Didalam perjalanan pulangnya menuju kembali keIstananya,
Pangeran Bheeshma memilih untuk beristirahat disuatu tempat karna cuaca disaat
itu terasa sangat panas. Mereka pun berhenti dan Prajurit mulai mengmbil alih
kuda-kudanya untuk diberi minum. Dan kini Pangeran Bheeshma sedang duduk
bersama kedua pamannya.
“Paman
Punka, aku merasa seperti dilema!”. Tanya gundahnya melihat kebawah.
“Apakah
yang kini kau rasakan, keponakanku?”. Balas tanya pamannya dengan melihat
kepadanya.
“Aku
merasa seperti telah ditempati dalam dua pilihan! Dipikiranku, aku harus kembali
keIstana menemui Ibu Ratu dan Ayah! Sementara dihatiku, aku harus tetap berada
disini hingga fajar akan tenggelam!”, penjelasannya masih melihat kebawah. “Apa
maksud dari semua ini, paman?”, sambung katanya kembali dengan melihat
pamannya.
“Tentu
jawabannya ada apa dirimu sendiri, keponakanku! Dan kau akan mendapatkannya
segera!”. Paman Punka menyerahkan kepadanya memakai tatapan meyakinkan.
Pangeran
Bheeshma menjadi terdiam dan kembali menunduk mencoba memikirkan mencari sebuah
jawaban yang begitu membuatnya mulai merasa tak berdaya. Kemudian ia berjalan
kearah kirinya meninggalkan kedua pamannya dengan kepala lurus kedepan tanpa
tau kemana arah selanjutnya yang akan ditujunya. Yang dia rasa hanya menuruti
kata hatinya. Kemudian berhenti seketika saat merasakan fajar yang mulai
sedikit merubah cahayanya berwarna jingga menjadi sedikit redup.
Pangeran
Bheesma mengangkat kepalanya keatas melihat langit diatasnya, menyadari jika
hari sudah tidak dalam siang hari lagi. Lalu kembali keposisinya yang semula.
Tiba-tiba saja ia menjadi begitu terkejut ketika melihat pemandangan yang
terjadi didepannnya, dikejauhan. Dan ia pun secara reflek mengatakan, “Putri
Purindah!”, berbisik kecil dengan wajah terpaku masih melihatnya dikejauhan.
Mencoba mengamati sebenarnya apa yang terjadi kepada Tuan Putri Purindah yang
dipegang keras.
Sedangkan
disana, Tuan Putri Purindah berusaha memberontak saat masih dipegang keras oleh
beberapa prajuritnya. Dan disaat itu juga, Tuan Putri Purindah merasa ada
sebuah bisikan kecil yang telah memanggil namanya tadi. Bersamaan dengan itu
juga, Tuan Putri Purindah pun melihat kearah dimana Pangeran Bheeshma telah
melihatnya dikejauhan. Kemudian dilihatnya sosok Pangeran Bheeshma yang masih
berdiam melihatnya dikejauhan tidak meresponnya, namun membuatnya luluh.
Pangeran
Bheeshma yang kini mulai menyadari jika Tuan Putri Purindah yang mulai beranjak
menjauh, ia pun memberinya sebuah senyuman dengan memegang bunga diatas telinga
kanannya kepada Tuan Putri Purindah dikejauhan. Lalu Tuan Putri Purindah
mengikuti apa yang telah dilakukannya masih melihatnya sedih. Dilanjuti dengan
senyum keterpaksaan yang dipersembahkannya kepada Pangeran Bheeshma. Dan mereka
kini bersama melakukannya secara tak sengaja.
Disaat
mereka berdua masih bersama melakukan hal yang demikian, Tuan Putri Purindah
berkata dalam hatinya masih memandangi Pangeran Bheeshma dikejauhan. “Pangeran Bheeshmaku, kau datang
diwaktu yang masih terbilang tepat! Aku ingin menikah denganmu!”. Kemudian
berakhir saat Tuan Putri Purindah akan menaiki tandunya, segera pergi
meninggalkan.
BHARATAYUDHAserisatu
Selang
beberapa waktu berjalan, Pangeran Bheeshma pun kini telah tiba kembali
keIstananya, semua prajurit menyambutnya dengan memberi salam menyambut
kedatangannya dengan berbaris rapi. Bersamaan dengan itu pula, Pangreran
Bheeshma membalas salam sambutan kedatangannya kepada semua prajuritnya
disertai sebuah senyuman mesra dibibirnya juga mata yang berbinar-binar. Dan
ini merupakan yang pertama baginya diperlakukan begitu spesial saat dirinya kembali
keIstananya.
Setelah
melakukannya, Pangeran Bheeshma melanjutkan langkahnya pergi kesebuah ruangan
terbuka memasuki Istananya. Dimana ruangan tersebut adalah sebuah ruangan
khusus untuk penyambutan kedatangan seseorang yang mulanya pergi dari Istana
dan kembali lagi keIstananya. Sesampainya disana, terlihat Raja Gandaka sudah
menunggunya dengan berdiri diruangan tersebut. Pangeran Bheeshma yang telah
melihatnya, langsung berlari kecil memeluknya melepas kerinduan.
Sesudahnya
dari tempat itu bertemu dengan Ayahnya, Raja Gandaka, ia pun melanjuti kedatangannya menuju ruangan
Ibunya, Ratu Gandiki. Dan kini Pangeran Bheeshma berada dibelakang Ibu Ratu
Gandiki. “Salam, Ibu!”, sapanya masih dibelakang Ratu Gandiki dengan memberi
salam. Ratu Gandiki yang mendengar sapa dari seseorang dari arah belakang
dirinya, mencoba membalikkan tubuhnya kebelakang.
Sesaat
setelah membalikkan tubuhnya kebelakang, sontak Ratu Gandiki menjadi terkejut melihatnya,
menatapnya seakan tak percaya jika Putra yang terpaksa diasingkannya karna
sebuah tuntutan sudah kembali pulang berada tepat dihadapannya. Disaat yang
sama, Ratu Gandiki tiba-tiba terfikirkan kembali tentang Tuan Putri Purindah
yang tak sengaja bertemu pada beberapa hari kemarin. Juga teringat kembali saat
Tuan Putri Purindah menggenggam tangannya.
Disambung kembali saat Tuan Putri
Purindah mengusap airmatanya dengan dua jemari tangannya. Dan airmata dari Ratu
Gandiki pun menetes seketika setelah teringat kembali tentang Tuan Putri
Purindah, masih menatap Pangeran Bheeshma. Sedangkan Pangeran Bheeshma yang
melihat linangan airmatanya menetes pelan, dirinya langsung menyeka airmata Ratu
Gandiki memakai kedua jemari tangan kanannya sama percis yang pernah dilakukan
oleh Tuan Putri Purindah sebelumnya.
Bersamaan dengan itu pula, Ibu
Ratu Gandiki seperti mendengar suara jeritan dari Tuan Putri Purindah. Jeritan
suara dari Tuan Putri Purindah yang menjeritkan nama Pangeran Bheeshma. Dan itu
seperti sudah menggema luas disemua sisi didalam ruangannya. “Tuan Putri
Purindah….”, katanya tanpa sadar dengan tatapan kosong masih mengarah ke
Pangeran Bheeshma. Kemudian Pangeran Bheeshma mulai berbicara mencoba
menyadarkannya dengan menatapnya memberitahukan kedatangannya.
“Ibu! Tidakkah Ibu menyadari bahwa
aku sedang bersamamu sekarang?”. Bicaranya lembut menegaskan, menatap Ratu
Gandiki mencoba lebih menyadarkan.
“Anakku! Putraku! Pangeranku,
Bheeshma Gandaki!”. Katanya ketika sudah tersadar kembali dengan kedua
tangannya memegang wajah Pangeran Bheeshma, sedikit histeris.
“Ibuku tersayang! Apa yang sedang
Ibu pikirkan? Mengapa Ibu mendadak seperti ini?”. Tanya Pangeran Bheeshma,
menatapnya gelisah.
“(menggeleng panik) Anakku!
Ambillah sebuah surat yang bertalikan merah! Kau harus membacanya saat kau
sedang sendiri! Mungkin kata-katanya singkat, tapi mungkin saja bisa membuatmu
menjadi seperti dilema!”. Katanya memberitahu, memerintah. Melepaskan tangannya
dari memegang wajah Pangeran Bheeshma.
Kemudian Ratu Gandiki memalingkan
pandangannya kebawah dari pandangan Pangeran Bheeshma. Mengetahui itu, Pangeran
Bheeshma pun beralih pergi dari Ratu Gandiki akan mencari juga mengambil sebuah surat yang bertalikan merah.
Kemudian Ratu Gandiki melihat kepadanya kembali yang sudah mendapati sebuah
surat bertalikan merah itu, lalu memalingkan pandangannya kembali dengan
menutup haru kedua matanya.
BHARATAYUDHAserisatu
Surat
bertalikan merah itu telah berada digenggaman tangan Pangeran Bheeshma. Dirinya
pun merasa sedikit bingung antara harus membuka akan membacanya, atau
membukanya tetapi langsung merobeknya tanpa membacanya lebih dulu. Pangeran
Bheeshma yang terbaring lemas ditempat tidurnya, mencoba membangunkan tubuhnya dengan
bersandar ditempat tidurnya. Kemudian memberanikan dirinya untuk membaca
suratnya setelah beberapa saat hening dalam kebingungan.
Pertama,
Pangeran Bheeshma membuka perlahan lipatan dari suratnya. Pada lembar pertama,
isi dari suratnya yang telah dibacanya membuatnya tertawakecil. Dilembaran yang
kedua, ia mendapati sebuah tulisan puitis didalamnya. Dan Tiba-Tiba saja posisinya
yang tadinya bersandar ditempat tidurnya sempat ada tawa didalamnya. Kini
mendadak menjadi berdiri tegang dari tempat tidurnya disertai wajah yang sangat
terkejut masih membaca isi surat dilembaran yang kedua itu.
Bersamaan
dengan itu pula, ia teringat kembali pada perkataan Ratu Gandiki yang tadi,
“Mungkin kata-katanya singkat, tetapi mungkin saja bisa membuatmu menjadi
seperti dilema”. Dan tiba-tiba saja ia seperti mendengar suara petir yang
menggema keras. Pangeran Bheeshma yang mendengarnya langsung berlari menuju
jendela dikamarnya dengan keterkejutan hebat. Dan ternyata suara petir yang
menggema keras itu adalah merupakan sebuah dorongan emosinya, halusinasinya,
Dan
lagi, Pangeran Bheeshma teringat kembali saat dirinya menemui Tuan Putri Purindah
yang dipaksa pulang oleh beberapa prajuritnya. Saat itu juga mereka melakukan
hal yang sama. Yaitu Pangeran Bheeshma yang memegang bunga diatas telinga
kanannya disertai senyuman. Dan Tuan Putri Purindah juga memegang kepalanya dengan
senyuman mengikuti yang telah dilakukannya dikejauhan. Kemudian ia pun
membelakangi jendelanya, “Perasaan apakah ini, Ibu?”, taanya hatinya ketika tersadar.
Sementara ditempat lain, Ratu Gandiki sedang
menghidupkan beberapa lilin diruangannya. Disaatnya akan menghidupkan lilinnya
yang ketujuh, tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang mencoba untuk melindungi lilin
tersebut saat akan padam tertiup angin. Ratu Gandiki pun merasa sedikit bingung
kemudian mencoba melihat siapa pemilik dari tangan tersebut. Dan ternyata
pemilik dari tangan tersebut adalah Pangeran Bheeshma yang kini datang kembali
kepadanya.
Pangeran
Bheeshma tampak bermuram durja menatapnya lalu berlutut menyentuh kakinya,
menunduk haru. “Ibu, apakah yang sedang terjadi pada diriku saat ini? Mengapa
Putri dari Wigura kini menyita waktuku?
Menyita perhatianku? Bahkan aku merasa hatiku telah diperintahkan olehnya,
untuk tetap berdiam disuatu tempatku beristirahat melepas lelah sampai fajar
akan terbenam! Dan ketika fajar akan terbenam, aku mulai terpanggil lalu melihatnya!”.
Keluhan curahan hatinya panjang lebar.
“Ibu
telah melihat bahwa ada mata yang selalu melihatmu, mencarimu jika kau tidak
ada dipenglihatannya! Ibu juga melihat bahwa ada sebuah keinginan yang selalu
ingin bertemu denganmu! Dan mata itu, keinginan itu, telah ibu dapatkan dari
Tuan Putri dari Wigura, Anakku!”. Menjelaskan terbuka melihatnya yang masih
berlutut.
“Usiaku
baru delapanbelas tahun! Apakah restu darimu sudah pantas aku dapatkan dalam
soal asmara, Ibu? Sadarkan Putramu ini, Ibu!”. Dengan nada bergetar-getar.
Memohon ampunan masih berlutut.
Kemudian
Ratu Gandiki mendirikan kembali Pangeran Bheeshma dengan memegangi kedua lengannya
perlahan. Lalu menyentuhkan kedua telapak tangannya kerahang bawah dari
Pangeran Bheeshma dengan menegakkan kepala dari Pangeran Bheeshma dihadapan
wajahnya hingga menjadi bertatapan kembali. Ratu Gandiki menganggukkan
kepalanya disertai senyuman lalu menyandarkan kepala Pangeran Bheeshma didada
sebelah kanannya dengan penuh rasa kasih sayangnya.
Dan Pangeran Bheeshma pun
mendengar suara detak jantung mengalun indah ditelinganya seolah-olah
menenangkan detak jantungnya yang masih gelisah.
BHARATAYUDHAserisatu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar