Kamis, 05 Februari 2015

BHARATAYUDHAserisatu Part-5



          Didalam perjalanan pulangnya menuju kembali keIstananya, Pangeran Bheeshma memilih untuk beristirahat disuatu tempat karna cuaca disaat itu terasa sangat panas. Mereka pun berhenti dan Prajurit mulai mengmbil alih kuda-kudanya untuk diberi minum. Dan kini Pangeran Bheeshma sedang duduk bersama kedua pamannya.
                “Paman Punka, aku merasa seperti dilema!”. Tanya gundahnya melihat kebawah.
              “Apakah yang kini kau rasakan, keponakanku?”. Balas tanya pamannya dengan melihat kepadanya.
                “Aku merasa seperti telah ditempati dalam dua pilihan! Dipikiranku, aku harus kembali keIstana menemui Ibu Ratu dan Ayah! Sementara dihatiku, aku harus tetap berada disini hingga fajar akan tenggelam!”, penjelasannya masih melihat kebawah. “Apa maksud dari semua ini, paman?”, sambung katanya kembali dengan melihat pamannya.
                “Tentu jawabannya ada apa dirimu sendiri, keponakanku! Dan kau akan mendapatkannya segera!”. Paman Punka menyerahkan kepadanya memakai tatapan meyakinkan.
                Pangeran Bheeshma menjadi terdiam dan kembali menunduk mencoba memikirkan mencari sebuah jawaban yang begitu membuatnya mulai merasa tak berdaya. Kemudian ia berjalan kearah kirinya meninggalkan kedua pamannya dengan kepala lurus kedepan tanpa tau kemana arah selanjutnya yang akan ditujunya. Yang dia rasa hanya menuruti kata hatinya. Kemudian berhenti seketika saat merasakan fajar yang mulai sedikit merubah cahayanya berwarna jingga menjadi sedikit redup.
                Pangeran Bheesma mengangkat kepalanya keatas melihat langit diatasnya, menyadari jika hari sudah tidak dalam siang hari lagi. Lalu kembali keposisinya yang semula. Tiba-tiba saja ia menjadi begitu terkejut ketika melihat pemandangan yang terjadi didepannnya, dikejauhan. Dan ia pun secara reflek mengatakan, “Putri Purindah!”, berbisik kecil dengan wajah terpaku masih melihatnya dikejauhan. Mencoba mengamati sebenarnya apa yang terjadi kepada Tuan Putri Purindah yang dipegang keras.
                Sedangkan disana, Tuan Putri Purindah berusaha memberontak saat masih dipegang keras oleh beberapa prajuritnya. Dan disaat itu juga, Tuan Putri Purindah merasa ada sebuah bisikan kecil yang telah memanggil namanya tadi. Bersamaan dengan itu juga, Tuan Putri Purindah pun melihat kearah dimana Pangeran Bheeshma telah melihatnya dikejauhan. Kemudian dilihatnya sosok Pangeran Bheeshma yang masih berdiam melihatnya dikejauhan tidak meresponnya, namun membuatnya luluh.
                Pangeran Bheeshma yang kini mulai menyadari jika Tuan Putri Purindah yang mulai beranjak menjauh, ia pun memberinya sebuah senyuman dengan memegang bunga diatas telinga kanannya kepada Tuan Putri Purindah dikejauhan. Lalu Tuan Putri Purindah mengikuti apa yang telah dilakukannya masih melihatnya sedih. Dilanjuti dengan senyum keterpaksaan yang dipersembahkannya kepada Pangeran Bheeshma. Dan mereka kini bersama melakukannya secara tak sengaja.
                Disaat mereka berdua masih bersama melakukan hal yang demikian, Tuan Putri Purindah berkata dalam hatinya masih memandangi Pangeran Bheeshma  dikejauhan. “Pangeran Bheeshmaku, kau datang diwaktu yang masih terbilang tepat! Aku ingin menikah denganmu!”. Kemudian berakhir saat Tuan Putri Purindah akan menaiki tandunya, segera pergi meninggalkan.
  
BHARATAYUDHAserisatu

                Selang beberapa waktu berjalan, Pangeran Bheeshma pun kini telah tiba kembali keIstananya, semua prajurit menyambutnya dengan memberi salam menyambut kedatangannya dengan berbaris rapi. Bersamaan dengan itu pula, Pangreran Bheeshma membalas salam sambutan kedatangannya kepada semua prajuritnya disertai sebuah senyuman mesra dibibirnya juga mata yang berbinar-binar. Dan ini merupakan yang pertama baginya diperlakukan begitu spesial saat dirinya kembali keIstananya.
                Setelah melakukannya, Pangeran Bheeshma melanjutkan langkahnya pergi kesebuah ruangan terbuka memasuki Istananya. Dimana ruangan tersebut adalah sebuah ruangan khusus untuk penyambutan kedatangan seseorang yang mulanya pergi dari Istana dan kembali lagi keIstananya. Sesampainya disana, terlihat Raja Gandaka sudah menunggunya dengan berdiri diruangan tersebut. Pangeran Bheeshma yang telah melihatnya, langsung berlari kecil memeluknya melepas kerinduan.
                Sesudahnya dari tempat itu bertemu dengan Ayahnya, Raja Gandaka,  ia pun melanjuti kedatangannya menuju ruangan Ibunya, Ratu Gandiki. Dan kini Pangeran Bheeshma berada dibelakang Ibu Ratu Gandiki. “Salam, Ibu!”, sapanya masih dibelakang Ratu Gandiki dengan memberi salam. Ratu Gandiki yang mendengar sapa dari seseorang dari arah belakang dirinya, mencoba membalikkan tubuhnya kebelakang.
                Sesaat setelah membalikkan tubuhnya kebelakang, sontak Ratu Gandiki menjadi terkejut melihatnya, menatapnya seakan tak percaya jika Putra yang terpaksa diasingkannya karna sebuah tuntutan sudah kembali pulang berada tepat dihadapannya. Disaat yang sama, Ratu Gandiki tiba-tiba terfikirkan kembali tentang Tuan Putri Purindah yang tak sengaja bertemu pada beberapa hari kemarin. Juga teringat kembali saat Tuan Putri Purindah menggenggam tangannya.
Disambung kembali saat Tuan Putri Purindah mengusap airmatanya dengan dua jemari tangannya. Dan airmata dari Ratu Gandiki pun menetes seketika setelah teringat kembali tentang Tuan Putri Purindah, masih menatap Pangeran Bheeshma. Sedangkan Pangeran Bheeshma yang melihat linangan airmatanya menetes pelan, dirinya langsung menyeka airmata Ratu Gandiki memakai kedua jemari tangan kanannya sama percis yang pernah dilakukan oleh Tuan Putri Purindah sebelumnya.
Bersamaan dengan itu pula, Ibu Ratu Gandiki seperti mendengar suara jeritan dari Tuan Putri Purindah. Jeritan suara dari Tuan Putri Purindah yang menjeritkan nama Pangeran Bheeshma. Dan itu seperti sudah menggema luas disemua sisi didalam ruangannya. “Tuan Putri Purindah….”, katanya tanpa sadar dengan tatapan kosong masih mengarah ke Pangeran Bheeshma. Kemudian Pangeran Bheeshma mulai berbicara mencoba menyadarkannya dengan menatapnya memberitahukan kedatangannya.
“Ibu! Tidakkah Ibu menyadari bahwa aku sedang bersamamu sekarang?”. Bicaranya lembut menegaskan, menatap Ratu Gandiki mencoba lebih menyadarkan.
“Anakku! Putraku! Pangeranku, Bheeshma Gandaki!”. Katanya ketika sudah tersadar kembali dengan kedua tangannya memegang wajah Pangeran Bheeshma, sedikit histeris.
“Ibuku tersayang! Apa yang sedang Ibu pikirkan? Mengapa Ibu mendadak seperti ini?”. Tanya Pangeran Bheeshma, menatapnya gelisah.
“(menggeleng panik) Anakku! Ambillah sebuah surat yang bertalikan merah! Kau harus membacanya saat kau sedang sendiri! Mungkin kata-katanya singkat, tapi mungkin saja bisa membuatmu menjadi seperti dilema!”. Katanya memberitahu, memerintah. Melepaskan tangannya dari memegang wajah Pangeran Bheeshma.
Kemudian Ratu Gandiki memalingkan pandangannya kebawah dari pandangan Pangeran Bheeshma. Mengetahui itu, Pangeran Bheeshma pun beralih pergi dari Ratu Gandiki akan mencari juga  mengambil sebuah surat yang bertalikan merah. Kemudian Ratu Gandiki melihat kepadanya kembali yang sudah mendapati sebuah surat bertalikan merah itu, lalu memalingkan pandangannya kembali dengan menutup haru kedua matanya.

BHARATAYUDHAserisatu

                Surat bertalikan merah itu telah berada digenggaman tangan Pangeran Bheeshma. Dirinya pun merasa sedikit bingung antara harus membuka akan membacanya, atau membukanya tetapi langsung merobeknya tanpa membacanya lebih dulu. Pangeran Bheeshma yang terbaring lemas ditempat tidurnya, mencoba membangunkan tubuhnya dengan bersandar ditempat tidurnya. Kemudian memberanikan dirinya untuk membaca suratnya setelah beberapa saat hening dalam kebingungan.
                Pertama, Pangeran Bheeshma membuka perlahan lipatan dari suratnya. Pada lembar pertama, isi dari suratnya yang telah dibacanya membuatnya tertawakecil. Dilembaran yang kedua, ia mendapati sebuah tulisan puitis didalamnya. Dan Tiba-Tiba saja posisinya yang tadinya bersandar ditempat tidurnya sempat ada tawa didalamnya. Kini mendadak menjadi berdiri tegang dari tempat tidurnya disertai wajah yang sangat terkejut masih membaca isi surat dilembaran yang kedua itu.
                Bersamaan dengan itu pula, ia teringat kembali pada perkataan Ratu Gandiki yang tadi, “Mungkin kata-katanya singkat, tetapi mungkin saja bisa membuatmu menjadi seperti dilema”. Dan tiba-tiba saja ia seperti mendengar suara petir yang menggema keras. Pangeran Bheeshma yang mendengarnya langsung berlari menuju jendela dikamarnya dengan keterkejutan hebat. Dan ternyata suara petir yang menggema keras itu adalah merupakan sebuah dorongan emosinya, halusinasinya,
                Dan lagi, Pangeran Bheeshma teringat kembali saat dirinya menemui Tuan Putri Purindah yang dipaksa pulang oleh beberapa prajuritnya. Saat itu juga mereka melakukan hal yang sama. Yaitu Pangeran Bheeshma yang memegang bunga diatas telinga kanannya disertai senyuman. Dan Tuan Putri Purindah juga memegang kepalanya dengan senyuman mengikuti yang telah dilakukannya dikejauhan. Kemudian ia pun membelakangi jendelanya, “Perasaan apakah ini, Ibu?”, taanya hatinya ketika tersadar.
                 Sementara ditempat lain, Ratu Gandiki sedang menghidupkan beberapa lilin diruangannya. Disaatnya akan menghidupkan lilinnya yang ketujuh, tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang mencoba untuk melindungi lilin tersebut saat akan padam tertiup angin. Ratu Gandiki pun merasa sedikit bingung kemudian mencoba melihat siapa pemilik dari tangan tersebut. Dan ternyata pemilik dari tangan tersebut adalah Pangeran Bheeshma yang kini datang kembali kepadanya.
                Pangeran Bheeshma tampak bermuram durja menatapnya lalu berlutut menyentuh kakinya, menunduk haru. “Ibu, apakah yang sedang terjadi pada diriku saat ini? Mengapa Putri dari Wigura kini  menyita waktuku? Menyita perhatianku? Bahkan aku merasa hatiku telah diperintahkan olehnya, untuk tetap berdiam disuatu tempatku beristirahat melepas lelah sampai fajar akan terbenam! Dan ketika fajar akan terbenam, aku mulai terpanggil lalu melihatnya!”. Keluhan curahan hatinya panjang lebar.
                “Ibu telah melihat bahwa ada mata yang selalu melihatmu, mencarimu jika kau tidak ada dipenglihatannya! Ibu juga melihat bahwa ada sebuah keinginan yang selalu ingin bertemu denganmu! Dan mata itu, keinginan itu, telah ibu dapatkan dari Tuan Putri dari Wigura, Anakku!”. Menjelaskan terbuka melihatnya yang masih berlutut.
                “Usiaku baru delapanbelas tahun! Apakah restu darimu sudah pantas aku dapatkan dalam soal asmara, Ibu? Sadarkan Putramu ini, Ibu!”. Dengan nada bergetar-getar. Memohon ampunan masih berlutut. 
                Kemudian Ratu Gandiki mendirikan kembali Pangeran Bheeshma dengan memegangi kedua lengannya perlahan. Lalu menyentuhkan kedua telapak tangannya kerahang bawah dari Pangeran Bheeshma dengan menegakkan kepala dari Pangeran Bheeshma dihadapan wajahnya hingga menjadi bertatapan kembali. Ratu Gandiki menganggukkan kepalanya disertai senyuman lalu menyandarkan kepala Pangeran Bheeshma didada sebelah kanannya dengan penuh rasa kasih sayangnya.
Dan Pangeran Bheeshma pun mendengar suara detak jantung mengalun indah ditelinganya seolah-olah menenangkan detak jantungnya yang masih gelisah.

BHARATAYUDHAserisatu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar