Rabu, 18 Februari 2015

BHARATAYUDHAserisatu Part-40



Suara isak tangis pun mulai terdengar dikeseluruhan didalam Istana Wigura. Raja Wiranata kini menjadi sedikit tergerak hatinya untuk melihat kembali Putrinya yang sudah tak bernyawa. Diatatapinya wajah Putrinya yang sudah sedikit berubah warna menjadi sedikit kebiru-biruan. Lalu dilihatnya Pangeran Bheeshma yang begitu terpukul karna kepergian Putrinya yang masih mendiamkan Putrinya dipangkuannya.
“Cukup, temanku, cukup! Kepergiannya hanya untuk kembali! Tegarkan dirimu, coba ikhlaskan! Perpisahan ini hanya sementara!”. Pangeran Karanu menenangkannya dengan melihatnya masih histeris menangis kecil.
“Sampai jumpa pada limaratus tahun kemudian, Putriku! Aku, Pangeran Bheeshmamu, akan selalu bersamamu!”. Pangeran Bheeshma berakta kembali mulai menegarkan dirinya sendiri.
Raja Wiarnata telah melihatnya yang demikian, kemudian menjatuhkan kedua lututnya ketanah dengan menyentuh kedua telapak kaki Putrinya. “Putriku! Putriku!”, katanya histeris mencoba membangunkannya dengan menggoyangkan kedua telapak kaki Putrinya. Semua orang disekitarnya pun mulai tertuju kepadanya yang baru saja menunjukkan rasa kehilangannya. Mengetahui tidak ada respon dari Putrinya, Raja Wiranata pun melihat ke pangeran Bheeshma, “Pu, Putriku?, sambung kata histerisnya kembali.
Lalu melihat ke Pangeran Karanu yang masih meneteskan airmatanya melihat kepadanya, “Ja, Jangan menangis!”, kata histerisnya kembali sedikit memerintah kepada Pangeran Karanu. “A, Ayo! Ajaklah Putriku untuk berbicara!”, Raja Wiranata berkata mengajaknya masih dalam kehisterisan melihat-lihat kepada mereka didekatnya. “Tidaaaak!”, teriakannya kecil ketika menyadari kembali jika Putrinya sudah pergi meninggalkannya, mendirikan dirinya kembali masih didepan jasad Putrinya.
“Ikhlaskanlah kepergiannya sekarang juga, Yang Mulia!”. Ratu Gandiki menegarkannya dengan melihatnya, sedikit tegar.
“Kau tidak tau betapa terpukulnya, aku! Anakku, anakku!”. Jawabnya terputus-putus masih tidak bisa menerimanya.
“Yang mulia, aku juga sama sepertimu! Dan juga dengan semua yang ikut menyaksikannya! Aku sudah menganggap Putrimu sebagai Anakku sendiri! Bahkan aku memperlakukan Putrimu, sama seperti aku memperlakukan Putraku!”. Ratu Gandiki menjelaskannya semakin menegarkannya.
“Anakku, Purindah, memang terlahir dengan dilatar belakangi gugurnya bunga-bunga ditaman didalam Istanaku! Tetapi dibalik kelahirannya itu, istriku, yang baru saja menjadi Ibunya ikut gugur juga bersama bunga-bunga  ditaman didalam Istanaku!”, Raja Wiranata berkata menjelaskannya masih melihat meratapi jasad Putrinya. Ratu Gandiki pun menjadi terdiam karna terkejut setelah mendengarkan penjelasannya.
Kemudian Raja Wiranata pandangannya tertuju pada bunga-bunga yang telah gugur disekitarnya. “Lihatlah bunga-bunga yang telah gugur itu! Bunga-bunga itu seakan-akan ikut mengantarkan kepergian dari Putriku yang malang!”, katanya memerintah memberitahukannya. Semua orang yang mendengarnya pun mulai mengalihkan pandangannya kepada bunga-bunga yang telah gugur itu secara bersamaan.
“Pangeran Karanu, kau harus bahagia karna Putriku telah mati meninggalkanku!”. Raja Wiranata berkata mengalah dengaan melihat ke Pangeran Karanu.
“(Pangeran karanu pun berdiri melihat kepadanya) Mengapa aku harus merasa bahagia, Yang Mulia?”. Tanya Pangeran Karanu sedikit bingung.
“Dulu kau pernah ingin mengusik ketentraman dari kehidupannya! Dan aku, tidak akan pernah bisa melupakan itu!”. Raja Wiranata mengulang menegaskannya keras kepadanya.
Raja Kharisma pun menjadi terdiam melihatnya setelah mendengarnya, Sedangkan Pangeran Karanu mulai memberi salam meminta maaf kepadanya karna kesalahannya diwaktu kemarin.

BHARATAYUDHAserisatu

“Yang Mulia, semestinya kau tidak mengulangnya kembali! Jangan kau menghakiminya dengan caramu yang masih mengingat kejadian itu!”. Ratu Gandiki membujuknya, menyudahinya. Kemudian Raja Wiranata melihat ke Ratu Gandiki.
“Baiklah aku akan melupakan kejadian itu, tapi tidak untuk sekarang! Luka akibat kejadian itu belum sembuh, kemudian ditambah lagi dengan dua luka yang baru! Hari ini, aku baru saja kehilangan Putriku (dengan melihat kembali kejasad Putrinya)! Setelahnya, aku baru saja teringat dengan perkataan salah-satu ptajuritku tadi, jika melalui Putramu lah Putriku melepaskan anugerah keabadiaannya, sehingga membuatnya menjadi mati seperti ini !”.
Raja Wiranata bernada sedikit keras menajamkan dengan melihat ke Pangeran Bheeshma berniat akan menghakiminya juga. 
“Yang Mulia Paman! Sebelumnya aku sama sekali tidak mengetahui hal yang demikian! Dan aku baru saja mengetahuinya saat…?”, Pangeran Bheeshma menciba untuk mengaku jujur akan menjelaskan. Namun mendadak menjadi terhenti saat melihat Raja Wiranata melototkan tajam kedua matanya kepadanya.
Semua orang masih memusatkan perhatiannya kepada Raja Wiranata yang masih menatap Pangeran Bheeshma dengan penuh kemarahan mulai melototkan matanya kecil. Kemudian mengalihkannya kepada Pangeran Karanu yang masih berkabung dengan kedua matanya sedikit bengkak melihat kepadanya. Raja Wiranata pun memakai wajah sedikit sombong tersenyum jahat kepada Pangeran Karanu dan juga akan mengatakan sesuatu.
“Pangeran karanu, kau tidak perlu ikut berkabung atas kematian dari Putriku! Berbahagilah! Hapus airmata buayamu itu sekarang!”, Raja Wiranata berkata menegaskan keras. Pangeran Karanu masih melihatnya mengedipkan lesuh matanya sekali kepadanya.
“Yang Mulia Paman! Aku ikut berkabung karna Putrimu adalah temanku, bukan musuhku! Ku mohon hentikanlah amarahmu! Hormatilah jasad temanku yang masih terbaring dipangkuan teman baruku ini!”, dengan memberi salam permohonan. Raja Wiranata tidak mempedulikannya mengalihkan tatapannya melihat ke Pangeran Bheeshma.
“Pangeran Bheeshma! Aku mengutukmu, kau akan bertemu kembali dengan Putriku pada limaratus tahun kemudian! Kau tidak akan langsung bertemu dengannya! Kau akan mendapat kesulitan dalam mencari reinkarnasi dari Putriku! Dan kau akan menemuinya dengan keadaan yang begitu mengejutkan setelah limaratus tahun lamanya kau mencarinya!”, Raja Wiranata melampiaskan amarahnya dengan mengutuknya.
Ratu Gnadiki yang mendengarnya langsung mengalihkan pandangannya kepada Raja Gandaka, yang masih menatap ke Raja Wiranata diam membisu hanya memdengarkan.  Sementara Pangeran Raika mempunya firasat jika Raja Wiranata akan kembali berkata masih merupakan sebuah kutukan darinya kepada Pangeran Bheeshma. Dan Raja wiranata pun menyambung perkataannya kembali.
“Setelah kau menemukan reinkarnasi dari Putriku! Kau akan mendapatkan kesulitan untuk menyuatukan semua anak-anakmu! Sebelum kau menyatukan semuanya, kau akan menjadi terheran-heran lebih dahulu! Mereka semua anak-anakmu akan terlahir dari rahim yang berbeda! Meskipun kau tidak pernah menitipkan benihmu dirahim-rahim tersebut, namun mereka semua tetaplah menjadi anak kandungmu! Tetapi khusus pada mereka yang memiliki kekuatan spiritual empat macam!”.
Raja Wiranata mengatakan secara menyeluruh dari kutukannya, kemudian menunjuk ke Pangeran Bheeshma semakin menajamkan. “Persiapkanlah dirimu untuk menjalani masa penghukuman untukmu, dariku seperti apa yang aku ungkapkan tadi!”, Raja Wiranata berkata lancang menajamkannya.
Tiba-tiba saja Raja Wiranata mendapat perlawanan dari Ratu Gandiki yang berkata, “tidak”, dengan berjalan menuju kepadanya lalu berhenti didekatnya berjarak tiga langkah. “Kau tidak seharusnya menghukum anakku seperti itu! Hapuskalah penghukuman itu! Tarik kembali kutukan darimu, yang Mulia!”, katanya melawan dengan tersedih memilukan. Raja Wiranata melihat kepadanya.
“Kau tidak bisa memadamkan api yang sudah membara keras didalam diriku…?”, Raja Wiranata berkata menolak. Pangeran karanu langsung memotongnya dengan menawarkan dirinya semdiri.
“Yang Mulia paman, berilah aku juga penghukuman darimu seperti kau memberikan penghukumanmu kepada temanku! Agar aku juga bisa merasakan penderitaan dari penghukumanmu bersama dengan temanku!”, Pangeran karanu menawarkan dirinya demi ikatan persahabatannya kepada Pangeran Bheeshma juga kepada Tuan Putri Purindah. Pangeran Bheeshma melihat kepadannya sedikit terkejut karna perkataannya yang telah menawarkan dirinya sendiri.
“Pangeran Karanu, sudahlah kau jangan melakukan itu!”, kata Pangeran Bheeshma menyudahinya memancingnya untuk menarik perkataannya yang tadi. Namun Pangeran Karanu hanya melihat kepadanya dengan mengedipkan matanya sekali lalu mengangguk pelan.
BHARATAYUDHAserisatu

Raja Kharishma tak berdaya saat akan melihat ke Pangeran Karanu, dan membuatnya tetap melihat ke Raja Wiranata mulai dipenuhi  kecemasan. Sedangkan Raja Wiranata mengangguk kepada Pangeran Karanu akan memberi penghukuman dari kutukannya juga kepadanya.
“Kau telah mencoba menawarkan dirimu sendiri tadi, sama saja kau telah sedikit menantangku! Pangeran Karanu, kau akan bernasib sama dengan Pangeran Bheeshma! Kau akan abadi namun kau terpisah dari Pangeran Bheeshma! Kau akan hidup dalam kesendirian, dalam kesepian yang begitu hebat, melebihi kesepianku yang telah ditinggal pergi Putriku! Dan kau akan bertemu dengan mereka berdua setelah limaratus tahun kemudian!”,Raja Wiranata memberinya penghukuman yang lebih kejam.
Sungguh sebuah penghukuman yang kejam dari kutukannya yang begitu mengerikan. Hingga mereka yang didekatnya menjadi terdiam tak bersuara hanya mendengarkannya memakai wajah yang penuh bertanya-tanya. Kemudian secara tiba-tiba Ratu Gandiki memberanikan dirinya untuk meminta sebuah penyelesaiian dari penghukumannya dari kutukannya itu.
“Yang Mulia, adakah sebuah perisai sebagai penyelasaiian dari kutukan darimu yang kau ucapkan tadi? Agar penderitaan lama mereka dapat dihentikan!“. Tanya Ratu Gandiki kepadanya memakai tatapan yang begitu memohon. Raja Wiranata pun melihat kepadanya dan akan memberi sesuatu yang bisa dijadikan sebagai perisainya.
“Tentu saja kutukan dariku mempunyai perisainya, kau jangan cemaskan itu, Ratu Gandiki! Salah satu perisainya adalah, dari seorang Putri kandung yang akan membebaskan penderitaan dari Pangeran Bheeshma! Akan tetapi Pangeran Karanu harus mendapatkan pembebasannya lebih dahulu!”.
Ratu Gandiki menjadi bingung atas penjelasan yang pertama darinya. Kemudian Raja Wiranata melihat ke Pangeran Karanu.
“Pangeran Karanu, kau harus mendapatkan kebebasanmu dengan menghalangi Pangeran Bheeshma yang akan terbunuh oleh Putri kandungnya sendiri! Karna kalau tidak, maka kau tidak akan pernah mati untuk selamanya! Dan kepada kalian berdua, kalian akan mendapat sebuah petunjuk melalui sebuah mimpi! Aku harap kalian berdua sudah siap untuk itu! Dan kutukan dariku masih tetap berlanjut! Masih ada rahasia dibaliknya!”.
Raja Wiranata menjelaskannya secara panjang lebar namun masih misteri. Setelah menjelaskannya, Raja Wiranata kembali melihat Putrinya dengan menjatuhkan kedua lututnya ketanah memegang kedua tealapak kakinya yang semakin membiru kaku.
“Pangeran Bheeshma, sekarang sudah saatnya kau menikahi Putriku! Aku harus mewujudkan keinginannya yang masih suci! Sebelum aku, kau, dan kita semua akan mengkremasikan jasadnya pada esok hari!”, lalu menunduk kembali meratapi kepergian Putrinya.
Ratu Gandiki menutupi mulutnya dengan kedua telapak tangannya melihatnya, Raja Gandaka bersama kedua saudaranya juga ketiga keponakannya melihat sedikit lega mengharukan kepadanya. Sedangkan Pangeran Bheeshma dipeluk haru oleh Pangeran Karanu, dan Raja Kharishma meneteskan airmatanya karna terharu melihat sisinya sebagai seorang Ayah telah kembali dijiwanya. Dan semua orang didalam istananya yang masih ikut menyaksikan pun serentak menjadi terharu sedikit bahagia.

BHARATAYUDHAserisatu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar