Dan secara kebetulan Mora hanya
memiliki seorang teman saja yang berprofesi sebagai Dokter, yaitu Fachri seorang.
Jadi tidak perlu mencari keras untuk mencari seorang Dokter yang berkenan
membantu menyelesaikan tugasnya. Saat ketika Mora masih mengerjakan tugasnya,
Fachri hanya melihat hening kesibukannya dan berkata sesekali bila ada yang
diperlukan dari Mora juga dari dirinya sendiri. Selagi Mora masih mengerjakan
tugasnya keduanya hanya berdiam hening menikmati.
Setelah beberapa menit berjalan,
Mora menyatakan pada Fachri kalau dirinya sudah tuntas mengerjakan tugasnya. Fachri
yang baru mengetahuinya pun menjadi tersenyum kecil berharap akan terbebas dari
keheningan. “Sudah dua kali aku menolak makanannya yang aku pesan untuk kita!
Dan kini, aku akan memanggil pelayan tadi untuk mengantarkannya!”, ungkap
Fachri membuat Mora terkejut geli.
Sedangkan Fachri mulai menelepon
pelayan tadi karna dirinya sempat memberi nomor ponselnya. “Aku tidak tau harus
berkata “Ya Tuhan” atau “Puji Tuhan”?!”, bisik hati Mora seketika melihatnya.
Menatap diam mengamati. Lalu pelayan yang ditelepon Fachri tadi sudah datang
dengan membawa makanan sembari menaruhkannya dimeja bundar keduanya. Dan kini
mereka berdua sudah siap akan menyantap hidangan makanan tersebut.
Secara bersamaan, mereka berdua
berdoa dengan keyakinan masing-masing. Lalu memakan hidangan makanan secara
bersamaan pula. Sungguh unik yang diakukan oleh keduanya, tampak suasana
persahabatan begitu kuat pada diri mereka masing-masing. Kemudian disaat masih
sama-sama menikmati hidangan makanannya, Mora terpandang pada gelang persahabatan
dari Fachri dipergelangan tangan kanannya.
Lalu Mora mengalihkannya dengan
fokus kembali ke makan malamnya. Sementara Fachri tiba-tiba saja terdiam karna
terpandang pada gelang persahabatan darinya yang masih dikenakan Mora, lalu
Fachri memalingkan pandangannya seolah-olah tidak melihat apa-apa. Sesunguhnya,
mereka berdua masih memandang indah pada gelang persahabatan itu. Karna gelang
persahabatan itu adalah sebuah barang yang menunjukkan perasaan dari Fachri
yang sebenarnya pada Mora.
Namun mereka berdua tidak bisa
melanjutkan perasaannya, karna keduanya memilih untuk setia kepada keyakinan
mereka berdua masing-masing. Keimanan mereka berdua sangat kuat, jadi tidak
bisa bila harus berpaling mengikuti keimanan yang lain. Ada satu kesamaan yang
belum pernah mereka berdua sadari, yaitu mereka sama-sama terlahir menjadi
peribadi yang sangat religius.
Sementara disana. . . .
Yusra
sedang duduk dikursi ruang kerja rumahnya, ia memikirkan tentang saran dari
Dokter Frans. Saat ini ia mulai merasa penasaran, dan hasratnya ingin mencoba
melakukan tes DNA pun mulai memuncak. Kemudian ia bertekad bahwa pada hari
esok, ia akan melakukannya sendiri dan berharap tidak ada yang mengetahuinya.
Karna besok merupakan hari libur kerja.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Esoknya pada pukul Sembilan pagi, Yusra sudah
berpakaian rapi bergegas untuk pergi kerumah sakit. Kali ini ia memakai baju
kemeja serta dengan celana juga sepatu seperti mau pergi kekantor, namun tidak
mengenakan jas tetapi dasi masih dikenakannya. Cara berpakaiannya pada kali ini
sangat terlihat santai. Dan kini ia telah tiba dirumah sakit dengan segera
menghampiri ruang ICU, dimana tempat keponakan kecil dari Mirza telah dirawat.
Namun
ketika baru saja melewati tikungan rumah sakit menuju ruang ICU, tiba-tiba saja
ia melihat Mirza keluar dari ruangan ICU bersama dengan beberapa suster membawa
bayi Cillo untuk pindah keruangan biasa. Yusra pun terpaksa berhenti lalu
megikuti mereka secara diam-diam. Setelah beberapa saat kemudian, ternyata bayi
Cillo dipindahkan keruang anak yang bernama Ruang Anak Kelas Satu plus VIP.
Dimana didalam ruangan itu ada Tv, pendingin ruangan, kulkas juga tempat
bersantai.
Yusra telah dapat memahaminya
seketika sudah mengetahuinya, namun harus bersembunyi dahulu dari Mirza sebelum
menyusul untuk menjenguk bayi Cillo. Saat ketika sudah melihat Mirza keluar
dari ruangan tersebut dan pergi meninggalkan, Yusra merasa lega lalu
memantapkan langkahnya perlahan memasuki ruang anak tempat bayi Cillo dipindahkan.
Sesampainya dipintu ruangan anak tersebut, Yusra membuka pintunya perlahan
sembari memasukinya lalu menutup pintunya kembali.
Tampak pegasuh bayi Cillo sedang
memberikan susu, dan menjadi sedikit terkejut ketika melihat Yusra secara
tiba-tiba sudah berada disampingnya. “Tuan….?”, sapa pengasuh itu menatap
tanya. Yusra pun melihat padanya sambil tersenyum menyapa. “Tuan Mirza, baru
saja pergi!”, sambung pengasuh itu memberitahu. Yusra mengangguk masih
tersenyum menyapa. “Kalau begitu, saya mau permisi mengambil obat dulu ya!”,
sambung lagi pengasuh itu berkata pamit untuk pergi sebentar.
“Silahkan!”, Yusra baru
menyahutnya. Dan pengasuh itupun pergi meninggalkannya. Setelah melihat
pengasuh itu pergi, Yusra mengeluarkan sebuah gunting kecil. Kemudian ia meraba
rambut bayi Cillo yang lebat berwarna hitam pula, lalu memulai menggunting
sehelai rambut dari bayi Cillo dengan sedikit gemetar. “Bismillah!”, doanya
ketika akan memulai menggunting rambut bayi Cillo. Yusra begitu berkonsentrasi
tak sedikitpun menatap wajah bayi Cillo yang sedang tidak tertidur.
Dan setelahnya berhasil
menggunting rambut bayi Cillo, Yusra langsung menyimpannya dikantong plasti
berukuran kecil. “Get well soon baby!”, Yusra baru berkata mendoakannya dan baru
menatap bayi Cillo. Lalu dilihat olehnya bayi Cillo menatapnya seperti menyukai
dirinya, tatapan matanya berbinar-binar ketika masih menatapi Yusra. Dan Yusra
pun menjadi tersenyum kembali berkata, “Kamu ganteng ya!”, dengan memujinya
bangga.
Kemudian Yusra mendapat telepon
dari Dokter Frans menanyakan kabarnya apakah sudah mengambil sehelai rambut
bayi Cillo atau belum. Yusra pun langsung mengatakan kalau ia sudah
mengambilnya, dan Dokter Frans memintanya untuk segera menyerahkannya kepadanya
sekarang. Karna bila semakin cepat Yusra menyerahkannya, maka hasilnya akan
cepat pula tuk diketahui. Dan disaat yang bersamaan, pengasuh bayi Cillo sudah
datang memasuki ruangan.
Yusra yang sudah mengetahui
kedatangannya, langsung berkata pada Dokter Frans akan menemuinya sekarang
juga. Lalu menutup teleponnya, dilanjutkannya dengan berkata pamit untuk pergi
dari ruangan kepada pengasuh itu dan kemudian beranjak keluar dari ruangan akan
menuju keruangan Dokter Frans. Sesampainya diruangan Dokter Frans, Yusra langsung
menyerahkan sebuah plastik berukuran kecil berisi sehelai rambut dirinya
sendiri serta sehelai rambut dari bayi Cillo.
Yusra sudah menyerahkannya, Dokter
Frans juga sudah menerimanya. Mereka berdua berjabat tangan saling mengucapkan terimakasih.
Dan Dokter Frans berjanji hasilnya akan dapat diketahui pada esok hari atau
lusa, tergantung pada Dokter Frans yang akan menghubunginya bila sudah siap.
Dan Yusra mempercayainya, ia akan menunggunya dengan mennyiapkan mentalnya
untuk menerima sebuah kenyataan terbaru dari hidupnya.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Ditempat
lain masih dirumah sakit, Fachri sedang berjalan-jalan dari sudut kesudut rumah
sakit. Ia sedang melawan rasa bosan menunggu jam prakteknya sampai berstatus
open. Kemudian ia berhenti di cafe yang letaknya didalam rumah sakit dengan
sudah duduk sendiri sambil melihat tanyangan ditelevisi serta dengan secangkir
minuman capuccino. Hari ini memang hari libur kerja, tetapi tidak untuk yang
berprofesi sebagai Dokter. Dokter hanya libur apabila liburan nasional telah tiba.
Disaat dirinya masih bersantai,
tiba-tiba saja ada yang mendatanginya dengan berdiri disampingnya sembari
memanggil namanya sekali. Fachri pun mengalihkan perhatiannya kepada siapa yang
telah memanggil namanya sembari melihat santai padanya. Ternyata itu adalah
Qiera yang melihat lurus kedepan. “Aku mau bicara, boleh aku duduk sekarang!?”,
Qiera berkata permisi sedikit jutek. Fachri mempersilahkannya dengan mengetuk
sisi meja kanannya yang masih tersedia kursi kosong.
Qiera yang sudah mengetahuinya pun
langsung beralih duduk mengikuti arahan dari Fachri sembari menatap Fachri diam
seperti akan mengungkap sesuatu. Sedangkan Fachri melihat ketelevisi didepannya
berbalas cuek padanya. Sekilas, Fachri seperti mencueki Mora dulu. Qiera masih
menatapnya diam, ikut bungkam seperti Fachri lalu terpaksa melihat ketelevisi
juga sepertinya. Dan Fachri baru memalingkan pandangannya ke Qiera, mengingat
tentang permasalahan hatinya.
Fachri melihat padanya mulai
merenungkan, keduanya membuat suasana menjadi hening meskipun telah berdiam
dikeramaian. “Apakah Mora masih menjadi wanita terindahmu? Sehingga kau tak
bisa memandang wanita lain kecuali dirinya!”, Qiera mulai berbicara kembali
tegas. Fachri menjadi kaget mendengarnya, menatap bingung. Sedangkan Qiera baru
memalingkan pandangannya kepadanya, memakai tatapan sedikit tidak suka.
“Lalu apa yang kau mau dariku?
Sementara yang aku tau, bahkan kau pun juga sudah tau kalau kita jarang
bertemu! Jadi wajar saja kalau aku bersikap seperti ini!”, Fachri memberi
penjelasan menatap penuh pengertian padanya. Sementara Qiera masih menatap
diam.
“Aku mau, menjadi teman terdekatmu
selain Mora! Aku juga berandai-andai, bahwa aku akan bisa menjadi wanita
terindahmu menggantikan Mora!”, ungkap Qiera membuat Fachri menjadi
bertanya-tanya. Lalu Fachri menyandarkan tubuhnya kesandaran kursi dengan
melipatkan kedua tangannya diperutnya, melihat Qiera sedikit tajam.
“Kau sudah menjadi milik orang
lain, jangan palingkan orang lain itu darimu hanya kau tiba-tiba saja
menginginkan aku!”, Fachri menyahut menolak sembari memberi nasehat.
“Pertunanganku sudah dibatalkan
oleh dirinya disana! Aku tidak tau harus merasa merdeka atau tidak! Dan yang
pasti, aku terbebas dari kedua sifatnya yang sering membuatku terbebani!”,
Qiera menceritakannya memakai tatapan meyakinkannya.
“Rasa-rasanya, baru saja kemarin aku
melihat kau sedang bermanja dan sangat dekat sama Yusra ditepi danau! Dan
sekarang, kau memintaku seperti apa yang telah kau pinta tadi!”, Fachri mengungkapnya
memberi sindiran.
Qiera menjadi terkejut lalu berdiri
menatapnya terkejut. Disambung dengan Fachri berdiri juga sambil menjatuhkan
kedua tangannya keras. Mereka berduapun saling bertatapan dingin sejenak,
kemudian secara tiba-tiba Qiera berkata lagi yang membuat Fachri terkejut tak
menduganya.
“Rasa-rasanya, aku ingin mencicipi
bibirmu sekarang juga!”, Qiera berkata permisi menggodanya menatap sedikit
centil. Fachri yang sudah mendengarnya, mencoba melirikkan kedua matanya
melihat disekitarnya.
Ia merasa khawatir, serta takut
ada yang mendengarnya selain dirinya sendiri. Dan kemudian Fachri menarik keras
tangan Qiera akan membawanya kesuatu tempat. Ternyata Fachri membawa Qiera ke lobby
rumah sakit menyuruhnya untuk pergi, memakai alasan kalau jam kerjanya sedang
berlangsung.
Usainya berkata demikian, Fachri
langsung berpaling meninggalkan Qiera sendirian diLobby. Sementara Qiera yang
masih berada dilobby rumah sakit, menyadari kebodohan yang telah dilakukannya
tadi. Ia kembali mengingat perkataan terakhirnya, “Rasa-rasanya, aku ingin
mencicipi bibirmu sekarang juga!”. Setelah menyadarinya, Qiera beranjak pergi
menuju keparkiran mobilnya untuk pergi dengan tujuan pulang kerumahnya.
Disadarinya pula jika apa yang
telah dikatakannya tadi hanyalah sebuah reflek dari menahan gejolaknya terhadap
Fachri.
Badung Location. . . . Season 2
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar