Rabu, 04 Februari 2015

BHARATAYUDHAserisatu Part-3



             Senja hari, matahari mulai sedikit demi sedikit menenggelamkan dirinya, juga cahayanya mulai sedikit redup. Pangeran Bheeshma yang tak bisa menghalau apa yang dirasakannya kini, mencoba menghibur dirinya sendiri dengan menyaksikan matahari yang sebentar lagi akan terbenam menjemput sang malam. Udara yang tadinya terasa hangat, sekarang mulai terasa sedikit dingin. Hembusan anginnya pun begitu terasa kuat menyapu desiran pasir didalam ketenangannya.
                Begitupula dengan langit yang tadinya masih berwarnakan jingga, kini telah berubah berwarnakan biru sedikit kegelapan memunculkan bintang-bintang yang belum tertampak sempurna. Pangeran Bheeshma yang masih dalam keadaan yang sama, tiba-tiba saja terusik dengan kedatangan seorang prajurit yang datang menyampaikan sebuah perintah kepadanya. Seorang prajurit tersebut menyampaikan sebuah perintah kepadanya agar segera menemui Raja Gandaka diruangannya.

Beberapa saat kemudian . . . .

                Dan kini Pangeran Bheeshma telah berada diruangan Raja Gandaka, duduk bersama dihadapan Raja Gandaka yang telah bersama Ratu Gandiki. Mereka akan membincangkan sesuatu.
                “Anakku, Pangeran Bheeshma Gandaki! Sudah tibanya kau diasingkan untuk belajar disebuah kota, tepatnya diperbatasan Kerajaan Gapura dengan Kerajaan Wigura”. Raja Gandaka memberitahukannya dengan melihat kepadanya.
                “Putraku! Kau harus dapat menguasai keempat jenis ilmu spiritual yang nantinya akan berguna bagi dikehidupanmu!”. Sambung Ratu Gandiki dengan melihat kepadanya juga.
                “Apakah itu merupakan sebuah perisai bagi kehidupanku, Ayah? Sebab aku baru mendengarnya sekrang, Ibu!”. Pangeran Bheeshma bertanya dengan melihat ke Raja Gandaka, kemudian melihat ke Ratu Gandiki.
                “Pertanyaanmu akan terjawab setelah kau mempelajari keempat jenis ilmu spiritual itu, nak! Bersabarlah, karna suatu hari nanti kau akan mengerti!”. Raja Gandaka meyakinkan, menatapnya serius.
                “Kau jangan takut! Kau akan ditemani oleh kedua pamanmu dari Ayahmu!”. Sambung Ratu Gandiki menegarkan, menatapnya sedikit menyemangatkan.
                “Dan mereka berdua kini ada dibelakangmu! Lihatlah!”. Raja Gandaka menunjukinya dengan senyuman.
                Kemudian Pangeran Bheeshma berdiri membalikkan tubuhnya kebelakang begitupun pandangannya. Ternyata mereka berdua adalah paman yang amat disayangi olehnya sedari dulu. Dan ia pun berlari kecil menuju kedua pamannya itu, lalu memeluk keduanya secara bersamaan dari arah depan dari kedua pamannya. Kemudian kembali menoleh melihat ke Raja Gandaka bersama Ratu Gandiki yang masih duduk ditempatnya dengan tertawa kecil.
                “Kau sudah mengetahui, Ayah, dari kecil aku suka sekali memeluk kedua saudaramu ini secara bersamaan! Dan baru saja aku telah melakukannya kembali!”, ungkap Pangeran Bheeshma penuh bangga masih melihat Raja Gandaka. Raja Gandaka yang juga melihatnya menjadi tertawa kecil sedikit tersentuh karnanya, begitu juga dengan Ratu Gandiki. Usainya berkata, Pangeran Bheeshma kembali memeluk kedua pamannya secara bersamaan kembali penuh suka cita.
                Dimasa kecilnya, kedua paman dari Ayahnya lah yang membantu merawat dirinya. Saat Raja Gandaka dan Ratu Gandiki sedang sibuk mengurusi pemerintahan dikerajaannya. Dari semasanya kecil hingga sekarang, Pangeran Bheeshma terus memanggil kedua pamannya itu dengan sebutan “Paman Punka Bheeshma”, dan “Paman Raika Bheeshma”. Ia menyertakan namanya sendiri hanya ingin semua orang diIstana tau jika kedua pamannya itu hanya miliknya seorang.
                Pangeran Bheeshma selalu mendengar, mengikuti nasihat dari kedua pamannya ketika akan melakukan suatu tindakan bila tidak mendapat kepuasan dari nasihat kedua orang tuanya. Sebab itulah Pangeran Bheeshma menjadi seorang Pangeran yang cerdas, cerdik, menyenangkan, berjiwa besar dan bijaksana seperti yang pernah terlihat beberapa waktu yang lalu.

BHARATAYUDHAserisatu

                Kini sudah tibanya Pangeran Bheesma untuk meninggalkan Istananya pergi kesebuah kota diperbatasan. Yang mana sebagai tempatnya untuk belajar empat jenis ilmu spiritual. Pangeran Bheeshma kini pun meminta restu kepada Raja Gandaka dan Ratu Gandiki memberi salam, sebelum beranjak pergi melewati pintu gerbang Istananya. Raja Gandaka bersama Ratu Gandiki pun menerima, memberi salam restunya melepaskannya dengan ikhlas sedikit keharuan disenyuman dibibir mereka.
                Dan kini Pangeran Bheeshma mulai menaiki kereta kencananya dengan Paman Punka disamping kirinya juga dengan Paman Raika disebelah kanannya menunggangi kuda. Mereka bertiga pun mulai beranjak pergi meninggalkan. Ratu Gandiki yang masih berdiri melihat kepergiannya yang telah melewati pintu gerbang Istana, berlari kecil menghentikan prajurit yang akan menutup kembali pintu gerbang Istananya.
                Raja Gandaka yang melihatnya seperti itu, hanya tersenyum haru memakluminya. Sementara Ratu Gandiki mejadi hening seketika menutup kedua matanya perlahan. Merasakan suasana yang semakin hening, semakin ia mengeratkan kedua matanya hingga meneteskan airmatanya. Ketika membuka kedua matanya kembali, tiba-tiba saja terlihat seorang Tuan Putri dari Kerajaan Wigura berada tepat dihadapan wajahnya dengan memberi salam kepadanya.
 Dan Ratu Gandiki menerima salam darinya disertai sebuah senyuman kecil melihat kepadanya.
Kemudian seorang Tuan Putri dari Kerajaan Wigura menyeka airmatanya dengan kedua jari tangan kanannya, jari telunjuk dengan jari tengahnya. Membentuk seperti huruf “V”.
                “Ibu Ratu, tersenyumlah! Jika kau tersenyum, maka kau menggambarkan sebuah senyuman dari Pangeran Bheeshma dihadapanku!”. Kata penghiburannya masih menyeka airmata Ratu Gandiki, dengan menatapnya.
                “Terimakasih, nak! Kau tidak hanya indah saat kau dilahirkan saja! Tetapi juga hati yang kau miliki sama indahnya dengan gugurnya bunga yang dulu telah menyambut kelahiranmu!”. Puji Ratu Gandiki menatapnya. Tuan Putri dari Kerajaan Wigura mulai melepaskan kedua jarinya dari menyeka airmatanya pelan.
                “Ibu Ratu, aku bisa menggambarkan sebuah senyuman dari Pangeran Bheeshma melalui dirimu! Tetapi mengapa aku tidak bisa menggambarkan kesedihan darinya melalui dirimu juga?”. Pertanyaan Tuan Putri dari Kerajaan Wigura memakai tatapan ingin mengetahui kepadanya.
                “(Sedikit hening menatap diam) Itu karna…..?”. Tuan Putri dari Kerajaan Wigura memotong.
                “Itu karna Pangeran Bheeshma tidak pernah terlihat sedang bersedih, Ibu Ratu!”. Jawaban memotongnya dengan wajah yang teramat girang penuh pengharapan.
                Usainya mengatakan itu, ia pun menggenggam kedua telapak tangan Ratu Gandiki dengan kedua telapak tangannya dengan mengangkatnya pelan keaatas. Ratu Gandiki menjadi bertambah hening menatap kaku kepadanya setelah apa yang dilihatnya barusan. Dan Tuan Putri dari Kerajaan Wigura itupun mulai menatapnya dengan mata berbinar-binar mengeratkan genggamannya juga  akan berkata kembali.
                “Ibu Ratu, dimana Pangeran Bheeshmaku?”. Katanya bertanya halus namun mengejutkan Ratu Gandiki.
                “Di, dia….?”. Jawab Ratu Gandiki sedikit gugup. Tuan Putri dari Kerajaan Wigura kembali memotong.
                “Aku sudah mengetahuinya, Ibu Ratu! Pangeran Bheeshmaku pasti sedang tidak berada diIstananya! Janjiku, aku akan tetap menunggunya!”.
                Kemudian Tuan Putri dari Kerajaan Wigura melepaskan genggamannya dari kedua telapak tangan Ratu Gandiki perlahan kebawah disertai senyuman manis dibibirnya, lalu memberi salam kepada Ratu Gandiki untuk berpamitan kembali pulang keIstananya. Ratu Gandiki pun menerima salam darinya juga mempersilahkannya dengan sebuah senyuman disertai kecemasan. Kemudian menjadi lega saat melihat Tuan Putri dari Wigura telah pergi melewati pintu gerbang Istana.


BHARATAYUDHAserisatu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar