“Hidup Yang Mulia Raja Gandaka! Yang akan segera memasuki ruangan Yang
Mulia Ibu Ratu Gandiki!”. Seruan para pelayan, prajurit menginformasikannya
dengan lantang. Dan kini Raja Gandaka telah duduk bersama Ratu Gandiki
disamping tempat tidur secara berhadapan didalam ruangan Ratu Gandiki. Mereka akan
mendiskusikan sesuatu saling melihat satu-sama lain.
“Ada apa suamiku?”. Ratu Gandiki memulai.
“Apakah Putra
kita sudah pergi keperbatasan untuk menemui seorang Putri dari Kerajaan
Wigura?”. Tanya Raja Gandaka sedikit khawatir.
“Tenanglah
sedikit, suamiku! Putra kita, tentu dia sudah tau apa yang harus dilakukannya
disana! Aku mendapati sebuah firasat, jika semuanya akan baik-baik saja!”. Ratu
Gandiki mencoba menenangkan.
Kemudian Raja
Gandaka mulai tersenyum menerimanya masih melihat kepadanya, meski diwajahnya
masih ada sedikit rasa khawatir. Sebelumnya, Raja Gandaka memerintahkan
Pangeran Bheeshma untuk menemui seorang Putri dari Wigura karena dorongan dari
sesuatu. Namun setelahnya, Raja Gandaka menghawatirkannya ketika mengingat
sosok Raja Wiranata yang merupakan Ayah dari seorang Putri dari Wigura.
Sementara yang
terjadi diperbatasan disana, terlihat seorang Putri dari Wigura sedang memetik
bunga sambil menari-nari, berlokasi ditaman perbatasan. Dia tampak bahagia
bahkan lebih tampak bahagia saat menciumi bunga-bunga yang kini digenggamannya.
Kemudian seorang Putri dari Wigura membacakan isi kata puitis yang sempat
ditulisnya didalam surat kepada Pangeran Bheeshma. Dan Tuan Putri Purindah melakukannya dengan berjalan kecil.
“Kau bagaikan air
yang memadamkan api! Kau tau bagaimana cara membuat Ayahku tenang! Kau bagaikan
matahari yang memberi cahayanya setelah berawan….?”, ketika akan melanjuti isi
kata putisnya tiba-tiba saja ada yang menyambungnya dari arah belakangnya.
Langkahnya saat itupun menjadi terhenti sekeetika. “Dan kau ingin menikah
denganku!”, sambung orang itu dari arah belakangnya menegaskan. Kemudian
seorang Putri dari Wigura itupun membalikkan tubuhnya kearah belakangnya.
Kemudian ia
mendapati sosok Pangeran bheeshma yang masih berjalan menujunya memasang wajah begitu
serius terhadapnya. Seorang Putri dari Wigura pun kembali menyambung isi kata
puitisnya, membetulkannya. “Aku ingin menikah de….?”, tiba-tiba terhenti
seketika saat Pangeran Bheeshma sudah berada dihadapannya menatapnya masih
memakai wajah serius terhadapnya.
“Cukup kau ada
disini, Putri! Seperti Dewa Siwa yang menempatkan kakak ipar dari Dewi Sati
dikepalanya!”. Dengan menunjukkan bunga diatas telinganya bernada pelan.
“Kalau memang
begitu, kau sama saja seperti Dewa Krishna yang menempatkan bulu merak dikepalanya
disebelah kanannya juga!”. Memperjelaskanya.
Kemudian,
tiba-tiba ada seekor burung merak berbulu indah berwarnakan hijau muncul
menghampiri mereka berdua. Seorang Putri dari Wigura itupun menjadi terkejut
juga merasa aneh melihatnya. Sedangkan Pangeran Bheeshma mengambil burung merak
itu lalu menggendongnya dengan perasaan bahagia. Seorang Putri dari Wigura yang
bersamanya itupun menjadi terpaku kesal meninggalkan. Karna merasa bahwa kehadirannya
setengah tidak dianggap oleh Pangeran Bheeshma.
Sementara
Pangeran Bheeshma masih terpesona karna burung merak yang masih digendongnya tersebut
belum menyadari kepergian dari seorang Putri dari Wigura. Lalu menyadarinya
ketika akan menunjukkan burung merak yang digendongnyatersebut kepada seorang
Putri dari Wigura yang kini dilihatnya sudah pergi masih tampak dikejauhan.
Pangeran Bheeshma pun menjadi terdiam meratapi kepergiannya dengan masih
menggendong burung meraknya.
BHARATAYUDHAserisatu
Pangeran Bheeshma
kembali melanjuti pembelajarannya tentang keempat jenis ilmu spiritual melalui
kedua pamannya. Dan mereka kini telah memilih ditaman dalam istana untuk
belajar dan mengajar agar terlihat lebih santai. Mereka melakukannya dengan
bergantian menatap satu dengan yang lainnya.
“Kekuatan
Spiritual Merah adalah sebuah kekuatan yang bisa memberi signal kepada Kekuatan
Spiritual Kuning, Putih, dan Abu-Abu!”. Paman Punka memulai dengan menatap
Pangeran Bheeshma, Pangeran Bheeshma menatapnya kembali.
“Kekuatan Spiritual
Putih dan Abu-Abu bisa dijadikan sebuah perisai! Namun hanya satu yang memiliki
keabadian!”. Sambung paman Raika dengan menatap Pangeran Bheeshma. Begitupun
Pangeran Bheeshma menatapnya kembali.
“Tetapi tetap
saja hanya satu kekuatan yang bisa dijadikan sebagai perisai seutuhnya! Yaitu
kekuatan yang memiliki sisi keabadian! Dan itu merupakan Kekuatan Spiritual
Abu-Abu!”. Kembali paman Punka melakukannya seperti tadi.
“Dan itu bisa
dilakukan saat akan dilakukannya sebuah Ritual Pelepasan Ilmu Spiritual! Dan
aku mohon, jelaskanlah apa yang dimaksudkan dengan “Pelepasan Ilmu Spiritual”,
itu?”. Jawab Pangeran Bheeshma memohon sambil melihat kedua pamannya.
“Saudaraku,
Pangeran Raika! Jelaskanlah segera kepada Pangeran Muda kita ini!”, mengajak
dengan menoleh ke Pangeran Raika, lalu melihat Pangeran Bheeshma kembali.
Dan Pangeran
Raika yang sebagai pamannya itupun akan menjelaskannya. Bahwa jika Ritual
Pelepasan hanya bisa diadakan ketika bila Kekuatan Spiritual Merah telah
memberi signal dari ketiga kekuatan spiritual yang lain. Untuk memberi signal
tersebut tidaklah mudah. Karna harus bertemu dengan kekuatan spiritual lainnya
agar bisa saling menyambung. Sebelumnya butuh kerja keras untuk mengumpulkan
keempat ilmu spiritual tersebut agar bisa melakukan sebuah Ritual Pelepasan.
Begitu juga
dengan formasi saat melakukan Ritual Pelepasan haruslah melakukan sebuah
formasi yang sebenarnya. Susunan formasinya adalah didahulukan dengan Kekuatan
Spiritual Merah yang harus berdampingan dengan Kekuatan Spiritual Kuning. Kedua
kekuatan spiritual itu sangatlah penting, karna jika formasinya berbeda maka
penyambungan signal kepada Kekuatan Spiritual Putih dan Abu-Abu tidak akan
tersambung.
Dan bisa mengakibatkan kesakitan yang hebat pada
orang yang memilikinya. Namun tidak akan sampai merenggut nyawanya. Dan
Pangeran Bheeshma pun menjadi sedikit ngeri setelah menyimak tentang resiko
akibat kesalahan dari melakukan Ritual Pelepasan Spiritual.
BHARATAYUDHAserisatu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar