Rabu, 18 Februari 2015

BHARATAYUDHAserisatu Part-39



“Aku tidak akan lagi menanyakan apa salahku kepadamu, Putri! Sehingga kau menghukumku seberat ini! Sebenarnya aku sangat tidak ingin melihatmu dikremasikan! Namun apa dayaku, semuanya sudah ditakdirkan menjadi seperti ini! Aku sungguh mencintaimu, tetapi sangat tidak benar apa yang sedang kulihat kini! Kau temanku, kekasihku, sayangku, cintaku….?”, Pangeran Bheeshma mencoba mencurahkan isi dihatinya.
Kemudian menjadi terhenti sesaat melihat Tuan Putri PUrindah kembali melihat kepadanya, menatapnya dengan wajah yang sudah sedikit melemah hingga berganti warna menjadi putih sedikit kaku. Lalu Pangeran Karanu menyambungnya dengan melihat kembali menatap sedih kepada Tuan Putri Purindah.
“Sudahlah temanku! Bukan hanya kau saja yang terjebak dalam takdir ini, tetapi aku juga ikut terjebak didalamnya! Sebisa mungkin kita berdua harus ikhlas menerima takdir ini!”, Pangeran Karanu menegarkan dirinya.
Tuan Putri Purindah pun memberikan senyuman kepada Pangeran Karanu karna perkataannya yang telah menegarkan. Kemudian melihat kembali ke Pangeran Bheeshma dengan mengadukan kesakitannya. “Lengan tangan kiriku semakin sakit, Pangeran!”, Tuan Putri Purindah mengadu memakai nada yang hampir tak bersuara. Pangeran Bheeshma pun menggelengkan kepalanya kepadanya melihatnya semakin tak berdaya, lalu meniupi luka pada lukanya agar rasa sakitnya berkurang.
“Mungkin karna aku yang telah menutupinya terlalu keras! Maafkan aku, Putri!”, kata dalam hatinya masih meniupi lukanya. Ratu Gandiki mencoba meliriknya yang seperti itu dengan menutup mulutnya menangis kecil agar tidak bersuara. “Tahan, Tuan Putri! Tidak lama lagi kau akan terbebaskan dari luka itu!”, sambung Pangeran Karanu didalam hatinya melihat mereka berdua. Sementara kedua saudara dari Pangeran Bheeshma bersama memeluk Tuan Putri Nanda.
Mereka berdua memalingkan wajah mereka dari pemandangan didepannya karna tidak tega melihat Tuan Putri Purindah yang sudah teramat kesakitan, terlebih lagi ketika melihat Pangeran Bheeshma yang masih meniupi luka dari lengan tangan kiri Tuan Putri Purindah. Sedangkan Tuan Putri Nanda masih melihatnya dengan tetesan airmata yang tiada hentinya sambill mendengarkan tangisan kecil dari kedua saudaranya disamping kiri-kanannya.
Tiba-tiba saja terdengar suara teriakan yang meneriakan keras, “Aanakkuuuu!”, dari arah kejauhan dari arah depan  Tuan Putri PUrindah. Semua yang mendengarnyasecara bersamaan  mulai mengarahkan perhatiannya kepada arah dimana suara itu berasal. Dan ternyata suara itu adalah suara dari Raja Wiranata yang baru saja mengetahui keadaan Putrinya dari kejauhan. Sementara diarah lain Raja Gandaka, Pangeran Punka bersama Pangeran Raika, juga rRja Kharishma berlari bersama.
Mereka berlari bersama akan  mendekati kejadian yang baru saja diketahuinya. Dengan sejuta tanda tanya diwajah mereka masing-masing. Dan kini Pangeran Raika bersama Pangeran Punka telah berdiam bersama ketiga Putri dari mereka berdua. Raja Gandaka telah berdiam disamping Ratu Gandiki. Dan Raja kharishma yang telah berdiam disamping Pangeran Karanu yang masih terduduk disamping Pangeran Bheeshma.
Mengetahui itu, Pangeran Bheeshma pun berhenti meniupi luka dilengan tangan kiri Tuan Putri Purindah kembali menegakkan tubuhnya melihat ke Raja Wiranata yang sudah berjalan mendekati.

BHARATAYUDHAserisatu

                “Apa yang sedang kulihat kini, Putriku? Putriku tidak mungkin bisa terluka seperti ini?!”, Raja Wiranata berkata sedikit histeris menatapi luka dilengan tangan kiri Tuan Putri Purindah, sesampainya berdiam dihadapan Tuan Putri Purindah yang masih setengah membangunkan dirinya dipangkuan Pangeran Bheeshma melihat kepadanya. Kemudian Tuan Putri Purindah mengenggam tangan Pangeran Bheeshma yang tadi telah menutupi lukanya.
Ia menyatukan telapak tangannya dengan telapak tangan Pangeran Bheeshma yang sama-sama bernoda darah segar dari luka lengan tangan kirinya, lalu mengeratkannya seakan-akan tak akan dapat terpisahkan kembali. Pangeran Bheeshma pun yang merasakannya ikut menggenggam telapak tangannya erat balik seakan-akan tak mau melepaskannya masih melihat ke Raja Wiranata. Dan Tuan Putri Purindah pun akan menjawab pertanyaan dari Ayahnya yang tadi.
“Ayah, didepanmu kini aku telah mencoba mengambil sebuah keadilan untuk diriku sendiri! Seperti yang pernah kukatakan beberapa saat yang tadi, jika apa yang telah Ayah anugerahkan kepadaku, akan sirna didepan kedua mata Ayah sendiri! Ayah, sebentar lagi aku akan mati sebagai manusia pada umumnya! Aku telah hampir terbebas dari anugerah keabadian itu, Ayah!”. Tuan Putri Purindah mengatakan yang sebenarnya disertai senyuman kebahagiaan kepadanya.
“Tidak mungkin! Kau tidak boleh mati, Anakku! Aku memohon, pikirkanlah Ayahmu ini!”. Raja Wiranata memberontak kecil, namun begitu memilukan ungkapan dari perasaannya.
“Aku sangat menyayangi dirimu, Ayah! Aku tidak siap bila nantinya harus mengkremasikan jasadmu! Dan aku, tidak akan pernah merasakan bagaimana rasanya jasadku dikremasikan oleh orang-orang yang aku sayangi, karna anugerah keabadian itu! Ayah, aku tidak bisa hidup sendiri lagi, cukup Ibuku saja yang pergi meninggalkan kita berdua lebih dulu!”. Tuan Putri Purindah melanjuti katanya dengan mengungkap bebannya.
“Ayah melihat kau begitu menderita karna luka dilengan tangan kirimu, Putriku (melihat luka dilengan tangan kiri Putrinya)! Ayah sangat memohon, kembalilah pada Ayah, nak(dengan memberi salam permohonan)! Kau jangan lagi memalangkan dirimu seperti ini!”. Pintanya memohon begitu memilukan dengan melihat Putrinya kembali.
Pangeran Karanu dan Raja karanu menjadi saling berpandangan, Ratu gandiki menynadarkan kepalanya dibahu Raja Ganadaka yang perhatiannya masih terpusatkan kepada Tuan Putri Purindah. Dan Tuan Purindah kembali berkata akan menjelaskan isi hatinya setelah mengungkap melepaskan bebannya.
“Benar yang Ayah lihat sekarang ini! Tubuhku memang terluka dan juga menderita! Tubuhku, hatiku, masih menahan kesakitan dari luka dilengan ditangan kiriku ini, Ayah! Tapi aku tetap bahagia, karna bebanku sudsah hilang, Ayah! Dan jiwaku, merasa begitu bahagia karna terbebas dari anugerah keabadian itu yang telah menyimpan banyak penderitaan dikemudian hari! Meskipun harus dibayar dengan kematian diriku, Ayah!”.
Raja Wiranata masih tidak bisa menerimanya lalu memalingkan wajahnya kesamping dengan melepaskan kedua tangannya yang memberi salam permohonan kepadanya tadi. Semua yang masih mengikutinya yang juga turut menjadi saksi hanya berdiam menontonnya hening.

BHARATAYUDHAserisatu

Melihat sikap Raja Wiranata yang seoerti itu, Pangeran Karanu akan berkata kembali agar Raja Wiranata kembali tuk melihat Tuan Putri Purindah. “Sungguh pengorbanan yang luar biasa, Tuan Putri! Demi mendapatkan suatu keadilan kau telah rela mengorbankan hidupmu sendiri! Dan kini, kau telah benar menjadi seorang manusia sejati yang pernah aku temukan disepanjang idupku!”, Pangeran Karanu mengatakannya, menyanjungnya dengan menatap sedih namun penuh kasih sayang.
Tuan Putri Purindah pun memberinya sebuah senyuman menis juga terlihat sedikit mesra kepadanya, sebagai membayar kata sanjungan darinya tadi. Kemudian ia memjulurkan tangan kirinya kepada Pangeran Karanu perlahan, dan Pangeran Karanu yang sudah mengerti pun langsung menggapai tangannya dengan senyuman diwajahnya. Dan kini terlihat telapak tangan kanan Tuan Putri Purindah masih menggenggam telapak tangan Pangeran Bheeshma.
Dan juga telapak tangan kirinya menggenggam telapak tangan Pangeran Karanu. “Terimakasih Pangeran Karanu! Kau telah menyanjungku dengan kata-katamu yang indah! Pertahankanlah, kita bertiga akan bertemu kembali pada limaratus tahun kemudian!”, ucapan terimakasihnya tanpa menyadari jika ia juga menakdirkan kehidupan Pangeran Karanu dimasa mendatang. Pangeran Karanu menjadi terkejut secara spontan dengan melihat ke Pangeran Bheeshma disampingnya, begitupun dengan Pangeran Bheeshma yang juga melihat kepadanya.
Kemudian Ratu Gandiki mellihat ke Raja Wiranata berniat akan membujuknya setelah dilihatnya keadaan Tuan Putri Purindah yang semakin lemah tak berdaya. “Yang Mulia, lihatlah kembali wajah Putrimu! Ingatlah kembali saat pertama kau melihat wajahnya, disaat dia baru saja dilahirkan! Sempatkanlah dirimu untuk menanyakan keinginannya yang sudah teramat lemah ini! Aku memohon kepadamu!”.
Ratu Gandiki mengatakannya begitu memilukan kepada Raja wiranata juga memancing sisi sebagai seorang Ayah dapat kembali dalam dirinya. Semua yang disekitarnya pun ikut tersentuh ketika mendengar perkataan dari Ratu Gandiki, dan kemudian semua orang menjadi serentak melihat ke Raja wiranata memakai wajah yang begitu memohon seolah-seolah mendukung apa yang telah dikatakan oleh Ratu Gandiki tadi.     
Sementara Tuan Putri Purindah semakin mengeratkan genggamannya kepada Pangeran Bheeshma juga merasakan sedikit ragu untuknya bernafas seperti layaknya orang-orang disekitarnya yang bernafas normal. Kemudian Tuan Putri Purindah menjatuhkan dirinya pelan mmenyandarkan kepalanya kedada kiri Pangeran Bheeshma. Kemudian melepaskan genggamannya dari Pangeran Bheeshma dan Pangeran Karanu lemah dengan bersamaan.
“Ayah, aku, ingin memin, ta permin, taanku yang, terakhir kepadamu! Sebelum, aku berjumpa kemba, li bersama Ibu!”, katanya terputus-terputus karana nafasnya yang semakin berat melihat penuh pengharapan kepada Raja Wiranata. Semuanya yang masih menyaksikannya menjasi serentak memberi salam memohon kepada Raja Wiranata mendukung sebuah permohonan dari Tuan Putri Purindah. Hanya Pangeran Bheeshma saja yang hanya menundukkan kepalanya kepadanya, ikut memohon.
“Katakan saja apa keinginanmu yang mungkin menjadi sebuah permintaan terakhir darimu, Putriku!”, Raja Wiranata berkata mempersilahkan menutupi kegelishannya masih memalingkan wajahnya kesamping.
“Aku ingin menikah dengan Pangeran Bheeshma!”, Tuan Putri Purindah langsung mengatakannya secara terbuka dengan satu nafas.
Ketiga Saudara dari Pangeran Bheeshma langsung memalingkan pandangannya dari Raja wiranata kepada Tuan Putri Purindah karna terkejut hebat. Tidak hanya mereka bertiga saja, tetapi juga disusul dengan Ratu Gandiki bersama Raja Gandaka, Pangeran Punka bersama Pangeran Raika, juga Pangeran karanu bersama Raja Khraishma melihat kepadanya secara bergantian. Sedangkan Pangeran Bheeshma masih menundukkan kepalanya melirik kepadanya.
Pangeran Bheeshma berusaha menahan bendungan airmatnya dan menutupi rasa ketakutannya kepada dirinya.
“Mungkin ragaku sudah tidak bersatu lagi dengan jiwaku, Ayah! Tapi aku mohon nikahkanlah ragaku yang telah terpisah dari jiwaku! Karna dengan begitu, jiwaku akan merasa begitu bahagia! Dan aku akan membaginya dengan Ibu dinirwana disana, jika aku sudah menikah lebih dulu sebelum pergi menemuinya! Dan juga, aku akan berkata pada Ibu, jika Ayah selalu merindukannya! Bukankah sangat mulia niatku, untuk berjumpa dengan Ibu disana Ayah?”, katanya kembali sangat lancar.
Setelah mengatakannya, Tuan Putri Purindah pun memberi salam terakhir kepada orang yang menyaksikannya yang ada didekatnya dengan melihatnya satu-persatu. “Ayah, “Aku sudah memberi salam berpamitan kepada mereka yang ada didekatku! Dan sekarang aku memberi salam berpamitan kepada, Ayah! Aku sayang Ayah!”. Kemudian melihat ke Pangeran Bheeshma sambil berbisik kecil, “Pangeranku, kepergianku hari ini, hanya untuk kembali dikemudian hari!”.
Pangeran Bheeshma pun menutup kedua matanya erat setelah mendengar bisikannya, dan kepala Tuan Putri Purindah tiba-tiba saja terjatuh keras masih bersandar didada kirinya dengan matanya yang sudah tertutup rapat. “Putriiiiiiiiiiiiiiiiiii!!”, teriakan Pangeran Bheeshma begitu memilukan sesaat mengetahuinya yang sudah pergi meninggalkan dengan merangkul kepalanya dari atas. Ratu Gandiki menyambungnya juga dengan berteriak kecil, “Anakku!”, menangis kecil meratapinya.
Pangeran Karanu menundukkan kepalanya kebawah menangis kecil namun tak bersuara. Juga ketiga saudara dari Pangeran Bheeshma memeluk kedua Ayahnya dari ketiganya secara bersamaan sambil menangis kecil. sedangkan Raja Kharishma dan Raja Gandaka hanya meneteskan airmatanya menegarkannya dirinya masing-masing meratapinya. Semua orang yang masih menyaksikannya pun menjadi ikut berduka saling meneteskan airmatanya.
“Putri! Bangunlah, ini bukan waktunya untuk bercanda!”, Pangeran Bheeshma kembali berkata dengan histeris menepuk pelan wajahnya berusaha membangunkannya. Pangeran Karanu disampingnya pun menjadi semakin menangis kecil karnanya hingga mengeluarkan suara masih menundukkan kepalanya kebawah. 

BHARATAYUDHAserisatu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar