Rabu, 04 Februari 2015

BHARATAYUDHAserisatu Part-4



            Kota Kamspir adalah sebuah kota yang kini Pangeran Bheeshma diami selama beberapa hari kedepan. Pangeran Bheeshma disana layaknya hidup dihutan, bertemankan pohon yang rindang, serta tiga buah tenda untuk berteduh, juga dipagari segitiga kayu bakar disekelilingnya sebagai penerangan pada malam harinya. Melihat keadaan kota Kamspir yang seperti itu, tentu seorang Pangeran akan merasa terkejut ketika melihatnya karna berbeda dengan apa yang telah diharapkannya.
                Namun tidak dengan Pangeran Bheeshma dari Kerajaan Gapura ini, justru ia telah menganggap kota yang sekarang didiaminya ini merupakan sebuah kota yang terbilang unik. Dan sebagai tujuannya adalah hanya untuk belajar bukan untuk memamerkan jati dirinya yang sebenarnya. Ia juga tidak sedikitpun membawa fasilitas yang dimilikinya selama tinggal diIstananya. Biarlah saja orang diIstananya yang menjaga semua fasilitas miliknya.
                Hari ini merupakan hari kedua Pangeran Bheeshma mendiami kota Kamspir, sebuah kota yang sama layaknya berdiam dihutan jauh dari keramaiian. Didalam kondisi hari yang berawan, Pangeran Bheesma pun beranjak pergi untuk menemui Gurunya. Tepat disebelah kanan didekat kayu bakar yang memagari tendanya.
                “Salam, Guru!”. Sapanya dengan memberi salam dibelakang Gurunya.
               “Akulah Guru kamspir! Dan kau hari ini telah resmi menjadi muridku! Langkahkan kakimu kedepan tepat disampingku! Kemudian lihatlah keempat wadah yang berisi cairan didepanmu!”. Perintahnya memulai.
           Pangeran Bheeshma menuruti perintahnya, dan kini telah berada disamping Gurunya. Kemudian Pangeran Bheeshma melihat keempat wadah berisi cairan tersebut lalu bertanya, “Guru Kamspir! Apa yang dimaksud dengan keempat wadah yang berisi cairan itu? Dimana pada masing-masing wadahnya terlihat warna yang berbeda!”. Guru Kamspir telah mendengar pertanyaan darinya yang cerdas, kemudian mencoba tuk menjelaskan kepadanya secara rinci. Pangeran Bheeshma pun menyimaknya.
               Pertama, Guru Kamspir memulai dengan mengenali dirinya. Guru kamspir merupakan kepanjangan dari Guru Kampung Spiritual. Dan kota Kamspir, itu hanya merupakan sebuah nama ilusi. Nama yang sebenarnya kota kamspir adalah kota Kamboja. Namun karna terkenal dengan kehebatan Guru Kamspir, maka kota Kamboja lebih dikenal sebagai kota Kamspir bagi rakyat disekitarnya. Dan juga sudah menyebar luas dimana-mana.
Sesudahnya menjelaskan kota Kamspir dan mengenalkan dirinya, Guru Kamspir mengambil wadah yang berisi cairan berwarna merah tersebut. Kemudian menunjukkannya kepada Pangeran Bheeshma, sedikit akan menjelaskannya.

Pengenalan Kekuatan Spiritual Merah. . . .

Cairan yang berwarna merah diwadah tersebut disebut “Kekuatan Spiriual Merah”. Kekuatan Spiritual Merah bisa diberikan kepada bayi yang masih didalam rahim. Dan hanya berfungsi saat didalam rahim untuk memperkuat kehidupannya hingga terlahir kedunia. Namun ketika diusia dewasanya, Kekuatan Spiritual Merah dapat mengenali seseorang yang juga memiliki hubungan khusus. Kekuatan Spiritual Merah juga mampu mengenali seseorang dengan mengingat kejadian dimasa lampau (Seseorang yang memiliki hubungan khusus).
Pangeran Bheeshma yang menyimaknya tadi mengaku terpuaskan atas penjelasan dari Gurunya, dan kini mulai mengamatinya dengan melihat wadah berisi cairan merah tersebut.

BHARATAYUDHAserisatu

                DiKerajaan Wigura, Tuan Putri Purindah pergi meninggalkan Istananya tanpa memakai sebuah tandu bersama ketiga dayang favoritnya menuju keperbatasan. Ia ingin sekali bertemu dengan Pangeran Bheeshma yang begitu didambakannya. Setelah kemarin dirinya sempat ditentang Ayahnya untuk pergi keperbatasan bersama ketiga dayang favoritnya. Dan sekarang Tuan Putri Purindah merasa bebas karna Ayahnya diundang oleh Kerajaan Karita untuk menginap kurang lebih lima hari kedepan.
                Setibanya disana, Tuam Putri Purindah melihat Ratu Gandiki dengan tak terduga olehnya sedang memetik tiga buah bunga, tepatnya disebuah taman diperbatasan. Tuan Putri Purindah yang masih melihatnya mulai berlari kecil tuk menghampirinya, dan kini telah berada disebelah Ratu Gandiki. “Salam, Ibu Ratu!”, sapanya lembut, memberi salam. Kemudian Ratu Gandiki melihatnya disebelah kirinya.  
“Tuan Putri Purindah, sedang apa kau disini?”. Ratu Gandiki menyapanya dengan bertanya sedikit terkejut.
                “Ibu Ratu, apakah yang sedang Ibu Ratu pikirkan ketika memetik ketiga bunga ini?”. Tuan Putri Purindah menjawabnya dengan kembali bertanya kepadanya dengan melihat ketiga bunga tersebut.
                “Putraku, Pangeran Bheeshma Gandaki, selalu merekatkan bunga diatas telinga kanannya!”. Ratu Gandiki terbuka kepadanya  tertuju pada ketiga bunga yang telah dipetiknya.
                “Jadi, Pangeran Bheeshmaku selalu merekatkan bunga diatas telinga kanannya?”. Tanyanya sekali lagi ingin mendapat kejelasan lebih, mulai menatap kepadanya.
                “Iya, nak! Bahkan, dia tidak pernah melepaskannya hingga dia pergi kesuatu kota untuk belajar tentang ilmu spiritual!”. Ungkap Ratu Gandiki semakin terbuka, membalas tatapan darinya.
                “Jadi, aku tidak bisa bertemu lagi dengannya sekarang? Ibu Ratu, Ayahku telah menginap diKerajaan Karita kurang lebih lima hari kedepan! Apakah Pangeran Bheeshma akan datang menemuiku sebelum Ayahku kembali dari Kerajaan Karita?”. Tanyanya kembali menatap cemas.
                Sontak Ratu Gandiki menjadi terdiam menatapnya sedikit tajam. Kemudian Tuan Putri Purindah menyambung katanya kembali. “Ibu Ratu, aku akan setia menunggunya disini! Tolong rahasiakan ini dari siapapun, aku memohon kepadamu! Biar saja aku yang memberitahunya melalui sebuah surat!”, katanya dengan tatapan keseriusan, meyakinkan. Sedangkan Ratu Gandiki hanya menganggukkan kepalanya pelan masih menatapnya sedikit tajam setelah mendengar kata tekadnya.
                Kemudian Tuan Putri Purindah mulai memerintahkan prajuritnya untuk membangun sebuah tenda ditaman perbatasan. Dan tiba-tiba saja ia kembali terbayang saat Pangeran Bheeshma berputar memutari dirinya sesaat ketika melihat ditempat yang kemarin sempat didiaminya bersama Pangeran Bheeshma, masih disekitar taman perbatasan tersebut.

BHARATAYUDHAserisatu

Beberapa hari kemudian . . . .

                Sudah hampir empat hari Pangeran Bheeshma mempelajari keempat jenis ilmu spiritual dikota Kamspir. Menjelang kepulangannya, Gurunya kembali menguji kemampuan ingatannya atas apa yang telah dipelajarinya. Dan kini mereka berdua sedang duduk bersama secara berhadapan juga saling berpandangan.
                “Muridku, aku ingin kau mengulang kembali tentang keempat ilmu spiritual yang telah kau pelajari selama beberapa hari dari kemarin! Kau sungguh cepat menangkapnya, dan sekarang kau jelaskanlah kembali padaku! Semoga saja kau masih mengingatnya!”. Perintahnya menyinggung.
                “Kekuatan Spiritual Merah, hanya terlahir saat bayi masih berada didalam kandungan. Fungsinya hanya terjadi pada dua fase kehidupan. Fase yang pertama berfungsi didalam rahim untuk menguatkan kehidupannya hingga terlahir kedunia.  Dan fase yang kedua akan kembali aktif diusia dewasanya. Tidak hanya itu, Kekuatan Spiritual Merah juga dapat mengenali seseorang yang memiliki hubungan khusus, begitupun dengan kemampuannya dapat mengingat kejadian dimasa lampau!”. Jawabnya penuh keyakinan.
                “Lalu bagaimana dengan Kekuatan Spiritual Kuning? Kekuatan Spiritual kuning hanya dapat dilahirkan saat bayi sudah terlahir disaat usianya lima hari kemudian. Dan apakah ada persamaan dengan Kekuatan Spiritual Merah?”. Tanyanya dengan tajam.
                “Tidak, Guru! Mereka sangat berbeda! Kekuatan Spiritual Kuning hanya bisa menyambung saat bila sudah mendapat signal dari Kekuatan Spiritual Merah!”. Jawabnya menolak masih dengan kepercayaan dirinya.
                “Begitupun dengan Kekuatan Spiritual Putih dengan Abu-Abu! Keduanya sama-sama memiliki sebuah perisai! Namun yang memiliki keabadian hanya salah-satu dari kekuatan Spiritualnya…?”. Belum sempat meluruskannya, Pangeran Bheeshma langsung memotongnya lebih dulu.
                “Guru, maaf sebelumnya! Guru hanya menjelaskan tentang kesamaan keduanya! Keduanya sama-sama memiliki sebuah perisai namun hanya salah-satunya saja yang memiliki sisi keabadian!”. Jawabnya polos dengan memotong pembicaraan. Guru kamspir memotong, membalasnya.
                “Jika memang benar begitu, maka jelaskanlah lebih kuat mana Kekuatan Spiritual Putih dengan Kekuatan Spiritual Abu-Abu?”. Perintahnya lagi membuat Pangeran bheeshma menjadi sedikit tidak percaya diri.
                “Keduanya memang dapat dijadikan sebuah perisai! Namun tetap ada perbedaan dari keduanya!”. Dengan tatapan sedikit tidak percaya diri kepada Gurunya.
                “Jelaskanlah! Aku ingin mendengarnya langsung dari bibirmu! Sebelum aku mendengar dari orang terdekatmu!”. Perintahnya kembali dengan tatapan menuntut kepada Pangeran Bheeshma.
                “Bila seseorang yang memiliki Kekuatan Spiritual Putih menjadi perisai seseorang yang memiliki Kekuatan Spiritual Abu-Abu, Kekuatan Spiritual Putih hanya bisa menghilangkan kekuatannya saja. Tidak dengan keabadiannya. Sedangkan jika Kekuatan Spiritual Abu-Abu yang menjadi perisainya, maka seseorang yang memiliki Kekuatan Spiritual Putih akan bersih dari kekuatannya. Dan bisa disebut sebagai manusia yang murni!”. Penjelasannya panjang lebar.
                Guru kamspir pun menepukan kedua telapak tangannya setelah mendengar penjelasan darinya yang dianggapnya sempurna. Kemudian Guru Kamspir memerintahkannya untuk belajar lagi lebih mengenal Keempat Ilmu Spiritual melalui kedua pamannya. Dan Pangeran Bheeshma hanya berdiam menerimanya. mengangguk.

Malam harinya . . . .

                Menjelang hari kepulangannya yang semakin dekat, Pangeran Bheeshma diberi tugas yang begitu aneh oleh Gurunya. Tugas yang pertama, ia harus membakar semua kayu bakar yang memagari mengelilingi tiga buah tendanya. Tak ada pilihan lain, Pangeran Bheeshma pun menerimanya, melakukannya sesuai dengan perintah dari Gurunya.

Esok paginya . . . .

                Pangeran bheeshma diberi tugas yang kedua, ia harus mengambil air dari sungai untuk dituangkan kesumur sebanyak duapuluh ember. Pangeran Bheeshma pun melakukannya dengan seorang diri juga sedikit kebasahan dan peluh membasahi kepalanya.

Pada sore harinya . . . .

                Pangeran Bheeshma diminta untuk berdiri menyaksikan matahari terbenam dimulai dari jam lima sore, dan ini merupakan tugas yang ketiga dari Gurunya. Ia pun kembali melakukannya dengan seorang diri berdiri tegak menyaksikan matahari dalam keadaan setengah turun hingga matahari benar-benar akan terbenam sempurna.

Sementara pada malam harinya . . . .

                Kini pada malam harinya, Pangeran Bheeshma diminta untuk tidur lebih awal oleh Gurunya. Dan mungkin ini merupakan tugas yang keempat untuknya, yang mungkin bisa membuatnya sedikit untuk beristirahat. Dan itu dapat dinikmatinya setelah usainya ikut makan malam bersama Gurunya juga kedua pamannya. Usainya menikmati makan malam bersama Gurunya juga kedua pamannya, Pangeran Bheeshma memberi salam kepada mereka kemudian  pergi meninggalkan mereka dengan kelegaan.
                Sedangkan Gurunya juga kedua pamannya menjadi tertawa saat seketika melihat perilakunya yang seperti barusan itu.

Beberapa hari kemudian . . . .

                Telah sampai pada hari kepulangannya, Pangeran Bheeshma kini pun meminta salam berpamitan dan restu kepada Guru yang telah mengajarinya selama beberapa hari kemarin. Ada keharuan diantara mereka berdua. Guru Kamspir yang telah menerima salam dan memberi restunya, menepuk pelan wajah sebelah kanan Pangeran bheeshma disertai senyuman perpisahan. Pangeran Bheeshma pun ikut terhanyut menatapnya dan akan meneteskan airmatanya.
                Namun ia memalingkannya dengan menanyai keberadaan pamannya, airmatanya pun terhenti masih tertahankan. Kemudian Gurunya menunjukannya diarah kanannya, dan terlihatlah kedua pamannya yang sudah menunggu. “Kejarlah, nak! Sudah tibanya kau untuk pulang!”, perintahnya menegarkan. Pangeran Bheeshma pun menjadi sedikit gemetar lalu mencium kedua telapak tangan gurunya dengan menjatuhkan airmatanya, menunduk.
                “Sudahlah, nak! Lanjutkanlah pembelajaranmu bersama kedua paman kesayanganmu!”, Gurunya kembali berkata menegarkannya. Kemudian Pangeran Bheeshma mengangkat kembali kepalanya menatapnya dengan melepaskan tangannya perlahan. Lalu mengusap airmatannya, memberi salam dan pergi menuju kedua pamannya. Dan Guru Kamspir dibuatnya tertawa kecil sesaat ketika melihatnya memeluk kedua pamannya secara bersamaan masih dalam keharuan.

BHARATAYUDHAserisatu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar