Minggu, 27 Maret 2016

Badung Location. . . . Season 2 #11

                Sore harinya, Mora kembali pergi mengunjungi gereja untuk mendoakan ayahnya yang sedang jatuh sakit. Kesehatan ayahnya semakin kritis sehingga membuat dirinya untuk selalu pergi ke gereja, demi mendoakan kesehatan ayahnya agar mendapat sebuah perubahan menjadi lebih baik. Dan kini Mora telah berjalan keluar gereja, menuruni anak tangga didepan pintu masuk gereja tersebut. Dengan harapan doanya dapat dikabulkan oleh Tuhan.
kemudian menjadi terhenti saat usainya menuruni anak tangga                karna melihat Fachri sedang berjalan menuju kearahnya, menghadapnya. Mau tidak mau Mora pun berhenti ditempatnya sembari menunggu Fachri yang masih berjalan menujunya akan berhenti didepannya. Dan kini Fachri telah berhenti didepannya akan membuat sebuah pengakuan, sedangkan Mora akan mendengarkannya saja.
“Aku, didepanmu kini akan membuat sebuah pengakuan!”, Fachri menyapa. Mora mengedipkan kedua matanya mengisyaratkan tuk melanjutkan kata darinya lagi. “Memang aku yang melakukannya! Tapi, tidak sedikitpun aku berniat jahat dalam permainan itu! Aku hanya kepikiran dengan jabatanku sebagai seorang Dokter! Karna seorang Dokter, tidak akan sempat melakukan pendekatan dengan seorang wanita! Dan wanitaku itu, adalah kamu!”, Fachri mengungkapnya menatap bijak berperasaan.
Mora membuang muka kearah kanan dirinya. “Mora, maaf, bila kau sudah merasa tidak suka dengan permainanku itu! Tapi, itulah bukti betapa aku menganggapmu sebagai wanitaku! Wanitaku yang sekarang, setelah aku mengalami putus cinta dengan Yandra dulu! Perlu kau ketahui, aku tidak bisa menemukan wanitaku lagi, setelah aku mengalami putus cinta dengan Yandra! Dan dari itu aku memilih, untuk fokus saja dalam kuliahku mempelajari ilmu kedokteran!”, Fachri mencoba menceritakannya.
“Cukup Fachri! Aku rasa pengakuanmu sudah cukup sampai disitu!”, Mora mulai berbicara. Melihat ke Fachri lagi. “Jika kau benar menganggapku sebagai wanitamu yang sekarang, kau tidak mungkin melakukan permainan yang sedemikian itu! Aku tidak tau harus berpikir apa dengan permainanmu, terlebih lagi dengan pengakuanmu yang sudah kau ungkapkan sekarang ini! Aku tidak bisa mempercayainya Fachri!”, Mora berkeluh menyerah mencoba akan pergi.
Namun Fachri lebih dulu memegang tangan kanannya. “Kalau memang benar apa yang sudah kau katakan itu, untuk apa kau masih memakai gelang persahabatan dariku dipergelangan tangan kananmu, Mora?, Fachri bertanya mematikannya. Menatap tegas masih memegang tangan kanannya.  Sedangkan Mora baru melihat kepergelangan tangan kanannya yang masih memakai gelang persahabatan darinya.
“Hari ini aku pergi ke London, aku harap pengakuan dariku pada hari ini sudah cukup! Selamat tinggal!”, Fachri berkata pamit dengan melepaskan pegangannya lalu berbalik pergi meninggalkannya. Sedangkan Mora baru saja melihat padanya yang sudah pergi berjalan membelakangi. Kemudian beralih memasuki kedalam gereja kembali berniat akan membuat pengakuan kepada Tuhannya.     
Sementara Fachri yang sudah berada didalam mobilnya, menjadi menangis seketika mengingat Mora yang telah diungkapnya sebagai wanitanya tadi kini harus pergi meninggalkannya ke London demi menjalani tugasnya sebagai seorang Dokter. Kembali pada Mora, ia sedang berdoa membuat sebuah pengakuan kepada Tuhannya. Ia berkata, “Tuhan, sebenarnya tadi aku sudah berbohong! Aku mempercayainya Tuhan, tatapan kedua matanya telah berkata jujur padaku!”, pengakuannya menangis.
                Hari ini adalah hari kepergian Fachri ke London, dan belum bisa dipastikan kapan Fachri akan kembali ke Indonesia. Demi menjalani tugasnya sebagai seorang Dokter di negeri orang, ia rela mempermalukan dirinya sendiri didepan Mora, sebagai wanitanya yang sekarang. Jiwanya, raganya, tugasnya memang sedang dibawanya ke negeri orang. Namun hatinya, setengah dari pengharapannya masih tertinggal di Indonesia ditanah airnya.
Dan itu hanya dimiliki oleh Mora seorang tanpa ada yang mengetahuinya, bahkan Mora pun seperti buta untuk melihat kenyataan yang tersembunyi dari Fachri itu.

Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”

                Pada tiga hari kemudian, kabar duka menyelimuti keluarga Mora, ayahnya telah meninggal sebab kondisi kesehatannya semakin memburuk menjelang hari-hari terakhirnya. Dan kini jenazah ayahnya telah diterbangkan ke Indonesia berada dikediaman Mora. sebab ayahnya berpesan untuk dikebumikan di Indinosia saja, ditanah kelahirannya. Keluarga besar Mora telah berkumpul dikediamannya, beberapa lilin duka pun mulai dipajang untuk lebih menghormati kepergian ayahnya.
                Ditengahnya berduka, Mora meneteskan airmatanya sesekali menyempatkan dirinya untuk berbagi kisahnya dengan Eisya. Dan mereka berdua kini sedang berada didepan pintu masuk rumah kediaman Mora dengan berdiri saling berhadapan. Eisya membelakangi pintu masuk rumah kediaman Mora, sedangkan Mora membelakangi pintu gerbang rumah kediamannya.
“Ayah yang meminta untuk dikebumikan di Indonesia! Karna ayah ingin dikebumikan ditanah kelahirannya, di Indonesia!”, Mora mulai berbagi menatap tegar.
“Permintaan dari ayahmu sudah kamu laksanakan Mora!”, Eisya berkata menyemangatinya. Memberi tatapan ceria.
“Tidak, ada satu permintaan lagi yang sangat sulit untukku melaksanakannya!”, Mora membantah akan membaginya padanya.
“Katakan Mora!”, Eisya memerintahkannya sedikit menatap resah.
“Ayahku ingin, aku memakai gaun pengantin saat menaburkan bunga dipusaranya! Dengan syarat aku sudah berstatus menikah!”, ungkap Mora membaginya.
Kemudian secara tiba-tiba ada yang menyambung dibalik Mora, “Aku yang akan menikahimu, demi membantumu melaksanakan permintaan kedua dari almarhum ayahmu itu!”, Mora pun berbalik kebelakang akan mengetahui siapa yang telah berani berkata yang demikian itu. Ternyata orang itu adalah Fachri, Fachri yang sudah tiba tanpa sepengetahuannya dan sudah mendengar semua keluhnya bersama Mirza disampingnya. “Fachri?”, tegurnya penuh tanya lalu melihat kearah kanannya.
Kemudian Mora melihat ibu kandungnya sedang berjalan dan berhenti disampingnya. “Ibu sudah mendengarnya, demi melaksanakan permintaan kedua dari ayahmu maka lakukanlah anakku!”, ibunya berkata memberi perintah masih berwajahkan sedih ke Mora. Eisya, Mirza, dan Fachri menjadi terdiam seketika mendengar perintah dari Ibu kandung Mora kepada Mora sendiri. mereka bertiga bersama melihat diam ke Ibu Mora.
“Demi ayah, demi melaksanakan permintaan kedua darinya!”, Mora baru berbicara lagi menegarkan dirinya sendiri lalu mengangguk resah dengan melihat kebawah.
“Fachri, pernikahanmu dan anakku akan diselenggarakan pada lima hari kedepan! Aku serahkan pernikahan dari putri semata wayangku kepadamu!”, Ibu kandung Mora berakata lagi melihat ke Fachri.
Fachri yang sudah mendengar katanya mulai memberi senyuman sedikit segan padanya. Lalu mencium tangan ibu kandung Mora sebagai ungkapan terimakasihnya. Eisya, Mirza, Mora yang sudah melihat pemandangan dari keduanya itu menjadi terenyuh sesaat menikmatinya.

Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”

Lima hari kemudian. . . .

                Pernikahan Mora dilaksanakan dikediaman Mora, tepatnya didepan peti jenazah ayah Mora. Mora sudah berpakaian pengantin berwarna putih, begitupun Fachri berpakaian pengantin berwarna putih. Kedua mempelai berdiri secara berhadapan, dengan pendeta disamping Mora dan pak penghulu disamping Fachri. Mereka menikah memakai dua kepercayaan masing-masing. Eisya, Mirza, Yusra serta ibu kandung Mora serta keluarga besarnya turut menjadi saksi pernikahan keduanya.
Dimulai dengan Fachri yang melakukan ijab Kabul, kemudian dilanjuti dengan Mora yang mengucapkan janji suci pernikahan. Keduanya melakukan yang demikian dengan melihat kebawah. Lalu saling berpandangan ketika sudah melakukan yang demikian itu. Ibu kandung Mora tersenyum melihat putri semata wayangnya sudah menikah, meskipun kurang mengerti dengan cara pernikahan keduanya. Namun sudah mengerti jika putrinya bersama pasangannya berbeda keyakinan.
Sementara Eisya, Mirza, dan Yusra melihat biasa saja ikut berbahagia meskipun merasa aneh melihat cara pernikahan keduanya.

Beberapa saat kemudian. . . .

                Fachri dengan masih memakai pakaian pengantinnya, menunggu kedatangan Mora dibalkon depan lantai dua rumah kediaman Mora. Fachri masih menunggunya sambil melihat-lihat pemandangan yang ada. Dan kinipun Mora telah mendatangi dirinya dengan sudah berdiri disampingnya menghadap kepadanya. Sedangkan Fachri baru saja mengetahui kedatangannya lalu menghadapkan dirinya balik ke Mora.
“Aku harus kembali kerumah sakit sekarang! Karna sekarang tugasku sebagai seorang Dokter bedah mulai dibutuhkan, hari ini ada lima pasien yang harus aku bedah!”, Fachri memberitahukan alasannya telah memanggil Mora untuk menemuinya melalui Eisya tadi. Menatap memohon.
“Pergilah Fachri, semoga berhasil! Tapi besok kau harus kembali dengan memakai baju pengantin lagi, karna besok ayah akan dikebumikan dipemakaman Sandiego!”, Mora mempersilahkannya sembari mengingatkannya tentang hari esok. Menatap tegar.
Fachri pun membuka baju pengantinnya lalu melipatnya sembari memberikannya ke Mora. “Aku pergi yah, assalamu’alaikum!”, Fachri berkata pamit padanya menghargai keberadaannya. Mora menjadi tersenyum lalu mengatakan, “Selamat siang!”. Kemudian Fachri menyentuh wajahnya sedikit membelainya, menatap diam lalu beranjak pergi meninggalkan. Dan Mora beranjak dari tempatnya menuju kebalkon depan atas rumahnya, akan berdiri didepan pagar balkon atas rumahnya.     
                Tak berapa lama ia berdiri ditempat tersebut, ia melihat Fachri sedang berjalan menuju mobilnya yang terparkir diluar pintu gerbang rumahnya. Mora begitu bersyukur memiliki seorang teman dekat seperti Fachri, yang mau berkorban untuknya. Padahal Mora belum sepenuhnya mengenal siapa Fachri sebenarnya.

Esok harinya. . . .

                Upacara kematian untuk ayah Mora pun dilakukan, tepatnya dipemakaman umum Sandiego. Kini peti jenazah telah dimasukkan keliang lahat, tertutupi tanah tak lupa dengan batu berbentuk salib berdiri tegak dipusaranya. Satu persatu dari keluarga besar Mora mulai menaburkan bunga dipusara ayahnya, termasuk Mora bersama Fachri yang juga menaburkan bunga dipusara ayahnya, memakai pakaian pengantin kembali.
Sementara Eisya, Mirza juga Yusra hanya berdiri melihat mereka menunggu upacara kematian ayah Mora selesai. “Kehilangan seseorang yang telah berjuang menghidupi kita, itu lebih menyakitkan dari apapun!”, Yusra mengungkap mengajak Eisya dan Mirza untuk bicara. Melihat ke pemakaman ayah Mora.
                “Yah, upacara kematian ayah Mora mengingatkanku pada kedua orang tuaku!”, Eisya mulai berbicara melihat kepemakaman ayah Mora.
                “Andai saja aku bisa menghadiri upacara kematian almarhum mamah, entah apa yang terjadi pada diriku!”, Mirza ikut berbicara membagi kisahnya.
                Usainya mereka saling berbicara bergantian, mereka betiga beranjak menghampiri Mora yang masih bersama Fachri. Setibanya mereka bersama Mora dan Fachri, Eisya langsung memeluk Mora tuk menegarkannya. Sedangkan Yusra dan Mirza hanya memandangi sembari tersenyum, begitupun Fachri yang tak henti memandangi Mora sejak tadi bersamanya.

Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar