Sabtu, 07 Februari 2015

BHARATAYUDHAserisatu Part-10



             DiKerajaan Gapura, Ratu Gandiki sedang menyiapkan beberapa buah barang yang akan dibawa oleh Raja Gandaka untuk pergi keKerajaan Wigura, dan mungkin akan menginap dalam beberapa hari. Raja Gandaka yang tidak sengaja melihat Ratu Gandiki ketika melewati pintu ruangannya yang terbuka, mengaku bangga karna melihat kesibukannya mempersiapkan beberapa buah barang demi dirinya.
                Sementara Pangeran Bheeshma baru menyadari jika hari ini ia akan pergi keKerajaan Wigura dan mungkin akan menginap dalam beberapa hari menemani Ayahnya, Raja Gandaka. Tidak hanya mereka berdua yang akan pergi keKerajaan Wigura, tetapi juga kedua pamannya, Pangeran Punka dan Pangeran Raika. Pangeran Bheeshma pun mulai bersiap-siap dengan menghadapkan tubuhnya kesebuah cermin diruangannya merapikan bunga diatas telinga kanannya yang kini hanya berkelopak satu buah.
                Beberapa saat kemudian, mereka berempat akan segera pergi melewatkan pintu gerbang istananya. Dengan Raja Gandaka didepan mewakili bersama kereta kencananya. Kemudian dibelakangnya disusul dengan Pangeran Raika sebelah kiri dibelakangnya, Pangeran Bheeshma ditengah dibelakangnya, juga Pangeran Punka disebelah kanan belakangnya. Dan mereka kini mulai benar-benar beranjak pergi keluar Istana saat Ratu Gandiki telah membunyikan sebuah lonceng pemberangkatan.
                Selang waktu berjalan, pasukan Kerajaan Gapura pun telah tiba diKerajaan Wigura memasuki pintu gerbang Istana Wigura. Dan kini mereka berempat bersama-sama berjalan menuju Raja Wiranata yang telah menantinya didepan pintu masuk Istana. Mereka berempat berjalan dengan berbaris secara mendatar. “Selamat datang untuk kalian semua, saudaraku dari Kerajaan Gapura!”. Ucapan selamat datang dari Raja Wiranata kepada mereka berempat yang telah bersama berhenti didepannya.  
                Mereka berempat pun mulai memberikan salam secara bersamaan usainya mendapatkan sambutan kedatangan dari Raja Wiranata.
                “Salam paman, Yang Mulia Raja Wiranata!”. Sapa Pangeran Bheeshma dengan sopan memberi salam, menatap bahagia kepada Raja Wiranata.
                “Terbekatilah kau, Pangeran Bheeshma! Dan semoga panjang umur!”. Raja Wiranata memberi do’a menerima salam Pangeran Bheeshma.
                Usainya melakukan sebuah penyambutan juga penghormatan kepada pasukan dari Kerajaan Gapura, Raja Wiranata mempersilahkan mereka berempat untuk masuk menuju keruangan dimana berbagai makanan telah siap disuguhkan untuk mereka. Disana, Raja Wiranata duduk bersama mereka berempat menikmati hidangan yang telah ada bersama mereka. Dan Pangeran Bheeshma belum terikirkan jika Tuan Putri Purindah tinggal diistana yang kini dikunjunginya.
                Sesudahnya dari ruangan itu, Raja Gandaka kini pun beralih ketempat pelatihan didalam Istana Wigura. Raja Gandaka disana tidaklah seorang diri, tetapi ditemani oleh Raja Wiranata yang masih menyambut kedatangannya dengan baik diKerajaannya. Sementara disekitar pintu gerbang istana Wigura, terlihat sosok Tuan Putri Purindah baru saja datang memasuki pintu masuk kedalam istana usainya berjalan-jalan diluar Istana penuh suka cita bersama ketiga dayang favoritnya.
                Tuan Putri Purindah pun kini akan segera melewati tempat pelatihan Istananya. Ia melewatinya amat santai juga cuek ketika melewati tempat pelatihan Istananya, sambil melihat sosok Ayahnya bersama seseorang yang belum menyita perhatian padanya. Disaat itu juga, Pangeran Bheeshma baru saja mengunjungi tempat pelatihan istana tersebut disaat Tuan Putri Purindah baru saja meninggalkan tempat pelatihan Istana tersebut juga.
                Kemudian Pangeran Bheeshma mengambil busur panah bersama anak panahnya. Lalu akan membidikan anak panahnya ketarget yang sudah dilihatnya tepat didepannya. Ketika akan siap untuk membidiknya, tiba-tiba ada bayangan wajah dari Tuan Putri Purindah dipusarannya sehingga bidikkan anak panahnya pun terlepas menancap sebuah target yang telah diincarnya tadi. Usainya melakukannya, Pangeran Bheeshma pun sontak menjadi tercengang melihat pusaran didepannya.
                Sementara Raja Wiranata bersama Raja Gandaka tiba-tiba saja perhatiannya terpusatkan kepada Pangeran Bheeshma, Lalu beranjak bersama menghampirinya.
                “Sebuah pemandangan yang bagus, Pangeran Bheeshma!”. Puji Raja Wiranata disebelah kirinya. Pangeran Bheeshma menoleh, melihat kepadanya.
                “Terpujilah kau karna kehebatanmu yang indah ini!”. Sambung Raja Gandaka memuji disebelah kanannya. Pangeran Bheeshma menoleh, melihat kepadanya dari Raja Wiranata.
                “Terimakasih, Ayah!”, masih melihat Raja Gandaka dengan senyuman. Raja Gandaka menganggukkan kepalanya pelan menatap Pangeran Bheeshma. Kemudian Pangeran Bheeshma melihat keRaja Wiranata. “Terimakasih, Paman, Yang Mulia Raja Wiranata!”, katanya dengan sedikit tersipu malu. Raja Wiranata pun mengangguk bangga kepadanya. Sesudahnya melakukan, Pangeran bheeshma kembali melihat kepusaran didepannya yang telah tertancapi oleeh anak panahnya.
                Dan disaat itu juga, Pangeran Bheeshma teringat kembali saatnya akan melepaskan bidikan anak panahnya, dimana ia telah lebih dulu melihat bayangan wajah dari Tuan Putri Purindah bermain dipusaran tersebut.

BHARATAYUDHAserisatu

                Dihari kedua masih diistana Wigura, Pangeran Bheeshma telah memilih untuk berjalan-jalan mengelilingi Istana Wigura. Dan kini ia menuju kesebuah tempat masih didalam Istana Wigura, tepatnya ditaman belakang Istana. Ditaman belakang Istana itu, Pangeran Bheeshma menjadi terpesona akan keindahannya, kerapian dari bunga-bunga yang ada didalamnya. Disaatnya masih menikmati pemandangannya itu, tiba-tiba saja ada sesuatu yang jatuh hingga menghentikan langkahnya.
                Dan ternyata sesuatu yang jatuh menghentikan langkahnya itu adalah seekor burung merak yang berada dalam ketidak seimbangan. Melihat kondisinya yang demikian, Pangeran Bheeshma pun mengambilnya, mengangkatnya pelan dan menghadapkan kepala seekor burung merak tersebut didepan wajahnya sendiri. “Kau juga unggas, lalu mengapa kau melihat beberapa unggas lainnya sedang berputar diatasmu!?”, katanya sedikit mengejek, lalu meniup kepala seekor burung merak tersebut.
                Sementara ditempat lain masih ditaman belakang Istana, tampak sosok Tuan Putri Purindah sedang duduk dilesehan tamannya sedang merapikan bunga-bunga yang ada didepannya. Tiba-tiba terdengar suara yang membacakan kembali kata puitisnya yang pernah ditulisnya beberapa waktu yang lalu dari arah belakangnya. Tuan Putri Purindah pun berdiri pelan dan akan membalikkan tubuhnya kebelakang. Sementara orang yang bersuara tadi telah berada dibalik dirinya berjarak tiga langkah.
                Semakin Tuan Putri Purindah akan membalikkan tubuhnya kebelakang, semakin ia merasa segan untuk membalikkan tubuhnya. Dan orang yang tadi bersuara itupun melangkah maju kedepan dengan menunjukkan wajahnya disamping wajah Tuan Putri Purindah. Kini pandangan dari mereka berdua sama-sama lurus kedepan begitupun dengan posisi kepala dari mereka berdua tegak lurus kedepan. Kemudian Tuan Putri Purindah mencoba melirikkan kedua bola matanya keseseorang tersebut.
                “Pangeran Bheeshma!”, sapanya dengan memberanikan diri. Setelah mengetahui jika Tuan Putri Purindah telah mengenali dirinya, Pangeran Bheeshma pun mengarahkan kepalanya kearahnya dengan menatap kedua bola matanya, perlahan mendekati wajahnya. Melihatnya yang demikian, Tuan Putri Purindah semakin memberanikan dirinya untuk menatap kedua bola mata Pangeran bheeshma dengan kakunya. Merekapun kini saling menatapi tanpa mengedipkan kedua matanya.
                Mereka berdua menjadi terbuai karnanya, kemudian Tuan Putri Purindah memajukan kepalanya pelan kepada Pangeran Bheeshma, berharap akan diciumnya. Kedua bola mata Pangeran Bheeshma pun mulai tertuju kebibir Tuan Putri Purindah yang mulai mendekati bibirnya. Namun ketika akan bersentuhan, Pangeran Bheeshma langsung memalingkah wajahnya kembali lurus kedepan. “Tidak, Putri! Hentikan rayuanmu itu!”, Pangeran Bheeshma menolak lembut.
                Tuan Putri Purindah pun memalingkan wajahnya kembali lurus kedepan setelah mendengar bahasa penolakan darinya. Dan Pangeran Bheeshma beranjak pergi meninggalkannya sendiri tanpa berkata sekali lagi.

BHARATAYUDHAserisatu

Esoknya, Tuan Putri Purindah berdiam ditaman belakang istana, ia berjalan menyusuri taman tersebut dengan tatapan kosong memikirkan perkataan dari Pangeran Bheeshma kemarin. Lalu menghentikan langkahnya dengan memejamkan kedua matanya, menunduk. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki kecil datang mendekatinya. “Bukalah kembali kedua matamu!”, perintah dari seseorang didepannya. Tuan Putri Purindah semakin mengeratkan pejaman kedua matanya, menunduk keras.
“Lihatlah diatas telinga kananku ini! Masih terekatkan bunga yang kurekatkan saat pertama kali kita bertemu ditaman diperbatasan! Bunga ini sudah tampak layu dah hanya satu buah kelopak saja yang tersisa! Bahkan kelayuannya akan lebih buruk ketika aku melihatmu begini didepanku!”, katanya kembali menghibur Tuan Putri Purindah yang murung. Kemudian Tuan Putri Purindah membuka kedua matanya kembali melihat Pangeran Bheeshma dengan menegakkan kepalanya perlahan.
Terlihatlah wajah dari Pangeran Bheeshma dengan hembbusan angin menerbangkan setiap helai rambutnya. Dan Pangeran Bheeshma memberinya senyuman mesra menampakan gigi bagian atasnya menggambarkan kebahagian kepadanya.   
                 “Dimana bunga yang kau ceritakan tadi? Mengapa bisa berubah menjadi sehelai bulu merak?”. Tanyanya ketika mengetahui, menatapnya.
                “Bunga itu telah aku simpan ditempat yang aman! Karna aku tidak ingin kehilangan kelopak bunganya yang terakhir!”. Balasnya lembut menjelaskan.
                “Lalu, mengapa kau merekatkan bulu merak itu? Bukannkah kau seharusnya merekatkan sebuah benda yang menyerupai bulan sabit, seperti yang direkatkan oleh Dewa Siwa diatas kepalanya?!”. Tuan Putri Purindah bertanya menegaskan,mengingatkannya.
                “Tidak, Putri! Aku merekatkan bulu merak diatas telinga kananku, karna aku telah melihat kecantikan dari dirimu terpancar dibulu merak ini! Meski diawalnya kau begitu terlihat cemburu kepada seekor burung merak yang telah menciptakan bulu seindah ini!”. Puji Pangeran Bheeshma memakai tatapan serius.
                Tuan Putri Purindah pun menjadi tersipu malu masih menatapnya sesaat setelah mendengar kata pujinya. Kemudian berlari kecil meninggalkan Pangeran bheeshma dengan senyuman manja dibibirnya. Disaat yang sama Pangeran Bheeshma membalikkan tubuhnya melihatnya yang berlari ikut tersenyum dengan bahagianya. Dan mulai merasa ada kelucuan setelah apa yang telah dilakukannya tadi bersama Tuan Putri Purindah.

                                                      BHARATAYUDHAserisatu

BHARATAYUDHAserisatu PART-9



             Kini Pangeran Bheeshma telah kembali keistananya bersama seorang prajuritnya. Sebelum beralih menuju keruangannya, didahulukannya menuju keruangan Raja Gandaka. Karna kepulangannya keistana merupakan sebuah perintah dari Raja Gandaka yang sebagai Ayahnya. “Salam, Ayah!”, sapanya memberi salam tepat disamping Ayahnya, berdiri bersama secara berdampingan. Raja Gandaka pun menerima salam darinya dengan menyerongkan badannya kekiri menghadap ke Pangeran Bheeshma dengan menatapnya, begitupun dengan Pangeran Bheeshma.
         “Sebelumnya, jelaskanlah kepada Ayahmu ini! Mengapa kau pergi dengan menetap ditaman perbatasan daripada kembali keIstanamu ini? Tidakkah kau sangat mengetahui, jika kau berada disana maka bahaya akan siap menyerangmu, Anakku!”. Perkataan Raja Gandaka menginvestigasikannya memakai tatapan menajamkan, Pangeran Bheeshma pun mengetahui tatapannya menerimanya terdiam.
                “Tidak, Ayah! Itu tidak akan terjadi padaku! Karna tujuanku dengan menetap disana hanya ingin ikut merasakan pengorbanan seo….?”. Pangeran Bheeshma membantah halus. Belum sepenuhnya meluruskan penjelasannya, Raja Gandaka langsung memotongnya.
                “Pengorbanan seorang gadis! Apakah itu yang akan kau perjelaskan padaku!”. Sambungnya memotong bernada tegas, semakin menajamkan tatapannya.
                Mendengar sambungan perkataan dari Ayahnya yang memotong itu, Pangeran Bheeshma mulai tak berdaya menatap kedua matanya. Kedua matanya yang seolah-olah menggambarkan rasa tidak sukanya atas apa yang telah dilakukan Pangeran Bheeshma saatnya masih berdiam diperbatasan. Dan Pangeran Bheeshma masih menatap Ayahnya semakin terdiam belum berani mengedipkan kedua matanya. Sedangkan Ayahnya memalingkan tatapan dinginnya kearah lain darinya.
Melihat Ayahnya yang kini seperti itu, Pangeran Bheeshma pun memberanikan diri untuk berbicara kembali masih menatapnya terdiam menjadi begitu kaku.
“Ayah, Ibu pernah mengatakan sesuatu kepadaku! Ibu pernah mengatakan, Ibu pernah melihat sosok mata yang mencariku disaat aku tidak ada didepan matanya! Ada sosok mata yang mengkhawatirkanku, disaat aku sedang tidak berada didekatnya! Dan sosok mata yang dibicarakan oleh Ibu, adalah merupakan sosok mata dari….?”, tiba-tiba saja menjadi terhenti saat ketika akan melanjutinya karna dilihatnya kalau Ayahnya berpaling melihat kepadanya kembali.
“Pergilah, Anakku! Pergilah!”. Kata pengusirannya dengan amarahnya.
Mendengar perintah kerasnya itu juga dengan tatapan yang begitu marah, Pangeran Bheeshma hanya memberi salam perlahan disambung matanya yang mulai berkaca-kaca menatap Ayahnya. Kemudian beranjak melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan Ayahnya. Begitu berat yang dirasakannya didalam hatinya, yang harus melewati ruangan Ayahnya dengan kondisi amarah dari Ayahnya yang belum stabil. Sementara Ayahnya masih mengacuhkannya tanpa melihat kepadanya.
Sesampainya melewati memasuki kedalam ruangannya, Pangeran Bheeshma menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya. Ia dibayangi bisikan-bisikan keras dari Ayahnya yang telah diterimanya tadi. Ia pun melihat disekeliling didalam ruangannya lalu berputar mendengarkan bisik-bisikan keras dari Ayahnya yang kini sudah menggema luas disemua sisi didalam ruangannya. Dan kini Pangeran Bheeshma telah masuk dibawah kesadarannya memasuki permainan emosi diimajinasinya.

BHARATAYUDHAserisatu

                Dikerajaan Wigura telah kedatangan seorang tamu. Seorang tamu yang merupakan seorang Guru dari kota Kamspir. Kedatangannya diKerajaan Wigura karena diundang langsung oleh Raja Wiranata. Sedangkan Raja Wiranata yang baru saja mengetahuinya, langsung membawanya kepada Putrinya disalah-satu tempat didalam istananya. “Putriku!”, sapa Raja Wiranata sesampainya disana dibelakang Putrinya bersama Guru dari kota Kamspir.
                Sang Tuan Putri pun membalikkan tubuhnya menghadap Ayahnya yang sedang bersama seseorang. “Ini adalah Guru Kamspir! Guru yang akan mengajarimu tentang ilmu spiritual yang telah ada didalam dirimu sewaktu masih kecil!”, kata pengenalin Raja Wiranata sambil menunjukannya kepada Putrinya. Sang Tuan Putri pun mengangguk menerima melihat kepadanya. Kemudian Raja Wiranata pergi meninggalkan usainya mengenalkan Guru Kamspir kepada Putrinya.
                “Didalam dirimu telah mengalir sebuah Kekuatan Spiritual Abu-Abu sewaktu kau masih kecil! Disaat kau masih berusia lima tahun! Dan kekuatan ini mempunyai sisi keabadian!”, Guru Kamspir memulai dengan menerawangnya. Sang Tuan Putri melihatnya, menatapnya biasa. Kemudian dijelaskannya jika tubuhnya tidak akan pernah terluka selama kekuatan itu masih mengalir didarahnya. Tidak hanya itu, Sang Tuan Putri juga tidak akan pernah mati karena sisi keabadian dari Kekuatan Spiritual Abu-Abu.
                Lalu Sang Tuan Putri menanyai perihal dari kekuatan yang ada pada dirinya kepada Guru Kamspir dengan memakai wajah penuh bertanya-tanya.
                “Sampai kapan kekuatan ini mengalir didarahku? Apakah penjelasan darimu itu adalah takdir hidupku dimasa hidupku mendatang?”.   
                “Pertanyaanmu begitu cerdas, Tuan Putri! Hanya satu jawabanku untuk pertanyaanmu itu, “Iya”!”. Dengan rasa sedikit bangga terhadapnya.
                Mendengar pertanyaan cerdasnya tadi, membuat Guru Kamspir teringat kembali kepada muridnya yang dahulu sebelum bertemu dengan Sang Tuan Putri. Sedangkan Sang Tuan Putri masih memikirkan tentang kekuatan spiritual yang masih mengalir didarahnya.

                                                  BHARATAYUDHAserisatu

Jumat, 06 Februari 2015

BHARATAYUDHAserisatu Part-8



             Kini diIstana Gapura telah diadakannya sebuah rapat bersama beberapa Kearajaan disekitarnya. Kurang lebih Sembilan Raja dari Kerajaan masing-masing ikut serta turut menghadiri sebuah rapat  tersebut, sedangkan yang telah diundang untuk ikut serta adalah duabelas kerajaan. Dan diketiga Kerajaan selanjutnya tidak bisa menghadirkan seorang Raja dari Kerajaan tersebut karna ada suatu halangan. Sebagai gantinya diwakili oleh ketiga Pangeran dari ketiga Kearajaan tersebut.
               Begitupun dengan Pangeran Bheeshma yang ikut hadir didalam persidangan tersebut dengan duduk diantara kedua pamannya. Rapat tersebut diadakan untuk membicarakan kerjasama megenai hasil perkebunan dari Kerajaan masing-masing yang ikut hadir didalamnya. Dengan bertujuan agar semua rakyat dari Kerajaan masing-masing bisa mendapat kepuasan dalam menikmati hasil perkebunan juga bisa diterima baik oleh semua rakyatnya.
              Selang   beberapa   menit   kemudian,   semua    Raja    juga ketiga Pangeran yang mewakili sudah menyetujuinya  dengan  baik  dalam  menerima,  memberi  keputusannya.  Raja Gandaka  yang  mengetahui langsung mengucapkan terimakasih kepada mereka dan akan mengakhiri rapat tersebut. Dan kini Raja Gandaka yang bersama Ratu Gandiki ditahtanya mendirikan dirinya untuk menerima salam penghormatan dari semua tamunya yang mengikuti rapat tersebut.
Mereka semua pun beranjak menujunya dengan bergantian penuh suka cita memberinya salam penghormatan, begitupula dengan Raja Gandaka bersama Ratu Gandiki menerimanya penuh suka cita. Sementara itu, Raja Gandaka juga Ratu Gandiki tidak mengetahui jika Pangeran Bheeshma telah menghilang dari ruangan persidangannya, tempat diadakannya sebuah rapat yang sudah berlalu beberapa saat.
Dan mereka berdua mulai menyadarinya saat kedua pamannya berjalan mendekati mereka berdua lalu berhenti didekatnya, dihadapannya..
“Diamana, Anakku!?”. Tanya Raja Gandaka ketika mengetahui Pangeran Bheeshma tidak bersama kedua pamannya.
“Tuanku, anak kita begitu cepat meninggalkan ruangan dipersidangan ini!”. Sambung Ratu Gandiki dengan melihat-lihat disudut-sudut ruangan persidangan..
“Anakmu telah pergi keluar Istana, saudaraku! Dan yang paling mengerti perasaan Pangeran Bheeshma hanyalah Pangeran Raika!”. Pangeran Punka memberitahukannya melihat ke Raja gandaka. Lalu menoleh ke Pangeran Raika disebelah kanannya, menggodanya.
“Tenanglah Kakak, begitupun dengan kau, kakak Ipar! Pangeran Bheeshma hanya ingin mahir dalam menunggangi kudanya! Jadi berikanlah kesempatan itu kepadanya! Agar rasa percaya dalam dirinya lebih besar tetapi tidak sampai menyombongkan dirinya sendiri!”. Ungkap Pangeran Raika menenangkan keduanya.
Ratu Gandiki menjadi merasa sedikit tenang setelah mendengarnya. Begitupula Raja Gandaka yang melototkan matanya pelan kepada kedua saudaranya kemudian menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan.

BHARATAYUDHAserisatu

                Sementara disana, Pangeran Bheeshma yang masih dalam perjalanan mencoba berhenti dengan menuruni dirinya dari menunggangi kudanya. Kemudian melanjutinya dengan berjalan kecil dengan membawa kudanya. Dan tiba-tiba saja menjadi terhenti saat ketika melihat seorang Putri ada didepannya dari arah kirinya melewati dinding belokan dikejauhan. Seorang Putri itu membelakanginya belum mengethui jika ada seseorang berada dibelakangnya dikejauhan berdiam meperhatikannya.
                Pangeran Bheeshma pun menjadi setengah terpaku melihatnya masih dikejauhan yang belum diketahuinya siapa sebenarnya diri dari seorang Putri tersebut. Kemudian seorang Putri itupun membalikkan tubuhnya kearah Panggeran Bheeshma masih dikejauhan. Disaat itu juga Pangeran Bheeshma mengetahui siapa  dari seorang Putri tersebut sehingga membuatnya sedikit tak berdaya masih memegangi kudanya dikejauhan. Dan ternyata seorang Putri tersebut adalah Tuan Putri Purindah.
                Tuan Putri Purindah yang tak sengaja melihatnya juga, menantikan langkah dari Pangeran Bheeshma yang kini telah  tuk mencoba mendekatinya bersama kudanya. Kemudian Tuan Putri Purindah mengarahkan pandangannya kebunga yang masih merekat diatas telinga kanan dari Pangeran Bheeshma. Sedangkan Pangeran Bheeshma masih menatapi wajahnya penuh tanya dihatinya. Dan tanpa mereka berdua sadari, mereka berdua telah menikmati pertemuan yang tidak disengaja itu.
                Tuan Putri Purindah kembali menatap wajahnya, lalu melangkahkan mundur kakinya pelan. Dan tiba-tiba pada langkah kesepuluh berjalan mundur terlihat Raja Wiranata memegang keras lengannya kemudian membawanya pergi tanpa mengetahui Pangeran Bheeshma ada bersama Putrinya. Pertemuan yang tidak sengaja itupun berakhir saat itu juga.

Beberapa saat kemudian . . . .

                Kini orang-orang Kerajaan Wigura telah dalam perjalanan pulang meninggalkan perbatasan. Raja Wiranata begitu terlihat tenang menunggangi kudanya sambil melihat-lihat disekitarnya. Para prajuritnya pun merasakan kedamaiian namun tetap masih mengawasi disekitarnya. Begitupula dengan Tuan Putri Purindah menekukkan kedua lutut kakinya dengan melipatkan kedua tangannya diatas lekukkan kedua lutut kakinya berdiam hening didalam tandunya.
                Kemudian mengarahkan pandangannya kearah samping kanannya dimana kain tandunya yang terbuka. Dan tanpa disangka olehnya, ia kembali menemui sedang Pangeran Bheeshma berjalan bersamanya menunggangi kudanya bersebelahan dikejauhan. mereka berduapun hanya bersama menatap kaku tak ada senyum terpancar dari bibir keduanya. Namun mereka berdua kembali menikmati indahnya sebuah pertemuan dengan Pangeran Bheeshma yang telah mengejarnya tadi.
                Dan Tuan Putri Purindah menghentikannya dengan memberi isyarat agar tidak mengikutinya lagi kepada Pangeran Bheeshma dikejauhan yang masih berjalan menunggangi kudanya. Tuan Putri Purindah pun menggelengkan kepalanya serta memiohon kepadanya untuk tidak melanjutkannya memakai tatapan haru meyakinkan. Dan Pangeran Bheeshma yang mulai mengerti langsung menghentikan kudanya sambil melihatnya masih berjalaan pergi menjauh bersama pasukannya.
                “Aku akan menunggumu, sebagaimana dirimu telah menungguku kemarin! Begitupula dengan dirimu yang begitu menghawatirkan diriku kemarin, aku menghawatirkan dirimu saat ini!”. Kata hati Pangeran Bheeshma masih berdiam meratapi kepergian Tuan Putri Purindah bersama Ayahnya dan pasukannya.

BHARATAYUDHAserisatu

                Didalam Istana Gapura, Ratu Gandiki terlihat begitu cemas. Ia mengkhawatirkan Putranya yang belum juga kembali sementara fajar sebentar lagi akan terbenam. Bayangan negative pun mulait erbesit dibenaknya, “Pertanda apakah ini?”, bisikannya dengan rasa cemas mendalam. Kemudian Ratu Gandiki menuju keruagan Pangeran Raika. “Salam, Pangeran Raika!”, katanya memberi salam setibanya diruangan Pangeran Raika, dibelakangnya. Kemudian mereka berdua pun duduk bersama.
                “Pangeran Raika, tentu kau sudah mengetahui jika keponakanmu itu belum kembali keIstana! Bahkan saat fajar akan terbenam seperti yang kau lihat kini!”. Kata Ratu Gandiki menegaskan kecemasannya.
                “Tentu aku sudah mengetahuinya, kakak ipar!”. Pangeran raika membalasnya santai menatapnya.
                Kemudian Pangeran Raika memberinya surat yang telah dikirim Pangeran Bheeshma untuknya. Didalam suratnya tertulis, jika Pangeran Bheeshma mengabarkan kalau dirinya baik-baik saja dan akan kembali beberapa hari kemudian karna ada suatu alasan tertentu.

Beberapa hari kemudian . . . .

                Pangeran Bheeshma telah memilih untuk menginap ditaman perbatasan karna ingin merasakan pengorbanan dari Tuan Putri Purindah karna menunggunya dan rela  menginap ditaman perbatasan tersebut hanya ingin bertemu dengan dirinya. Tuan Putri Purindah menginap ditaman perbatasan itu masih menggunakan fasilitas juga ditemani beberapa dayangnya dan juga beberapa prajuritnya. Yang bertugas menjaganya agar tetap aman dari kejadian yang tidak diinginkan.
                Sedangkan Pangeran Bheeshma menginap ditaman perbatasan itu hanya seorang diri beratapkan langit.  Disetiap harinya ia merasakan panasnya matahari disiang hari. Dinginnya dimalam hari dan juga harus rela kebasahan saat hujan mulai turun membanjiri dengan airnya. Dan jika perutnya sudah mulai terasa lapar, ia harus berjuang mencari sebuah pohon yang sedang berbuah agar bisa mengisi perutnya yang sedang kosong.
                Dan kini Pangeran Bheeshma sedang mengistirahatkan dirinya bersantai dipinggir pada bibir sebuah danau. Lalu mencerminkan wajahnya sendiri diair danau tersebut yang masih terlihat tenang. Kemudian dilihatnya bunga yang masih merekat diatas telinga kanannya yang sudah teramat layu. Kemudian mengambilnya pelan dengan kelopak bunganya yang gugur kembali, dan tiba-tiba saja dirinya menjadi terkejut dari teriakan seseorang yang memanggil namanya.
                Setelah diketahuinya, seseorang yang memanggilnya tadi dengan teriakan adalah salah-satu dari prajurit dari Istaananya. Prajurit tersebut membawakan sebuah pesan agar dirinya segera pulang karena ada suatu kepentingan yang melibatkan dirinya. Sebuah pesan dari Ayahnya yang juga memintanya untuk menemani Ayahnya ketika akan menginap diIstana Kerajaan Wigura. Setelah mendengarkan sebuah pesan dari Ayahnya melalui seorang prajuritnya, Pangeran Bheeshma pun mulai bergegas untuk pulang bersama prajuritnya.

BHARATAYUDHAserisatu

BHARATAYUDHAserisatu Part-7



           Tuan Putri Purindah masih memikirkan hal yang dialaminya kemarin, saatnya bertemu dengan Pangeran Bheeshma. Lalu ia beranggapan jika Pangeran Bheeshma lebih peduli terhadap seekor burung merak yang muncul secara tiba-tiba diantara mereka dibanding terhadap dirinya. Dan tidak mengetahui apa yang telah dilakukan Pangeran Bheeshma usainya pergi meninggalkan. Dan Tuan Putri Purindah kini pun hanya berpihak pada pemikiran dari dirinya saja.
                Sementara pada malam harinya, Pangeran Bheeshma diIstananya mendadak menjadi memikirkan Tuan Putri Purindah. Kemudian menjadi hening seketika dengan berdiam diri merenung. Dan menjadi terhenti saat Ratu Gandiki datang menemuinya sebab mempunyai bisikan jika Pangeran Bheeshma membutuh penghiburannya. Dan kini Ratu Gandiki telah berada disampingnya yang beralih berdiri dijendela didalam ruangannnya.
                “Anakku! Berbagilah kegundahan yang kau rasakan kini kepada Ibumu ini!”. Perintahnya lembut menatapnya.
                “Tidakkah Ibu melihat bulan purnama dilangit itu? Dia tak selalu ada, namun disaat dia ada semua orang memujanya, Ibu!”. Katanya bernada pelan menatapi bulan purnama.
                Ratu Gandiki pun mengerti bahasanya, kemudian mencoba membongkar sebuah rahasia yang pernah terjadi saat Pangeran Bheeshma  masih berada dikota Kamspir. Diceritakannya, kalau Tuan Putri Purindah telah menunggunya hanya ingin bertemu dengannya kurang lebih lima hari. Tuan Putri Purindah memilih untuk berdiam ditaman perbatasan dengan membangun sebuah tenda tanpa pulang keIstananya. Karena disaat itu Ayahnya sedang menginap diKerajaan Karita.
                Dan hampir setiap pagi harinya Tuan Putri Purindah mendatangi pintu gerbang Istana Gapura hanya untuk melihat dan bisa bertemu dengannya. Hingga pada suatu hari Tuan Putri Purindah dipaksa pulang karna kepulangan Ayahnya yang terbilang cepat. Usai sudah Ratu Gandiki menceritakannya. Dan Pangeran Bheeshma hanya mendengarkannya dengan masih menatap bulan purnama tanpa menoleh sejenak tuk melihat kepadanya.
                Kemudian Ratu Gandiki beranjak pergi meninggalkannya. Sedangkan Pangeran Bheeshma masih berdiri dijendelanya menatapi bulan purnama sambil berkata dalam hatinya. “Kata pertama yang aku keluarkan saat menyapamu adalah kata Putri! Bukankah aku harus menyapamu dengan kata Tuan sebelum kata Putri! Tapi mengapa aku selalu tidak terfikirkan untuk menyapamu dengan kata Tuan!”, menarik pelan nafasnya lalu menghebuskannya kembali disambung dengan matanya berkaca-kaca.
                 Sementara Tuan Putri Purindah disana, mulai membaringkan tubuhnya ditempat tidurnya untuk beristirahat. Kemudian memanggil dayang Naura untuk menceritakan kembali sifat mulia dari Pangeran Bheeshma semasa kecil sebagai dongeng penghantar tidurnya. Dayang Naura pun menceritakannya kembali dengan duduk disebelahnya hingga dirinya benar-benar terlelap dalam tidurnya. Begitupula dengan Pangeran Bheeshma yang sudah setengah berbaring ditempat tidurnya.
                Lalu membaringkan lurus tubuhnya sambil memegangi bunga diatas telinganya dan menjadi tertidur seketika dengan tangannya masih memegangi bunga diatas telinganya.

BHARATAYUDHAserisatu

                Esok paginya, kegundahan yang masih dirasakan oleh Tuan Putri Purindah menyetrum ke Pangeran Bheeshma. Dan kegundahan yang telah menyetrum ke Pangeran Bheeshma dapat disaksikan saat dirinya sedang melakukan sarapan pagi bersama keluarganya. Disitu, Pangeran Bheeshma terlihat tidak bersemangat saat akan mengambil makanannya, ia hanya mengaduk makanannya pelan tanpa sekalipun memakannya.
                Raja Ganda yang bersama Ratu Gandiki saling bertatapan sesaat mengetahuinya, didepannya dalam satu meja. Kemudian Raja Gandaka bersama Ratu Gandiki memalingkan penglihatannya kepada kedua pamannya sambil mengisyaratkan agar mereka mengalihkan kegundahan pada Pangeran Bheeshma. Kedua pamannya itupun sudah mengerti dan akan mengajak Pangeran Bheeshma mempelajari kembali tentang pelepasan ilmu spiritual.

Beberapa saat kemudian . . . .
               
                Kini Pangeran Bheeshma telah berada ditaman didalam istananya bersama kedua pamannya. Mereka bertiga duduk dengan berhadapan dengan membentuk segitiga. Dimana Paman Punka disudut kirinya menyerong ke Pangeran Bheeshma, dan Paman Raika disudut kanannya menyerong ke Pangeran Bheeshma. Kedua pamannya itupun bersama menatap ke Pangeran Bheeshma yang masih gundah mengacuhkan mereka berdua.
Kemudian paman Punka dan paman Raika memulai pembicaraannya dengan mengajaknya untuk belajar kembali demi mengalihkan kegundahan darinya.
                “Maafkan keponakanmu ini, paman! Karna keponakanmu ini sedang tidak bersemangat untuk melanjutkan pembelajaran yang kau ajukan kembali, yang Juga merupakan sebuah perintah dari Guru Kamspir!”. Kata maafnya Pangeran Bheeshma dengan melihat kedua pamanya secara bergantian.
                “Jika memang kau tidak bersemangat pada saat ini, maka lepaskanlah bunga yang masih merekat diatas telinga kananmu itu! Bunga itu sudah layu dan warnanya sudah kekuning-kuningan….?”. Paman Raika memerintah sedikit menajamkan dengan melihat bunga diatas telinga kanan Pangeran Bheeshma. Pangeran Bheeshma berkata menolak, memotongnya.
                “Sangat tidak mungkin aku melakukan perintahmu itu, paman! Karna saat pertama aku merekatkan bunga ini diatas telinga kananku, aku sama sekali tidak pernah mencoba melepaskannya dari telinga kananku ini! Aku hanya melepaskannya saat aku membasuh rambutku saja! Jadi bagaimana bisa aku melakukan apa yang telah paman perintahkan padaku tadi!”. Ungkapnya memotong menjelaskan sambil menunjukkan bunga diatas telinga kanannya lalu memeganginya..
                “Keponakanku, aku tidak berniat mmerintahkanmu dengan yang demikian! Aku hanya memancing agar kau terbuka padaku, juga pada paman Punkamu ini!”. Katanya menyudahi disertai senyuman bangga.
                Paman Punka pun ikut tersenyum disebelahnya. Kemudian Pangeran Bheeshma beranjak beralih kepada kedua pamannya lalu menidurkan kepalanya diantara pangkuan kedua pamannya dengan manja. Dan paman Punka pun mengelus rambut dari Pangeran Bheeshma menenangkannya hingga membuatnya tertidur karna terbawa oleh suasana yang amat menyejukan. Melihatnya yang tertidur, paman Punka dan paman Raika masih mencoba memanjakannya hingga makin terlelap dalam tidurnya.
                Kedua pamannya itu mempunyai sebuah keahlian yang mengerti tentang keadaannya. Dimulai dengan paman Punka, ia paling mengerti apa yang menjadi keinginan dari Pangeran Bheeshma. Dan paman Raika, ia paling mengerti apa yang sedang terjadi kepadanya, mengenali perasaan dari Pangeran Bheeshma. Maka dari dua hal itulah yang membuat seorang Pangeran Muda, Pangeran Bheeshma Gandaki begitu menyayangi kedua pamannya.


BHARATAYUDHAserisatu