Kota Kamspir adalah sebuah kota yang kini Pangeran Bheeshma
diami selama beberapa hari kedepan. Pangeran Bheeshma disana layaknya hidup
dihutan, bertemankan pohon yang rindang, serta tiga buah tenda untuk berteduh,
juga dipagari segitiga kayu bakar disekelilingnya sebagai penerangan pada malam
harinya. Melihat keadaan kota Kamspir yang seperti itu, tentu seorang Pangeran
akan merasa terkejut ketika melihatnya karna berbeda dengan apa yang telah diharapkannya.
Namun
tidak dengan Pangeran Bheeshma dari Kerajaan Gapura ini, justru ia telah menganggap
kota yang sekarang didiaminya ini merupakan sebuah kota yang terbilang unik.
Dan sebagai tujuannya adalah hanya untuk belajar bukan untuk memamerkan jati
dirinya yang sebenarnya. Ia juga tidak sedikitpun membawa fasilitas yang
dimilikinya selama tinggal diIstananya. Biarlah saja orang diIstananya yang
menjaga semua fasilitas miliknya.
Hari
ini merupakan hari kedua Pangeran Bheeshma mendiami kota Kamspir, sebuah kota
yang sama layaknya berdiam dihutan jauh dari keramaiian. Didalam kondisi hari
yang berawan, Pangeran Bheesma pun beranjak pergi untuk menemui Gurunya. Tepat
disebelah kanan didekat kayu bakar yang memagari tendanya.
“Salam,
Guru!”. Sapanya dengan memberi salam dibelakang Gurunya.
“Akulah
Guru kamspir! Dan kau hari ini telah resmi menjadi muridku! Langkahkan kakimu
kedepan tepat disampingku! Kemudian lihatlah keempat wadah yang berisi cairan
didepanmu!”. Perintahnya memulai.
Pangeran
Bheeshma menuruti perintahnya, dan kini telah berada disamping Gurunya.
Kemudian Pangeran Bheeshma melihat keempat wadah berisi cairan tersebut lalu
bertanya, “Guru Kamspir! Apa yang dimaksud dengan keempat wadah yang berisi
cairan itu? Dimana pada masing-masing wadahnya terlihat warna yang berbeda!”.
Guru Kamspir telah mendengar pertanyaan darinya yang cerdas, kemudian mencoba tuk
menjelaskan kepadanya secara rinci. Pangeran Bheeshma pun menyimaknya.
Pertama,
Guru Kamspir memulai dengan mengenali dirinya. Guru kamspir merupakan
kepanjangan dari Guru Kampung Spiritual. Dan kota Kamspir, itu hanya merupakan
sebuah nama ilusi. Nama yang sebenarnya kota kamspir adalah kota Kamboja. Namun
karna terkenal dengan kehebatan Guru Kamspir, maka kota Kamboja lebih dikenal
sebagai kota Kamspir bagi rakyat disekitarnya. Dan juga sudah menyebar luas
dimana-mana.
Sesudahnya menjelaskan kota
Kamspir dan mengenalkan dirinya, Guru Kamspir mengambil wadah yang berisi
cairan berwarna merah tersebut. Kemudian menunjukkannya kepada Pangeran
Bheeshma, sedikit akan menjelaskannya.
Pengenalan Kekuatan Spiritual Merah. . . .
Cairan yang berwarna merah diwadah
tersebut disebut “Kekuatan Spiriual Merah”. Kekuatan Spiritual Merah bisa
diberikan kepada bayi yang masih didalam rahim. Dan hanya berfungsi saat
didalam rahim untuk memperkuat kehidupannya hingga terlahir kedunia. Namun
ketika diusia dewasanya, Kekuatan Spiritual Merah dapat mengenali seseorang
yang juga memiliki hubungan khusus. Kekuatan Spiritual Merah juga mampu
mengenali seseorang dengan mengingat kejadian dimasa lampau (Seseorang yang
memiliki hubungan khusus).
Pangeran Bheeshma yang menyimaknya
tadi mengaku terpuaskan atas penjelasan dari Gurunya, dan kini mulai
mengamatinya dengan melihat wadah berisi cairan merah tersebut.
BHARATAYUDHAserisatu
DiKerajaan
Wigura, Tuan Putri Purindah pergi meninggalkan Istananya tanpa memakai sebuah
tandu bersama ketiga dayang favoritnya menuju keperbatasan. Ia ingin sekali
bertemu dengan Pangeran Bheeshma yang begitu didambakannya. Setelah kemarin
dirinya sempat ditentang Ayahnya untuk pergi keperbatasan bersama ketiga dayang
favoritnya. Dan sekarang Tuan Putri Purindah merasa bebas karna Ayahnya
diundang oleh Kerajaan Karita untuk menginap kurang lebih lima hari kedepan.
Setibanya
disana, Tuam Putri Purindah melihat Ratu Gandiki dengan tak terduga olehnya sedang
memetik tiga buah bunga, tepatnya disebuah taman diperbatasan. Tuan Putri
Purindah yang masih melihatnya mulai berlari kecil tuk menghampirinya, dan kini
telah berada disebelah Ratu Gandiki. “Salam, Ibu Ratu!”, sapanya lembut,
memberi salam. Kemudian Ratu Gandiki melihatnya disebelah kirinya.
“Tuan Putri Purindah, sedang apa
kau disini?”. Ratu Gandiki menyapanya dengan bertanya sedikit terkejut.
“Ibu
Ratu, apakah yang sedang Ibu Ratu pikirkan ketika memetik ketiga bunga ini?”.
Tuan Putri Purindah menjawabnya dengan kembali bertanya kepadanya dengan
melihat ketiga bunga tersebut.
“Putraku,
Pangeran Bheeshma Gandaki, selalu merekatkan bunga diatas telinga kanannya!”.
Ratu Gandiki terbuka kepadanya tertuju
pada ketiga bunga yang telah dipetiknya.
“Jadi,
Pangeran Bheeshmaku selalu merekatkan bunga diatas telinga kanannya?”. Tanyanya
sekali lagi ingin mendapat kejelasan lebih, mulai menatap kepadanya.
“Iya,
nak! Bahkan, dia tidak pernah melepaskannya hingga dia pergi kesuatu kota untuk
belajar tentang ilmu spiritual!”. Ungkap Ratu Gandiki semakin terbuka, membalas
tatapan darinya.
“Jadi,
aku tidak bisa bertemu lagi dengannya sekarang? Ibu Ratu, Ayahku telah menginap
diKerajaan Karita kurang lebih lima hari kedepan! Apakah Pangeran Bheeshma akan
datang menemuiku sebelum Ayahku kembali dari Kerajaan Karita?”. Tanyanya
kembali menatap cemas.
Sontak
Ratu Gandiki menjadi terdiam menatapnya sedikit tajam. Kemudian Tuan Putri
Purindah menyambung katanya kembali. “Ibu Ratu, aku akan setia menunggunya
disini! Tolong rahasiakan ini dari siapapun, aku memohon kepadamu! Biar saja
aku yang memberitahunya melalui sebuah surat!”, katanya dengan tatapan keseriusan,
meyakinkan. Sedangkan Ratu Gandiki hanya menganggukkan kepalanya pelan masih
menatapnya sedikit tajam setelah mendengar kata tekadnya.
Kemudian
Tuan Putri Purindah mulai memerintahkan prajuritnya untuk membangun sebuah
tenda ditaman perbatasan. Dan tiba-tiba saja ia kembali terbayang saat Pangeran
Bheeshma berputar memutari dirinya sesaat ketika melihat ditempat yang kemarin
sempat didiaminya bersama Pangeran Bheeshma, masih disekitar taman perbatasan
tersebut.
BHARATAYUDHAserisatu
Beberapa hari kemudian . . . .
Sudah
hampir empat hari Pangeran Bheeshma mempelajari keempat jenis ilmu spiritual
dikota Kamspir. Menjelang kepulangannya, Gurunya kembali menguji kemampuan
ingatannya atas apa yang telah dipelajarinya. Dan kini mereka berdua sedang
duduk bersama secara berhadapan juga saling berpandangan.
“Muridku,
aku ingin kau mengulang kembali tentang keempat ilmu spiritual yang telah kau
pelajari selama beberapa hari dari kemarin! Kau sungguh cepat menangkapnya, dan
sekarang kau jelaskanlah kembali padaku! Semoga saja kau masih mengingatnya!”.
Perintahnya menyinggung.
“Kekuatan
Spiritual Merah, hanya terlahir saat bayi masih berada didalam kandungan.
Fungsinya hanya terjadi pada dua fase kehidupan. Fase yang pertama berfungsi
didalam rahim untuk menguatkan kehidupannya hingga terlahir kedunia. Dan fase yang kedua akan kembali aktif diusia
dewasanya. Tidak hanya itu, Kekuatan Spiritual Merah juga dapat mengenali
seseorang yang memiliki hubungan khusus, begitupun dengan kemampuannya dapat
mengingat kejadian dimasa lampau!”. Jawabnya penuh keyakinan.
“Lalu
bagaimana dengan Kekuatan Spiritual Kuning? Kekuatan Spiritual kuning hanya
dapat dilahirkan saat bayi sudah terlahir disaat usianya lima hari kemudian.
Dan apakah ada persamaan dengan Kekuatan Spiritual Merah?”. Tanyanya dengan
tajam.
“Tidak,
Guru! Mereka sangat berbeda! Kekuatan Spiritual Kuning hanya bisa menyambung
saat bila sudah mendapat signal dari Kekuatan Spiritual Merah!”. Jawabnya
menolak masih dengan kepercayaan dirinya.
“Begitupun
dengan Kekuatan Spiritual Putih dengan Abu-Abu! Keduanya sama-sama memiliki
sebuah perisai! Namun yang memiliki keabadian hanya salah-satu dari kekuatan
Spiritualnya…?”. Belum sempat meluruskannya, Pangeran Bheeshma langsung memotongnya
lebih dulu.
“Guru,
maaf sebelumnya! Guru hanya menjelaskan tentang kesamaan keduanya! Keduanya sama-sama
memiliki sebuah perisai namun hanya salah-satunya saja yang memiliki sisi keabadian!”.
Jawabnya polos dengan memotong pembicaraan. Guru kamspir memotong, membalasnya.
“Jika
memang benar begitu, maka jelaskanlah lebih kuat mana Kekuatan Spiritual Putih
dengan Kekuatan Spiritual Abu-Abu?”. Perintahnya lagi membuat Pangeran bheeshma
menjadi sedikit tidak percaya diri.
“Keduanya
memang dapat dijadikan sebuah perisai! Namun tetap ada perbedaan dari
keduanya!”. Dengan tatapan sedikit tidak percaya diri kepada Gurunya.
“Jelaskanlah!
Aku ingin mendengarnya langsung dari bibirmu! Sebelum aku mendengar dari orang
terdekatmu!”. Perintahnya kembali dengan tatapan menuntut kepada Pangeran
Bheeshma.
“Bila
seseorang yang memiliki Kekuatan Spiritual Putih menjadi perisai seseorang yang
memiliki Kekuatan Spiritual Abu-Abu, Kekuatan Spiritual Putih hanya bisa
menghilangkan kekuatannya saja. Tidak dengan keabadiannya. Sedangkan jika
Kekuatan Spiritual Abu-Abu yang menjadi perisainya, maka seseorang yang
memiliki Kekuatan Spiritual Putih akan bersih dari kekuatannya. Dan bisa
disebut sebagai manusia yang murni!”. Penjelasannya panjang lebar.
Guru
kamspir pun menepukan kedua telapak tangannya setelah mendengar penjelasan
darinya yang dianggapnya sempurna. Kemudian Guru Kamspir memerintahkannya untuk
belajar lagi lebih mengenal Keempat Ilmu Spiritual melalui kedua pamannya. Dan
Pangeran Bheeshma hanya berdiam menerimanya. mengangguk.
Malam harinya . . . .
Menjelang
hari kepulangannya yang semakin dekat, Pangeran Bheeshma diberi tugas yang
begitu aneh oleh Gurunya. Tugas yang pertama, ia harus membakar semua kayu
bakar yang memagari mengelilingi tiga buah tendanya. Tak ada pilihan lain,
Pangeran Bheeshma pun menerimanya, melakukannya sesuai dengan perintah dari Gurunya.
Esok paginya . . . .
Pangeran
bheeshma diberi tugas yang kedua, ia harus mengambil air dari sungai untuk
dituangkan kesumur sebanyak duapuluh ember. Pangeran Bheeshma pun melakukannya
dengan seorang diri juga sedikit kebasahan dan peluh membasahi kepalanya.
Pada sore harinya . . . .
Pangeran
Bheeshma diminta untuk berdiri menyaksikan matahari terbenam dimulai dari jam
lima sore, dan ini merupakan tugas yang ketiga dari Gurunya. Ia pun kembali
melakukannya dengan seorang diri berdiri tegak menyaksikan matahari dalam
keadaan setengah turun hingga matahari benar-benar akan terbenam sempurna.
Sementara pada malam harinya . . . .
Kini
pada malam harinya, Pangeran Bheeshma diminta untuk tidur lebih awal oleh
Gurunya. Dan mungkin ini merupakan tugas yang keempat untuknya, yang mungkin
bisa membuatnya sedikit untuk beristirahat. Dan itu dapat dinikmatinya setelah
usainya ikut makan malam bersama Gurunya juga kedua pamannya. Usainya menikmati
makan malam bersama Gurunya juga kedua pamannya, Pangeran Bheeshma memberi
salam kepada mereka kemudian pergi
meninggalkan mereka dengan kelegaan.
Sedangkan
Gurunya juga kedua pamannya menjadi tertawa saat seketika melihat perilakunya
yang seperti barusan itu.
Beberapa hari kemudian . . . .
Telah
sampai pada hari kepulangannya, Pangeran Bheeshma kini pun meminta salam
berpamitan dan restu kepada Guru yang telah mengajarinya selama beberapa hari
kemarin. Ada keharuan diantara mereka berdua. Guru Kamspir yang telah menerima
salam dan memberi restunya, menepuk pelan wajah sebelah kanan Pangeran bheeshma
disertai senyuman perpisahan. Pangeran Bheeshma pun ikut terhanyut menatapnya
dan akan meneteskan airmatanya.
Namun
ia memalingkannya dengan menanyai keberadaan pamannya, airmatanya pun terhenti masih
tertahankan. Kemudian Gurunya menunjukannya diarah kanannya, dan terlihatlah
kedua pamannya yang sudah menunggu. “Kejarlah, nak! Sudah tibanya kau untuk
pulang!”, perintahnya menegarkan. Pangeran Bheeshma pun menjadi sedikit gemetar
lalu mencium kedua telapak tangan gurunya dengan menjatuhkan airmatanya,
menunduk.
“Sudahlah,
nak! Lanjutkanlah pembelajaranmu bersama kedua paman kesayanganmu!”, Gurunya
kembali berkata menegarkannya. Kemudian Pangeran Bheeshma mengangkat kembali
kepalanya menatapnya dengan melepaskan tangannya perlahan. Lalu mengusap airmatannya,
memberi salam dan pergi menuju kedua pamannya. Dan Guru Kamspir dibuatnya
tertawa kecil sesaat ketika melihatnya memeluk kedua pamannya secara bersamaan
masih dalam keharuan.
BHARATAYUDHAserisatu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar