Malam harinya,
Mizra sedang duduk bersandar ditempat tidurnya dikamarnya sendiri. Ia sedang
melamunkan sesuatu dengan sebuah bingkai foto berukuran kecil dipangkuannya
yang telah dipegang dikedua tangannya. Dirinya mulai melamunkan Yandra,
pertemuannya tadi siang. Diulangnya kembali saat Yandra baru saja terpandang
kepadanya serta dengan dua kuciran rambut darinya. Lalu dirinya menyamakan
Yandra seperti kelinci, selain imut juga lucu menggemaskan dan mempesonakan
dirinya.
Namun ketika beralih tuk melihat ke bingkai foto
tersebut. Tampak terlihat gambar Eisya yang manis tertera pada bingkai foto
tersebut. Dirinya pun kini menyentuh foto dari Eisya tersebut layaknya
menyentuh wajah Eisya secara nyata dihadapannya. Kemudian secara tiba-tiba ia
teringat pada momen tadi siang, saat dirinya sedang menyentuh wajah Yandra dan
kinipun terbangun dari sandarannya merasa terkejut hebat.
“Tidak, disini cuma satu! Wanitaku cuma satu!”,
bisiknya dihati sambil menaruh foto Eisya disampingnya dengan melihat bingung
kesegala arah. Dari perilakunya itu, Mirza tampak seperti seseorang yang benar
sedang dilema. Mungkin memang benar bahwa dirinya memanglah sedang dilema,
namun ia masih tidak mengerti apa sebabnya sehingga dirinya menjadi seperti
itu.
Tiga hari kemudian. . . .
Mora, Mirza dan
Eisya sedang melakukan sebuah pertemuan dikediaman Mora untuk membahas sesuatu
bersama-sama. Dan kini mereka bertiga telah duduk bersama dimeja bundar,
tepatnya dihalaman samping kediaman Mora. Mora yang telah memegang brosur
dekorasi untuk kamar, mulai kebingungan lalu bertanya pada Mirza tentang
pendapatnya memilih dekorasi yang tepat dan cocok untuk Yandra. Mirza yang juga
memegang brosur yang sama pun memilih tema warna hijau.
“Princess Yandra
suka warna kuning! Bagaimana kalau dipadukan dengan warna hijau pada dinding
kamarnya!”, Mora berkomentar atas pilihan Mirza memberi masukan.
“Wah jadi kaya
warna Ice Cream! Bagaimana kalau catnya seperti warna pelangi, meskipun yang
kita pilih hanya dua warna saja!”, Mirza memberi ide tambahannya melihat ke
Mora. Sedangkan Mora baru saja melihat padanya.
“Ide tambahan yang
bagus, Mirza!”, Mora berkata menyetujuinya. Dan Eisya menyambungnya.
“Bagaimana kalau
kita tambahkan stiker menara Eiffel disalah satu dindingnya? Dengan memakai
latar belakang warna cat putih polos! Sementara stiker menara Eiffelnya kita
beri warna hitam keabu-abuan! Keren gak?”, Eisya memberi ide tambahan lalu
menanyakannya pada mereka berdua.
Mora dan Mirza
pun kini menjadi saling berpandangan berdiskusi sedikit tentang sebuah ide dari
Eisya. Dan Mora berkata setuju, sementara Mirza mengatakan setuju pula namun
tidak memakai sebuah stiker. Tetapi meminta Eisya untuk melukisnya sendiri
disalah satu dinding calon kamar Yandra. Eisya yang menengarnya pun hanya
tersenyum melihat keduanya. Maksud dari Mirza memintanya untuk melukisnya
sendiri, hanya ingin melihat dirinya menunjukkan bakat dirinya.
Karna Eisya
terkenal sangat mahir dalam melukis. Hampir beberapa penghargaan dapat ia raih
karna bakat dari melukisnya itu. Dan Mirza sangat yakin jika Eisya bisa melukis
menara Eiffel didinding pada calon kamar Yandra dirumah Yusra, yang berukuran
besar.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Dua hari
kemudian, Mora, Mirza juga Eisya memulai tugas mereka untuk mendekorasi calon
kamar Yandra dikediaman Yusra. Sebelum mereka mendekorasinya mereka lebih dulu
meminta izin pada Yusra untuk mengubah kamar tamu yang nantinya dialihkan
sebagai kamar Yandra. Dan kini mereka bertiga sudah memasuki kedalam kamar
tersebut sembari mempersiapkan peralatan masing-masing. Mereka bertiga
masing-masing telah memiliki tugasnya.
Mirza memeriksa
cat berwarna Hijau dan Kuning yang telah dibelinya. Eisya memeriksa alat
lukisnya, seperti kuas dan cat air yang dibawanya dalam stok banyak. Dan Mora
memeriksa stiker kupu-kupu yang telah dibelinya juga mengukur tempat tidur
untuk diubahnya menjadi sebuah tempat tidur yang mirip dengan yang ada dicerita
dongeng. Tepatnya pada cerita Princess dari Disney. Dan kinipun mereka mulai
sibuk bersama mengatur strategi, berdiskusi untuk meletakkan dekorasinya.
Ditengah
kesibukkan bersama mereka, tiba-tiba saja Yusra masuk mendatangi mereka yang
tengah berdiskusi. Dan merekapun menjadi terhenti sesaat bersama melihat ke
Yusra, sedangkan Yusra melihat kebarang-barang yang telah mereka bawa.
“Gak segini
banget juga kali demi Yandra! Dia cuma sementara tinggal disini! Dan ini
menurut gue, terlalu berlebihan!”, komentar Yusra setelah melihat barang-barang
yang telah mereka bawa.
“Tapi setidaknya
kita membahagiakan dia dengan cara ini, Yusra!”, bijak Mora. Yusra melihat
padanya.
“Kalaupun dia
sudah pergi dan tidak lagi tidur dikamar ini, maka kamar ini bisa jadi kamar
tamu yang indah! Aku yakin dia pasti betah untuk tinggal lebih lama disini?”,
sambung Eisya. Yusra pun beralih melihat padanya.
“Dan kalau dia
sudah tidak tinggal dikamar ini lagi! Tentu yang paling dirindukan adalah
kehadirannya, kediamannya dikamar ini bukan? Karna setiap insan yang sudah
pernah bertemu, pasti akan merasakan rindu walaupun hanya sekilas angin menyapa!”,
Mirza menyambung serta memberi pengertian ke Yusra.
Yusra menjadi
tertawa kecil melihat ke Mirza, sedangkan Eisya menjadi merenung melihat
padanya juga. Dan kemudian Mora meminta Yusra berdiam diluar untuk beberapa
saat hingga tugas dirinya dan kedua temannya selesai. Karna Mora tidak mau jika
Yusra ikut terkena noda kotor karna pengerjaannya.
Yusra pun mengangguk dan keluar dengan bahagia. Setelahnya Yusra mengeluarkan
dirinya dari kamar tersebut, Mirza membantu Mora untuk mengukur tempat tidur.
“Arsitek, lo gak
bantuin kita mengukur tempat tidur?”, tanya Mirza kepada Eisya. Melihat biasa.
Sedangkan Eisya baru saja melihat padanya sambil mengangguk.
“Gue lagi sibuk
mengukur tinggi, lebar menara Eiffel yang mau gue lukis! Karna ini merupakan
sebuah tantangan buat gue!”, Eisya menjawab menolaknya karna mau fokus pada
pekerjaannya.
Kemudian
pembicaraan mereka berdua berlalu begitu saja dengan kembali pada pekerjaannya
masing-masing. Sementara diluar ruangan kamar tersebut, Yusra sedang duduk
santai diruang tengah sekaligus sebagai ruang tamu sambil mempelajari berkas
pekerjaan kantornya. Lalu dilihatnya Mora dan Mirza sedang menjinjing sebuah
kasur dari dalam kamar tersebut akan disimpan digudang rumahnya. Yusra
melihatnya cuek kembali mempelajari berkas pekerjaan kantornya.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Setelah beberapa
saat berjalan, Eisya pun mulai mengukur dinding kamar tersebut menyesuaikan
dengan ukuran menara Eiffel yang akan dilukisnya. Sementara dipintu kamar Mirza
baru saja masuk melihat dirinya. Dengan jahil Mirza pun masuk secara perlahan
lalu merampas pelan penggaris besar yang telah dipegang Eisya. Secara spontan Eisya
menjadi terkejut melihat padanya dengan keadaan mereka berdua yang sama-sama
sedang memegang penggaris besar tersebut.
Dan berlanjut
mereka berdua saling bertatapan heran seketika. Saat ketika Mirza merasa bahwa
Mora baru saja memasuki, melewati pintu kamar tersebut. Mirza langsung
mengalihkannya dengan melepaskan penggaris besar yang dipeganganya sambil
mengatakan, “Betapa Eisya ingin sekali memukulku! Tetapi untung saja aku
berhasil menangkisnya!”. Usainya mengatakan demikian Mirza melangkah
membelakanginya lalu berhenti masih membelakanginya menghadap ke Mora
berjauhan.
“Oh, ternyata
memfitnahku adalah makananmu saat bersamaku juga bersama Mora!”, balas Eisya
melihat ke Mirza.
“Seperti kata
Yusra tadi, gak segitunya kali sayaaaang! Just kidding, you know!”, balas Mirza
dengan berbalik mengahadapnya mengejek halus.
Eisya pun
menggelengkan kepalanya melanjutkan pekerjaannya. Sedangkan Mora mencoba
mendekati Mirza dan kini sudah berdiam disampingnya menatapnya menggoda. Mirza
yang baru merasakan dirinya melihat padanya juga. Kemudian Mirza berbisik
sangat dekat ditelinga Mora hingga membuat Mora menjadi tersennyum malu. Dan
Eisya yang tak sengaja melihat keduanya mulai merasa gelisah berpikir negative
thinking lalu mengalihkannya kedinding kamar tersebut lagi.
Selang beberapa
watu berjan. Mereka bertiga telah memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya
pada hari-hari selanjutnya. Dan kini mereka telah duduk bersama dihalaman depan
rumah dengan Yusra. Mereka akan bercakap-cakap kecil.
“Aku sudah
mengecat dinding yang akan dijadikan tempat sandaran tempat tidurnya, dengan
warna hijau dan kuning seperti pelangi! Dan mungkin nanti malam sudah kering!”,
Mirza mengatakannya melihat ke Yusra. Yusra juga melihat padanya.
“Warnanya ramai,
cerah, tapi untung saja hanya dua warna!”, balas Yusra dengan senyuman lalu
melihat ke Eisya. “Oyah, Eisya, bagaimana dengan tugasmu?”, sambung Yusra lagi
menanyakannya.
Namun Eisya
sedang melamun tak mendengarnya melihat kebawah. Yusra, Mirza menjadi diam
melihat dirinya. Kemudian menjadi tersadar saat Mora memanggil namanya yang
ketiga kalinya. Spontan Eisya pun melihat ke Mora dengan amat terkejut. “Aku,
aku mau pulang sekarang juga!”, katanya berpamitan secara tiba-tiba sehingga membuat
ketiganya melihat bingung. Dan lalu Mirza menawarkannya untuk pulang bersama
Mora.
Namun Eisya
menolaknya berkata beralasan bahwa Mora tidak pulang pada jalur yang sama,
dirinya juga beralasan tidak ingin merepotkan Mora. Setelah percakapan itu
terjadi, mereka kinipun beranjak pergi pada tujuan masing-masing. Dan
kebersamaan mereka berempat telah berakhir pada saat itu juga.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar