Sabtu, 07 Februari 2015

BHARATAYUDHAserisatu PART-9



             Kini Pangeran Bheeshma telah kembali keistananya bersama seorang prajuritnya. Sebelum beralih menuju keruangannya, didahulukannya menuju keruangan Raja Gandaka. Karna kepulangannya keistana merupakan sebuah perintah dari Raja Gandaka yang sebagai Ayahnya. “Salam, Ayah!”, sapanya memberi salam tepat disamping Ayahnya, berdiri bersama secara berdampingan. Raja Gandaka pun menerima salam darinya dengan menyerongkan badannya kekiri menghadap ke Pangeran Bheeshma dengan menatapnya, begitupun dengan Pangeran Bheeshma.
         “Sebelumnya, jelaskanlah kepada Ayahmu ini! Mengapa kau pergi dengan menetap ditaman perbatasan daripada kembali keIstanamu ini? Tidakkah kau sangat mengetahui, jika kau berada disana maka bahaya akan siap menyerangmu, Anakku!”. Perkataan Raja Gandaka menginvestigasikannya memakai tatapan menajamkan, Pangeran Bheeshma pun mengetahui tatapannya menerimanya terdiam.
                “Tidak, Ayah! Itu tidak akan terjadi padaku! Karna tujuanku dengan menetap disana hanya ingin ikut merasakan pengorbanan seo….?”. Pangeran Bheeshma membantah halus. Belum sepenuhnya meluruskan penjelasannya, Raja Gandaka langsung memotongnya.
                “Pengorbanan seorang gadis! Apakah itu yang akan kau perjelaskan padaku!”. Sambungnya memotong bernada tegas, semakin menajamkan tatapannya.
                Mendengar sambungan perkataan dari Ayahnya yang memotong itu, Pangeran Bheeshma mulai tak berdaya menatap kedua matanya. Kedua matanya yang seolah-olah menggambarkan rasa tidak sukanya atas apa yang telah dilakukan Pangeran Bheeshma saatnya masih berdiam diperbatasan. Dan Pangeran Bheeshma masih menatap Ayahnya semakin terdiam belum berani mengedipkan kedua matanya. Sedangkan Ayahnya memalingkan tatapan dinginnya kearah lain darinya.
Melihat Ayahnya yang kini seperti itu, Pangeran Bheeshma pun memberanikan diri untuk berbicara kembali masih menatapnya terdiam menjadi begitu kaku.
“Ayah, Ibu pernah mengatakan sesuatu kepadaku! Ibu pernah mengatakan, Ibu pernah melihat sosok mata yang mencariku disaat aku tidak ada didepan matanya! Ada sosok mata yang mengkhawatirkanku, disaat aku sedang tidak berada didekatnya! Dan sosok mata yang dibicarakan oleh Ibu, adalah merupakan sosok mata dari….?”, tiba-tiba saja menjadi terhenti saat ketika akan melanjutinya karna dilihatnya kalau Ayahnya berpaling melihat kepadanya kembali.
“Pergilah, Anakku! Pergilah!”. Kata pengusirannya dengan amarahnya.
Mendengar perintah kerasnya itu juga dengan tatapan yang begitu marah, Pangeran Bheeshma hanya memberi salam perlahan disambung matanya yang mulai berkaca-kaca menatap Ayahnya. Kemudian beranjak melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan Ayahnya. Begitu berat yang dirasakannya didalam hatinya, yang harus melewati ruangan Ayahnya dengan kondisi amarah dari Ayahnya yang belum stabil. Sementara Ayahnya masih mengacuhkannya tanpa melihat kepadanya.
Sesampainya melewati memasuki kedalam ruangannya, Pangeran Bheeshma menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya. Ia dibayangi bisikan-bisikan keras dari Ayahnya yang telah diterimanya tadi. Ia pun melihat disekeliling didalam ruangannya lalu berputar mendengarkan bisik-bisikan keras dari Ayahnya yang kini sudah menggema luas disemua sisi didalam ruangannya. Dan kini Pangeran Bheeshma telah masuk dibawah kesadarannya memasuki permainan emosi diimajinasinya.

BHARATAYUDHAserisatu

                Dikerajaan Wigura telah kedatangan seorang tamu. Seorang tamu yang merupakan seorang Guru dari kota Kamspir. Kedatangannya diKerajaan Wigura karena diundang langsung oleh Raja Wiranata. Sedangkan Raja Wiranata yang baru saja mengetahuinya, langsung membawanya kepada Putrinya disalah-satu tempat didalam istananya. “Putriku!”, sapa Raja Wiranata sesampainya disana dibelakang Putrinya bersama Guru dari kota Kamspir.
                Sang Tuan Putri pun membalikkan tubuhnya menghadap Ayahnya yang sedang bersama seseorang. “Ini adalah Guru Kamspir! Guru yang akan mengajarimu tentang ilmu spiritual yang telah ada didalam dirimu sewaktu masih kecil!”, kata pengenalin Raja Wiranata sambil menunjukannya kepada Putrinya. Sang Tuan Putri pun mengangguk menerima melihat kepadanya. Kemudian Raja Wiranata pergi meninggalkan usainya mengenalkan Guru Kamspir kepada Putrinya.
                “Didalam dirimu telah mengalir sebuah Kekuatan Spiritual Abu-Abu sewaktu kau masih kecil! Disaat kau masih berusia lima tahun! Dan kekuatan ini mempunyai sisi keabadian!”, Guru Kamspir memulai dengan menerawangnya. Sang Tuan Putri melihatnya, menatapnya biasa. Kemudian dijelaskannya jika tubuhnya tidak akan pernah terluka selama kekuatan itu masih mengalir didarahnya. Tidak hanya itu, Sang Tuan Putri juga tidak akan pernah mati karena sisi keabadian dari Kekuatan Spiritual Abu-Abu.
                Lalu Sang Tuan Putri menanyai perihal dari kekuatan yang ada pada dirinya kepada Guru Kamspir dengan memakai wajah penuh bertanya-tanya.
                “Sampai kapan kekuatan ini mengalir didarahku? Apakah penjelasan darimu itu adalah takdir hidupku dimasa hidupku mendatang?”.   
                “Pertanyaanmu begitu cerdas, Tuan Putri! Hanya satu jawabanku untuk pertanyaanmu itu, “Iya”!”. Dengan rasa sedikit bangga terhadapnya.
                Mendengar pertanyaan cerdasnya tadi, membuat Guru Kamspir teringat kembali kepada muridnya yang dahulu sebelum bertemu dengan Sang Tuan Putri. Sedangkan Sang Tuan Putri masih memikirkan tentang kekuatan spiritual yang masih mengalir didarahnya.

                                                  BHARATAYUDHAserisatu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar