Senja hari, matahari mulai sedikit demi sedikit
menenggelamkan dirinya, juga cahayanya mulai sedikit redup. Pangeran Bheeshma
yang tak bisa menghalau apa yang dirasakannya kini, mencoba menghibur dirinya sendiri
dengan menyaksikan matahari yang sebentar lagi akan terbenam menjemput sang
malam. Udara yang tadinya terasa hangat, sekarang mulai terasa sedikit dingin.
Hembusan anginnya pun begitu terasa kuat menyapu desiran pasir didalam
ketenangannya.
Begitupula
dengan langit yang tadinya masih berwarnakan jingga, kini telah berubah
berwarnakan biru sedikit kegelapan memunculkan bintang-bintang yang belum
tertampak sempurna. Pangeran Bheeshma yang masih dalam keadaan yang sama,
tiba-tiba saja terusik dengan kedatangan seorang prajurit yang datang menyampaikan
sebuah perintah kepadanya. Seorang prajurit tersebut menyampaikan sebuah
perintah kepadanya agar segera menemui Raja Gandaka diruangannya.
Beberapa saat kemudian . . . .
Dan
kini Pangeran Bheeshma telah berada diruangan Raja Gandaka, duduk bersama
dihadapan Raja Gandaka yang telah bersama Ratu Gandiki. Mereka akan
membincangkan sesuatu.
“Anakku,
Pangeran Bheeshma Gandaki! Sudah tibanya kau diasingkan untuk belajar disebuah
kota, tepatnya diperbatasan Kerajaan Gapura dengan Kerajaan Wigura”. Raja
Gandaka memberitahukannya dengan melihat kepadanya.
“Putraku!
Kau harus dapat menguasai keempat jenis ilmu spiritual yang nantinya akan
berguna bagi dikehidupanmu!”. Sambung Ratu Gandiki dengan melihat kepadanya
juga.
“Apakah
itu merupakan sebuah perisai bagi kehidupanku, Ayah? Sebab aku baru
mendengarnya sekrang, Ibu!”. Pangeran Bheeshma bertanya dengan melihat ke Raja
Gandaka, kemudian melihat ke Ratu Gandiki.
“Pertanyaanmu
akan terjawab setelah kau mempelajari keempat jenis ilmu spiritual itu, nak!
Bersabarlah, karna suatu hari nanti kau akan mengerti!”. Raja Gandaka
meyakinkan, menatapnya serius.
“Kau
jangan takut! Kau akan ditemani oleh kedua pamanmu dari Ayahmu!”. Sambung Ratu
Gandiki menegarkan, menatapnya sedikit menyemangatkan.
“Dan
mereka berdua kini ada dibelakangmu! Lihatlah!”. Raja Gandaka menunjukinya
dengan senyuman.
Kemudian
Pangeran Bheeshma berdiri membalikkan tubuhnya kebelakang begitupun
pandangannya. Ternyata mereka berdua adalah paman yang amat disayangi olehnya
sedari dulu. Dan ia pun berlari kecil menuju kedua pamannya itu, lalu memeluk
keduanya secara bersamaan dari arah depan dari kedua pamannya. Kemudian kembali
menoleh melihat ke Raja Gandaka bersama Ratu Gandiki yang masih duduk ditempatnya
dengan tertawa kecil.
“Kau
sudah mengetahui, Ayah, dari kecil aku suka sekali memeluk kedua saudaramu ini
secara bersamaan! Dan baru saja aku telah melakukannya kembali!”, ungkap
Pangeran Bheeshma penuh bangga masih melihat Raja Gandaka. Raja Gandaka yang
juga melihatnya menjadi tertawa kecil sedikit tersentuh karnanya, begitu juga
dengan Ratu Gandiki. Usainya berkata, Pangeran Bheeshma kembali memeluk kedua
pamannya secara bersamaan kembali penuh suka cita.
Dimasa
kecilnya, kedua paman dari Ayahnya lah yang membantu merawat dirinya. Saat Raja
Gandaka dan Ratu Gandiki sedang sibuk mengurusi pemerintahan dikerajaannya.
Dari semasanya kecil hingga sekarang, Pangeran Bheeshma terus memanggil kedua
pamannya itu dengan sebutan “Paman Punka Bheeshma”, dan “Paman Raika Bheeshma”.
Ia menyertakan namanya sendiri hanya ingin semua orang diIstana tau jika kedua
pamannya itu hanya miliknya seorang.
Pangeran
Bheeshma selalu mendengar, mengikuti nasihat dari kedua pamannya ketika akan
melakukan suatu tindakan bila tidak mendapat kepuasan dari nasihat kedua orang
tuanya. Sebab itulah Pangeran Bheeshma menjadi seorang Pangeran yang cerdas,
cerdik, menyenangkan, berjiwa besar dan bijaksana seperti yang pernah terlihat
beberapa waktu yang lalu.
BHARATAYUDHAserisatu
Kini
sudah tibanya Pangeran Bheesma untuk meninggalkan Istananya pergi kesebuah kota
diperbatasan. Yang mana sebagai tempatnya untuk belajar empat jenis ilmu
spiritual. Pangeran Bheeshma kini pun meminta restu kepada Raja Gandaka dan Ratu
Gandiki memberi salam, sebelum beranjak pergi melewati pintu gerbang Istananya.
Raja Gandaka bersama Ratu Gandiki pun menerima, memberi salam restunya
melepaskannya dengan ikhlas sedikit keharuan disenyuman dibibir mereka.
Dan
kini Pangeran Bheeshma mulai menaiki kereta kencananya dengan Paman Punka
disamping kirinya juga dengan Paman Raika disebelah kanannya menunggangi kuda.
Mereka bertiga pun mulai beranjak pergi meninggalkan. Ratu Gandiki yang masih
berdiri melihat kepergiannya yang telah melewati pintu gerbang Istana, berlari
kecil menghentikan prajurit yang akan menutup kembali pintu gerbang Istananya.
Raja
Gandaka yang melihatnya seperti itu, hanya tersenyum haru memakluminya.
Sementara Ratu Gandiki mejadi hening seketika menutup kedua matanya perlahan. Merasakan
suasana yang semakin hening, semakin ia mengeratkan kedua matanya hingga
meneteskan airmatanya. Ketika membuka kedua matanya kembali, tiba-tiba saja
terlihat seorang Tuan Putri dari Kerajaan Wigura berada tepat dihadapan
wajahnya dengan memberi salam kepadanya.
Dan Ratu Gandiki menerima salam darinya
disertai sebuah senyuman kecil melihat kepadanya.
Kemudian seorang Tuan Putri dari Kerajaan Wigura
menyeka airmatanya dengan kedua jari tangan kanannya, jari telunjuk dengan jari
tengahnya. Membentuk seperti huruf “V”.
“Ibu
Ratu, tersenyumlah! Jika kau tersenyum, maka kau menggambarkan sebuah senyuman
dari Pangeran Bheeshma dihadapanku!”. Kata penghiburannya masih menyeka airmata
Ratu Gandiki, dengan menatapnya.
“Terimakasih,
nak! Kau tidak hanya indah saat kau dilahirkan saja! Tetapi juga hati yang kau
miliki sama indahnya dengan gugurnya bunga yang dulu telah menyambut
kelahiranmu!”. Puji Ratu Gandiki menatapnya. Tuan Putri dari Kerajaan Wigura mulai
melepaskan kedua jarinya dari menyeka airmatanya pelan.
“Ibu
Ratu, aku bisa menggambarkan sebuah senyuman dari Pangeran Bheeshma melalui
dirimu! Tetapi mengapa aku tidak bisa menggambarkan kesedihan darinya melalui
dirimu juga?”. Pertanyaan Tuan Putri dari Kerajaan Wigura memakai tatapan ingin
mengetahui kepadanya.
“(Sedikit
hening menatap diam) Itu karna…..?”. Tuan Putri dari Kerajaan Wigura memotong.
“Itu
karna Pangeran Bheeshma tidak pernah terlihat sedang bersedih, Ibu Ratu!”.
Jawaban memotongnya dengan wajah yang teramat girang penuh pengharapan.
Usainya
mengatakan itu, ia pun menggenggam kedua telapak tangan Ratu Gandiki dengan
kedua telapak tangannya dengan mengangkatnya pelan keaatas. Ratu Gandiki
menjadi bertambah hening menatap kaku kepadanya setelah apa yang dilihatnya
barusan. Dan Tuan Putri dari Kerajaan Wigura itupun mulai menatapnya dengan
mata berbinar-binar mengeratkan genggamannya juga akan berkata kembali.
“Ibu
Ratu, dimana Pangeran Bheeshmaku?”. Katanya bertanya halus namun mengejutkan
Ratu Gandiki.
“Di,
dia….?”. Jawab Ratu Gandiki sedikit gugup. Tuan Putri dari Kerajaan Wigura
kembali memotong.
“Aku
sudah mengetahuinya, Ibu Ratu! Pangeran Bheeshmaku pasti sedang tidak berada
diIstananya! Janjiku, aku akan tetap menunggunya!”.
Kemudian
Tuan Putri dari Kerajaan Wigura melepaskan genggamannya dari kedua telapak
tangan Ratu Gandiki perlahan kebawah disertai senyuman manis dibibirnya, lalu
memberi salam kepada Ratu Gandiki untuk berpamitan kembali pulang keIstananya. Ratu
Gandiki pun menerima salam darinya juga mempersilahkannya dengan sebuah
senyuman disertai kecemasan. Kemudian menjadi lega saat melihat Tuan Putri dari
Wigura telah pergi melewati pintu gerbang Istana.
BHARATAYUDHAserisatu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar