disaat itu juga, Pangeran Bheeshma langsung memeluknya dari depan dirinya dengan menyandarkan kepala Tuan Putri Purindah belahan dadanya.
“Kau jangan merasa terusik dengan angin! Karna dia datang dengan semaunya saja!”, kata Pangeran Bheeshma menenangkan berusaha tuk menghangatkannya.
“Suamiku, aku sudah mati! Jiwaku terasa sangat dingin sekali, sehingga membuatmu merasa sedikit dingin! Sedangkan aku, merasakan kehangatan dalam pelukanmu!”, penjelasan Tuan Putri Purindah sedikit merasa ketidak adilan.
“Kau sekarang tidak hanya temanku, kasihku, juga cintaku! Tapi sekarang kau sudah menjadi istriku, Permaisuriku! Kau kini merupakan tanggung jawabku! Bagaimana mungkin aku bisa membiarkanmu merasa kedinginan saat angin nakal yang sekarang ini telah menyerang kita berdua dengan sapuan hembusan angin dinginnya!”. Pangeran Bheeshma berkata penuh dengan ketanggung jawabannya sebagai seorang suami.
“Suamiku, aku ingin membebaskanmu sedikit untuk mengumpulkan anak-anakmu dimasa mendatang! Sentuhlah aku sekarang layaknya seorang istri dimalam pertama sebagai pengantin baru! Dan benih yang akan tertanam dirahimku akan hidup disaat kita berdua telah dipertemukan kembali! Meskipun anak-anakmu yang lainnya harus kau temukan sendiri!”. Tuan Putri Purindah mengatakan sedikit kemudahan yang kan didapatkannya pada masa kehidupannya mendatang.
Kemudian Tuan Putri Purindah mengangkat kepalanya dengan melihat kembali ke Pangeran Bheeshma, begitupun dengan Pangeran Bheeshma yang baru saja membalas melihat kepadanya. “Sekarang aku adalah seorang peran wanita dalam mimpi basahmu itu! Dan anak kita, akan hadir dalam wujud seorang manusia pada limaratus tahun kemudian! Percayalah padaku, suamiku! Aku tidaklah berbohong!”, Tuan Putri Purindah berkata semakin meyakinkannya.
Pangeran Bheeshma pun menjadi terdiam sesaat setelah mendengarnya, dan dirasakannya kedua tangan Putri Purindah sedang membelai lembut dadanya, menggodanya. Kemudian Pangeran Bheeshma perlahan mendekati wajahnya tepatnya kearah bibirnya, lalu mengecupnya dengan memejamkan kedua matanya. Sementara keadaan tubuhnya yang masih terbaring dalam kelelapan tidurnya, tangannya menjadi bergerak menyentuh tangan Tuan Putri Purindah lalu menggenggamnya.
Kembali, kini pangeran Bheeshma membaringkan tubuhnya ditempat itu, dan Tuan Putri Purindah berada disamping tubuhnya dengan mendekapnya dari atas. Pangeran Bheeshma yang melihatnya mulai membelai wajahnya lembut semakin mengamati kehadirannya. Kemudian kembali mengecup bibirnya perlahan meresapinya, lalu membaringkan pelan Tuan Putri Purindah disebelahnya. Dan Tuan Putri Purindah menutupi Pangeran Bheeshma yang masih mengecupnya.
Tuan Putri Purindah menutupinya dengan kain sarinya bersama dengan dirinya sendiri.  Mereka berduapun menjadi bercinta bersama, hingga keadaan tubuh Pangeran Bheeshma yang masih terbaring terlelap dalam tidurnya menjadi gelisah mendesah-desah seolah-olah sedang bercinta seperti apa yang terjadi pada mimpinya bersama Tuan Putri Purindah. Tangannya pun kini semakin menggenggam erat tangan Tuan Putri Purindah.
Dan ia melakukan yang demikian karna masih terbawa dalam meresapi rasa bercintanya bersama Tuan Putri Purindah. Setelah beberapa saat tubuhnya dalam keadaan yang seperti itu, tiba-tiba saja tubuhnya menjadi terbangun karna jiwanya sudah kembali kepada tubuhnya. Dan ia pun terlepas dalam resapan bercintanya bersama Tuan Putri Purindah didalam mimpinya tadi seketika. Keringat dingin pun sudah membasahi tubuhnya.
seolah-olah telah lelah melakukan apa yang telah dilakukannya pada dimimpinya tadi dengan nafasnya yang sedsikit ngos-ngosan. Dan lagi,  jiwa Tuan Putri Purindah ada disampingnya menatapnya dengan berbisik ditelinganya.
“Sebentar lagi matahari akan terbit! Kau merasa lelah karna sudah bercinta denganku! Tapi kau harus tetap kuat untuk menjalani upacara kematianku nant!”,lalu Tuan Putri Purindah mencium pipinya kemudian menghilang. Sementara Pangeran Bheeshma yang sudah merasakannya tadi menjadi semakin bernafas ngos-ngosan berpandangan lurus kedepan dipenuhi dengan kebingungan. Dan juga dengan peluh dinginnya yang semakin deras.

BHARATAYUDHAserisatu

BHARATAYUDHAserisatu Part-41



Malam harinya. . . .

Kini sebuah persiapan masih menjelang pernikahan hampir seluruhnya telah dipersiapkan. Semua awak istana mulai bekerjasama dalam menghiasi halaman depan istana, juga menghiasi tempat yang akan dilakukannya sebuah ritual pernikahan. Begitupula dengan ketiga dayang favorit dari Tuan Putri Purindah yang kini mulai menghias Tuan Putri mereka. Dengan memulainya  memakaikannya gaun pengantin,  lalu dilanjutinya menghiasi kedua tangannya dengan ukiran henna..
Mereka bertiga saling berbagi tugas dalam menghiasi Tuan Putri Purindah. Lampu-lampu kecil dihalaman depan Istana mulai terpasang, begitupun dengan lampu-lampu dari sudut-kesudut ditempat didalam Istana. kemudian secara bersamaan lampu-lampu kecil itupun mulai dihidupkan mewarnai keadaan Istana yang masih berduka namun tetap bercampur sedikit kebahagiaan. Karna akan segera diadakannya sebuah pernikahan yang agung.
Keadaan ditempat akan dilakukannya  sebuah ritual pernikahan kini sudah berwarna terang benderang karna kelipan lampu-lampu didalamnya telah dihidupkan, begitupun dengan bunga-bunga sebagai pelengkap didalamnya sudah tertata rapi. Hanya saja tinggal menunggu kehadiran kedua sang pengantin. Sementara itu, diruangan Ratu Gandiki, Pangeran Bheeshma baru saja melihatkan kesiapan pada dirinya didepan cermin didalam ruangan Ratu Gandiki.
Melihat kesiapannya yang sudah matang juga terlihat begitu rapi, Pangeran Bheeshma pun menduduki dirinya masih didepan cermin didepannya. Kemudian dilihatnya Ratu Gandiki sedang berjalan menujunya melihatnya dari cermin didepannya tersebut.
“Kau terlihat begitu tampan, Anakku!”. Ratu Gandiki berkata memujinya setelah berdiam dibelakangnya, melihatnya dicermin didepannya.
“Sudahlah Ibu, Ibu jangan membuatku menjadi salah tingkah lebih dulu, sebelum aku menyelesaikan ritual pernikahanku nanti!”. Pangeran Bheeshma menbalasnya sedikit malu masih melihatnya dicermin didepannya. Kini mereka berdua bersama melihat diri mereka berdua dicermin didepannya.
 “Malam ini, kau sudah cukup menggambarkan kedewasaanmu! Lihatlah pada cermin itu, nak! Dirimu sangat berbeda!”. Ratu Gandiki mengatakan rasa terharunya dengan melihat Pangeran Bheeshma dicermin penuh keharuan.
“Ibu, malam ini aku akan menikahi permaisuriku! Dan karna pakaiian yang sedang aku kenakan inilah, yang membuat Ibu berkata seperti tadi!”. Pangeran Bheeshma mencurahkan isi hatinya dengan juga  melihat Ratu Gandiki dicermin. 
“Malam ini kita semua harus bahagia! Lupakan sejenak duka didisiang hari tadi!”. Ratu Gandiki mengatakan rasa harunya sekali lagi masih melihat Pangeran Bheeshma dicermin didepannya, lalu mendekapnya dari belakang penuh kasih sayang. Pangeran Bheeshma pun menjadi tertawa kecil kepadanya masih melihatnya dicermin menyalurkan rasa bahagianya. Dan Ratu Gandiki mencium pipi kanannya lalu menyandarkan kepalanya kedadanya sebagai bentuk rasa syukurnya.

BHARATAYUDHAserisatu

Beralih kembali ke Tuan Putri Purindah masih didalam ruangannya. Kini ia sudah mulai tampak seperti orang yang sedang duduk bersandar disandaran ditempat tidurnya namun tetap seperti orang yang masih tertidur. Wajahnya begitu cantik dengan hiasan perhiasan menggantung dari atas kepalanya hingga dikeningnya. Dengan memakai gaun berwarna merah muda dirinya begitu anggun terduduk bersandar ditempat tidurnya menantikan seseorang yang akan membawanya dengan menggendongnya.
Bibirnya yang merah, matanya yang berhiaskan memakai warna hitam dipadukan dengan sedikit warna merah muda, membuatnya begitu menjadi seperti hidup. Ditambah lagi dengan kedua pipinya diwajahnya  yang sudah tampak menjadi kemerah-merahan, membuat dirinya menjadi seorang pengantin yang tak kalah cantiknya dengan seorang pengantin yang masih hidup. Auranya telah bersinar, hingga siapapun yang melihatnya kini akan lupa kalau dirinya sudah tidak bernyawa lagi.
Kemudian sosok Ayahnya, Raja Wiranata baru saja memasuki ruangannya dengan melihatnya begitu terkesima karna kecantikan yang terpancar darinya. Raja Wiranata pun berjalan pelan menujunya, mendekati Putrinya yang telah lama menantinya untuk membawanya ketempat yang akan dilakukannya sebuah ritual pernikahan.
“Lihatlah, malam ini Putriku terlihat begitu cantik! Jauh berbeda pada masa hidupnya pagi tadi!”, Raja Wiranata mengatakan keharuannya dengan masih berjalan mendekatinya. Lalu berhenti didepan jasad Putrinya berkata kembali dengan merlihat lukisan dari mediang istrinya disampingnya.
“Lihatlah istriku! Jasad Putri kita sungguh cantik, bahkan lebih cantik dari masa hidupnya tadi pagi! Aku mulai merasa jika dia kembali hidup menemani aku! Aku hampir berhasil menikahkan Putri kita! Tapi setelahnya, aku harus menitipkannya padamu! Jaga Putri kita baik-baik bersamamu dinirwana sana! Karna aku begitu menyayanginya, seperti aku menyayangimu!”, kata harunya sekali lagi melihat ke lukisan dari median istrinya.
Kemudian Raja Wiranata melihat ketiga dayang favorit dari Putrinya, “Dayang-dayang, aku sudah tidak sabar untuk membawa Putriku menemui pengantin lelakinya! Bantu aku untuk menggendongnya!”, perintahnya menggambarkan rasa semangatnya. Ketiga dayang favorit dari putrinya pun mulai membantunya dengan hati-hati agar kesiapan pernak-pernik dari Tuan Putri Purindah tidak ada yang terganggu.
“Inilah tantangan kami Yang Mulia! Ketahuilah, saat kami bersama menghiasnya tadi, tangan kami begitu bergetar! Kami semua hampir saja tidak berkonsentrasi karna rasa bahagia didalam diri kami masing-masing!”, kata dayang Naura mewakili mengungkap keadaan diri mereka saat masih menghiasi Tuan Putri Purindah tadi. Raja Wiranata pun memberi senyuman bahagia kepada mereka dan akan berjalan membawa Putrinya menuju ketempat yang akan ditujunya tadi.

BHARATAYUDHAserisatu

Kini keluarga dari sang pengantin laki-laki sudah berada  didalam ruangan tempat akan dilakukannya sebuah ritual pernikahan. Begitupula dengan Raja Kharishma bersama Pangeran Karanu juga ikut serta berada didalamnya. Dan Pangeran Bheeshma kini sudah terduduk manis didepan api suci sambil menanti permaisurinya. Mereka yang berada didekatnya pun tak henti-hentinya memberikannya sebuah senyuman kebahagiaan kepadanya.
Hal itu dapat diketahuinya saat dirinya melihat-lihat ke orang-orang didekatnya yang terlihat mengelilinginya. Kemudian keluarganya, Raja kharishma bersama Pangeran karanu, pandangan mereka beralihkan kearah pintu masuk didalam ruangan tersebut. Karna baru saja mereka semua melihat kedatangan Raja Wiranata membawa Putrinya, sebagai sang pengantin wanita berjalan sesuai irama menuju kepada sang pengantin lelakinya.
Pangeran Bheeshma pun mendirikan dirinya menyambut kedatangan permaisurinya yang terlihat begitu cantik, lebih cantik dari biasanya yang pernah terlihat. “Kini dia telah datang dengan kecantikannya! Malam ini, kecantikannya yang tertampak lebih dari kecantikan yang biasanya, kecantkan yang pernah kulihat sebelumnya! Dan dia, adalah seorang permaisuri sejatiku!”, Pangeran Bheeshma menyanjungnya didalam hati setelah mendirikan dirinya memandanginya penuh ketakjuban.

Setelah beberapa saat kemudian. . . .

Dan kini Tuan Putri Purindah, sebagai sang pengantin wanitanya sudah duduk berdampingan bersamanya didepan api suci dengan didampingi ketiga dayang favoritnya yang bertugas membantunya untuk seperti orang yang sedang terduduk manis dan akan melakukan sebuah ritual pernikahannya. Pangeran Bheeshma yang sudah melihatnya terduduk manis namun matanya telah tertutup rapat, memulainya dengan akan meminta restu kepada Raja Gandaka yang sebagai Ayahnya lebih dulu.
“Ayah, malam ini aku meminta restu darimu! Karna malam ini, aku telah menambah tanggung jawabku dengan menikahi seorang Putri dari Wigura!”, Pangeran Bheeshma meminta restu kepadanya dengan memberi salam.
“Tentu, Anakku! Tanpa kau meminta pun, Ayah sudah lebih dulu memberikan restu padamu!”, Raja Gandaka memberikan restunya dengan memegang kedua telapak tangan Pangeran Bheeshma yang masih memberi salam kepadanya.
 Pangeran Bheeshma pun mengerti akan bahasanya, dan mulai tertampak sedikit keharuan ditatapan kedua matanya. Kemudian Pangeran Bheeshma melanjutkannya dengan meminta restu kepadfa Ratu Gandiki yang sebagai Ibunya, setelah Raja Gandaka melepaskan pegangannya dari tangannyai. Ratu Gandiki pun langsung memberinya senyuman kecil bercampur haru ketika mengetahui Pangeran Bheeshma sudah  berada dihadapannya.
“Ibu, aku juga meminta restu darimu! Karana, aku telah berani memilihlagi  wanita lain untuk menjadi wanitaku! Selain dirimu, Ibu! Mohon restumu untuk diriku, dan juga untuknya permaisuriku!”, Pangeran Bheeshma meminta restu dengan memberi salam, berkata sedikit bergetar-getar mengaharukan.
“Jawaban Ibu sama seperti jawaban dari Ayahmu! Ibu sangat merestuimu, Anakku! Akan ada hari bahagia yang sesungguhnya untuk Pangeran dan Permaisuri, Ibu!”, Ratu Gandiki memberikan restunya disambung dengan memberinya sebuah doa’a yang pasti akan terjadi dimasa kehidupannya mendatang.
Pangeran Bheeshma dan  lainnya yang juga mendengarnya sangat tidak mengetahui akan hal itu. Pangeran Bheeshma hanya merasakan sebuah ketenangan didalam hatinya setelah mendengar doa dari Ibunya yang tadi. Lalu Pangeran Bheeshma  mengarahkan pandangannya kepada ketiga saudaranya yang bersama kedua pamannya untuk sejenak dengan sebyuman haru, merekapun kini saling memandangi memancarkan kebahagiaannya masing-masing diraut wajah mereka.
 Setelahnya, Pangeran Bheeshma melangkahkan kakinya untuk pergi ke Raja Wiranata yang sebagai Ayah dari sang pengantin wanitanya yang sebentar lagi akan menjadi permaisurinya. Dan kini ia pun telah berada didepannya berhadapan dengan memberi salam kepadanya, menatapnya masih dengan keharuan.
“Ayah, malam ini aku meminta izin darimu, juga restu darimu! Karna aku akan menikahi Putrimu, dan akan menjadikan Putrimu menajdi milikku! Tapi sebelumnya, maafkanlah aku karna sudah tidak sengaja membuat Putrimu, yang sebentar lagi akan menjadi permaisuriku menjadi keadaan yang seperti ini!”, Pangeran Bheeshma berkata meminta, menyatukan semuanya agar tidak ada yang perlu disesali lagi.
“Tidak, Anakku! Aku baru saja menyadari kalau Putriku sudah melakukan hal yang benar! Kebahagian yang Putriku inginkan, akan segera didapatkannya pada mala mini juga! Menikahlah dengan Putriku yang malang ini, Pangeran Bheeshma! Dan aku tidak melarangmu untuk menikah lagi, disaat kau sudah menikani Putriku pada malam ini!”, Raja wiranata mengungkap kata kesadarannya sedikit haru menatap Pangeran Bheeshma.
“Aku tidak akan pernah untuk menikah lagi! Permaisuriku memang sudah tidak bernyawa lagi, tapi jauh dilubuk hatiku yang paling dalam, permaisuriku sungguh masih hidup! Dan jika aku harus menikah lagi dikehidupanku dimasa mendatang nanti, maka aku akan menikah pada reinkarnasi dari Putrimu, Ayah! Itu janjiku untuk permaisuriku!”, Pangeran Bheeshma mengatakan tekadnya dari kejujurannya dengan menahan airmatanya yang sudah semakin penuh.
Raja Wiranata pun langsung memeluknya erat dicampur dengan rasa bersalah karna sudah mengutuknya siang tadi. Dan Pangeran Bheeshma mulai mejatuhkan airmatanya namun masih menahan tangisannya. Raja Kharishma bersama Pangeran Karanu menjadi hening sesaat menyaksikan mereka berdua yang saling mengungkap rasa harunya. Raja Gandaka mengusap airmata Ratu Gandiki yang menetes ketika melihat Ratu Gandiki  yang juga melihat kepadanya dengan sejuta keharuan.
Begitupula dengan ketiga saudaranya yang masih bersama kedua pamannya, mereka bersama-sama terdiam begitu terharu karna terbawa oleh suasana. Kemudian Pangeran Karanu mengalihkan pandangannya kepada jasad Tuan Putri Purindah yang masih terduduk sambil berbisik dihatinya, “Temanku yang masih tertidur, tentu kau merasa begitu bahagia karna melihat pemandangan ini!”, lalu meneteskan airmata kanannya masih melihat jasadnya.
Dan sekarang Pangeran Bheeshma telah melepaskan pelukannya, dengan masih berdiri. Dan kemudian dilihatnya Raja Gandaka, Ratu Gandiki, Raja Kharishma, dan juga Raja Wiranata secara bergantian memberi restu kepada jasad Tuan Putri Purindah dengan mencium keningnya penuh keikhlasan.

BHARATAYUDHAserisatu

Setelahnya menyaksikan yang demikian, Pangeran Bheeshma duduk berdampingan kembali bersama jasad Tuan Putri Purindah. Dan kini akan dilakukannya sebuah pemberkatan pernikahan dengan menaburkan serbuk berwarna kuning dengan menggunakan kedua telapak tangan dari masing-masing kedua sang pengantin ke api suci didepannya. Pangeran Bheeshma pun  menaburkan serbuknya ke api suci didepannya bersama dengan jasad Tuan Putri Purindah yang dibantu oleh kedua dayangnya.
Kemudian dilanjuti olehnya dengan memasangkan sebuah kalung berbenangkan hitam keleher jasad Tuan Putri Purindah sebagai sebuah simbol telah menjadi istrinya. Tangannya pun menjadi bergemetar kecil saatnya masih mencoba memakaikan kalung berbenangkan hitam tersebut. Setelah memakaikan kalung tersebut, Pangeran Bheeshma memberikannya serbuk sindu sebagai sudah dijadikannya seorang istri untuknya dikening sampai keubun-ubun diatas kepalanya.    
“Sekarang kau telah resmi menjadi istriku, seorang permaisuri sejati untukku!”, katanya memuji didalam hati setelah memakaikan sindu dikeningnya sampai keubun-ubun diatas kepalanya dari jasadnya. Dan kini Pangeran Bheeshma memakaikannya sebuah kalung dari rangkaiian bunga tujuh rupa, begitupun dengan jasad Tuan Purindah yang memakaikan Pangeran bheeshma sebuah kalung rangkaiian bunga tujuh rupa ditangannya dengan dibantu oleh kedua dayangnya.
Usai sudah mereka berdua melakukan sebuah ritual pemberkatan pernikahan yang sangat sakral itu, kemudian Pangeran Bheeshma akan beralih mengangkat jasad Tuan Putri Purindah untuk berputar sebanyak tujuh kali mengelilingi api suci didepan mereka berdua dengan kedua selendang yang mereka kenakan sudah disatukan yang telah diikatkan oleh Raja Wiranata. Semuanya yang menyaksikannya pun turut memberikan senyuman kebahagiaan.
Karna semua ritual pernikahan yang sudah dilakukan begitu sangat lancar tanpa ada kendala sedikitpun didalamnya. dan Pangeran Bheeshma kini akan melakukan putarannya yang pertama mealui dari Raja Wiranata hingga mendapatkan satu putaran. Diputaran keduanya, mulai terlihat jiwa dari Tuan Putri Purindah ikut bersamanya berputar memutari api suci masih melewati Raja Wiranata. Tuan Putri Purindah pun melihat Ayahnya yang begitu menikmati suasana dalam pernikahannya.
Pada putaran ketiga, jiwa Tuan Putri Purindah melihat ke Raja Gandaka bersama Ratu Gandiki yang melihat ke jasadnya ditangan Pangeran Bheeshma. Putaran yang keempatnya, jiwa Tuan Putri Purindah melihat ke Raja Kharishma bersama Pangeran Karanu yang masih bersama melihat ke Pangeran Bheeshma. Dan putaran yang kelima, jiwa Tuan Putri Purindah melihat ketiga saudara dari Pangeran Bheeshma juga kepada kedua paman dari Pangeran Bheeshma.
Sedangkan diputaran keenam jiwa Tuan Putri Purindah hanya melihat ke api suci yang kini masih dikelilinginnya. Dan diputaran ketujuh jiwa Tuan Putri Purindah hanya melihat ke Pangeran Bheeshma yang masih berjalan mengelilingi api suci. Kemudian Pangeran Bheeshma mulai berbisik kecil dihatinya sesaat masih berjalan diputaran yang ketujuh. “Langkahmu seperti tak pernas lepas dari langkahku! Dimana aku mendengar bisikan dari langkahku, disitu aku juga mendengar bisikan dari langkahmu!”.
Bisik kecilnya didalam hati setelah sedari tadi menahan suara bisikan dari langkah kaki Tuan Putri Purindah yang seakan masih mengikutinya. Hubungan bathin keduanya begitu erat melekat pada diri mereka berdua masing-masing. Meskipun salah-satu diantaranya sudah mati tak bernyawa. Tetapi itulah yang dinamakan kekuatan perasaan yang sejati sesungguhnya. Yang tidak dapat diketahui banyak orang alias hanya untuk diri mereka berdua saja. Sebab rasa cinta kita yang merasakan bukan orang lain.

BHARATAYUDHAserisatu

Rabu, 18 Februari 2015

BHARATAYUDHAserisatu Part-40



Suara isak tangis pun mulai terdengar dikeseluruhan didalam Istana Wigura. Raja Wiranata kini menjadi sedikit tergerak hatinya untuk melihat kembali Putrinya yang sudah tak bernyawa. Diatatapinya wajah Putrinya yang sudah sedikit berubah warna menjadi sedikit kebiru-biruan. Lalu dilihatnya Pangeran Bheeshma yang begitu terpukul karna kepergian Putrinya yang masih mendiamkan Putrinya dipangkuannya.
“Cukup, temanku, cukup! Kepergiannya hanya untuk kembali! Tegarkan dirimu, coba ikhlaskan! Perpisahan ini hanya sementara!”. Pangeran Karanu menenangkannya dengan melihatnya masih histeris menangis kecil.
“Sampai jumpa pada limaratus tahun kemudian, Putriku! Aku, Pangeran Bheeshmamu, akan selalu bersamamu!”. Pangeran Bheeshma berakta kembali mulai menegarkan dirinya sendiri.
Raja Wiarnata telah melihatnya yang demikian, kemudian menjatuhkan kedua lututnya ketanah dengan menyentuh kedua telapak kaki Putrinya. “Putriku! Putriku!”, katanya histeris mencoba membangunkannya dengan menggoyangkan kedua telapak kaki Putrinya. Semua orang disekitarnya pun mulai tertuju kepadanya yang baru saja menunjukkan rasa kehilangannya. Mengetahui tidak ada respon dari Putrinya, Raja Wiranata pun melihat ke pangeran Bheeshma, “Pu, Putriku?, sambung kata histerisnya kembali.
Lalu melihat ke Pangeran Karanu yang masih meneteskan airmatanya melihat kepadanya, “Ja, Jangan menangis!”, kata histerisnya kembali sedikit memerintah kepada Pangeran Karanu. “A, Ayo! Ajaklah Putriku untuk berbicara!”, Raja Wiranata berkata mengajaknya masih dalam kehisterisan melihat-lihat kepada mereka didekatnya. “Tidaaaak!”, teriakannya kecil ketika menyadari kembali jika Putrinya sudah pergi meninggalkannya, mendirikan dirinya kembali masih didepan jasad Putrinya.
“Ikhlaskanlah kepergiannya sekarang juga, Yang Mulia!”. Ratu Gandiki menegarkannya dengan melihatnya, sedikit tegar.
“Kau tidak tau betapa terpukulnya, aku! Anakku, anakku!”. Jawabnya terputus-putus masih tidak bisa menerimanya.
“Yang mulia, aku juga sama sepertimu! Dan juga dengan semua yang ikut menyaksikannya! Aku sudah menganggap Putrimu sebagai Anakku sendiri! Bahkan aku memperlakukan Putrimu, sama seperti aku memperlakukan Putraku!”. Ratu Gandiki menjelaskannya semakin menegarkannya.
“Anakku, Purindah, memang terlahir dengan dilatar belakangi gugurnya bunga-bunga ditaman didalam Istanaku! Tetapi dibalik kelahirannya itu, istriku, yang baru saja menjadi Ibunya ikut gugur juga bersama bunga-bunga  ditaman didalam Istanaku!”, Raja Wiranata berkata menjelaskannya masih melihat meratapi jasad Putrinya. Ratu Gandiki pun menjadi terdiam karna terkejut setelah mendengarkan penjelasannya.
Kemudian Raja Wiranata pandangannya tertuju pada bunga-bunga yang telah gugur disekitarnya. “Lihatlah bunga-bunga yang telah gugur itu! Bunga-bunga itu seakan-akan ikut mengantarkan kepergian dari Putriku yang malang!”, katanya memerintah memberitahukannya. Semua orang yang mendengarnya pun mulai mengalihkan pandangannya kepada bunga-bunga yang telah gugur itu secara bersamaan.
“Pangeran Karanu, kau harus bahagia karna Putriku telah mati meninggalkanku!”. Raja Wiranata berkata mengalah dengaan melihat ke Pangeran Karanu.
“(Pangeran karanu pun berdiri melihat kepadanya) Mengapa aku harus merasa bahagia, Yang Mulia?”. Tanya Pangeran Karanu sedikit bingung.
“Dulu kau pernah ingin mengusik ketentraman dari kehidupannya! Dan aku, tidak akan pernah bisa melupakan itu!”. Raja Wiranata mengulang menegaskannya keras kepadanya.
Raja Kharisma pun menjadi terdiam melihatnya setelah mendengarnya, Sedangkan Pangeran Karanu mulai memberi salam meminta maaf kepadanya karna kesalahannya diwaktu kemarin.

BHARATAYUDHAserisatu

“Yang Mulia, semestinya kau tidak mengulangnya kembali! Jangan kau menghakiminya dengan caramu yang masih mengingat kejadian itu!”. Ratu Gandiki membujuknya, menyudahinya. Kemudian Raja Wiranata melihat ke Ratu Gandiki.
“Baiklah aku akan melupakan kejadian itu, tapi tidak untuk sekarang! Luka akibat kejadian itu belum sembuh, kemudian ditambah lagi dengan dua luka yang baru! Hari ini, aku baru saja kehilangan Putriku (dengan melihat kembali kejasad Putrinya)! Setelahnya, aku baru saja teringat dengan perkataan salah-satu ptajuritku tadi, jika melalui Putramu lah Putriku melepaskan anugerah keabadiaannya, sehingga membuatnya menjadi mati seperti ini !”.
Raja Wiranata bernada sedikit keras menajamkan dengan melihat ke Pangeran Bheeshma berniat akan menghakiminya juga. 
“Yang Mulia Paman! Sebelumnya aku sama sekali tidak mengetahui hal yang demikian! Dan aku baru saja mengetahuinya saat…?”, Pangeran Bheeshma menciba untuk mengaku jujur akan menjelaskan. Namun mendadak menjadi terhenti saat melihat Raja Wiranata melototkan tajam kedua matanya kepadanya.
Semua orang masih memusatkan perhatiannya kepada Raja Wiranata yang masih menatap Pangeran Bheeshma dengan penuh kemarahan mulai melototkan matanya kecil. Kemudian mengalihkannya kepada Pangeran Karanu yang masih berkabung dengan kedua matanya sedikit bengkak melihat kepadanya. Raja Wiranata pun memakai wajah sedikit sombong tersenyum jahat kepada Pangeran Karanu dan juga akan mengatakan sesuatu.
“Pangeran karanu, kau tidak perlu ikut berkabung atas kematian dari Putriku! Berbahagilah! Hapus airmata buayamu itu sekarang!”, Raja Wiranata berkata menegaskan keras. Pangeran Karanu masih melihatnya mengedipkan lesuh matanya sekali kepadanya.
“Yang Mulia Paman! Aku ikut berkabung karna Putrimu adalah temanku, bukan musuhku! Ku mohon hentikanlah amarahmu! Hormatilah jasad temanku yang masih terbaring dipangkuan teman baruku ini!”, dengan memberi salam permohonan. Raja Wiranata tidak mempedulikannya mengalihkan tatapannya melihat ke Pangeran Bheeshma.
“Pangeran Bheeshma! Aku mengutukmu, kau akan bertemu kembali dengan Putriku pada limaratus tahun kemudian! Kau tidak akan langsung bertemu dengannya! Kau akan mendapat kesulitan dalam mencari reinkarnasi dari Putriku! Dan kau akan menemuinya dengan keadaan yang begitu mengejutkan setelah limaratus tahun lamanya kau mencarinya!”, Raja Wiranata melampiaskan amarahnya dengan mengutuknya.
Ratu Gnadiki yang mendengarnya langsung mengalihkan pandangannya kepada Raja Gandaka, yang masih menatap ke Raja Wiranata diam membisu hanya memdengarkan.  Sementara Pangeran Raika mempunya firasat jika Raja Wiranata akan kembali berkata masih merupakan sebuah kutukan darinya kepada Pangeran Bheeshma. Dan Raja wiranata pun menyambung perkataannya kembali.
“Setelah kau menemukan reinkarnasi dari Putriku! Kau akan mendapatkan kesulitan untuk menyuatukan semua anak-anakmu! Sebelum kau menyatukan semuanya, kau akan menjadi terheran-heran lebih dahulu! Mereka semua anak-anakmu akan terlahir dari rahim yang berbeda! Meskipun kau tidak pernah menitipkan benihmu dirahim-rahim tersebut, namun mereka semua tetaplah menjadi anak kandungmu! Tetapi khusus pada mereka yang memiliki kekuatan spiritual empat macam!”.
Raja Wiranata mengatakan secara menyeluruh dari kutukannya, kemudian menunjuk ke Pangeran Bheeshma semakin menajamkan. “Persiapkanlah dirimu untuk menjalani masa penghukuman untukmu, dariku seperti apa yang aku ungkapkan tadi!”, Raja Wiranata berkata lancang menajamkannya.
Tiba-tiba saja Raja Wiranata mendapat perlawanan dari Ratu Gandiki yang berkata, “tidak”, dengan berjalan menuju kepadanya lalu berhenti didekatnya berjarak tiga langkah. “Kau tidak seharusnya menghukum anakku seperti itu! Hapuskalah penghukuman itu! Tarik kembali kutukan darimu, yang Mulia!”, katanya melawan dengan tersedih memilukan. Raja Wiranata melihat kepadanya.
“Kau tidak bisa memadamkan api yang sudah membara keras didalam diriku…?”, Raja Wiranata berkata menolak. Pangeran karanu langsung memotongnya dengan menawarkan dirinya semdiri.
“Yang Mulia paman, berilah aku juga penghukuman darimu seperti kau memberikan penghukumanmu kepada temanku! Agar aku juga bisa merasakan penderitaan dari penghukumanmu bersama dengan temanku!”, Pangeran karanu menawarkan dirinya demi ikatan persahabatannya kepada Pangeran Bheeshma juga kepada Tuan Putri Purindah. Pangeran Bheeshma melihat kepadannya sedikit terkejut karna perkataannya yang telah menawarkan dirinya sendiri.
“Pangeran Karanu, sudahlah kau jangan melakukan itu!”, kata Pangeran Bheeshma menyudahinya memancingnya untuk menarik perkataannya yang tadi. Namun Pangeran Karanu hanya melihat kepadanya dengan mengedipkan matanya sekali lalu mengangguk pelan.
BHARATAYUDHAserisatu

Raja Kharishma tak berdaya saat akan melihat ke Pangeran Karanu, dan membuatnya tetap melihat ke Raja Wiranata mulai dipenuhi  kecemasan. Sedangkan Raja Wiranata mengangguk kepada Pangeran Karanu akan memberi penghukuman dari kutukannya juga kepadanya.
“Kau telah mencoba menawarkan dirimu sendiri tadi, sama saja kau telah sedikit menantangku! Pangeran Karanu, kau akan bernasib sama dengan Pangeran Bheeshma! Kau akan abadi namun kau terpisah dari Pangeran Bheeshma! Kau akan hidup dalam kesendirian, dalam kesepian yang begitu hebat, melebihi kesepianku yang telah ditinggal pergi Putriku! Dan kau akan bertemu dengan mereka berdua setelah limaratus tahun kemudian!”,Raja Wiranata memberinya penghukuman yang lebih kejam.
Sungguh sebuah penghukuman yang kejam dari kutukannya yang begitu mengerikan. Hingga mereka yang didekatnya menjadi terdiam tak bersuara hanya mendengarkannya memakai wajah yang penuh bertanya-tanya. Kemudian secara tiba-tiba Ratu Gandiki memberanikan dirinya untuk meminta sebuah penyelesaiian dari penghukumannya dari kutukannya itu.
“Yang Mulia, adakah sebuah perisai sebagai penyelasaiian dari kutukan darimu yang kau ucapkan tadi? Agar penderitaan lama mereka dapat dihentikan!“. Tanya Ratu Gandiki kepadanya memakai tatapan yang begitu memohon. Raja Wiranata pun melihat kepadanya dan akan memberi sesuatu yang bisa dijadikan sebagai perisainya.
“Tentu saja kutukan dariku mempunyai perisainya, kau jangan cemaskan itu, Ratu Gandiki! Salah satu perisainya adalah, dari seorang Putri kandung yang akan membebaskan penderitaan dari Pangeran Bheeshma! Akan tetapi Pangeran Karanu harus mendapatkan pembebasannya lebih dahulu!”.
Ratu Gandiki menjadi bingung atas penjelasan yang pertama darinya. Kemudian Raja Wiranata melihat ke Pangeran Karanu.
“Pangeran Karanu, kau harus mendapatkan kebebasanmu dengan menghalangi Pangeran Bheeshma yang akan terbunuh oleh Putri kandungnya sendiri! Karna kalau tidak, maka kau tidak akan pernah mati untuk selamanya! Dan kepada kalian berdua, kalian akan mendapat sebuah petunjuk melalui sebuah mimpi! Aku harap kalian berdua sudah siap untuk itu! Dan kutukan dariku masih tetap berlanjut! Masih ada rahasia dibaliknya!”.
Raja Wiranata menjelaskannya secara panjang lebar namun masih misteri. Setelah menjelaskannya, Raja Wiranata kembali melihat Putrinya dengan menjatuhkan kedua lututnya ketanah memegang kedua tealapak kakinya yang semakin membiru kaku.
“Pangeran Bheeshma, sekarang sudah saatnya kau menikahi Putriku! Aku harus mewujudkan keinginannya yang masih suci! Sebelum aku, kau, dan kita semua akan mengkremasikan jasadnya pada esok hari!”, lalu menunduk kembali meratapi kepergian Putrinya.
Ratu Gandiki menutupi mulutnya dengan kedua telapak tangannya melihatnya, Raja Gandaka bersama kedua saudaranya juga ketiga keponakannya melihat sedikit lega mengharukan kepadanya. Sedangkan Pangeran Bheeshma dipeluk haru oleh Pangeran Karanu, dan Raja Kharishma meneteskan airmatanya karna terharu melihat sisinya sebagai seorang Ayah telah kembali dijiwanya. Dan semua orang didalam istananya yang masih ikut menyaksikan pun serentak menjadi terharu sedikit bahagia.

BHARATAYUDHAserisatu