“Aku tidak
akan lagi menanyakan apa salahku kepadamu, Putri! Sehingga kau menghukumku
seberat ini! Sebenarnya aku sangat tidak ingin melihatmu dikremasikan! Namun
apa dayaku, semuanya sudah ditakdirkan menjadi seperti ini! Aku sungguh
mencintaimu, tetapi sangat tidak benar apa yang sedang kulihat kini! Kau temanku,
kekasihku, sayangku, cintaku….?”, Pangeran Bheeshma mencoba mencurahkan isi
dihatinya.
Kemudian
menjadi terhenti sesaat melihat Tuan Putri PUrindah kembali melihat kepadanya,
menatapnya dengan wajah yang sudah sedikit melemah hingga berganti warna menjadi
putih sedikit kaku. Lalu Pangeran Karanu menyambungnya dengan melihat kembali
menatap sedih kepada Tuan Putri Purindah.
“Sudahlah
temanku! Bukan hanya kau saja yang terjebak dalam takdir ini, tetapi aku juga
ikut terjebak didalamnya! Sebisa mungkin kita berdua harus ikhlas menerima
takdir ini!”, Pangeran Karanu menegarkan dirinya.
Tuan Putri
Purindah pun memberikan senyuman kepada Pangeran Karanu karna perkataannya yang
telah menegarkan. Kemudian melihat kembali ke Pangeran Bheeshma dengan
mengadukan kesakitannya. “Lengan tangan kiriku semakin sakit, Pangeran!”, Tuan
Putri Purindah mengadu memakai nada yang hampir tak bersuara. Pangeran Bheeshma
pun menggelengkan kepalanya kepadanya melihatnya semakin tak berdaya, lalu
meniupi luka pada lukanya agar rasa sakitnya berkurang.
“Mungkin
karna aku yang telah menutupinya terlalu keras! Maafkan aku, Putri!”, kata
dalam hatinya masih meniupi lukanya. Ratu Gandiki mencoba meliriknya yang
seperti itu dengan menutup mulutnya menangis kecil agar tidak bersuara. “Tahan,
Tuan Putri! Tidak lama lagi kau akan terbebaskan dari luka itu!”, sambung
Pangeran Karanu didalam hatinya melihat mereka berdua. Sementara kedua saudara
dari Pangeran Bheeshma bersama memeluk Tuan Putri Nanda.
Mereka berdua
memalingkan wajah mereka dari pemandangan didepannya karna tidak tega melihat
Tuan Putri Purindah yang sudah teramat kesakitan, terlebih lagi ketika melihat
Pangeran Bheeshma yang masih meniupi luka dari lengan tangan kiri Tuan Putri
Purindah. Sedangkan Tuan Putri Nanda masih melihatnya dengan tetesan airmata
yang tiada hentinya sambill mendengarkan tangisan kecil dari kedua saudaranya
disamping kiri-kanannya.
Tiba-tiba saja
terdengar suara teriakan yang meneriakan keras, “Aanakkuuuu!”, dari arah kejauhan
dari arah depan Tuan Putri PUrindah. Semua
yang mendengarnyasecara bersamaan mulai
mengarahkan perhatiannya kepada arah dimana suara itu berasal. Dan ternyata
suara itu adalah suara dari Raja Wiranata yang baru saja mengetahui keadaan
Putrinya dari kejauhan. Sementara diarah lain Raja Gandaka, Pangeran Punka
bersama Pangeran Raika, juga rRja Kharishma berlari bersama.
Mereka
berlari bersama akan mendekati kejadian
yang baru saja diketahuinya. Dengan sejuta tanda tanya diwajah mereka
masing-masing. Dan kini Pangeran Raika bersama Pangeran Punka telah berdiam
bersama ketiga Putri dari mereka berdua. Raja Gandaka telah berdiam disamping
Ratu Gandiki. Dan Raja kharishma yang telah berdiam disamping Pangeran Karanu
yang masih terduduk disamping Pangeran Bheeshma.
Mengetahui
itu, Pangeran Bheeshma pun berhenti meniupi luka dilengan tangan kiri Tuan
Putri Purindah kembali menegakkan tubuhnya melihat ke Raja Wiranata yang sudah
berjalan mendekati.
BHARATAYUDHAserisatu
“Apa yang sedang kulihat kini, Putriku? Putriku tidak
mungkin bisa terluka seperti ini?!”, Raja Wiranata berkata sedikit histeris
menatapi luka dilengan tangan kiri Tuan Putri Purindah, sesampainya berdiam
dihadapan Tuan Putri Purindah yang masih setengah membangunkan dirinya
dipangkuan Pangeran Bheeshma melihat kepadanya. Kemudian Tuan Putri Purindah
mengenggam tangan Pangeran Bheeshma yang tadi telah menutupi lukanya.
Ia menyatukan
telapak tangannya dengan telapak tangan Pangeran Bheeshma yang sama-sama
bernoda darah segar dari luka lengan tangan kirinya, lalu mengeratkannya
seakan-akan tak akan dapat terpisahkan kembali. Pangeran Bheeshma pun yang
merasakannya ikut menggenggam telapak tangannya erat balik seakan-akan tak mau
melepaskannya masih melihat ke Raja Wiranata. Dan Tuan Putri Purindah pun akan
menjawab pertanyaan dari Ayahnya yang tadi.
“Ayah,
didepanmu kini aku telah mencoba mengambil sebuah keadilan untuk diriku
sendiri! Seperti yang pernah kukatakan beberapa saat yang tadi, jika apa yang
telah Ayah anugerahkan kepadaku, akan sirna didepan kedua mata Ayah sendiri!
Ayah, sebentar lagi aku akan mati sebagai manusia pada umumnya! Aku telah
hampir terbebas dari anugerah keabadian itu, Ayah!”. Tuan Putri Purindah
mengatakan yang sebenarnya disertai senyuman kebahagiaan kepadanya.
“Tidak mungkin!
Kau tidak boleh mati, Anakku! Aku memohon, pikirkanlah Ayahmu ini!”. Raja
Wiranata memberontak kecil, namun begitu memilukan ungkapan dari perasaannya.
“Aku sangat
menyayangi dirimu, Ayah! Aku tidak siap bila nantinya harus mengkremasikan
jasadmu! Dan aku, tidak akan pernah merasakan bagaimana rasanya jasadku
dikremasikan oleh orang-orang yang aku sayangi, karna anugerah keabadian itu!
Ayah, aku tidak bisa hidup sendiri lagi, cukup Ibuku saja yang pergi
meninggalkan kita berdua lebih dulu!”. Tuan Putri Purindah melanjuti katanya
dengan mengungkap bebannya.
“Ayah melihat
kau begitu menderita karna luka dilengan tangan kirimu, Putriku (melihat luka
dilengan tangan kiri Putrinya)! Ayah sangat memohon, kembalilah pada Ayah,
nak(dengan memberi salam permohonan)! Kau jangan lagi memalangkan dirimu
seperti ini!”. Pintanya memohon begitu memilukan dengan melihat Putrinya
kembali.
Pangeran
Karanu dan Raja karanu menjadi saling berpandangan, Ratu gandiki menynadarkan
kepalanya dibahu Raja Ganadaka yang perhatiannya masih terpusatkan kepada Tuan
Putri Purindah. Dan Tuan Purindah kembali berkata akan menjelaskan isi hatinya
setelah mengungkap melepaskan bebannya.
“Benar yang
Ayah lihat sekarang ini! Tubuhku memang terluka dan juga menderita! Tubuhku,
hatiku, masih menahan kesakitan dari luka dilengan ditangan kiriku ini, Ayah!
Tapi aku tetap bahagia, karna bebanku sudsah hilang, Ayah! Dan jiwaku, merasa
begitu bahagia karna terbebas dari anugerah keabadian itu yang telah menyimpan
banyak penderitaan dikemudian hari! Meskipun harus dibayar dengan kematian
diriku, Ayah!”.
Raja Wiranata
masih tidak bisa menerimanya lalu memalingkan wajahnya kesamping dengan
melepaskan kedua tangannya yang memberi salam permohonan kepadanya tadi. Semua
yang masih mengikutinya yang juga turut menjadi saksi hanya berdiam menontonnya
hening.
BHARATAYUDHAserisatu
Melihat sikap
Raja Wiranata yang seoerti itu, Pangeran Karanu akan berkata kembali agar Raja
Wiranata kembali tuk melihat Tuan Putri Purindah. “Sungguh pengorbanan yang
luar biasa, Tuan Putri! Demi mendapatkan suatu keadilan kau telah rela
mengorbankan hidupmu sendiri! Dan kini, kau telah benar menjadi seorang manusia
sejati yang pernah aku temukan disepanjang idupku!”, Pangeran Karanu mengatakannya,
menyanjungnya dengan menatap sedih namun penuh kasih sayang.
Tuan Putri
Purindah pun memberinya sebuah senyuman menis juga terlihat sedikit mesra
kepadanya, sebagai membayar kata sanjungan darinya tadi. Kemudian ia memjulurkan
tangan kirinya kepada Pangeran Karanu perlahan, dan Pangeran Karanu yang sudah
mengerti pun langsung menggapai tangannya dengan senyuman diwajahnya. Dan kini
terlihat telapak tangan kanan Tuan Putri Purindah masih menggenggam telapak
tangan Pangeran Bheeshma.
Dan juga telapak
tangan kirinya menggenggam telapak tangan Pangeran Karanu. “Terimakasih
Pangeran Karanu! Kau telah menyanjungku dengan kata-katamu yang indah!
Pertahankanlah, kita bertiga akan bertemu kembali pada limaratus tahun
kemudian!”, ucapan terimakasihnya tanpa menyadari jika ia juga menakdirkan
kehidupan Pangeran Karanu dimasa mendatang. Pangeran Karanu menjadi terkejut
secara spontan dengan melihat ke Pangeran Bheeshma disampingnya, begitupun
dengan Pangeran Bheeshma yang juga melihat kepadanya.
Kemudian Ratu
Gandiki mellihat ke Raja Wiranata berniat akan membujuknya setelah dilihatnya
keadaan Tuan Putri Purindah yang semakin lemah tak berdaya. “Yang Mulia, lihatlah
kembali wajah Putrimu! Ingatlah kembali saat pertama kau melihat wajahnya,
disaat dia baru saja dilahirkan! Sempatkanlah dirimu untuk menanyakan
keinginannya yang sudah teramat lemah ini! Aku memohon kepadamu!”.
Ratu Gandiki
mengatakannya begitu memilukan kepada Raja wiranata juga memancing sisi sebagai
seorang Ayah dapat kembali dalam dirinya. Semua yang disekitarnya pun ikut
tersentuh ketika mendengar perkataan dari Ratu Gandiki, dan kemudian semua
orang menjadi serentak melihat ke Raja wiranata memakai wajah yang begitu
memohon seolah-seolah mendukung apa yang telah dikatakan oleh Ratu Gandiki
tadi.
Sementara
Tuan Putri Purindah semakin mengeratkan genggamannya kepada Pangeran Bheeshma
juga merasakan sedikit ragu untuknya bernafas seperti layaknya orang-orang
disekitarnya yang bernafas normal. Kemudian Tuan Putri Purindah menjatuhkan
dirinya pelan mmenyandarkan kepalanya kedada kiri Pangeran Bheeshma. Kemudian
melepaskan genggamannya dari Pangeran Bheeshma dan Pangeran Karanu lemah dengan
bersamaan.
“Ayah, aku,
ingin memin, ta permin, taanku yang, terakhir kepadamu! Sebelum, aku berjumpa
kemba, li bersama Ibu!”, katanya terputus-terputus karana nafasnya yang semakin
berat melihat penuh pengharapan kepada Raja Wiranata. Semuanya yang masih
menyaksikannya menjasi serentak memberi salam memohon kepada Raja Wiranata
mendukung sebuah permohonan dari Tuan Putri Purindah. Hanya Pangeran Bheeshma
saja yang hanya menundukkan kepalanya kepadanya, ikut memohon.
“Katakan saja
apa keinginanmu yang mungkin menjadi sebuah permintaan terakhir darimu,
Putriku!”, Raja Wiranata berkata mempersilahkan menutupi kegelishannya masih
memalingkan wajahnya kesamping.
“Aku ingin
menikah dengan Pangeran Bheeshma!”, Tuan Putri Purindah langsung mengatakannya
secara terbuka dengan satu nafas.
Ketiga
Saudara dari Pangeran Bheeshma langsung memalingkan pandangannya dari Raja
wiranata kepada Tuan Putri Purindah karna terkejut hebat. Tidak hanya mereka
bertiga saja, tetapi juga disusul dengan Ratu Gandiki bersama Raja Gandaka,
Pangeran Punka bersama Pangeran Raika, juga Pangeran karanu bersama Raja
Khraishma melihat kepadanya secara bergantian. Sedangkan Pangeran Bheeshma
masih menundukkan kepalanya melirik kepadanya.
Pangeran
Bheeshma berusaha menahan bendungan airmatnya dan menutupi rasa ketakutannya
kepada dirinya.
“Mungkin
ragaku sudah tidak bersatu lagi dengan jiwaku, Ayah! Tapi aku mohon nikahkanlah
ragaku yang telah terpisah dari jiwaku! Karna dengan begitu, jiwaku akan merasa
begitu bahagia! Dan aku akan membaginya dengan Ibu dinirwana disana, jika aku
sudah menikah lebih dulu sebelum pergi menemuinya! Dan juga, aku akan berkata
pada Ibu, jika Ayah selalu merindukannya! Bukankah sangat mulia niatku, untuk
berjumpa dengan Ibu disana Ayah?”, katanya kembali sangat lancar.
Setelah
mengatakannya, Tuan Putri Purindah pun memberi salam terakhir kepada orang yang
menyaksikannya yang ada didekatnya dengan melihatnya satu-persatu. “Ayah, “Aku
sudah memberi salam berpamitan kepada mereka yang ada didekatku! Dan sekarang
aku memberi salam berpamitan kepada, Ayah! Aku sayang Ayah!”. Kemudian melihat
ke Pangeran Bheeshma sambil berbisik kecil, “Pangeranku, kepergianku hari ini,
hanya untuk kembali dikemudian hari!”.
Pangeran
Bheeshma pun menutup kedua matanya erat setelah mendengar bisikannya, dan
kepala Tuan Putri Purindah tiba-tiba saja terjatuh keras masih bersandar didada
kirinya dengan matanya yang sudah tertutup rapat. “Putriiiiiiiiiiiiiiiiiii!!”,
teriakan Pangeran Bheeshma begitu memilukan sesaat mengetahuinya yang sudah
pergi meninggalkan dengan merangkul kepalanya dari atas. Ratu Gandiki
menyambungnya juga dengan berteriak kecil, “Anakku!”, menangis kecil
meratapinya.
Pangeran Karanu
menundukkan kepalanya kebawah menangis kecil namun tak bersuara. Juga ketiga
saudara dari Pangeran Bheeshma memeluk kedua Ayahnya dari ketiganya secara
bersamaan sambil menangis kecil. sedangkan Raja Kharishma dan Raja Gandaka hanya
meneteskan airmatanya menegarkannya dirinya masing-masing meratapinya. Semua
orang yang masih menyaksikannya pun menjadi ikut berduka saling meneteskan
airmatanya.
“Putri!
Bangunlah, ini bukan waktunya untuk bercanda!”, Pangeran Bheeshma kembali
berkata dengan histeris menepuk pelan wajahnya berusaha membangunkannya.
Pangeran Karanu disampingnya pun menjadi semakin menangis kecil karnanya hingga
mengeluarkan suara masih menundukkan kepalanya kebawah.
BHARATAYUDHAserisatu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar