Esok
harinya, disaat jam kerja masih berlangsung. Mirza menyempatkan dirinya untuk
menemui Yusra yang dipikirnya kini masih ada diruangan kerjanya. Namun ketika
baru saja membuka pintu ruang kerja Yusra, ia mendapati ruang kerja Yusra sepi
tak bertuan. Kemanakah Yusra? Yang telah beranjak pergi dari ruangannya? Pikir
Mirza seketika. Lalu menutup pintu ruang kerja Yusra kembali, beranjak pergi
menuju keruang kerjanya sendiri tanpa mencari tau dengan meneleponnya.
Dan ternyata Yusra kini sedang
berada dirumah sakit tempat Fachri bekerja, juga tempat bayi Cillo masih
dirawat. Ia disana bukan menjumpai keduanya, tetapi menjumpai Dokter Frans dan
ia berniat akan mengambil hasil tes DNA yang telah dijanjikan Dokter Frans
padanya. Begitu telah sampai dan akan mengetuk pintu ruang praktek Dokter
Frans, tiba-tiba saja ada seorang suster yang memanggilnya sembari memberikan sebuah
dokumen yang sangat rahasia padanya.
“Beliau telah menitipkan dokumen
ini pada saya! Apakah anda yang bernama Tuan Yusra?”, suster itu berkata
menyampaikan amanah dari Dokter Frans lalu menanyakan namanya. Yusra pun
tersenyum mengiyakan sembari mengambil dokumen dari suster itu, dan kemudian
suster itu berkata permisi meninggalkannya karna akan menjalani tugasnya
kembali. Sementara Yusra beralih dari tempat tersebut menuju ke lobby rumah
sakit untuk pulang dimana kendaraan mobilnya telah terparkir.
Satu pemikiran darinya yang
tertinggal, ia tidak berpikir kalau keponakan dari Mirza masih dirawat dirumah
sakit tersebut. Itu disebabkan karna ia berniat tidak ingin berlama-lama
meninggalkan pekerjaan dikantornya. Dan kini Yusra telah duduk didalam mobilnya
sudah siap mengendarai, namun sebelum mengendarai ia menyempatkan untuk membuka
dokumen rahasia yang telah diterimanya dari seorang suster tadi.
Langkah pertama, ia merobek
penutup dokumen tersebut. langkah kedua, ia mengambil kertas yang telah tersimpan
sebuah kebenaran. Langkah ketiga, ia mulai membuka lipatan pada kertas itu. Dan
langkah keempat, ia mulai membaca apa yang telah tertulis secara rinci. Kini
baru diketahuinya, jika bayi Cillo, keponakan dari Mirza adalah seorang putra
kandungnya. Hasilnya menunjukkan sembilanpuluh sembilan persen akurat, bahwa
seorang bayi yang bernama Cillo Y adalah putra kandungnya.
Sontak Yusra menjadi terkejut,
terdiam serta hening seketika. Ia mencoba mengulas lagi masa lalunya, masa
dimana Yandra dan seorang Dokter mengatakan kalau putranya sudah meninggal
sebelum dilahirkan. “Cillo Y? Y, kepanjangan dari apa?”, tanyanya berbisik
masih dalam keadaan yang sama dengan sudah melupakan sesuatu. Kemudian ia
bertekad untuk mencaritahu apa nama kepanjangan dari Y kepada Mirza.
Namun ia harus tetap
merahasikannya dari Mirza jikalau dirinya sudah mengetahui orangtua biologia
dari bayi Cillo Y.
Beberapa saat kemudian. . . .
Dan kini Yusra sudah berada
diruangannya sendiri, ia sedang terduduk lesuh memikirkan kenyataan yang baru
saja diketahuinya. Ia mulai merasa bingung, kecewa berhasrat ingin
menanyakannya langsung pada Mirza. Sebab ia merasa benar-benar bingung, mengapa
Yandra dan sahabatnya itu tega menghianati kepercayaannya. “Papah….?”, bisik
seruannya dengan wajah memerah menahan rasa kecewanya.
Kemudian diluar ruangannya, Mirza
tak sengaja melewati ruangannya lalu menjadi terhenti dengan langsung membuka
pintu ruangannya. Dan lagi, Mirza tidak menemukan siapapun didalam ruangan itu.
Sebenarnya, Mirza ingin mengajak Yusra untuk makan siang bersamanya dikantin.
Namun itu hanya sekedar pengharapannya saja yang tak bisa diwujudkan. “Astaga,
dimana Yusra?”, keluhnya dihati sambil menutup pintu ruang kerja Yusra akan
beranjak pergi menuju kantin tak berkawan.
Sementara Yusra bersembunyi dengan
duduk bersimpuh dibalik meja kerjanya. Ia sedang menyendiri memikirkan
permasalahannya sendiri. Dan dirinya melakukan yang demikian agar tidak
bertengkar dengan Mirza yang ikut terlibat dalam sebuah kenyataan yang baru
diketahuinya kini.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Pada
sore harinya, Qiera dengan sengaja mendatangi kediaman Fachri yang teramat
sepi. Rumah kediaman Fachri hanya dihuni oleh satpam serta dua orang asisten
rumah. Qiera yang sudah memahami suasana dikediamannya tersebut, memberi sebuah
amplop kecil bergambar hati kepada satpam penjaga keamanan kediaman Fachri
dengan berpesan untuk disampaikan ke Fachri. Usainya memberikan sebuah amplop
bergambar hati itu, Qiera pun langsung permisi untuk pergi.
Qiera
sangat menyimpan sebuah harapan besar dan juga begitu berharap bisa
mewujudkannya pada hari esok. Sementara disana, Yusra baru saja akan
menunjukkan dirinya dengan akan mendatangi Mirza dirumah sakit. Sebab
sebelumnya Mirza memintanya untuk pergi kerumah sakit menemaninya menjaga
keponakan kecilnya, walaupun dalam waktu yang singkat. Dan kini Yusra sudah
berada didalam ruangan bayi Cillo tepat dibalik Mirza.
Disitu Ia melihat Mirza sedang
mengajak canda bayi Cillo, bayi Cillo yang semakin membaik dapat merespon canda
dari Mirza. “Kalau boleh tau, bayi Cillo keponakanmu dari siapa?”, tanya Yusra
mengagetkan Mirza yang langsung terdiam melihat padanya. Sedangkan Yusra baru
melihat balik padanya. “Keponakanku dari Mirzara!”, Mirza menjawab jujur namun
Yusra telah mengetahui orangtua biologis dari bayi Cillo. Dalam percakapan
pemikiran keduanya bertabrakan.
Yusra pun tersenyum seolah-olah
mempercayainya lalu memalingkannya melihat ke bayi Cillo. Begitupula Mirza yang
baru melihat ke bayi Cillo, sedikit hening berdiam menatapinya. Kemudian Yusra
meminta izin untuk keluar ruangan sebentar, dan Mirza mengizinkannya tanpa
bertanya dulu. Sesampainya diluar ruangan, Yusra berdiri didepan dinding
membelakangi ruangan bayi Cillo. Lalu dirinya melipatkan kedua tangannya
kedinding itu sembari menyandarkan keningnya.
Kemudian berbisik, “Bagaimana bisa
Mirza mengatakan bayi Cillo adalah keponakannys dari Mirzara! Bayi Cillo adalah
putra kandungku, dan ibunya adalah Yandra! Yandra dan Mirzara sungguh dua orang
yang berbeda!”, keluhnya sedikit kesal terhadap tutur dari Mirza tadi. Usainya
berkeluh dengan berbisik, Yusra beralih berjalan pelan lalu berdiam didepan
kaca jendela ruangan bayi Cillo. Disitu ia kembali melihat Mirza mengajak canda
bayi Cillo. Dan rasa cemburu mulai merasut didirinya.
Esok harinya. . . .
Pada pukul sepuluh pagi menjelang
siang, Fachri menyempatkan untuk pulang kerumahnya sekaligus akan beristirahat
dirumahnya selama beberapa jam sebelum kembali bertugas. Dan kini ia sudah
memakirkan mobilnya digarasi rumahnya, namun ketika baru akan menginjaki teras
rumah tiba-tiba saja satpam rumahnya menghentikannya dengan memberi surat
bergambarkan hati. Satpam itupun memberitahukan kalau surat tersebut adalah surat
titipan dari seorang gadis.
Fachri pun mengucapkan terimakasih
akan segera membuka surat tersebut masih ditempat. Sementara satpam yang telah memberinya
surat tersebut sudah pergi kembali ketempatnya bertugas. Ternyata surat
tersebut dari Qiera, yang hanya menunjukkan sebuah fotokopi dari tiket pesawat.
Lalu dibacanya keterangan jika keberangkatan akan dimulai pada pukul sepuluh
lewat tiga puluh menit. Memang tidak ada pesan lain yang Qiera tinggalkan.
Namun itu telah membuat Fachri
tergerak untuk menyusul Qiera kebandara sebelum jadwal keberangkatannya
dimulai. Dibalik kesadarannya, ia telah mengerti namun belum terpikirkan
olehnya. Dan kini Fachri kembali memasuki mobilnya bergegas akan menyusul Qiera
dibandara. Sementara disana, Qiera terus saja melihat jam ditangannya, melihat
kesudut-sudut bandara berharap Fachri akan datang menemuinya tuk yang terakhir.
Qiera tampak gelisah selagi masih menunggu Fachri.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Dan kini Fachri pun tiba
dibandara. Namun ketika baru keluar dari mobilnya sembari menutup pintu
mobilnya. Ia mendengar suara pesawat yang sudah terbang, sontak Fachri langsung
merasa kacau didirinya sembari melihat kepesawat yang sudah terbang itu. Dan
ternyata pesawat yang sedang dilihatnya itu adalah pesawat yang sama pada
fotocopi tiket pesawat dari Qiera untuknya. Diratapinya, pesawat itu semakin
jauh dilihatnya.
Kemudian ia memasuki mobilnya
kembali, dan seketika menjadi menangis kecil. “Aku baru mengerti! Seorang gadis
telah menunjukkan perasaannya ketika seorang gadis yang bersikap demikian telah
pergi!”, bisiknya dalam masih menangis kecil. Lalu mengusap airmatanya berusaha
untuk berhenti menangis dengan menggaspol mobilnya kembali pergi meninggalkan bandara
tersebut.
Sementara disore harinya. . . .
Fachri sedang berada disebuah toko
mainan, ia disana sedang menunggu karyawan dari toko mainan tersebut sedang membungkuskan
sebuah kado untuknya. Setelah beberapa menit menunggu, Fachri kini bisa mengambil
sebuah kado miliknya dan bergegas keluar dari toko mainan tersebut akan menuju
kesuatu tempat. Ia berniat akan memberikan sebuah kado yang masih bersamanya
kepada seorang sahabatnya. Seorang sahabat yang beruntung akan dipersembahkan
olehnya sebuah kado.
Ternyata tempat yang telah dituju
Fachri adalah sebuah gereja, dan kini ia telah berjalan menuju kepintu masuk
gereja tersebut dengan membawa sebuah kado. Kemudian berhenti didepan pintu
masuk gereja sebab baru saja ia melihat Mora sedang berjalan menujunya. Setelah
beberapa saat menunggu, Mora pun kini telah berhenti didepannya. Mereka berdua
saling berpandangan sama-sama merasa bingung harus memulai kata darimana.
Dan kemudian Fachri yang akan
memulai percakapannya. “Coba tebak, hari ini adalah hari apa?”, Fachri memulai
dengan senyuman menunjukkan sebuah kado padanya. Mora semakin merasa bingung
ketika melihat kesebuah kado yang telah ditunjukkan Fachri. “Hari ini hari Rabu
sore!”, sahut Mora menjawab nama hari menatap tanya. Fachri menggeleng. “Hari
ini bukan hari ulang tahunku, Fachri!”, Mora menegaskan masih menatap tanya.
Fachri menjadi tersenyum sambil
berkata, “Bukan itu yang aku maksudkan!”. “Merry Christmast masih jauh!”, Mora
menegaskannya lagi mulai menatap geram. Dan Fachri tiba-tiba memakai wajah
kaku, berlagak menjadi terdiam. Mora pun menyerah memilih berdiam menatap
biasa. “Yang benar pada hari ini, adalah hari dimana aku akan mempersembahkan
sebuah kado yang masih bersamaku hanya untukmu, Mora!”, Fachri langsung
mengungkapnya menatap serius.
Mora menjadi tertawa kecil bahagia
menatapnya. Kemudian Fachri mempersembahkan sebuah kado itu kepada Mora, dan
Mora langsung menerimanya sambil berkata, “Manis sekali Fachri!”, dengan wajah
yang sumringah. Sedangkan Fachri berpamitan untuk pergi kerumah sakit menjalani
tugasnya kembali. Dan Mora mempersilahkannya, pertemuan mereka berakhir dengan
perasaan senang pada diri mereka masing-masing.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar