Selasa, 19 Januari 2016

Badung Location. . . . #9



                Malam harinya, Mizra sedang duduk bersandar ditempat tidurnya dikamarnya sendiri. Ia sedang melamunkan sesuatu dengan sebuah bingkai foto berukuran kecil dipangkuannya yang telah dipegang dikedua tangannya. Dirinya mulai melamunkan Yandra, pertemuannya tadi siang. Diulangnya kembali saat Yandra baru saja terpandang kepadanya serta dengan dua kuciran rambut darinya. Lalu dirinya menyamakan Yandra seperti kelinci, selain imut juga lucu menggemaskan dan mempesonakan dirinya.
Namun ketika beralih tuk melihat ke bingkai foto tersebut. Tampak terlihat gambar Eisya yang manis tertera pada bingkai foto tersebut. Dirinya pun kini menyentuh foto dari Eisya tersebut layaknya menyentuh wajah Eisya secara nyata dihadapannya. Kemudian secara tiba-tiba ia teringat pada momen tadi siang, saat dirinya sedang menyentuh wajah Yandra dan kinipun terbangun dari sandarannya merasa terkejut hebat.
“Tidak, disini cuma satu! Wanitaku cuma satu!”, bisiknya dihati sambil menaruh foto Eisya disampingnya dengan melihat bingung kesegala arah. Dari perilakunya itu, Mirza tampak seperti seseorang yang benar sedang dilema. Mungkin memang benar bahwa dirinya memanglah sedang dilema, namun ia masih tidak mengerti apa sebabnya sehingga dirinya menjadi seperti itu.

Tiga hari kemudian. . . .

                Mora, Mirza dan Eisya sedang melakukan sebuah pertemuan dikediaman Mora untuk membahas sesuatu bersama-sama. Dan kini mereka bertiga telah duduk bersama dimeja bundar, tepatnya dihalaman samping kediaman Mora. Mora yang telah memegang brosur dekorasi untuk kamar, mulai kebingungan lalu bertanya pada Mirza tentang pendapatnya memilih dekorasi yang tepat dan cocok untuk Yandra. Mirza yang juga memegang brosur yang sama pun memilih tema warna hijau.
                “Princess Yandra suka warna kuning! Bagaimana kalau dipadukan dengan warna hijau pada dinding kamarnya!”, Mora berkomentar atas pilihan Mirza memberi masukan.
                “Wah jadi kaya warna Ice Cream! Bagaimana kalau catnya seperti warna pelangi, meskipun yang kita pilih hanya dua warna saja!”, Mirza memberi ide tambahannya melihat ke Mora. Sedangkan Mora baru saja melihat padanya.
                “Ide tambahan yang bagus, Mirza!”, Mora berkata menyetujuinya. Dan Eisya menyambungnya.
                “Bagaimana kalau kita tambahkan stiker menara Eiffel disalah satu dindingnya? Dengan memakai latar belakang warna cat putih polos! Sementara stiker menara Eiffelnya kita beri warna hitam keabu-abuan! Keren gak?”, Eisya memberi ide tambahan lalu menanyakannya pada mereka berdua.
                Mora dan Mirza pun kini menjadi saling berpandangan berdiskusi sedikit tentang sebuah ide dari Eisya. Dan Mora berkata setuju, sementara Mirza mengatakan setuju pula namun tidak memakai sebuah stiker. Tetapi meminta Eisya untuk melukisnya sendiri disalah satu dinding calon kamar Yandra. Eisya yang menengarnya pun hanya tersenyum melihat keduanya. Maksud dari Mirza memintanya untuk melukisnya sendiri, hanya ingin melihat dirinya menunjukkan bakat dirinya.
                Karna Eisya terkenal sangat mahir dalam melukis. Hampir beberapa penghargaan dapat ia raih karna bakat dari melukisnya itu. Dan Mirza sangat yakin jika Eisya bisa melukis menara Eiffel didinding pada calon kamar Yandra dirumah Yusra, yang berukuran besar.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

                Dua hari kemudian, Mora, Mirza juga Eisya memulai tugas mereka untuk mendekorasi calon kamar Yandra dikediaman Yusra. Sebelum mereka mendekorasinya mereka lebih dulu meminta izin pada Yusra untuk mengubah kamar tamu yang nantinya dialihkan sebagai kamar Yandra. Dan kini mereka bertiga sudah memasuki kedalam kamar tersebut sembari mempersiapkan peralatan masing-masing. Mereka bertiga masing-masing telah memiliki tugasnya.
                Mirza memeriksa cat berwarna Hijau dan Kuning yang telah dibelinya. Eisya memeriksa alat lukisnya, seperti kuas dan cat air yang dibawanya dalam stok banyak. Dan Mora memeriksa stiker kupu-kupu yang telah dibelinya juga mengukur tempat tidur untuk diubahnya menjadi sebuah tempat tidur yang mirip dengan yang ada dicerita dongeng. Tepatnya pada cerita Princess dari Disney. Dan kinipun mereka mulai sibuk bersama mengatur strategi, berdiskusi untuk meletakkan dekorasinya.
                Ditengah kesibukkan bersama mereka, tiba-tiba saja Yusra masuk mendatangi mereka yang tengah berdiskusi. Dan merekapun menjadi terhenti sesaat bersama melihat ke Yusra, sedangkan Yusra melihat kebarang-barang yang telah mereka bawa.
                “Gak segini banget juga kali demi Yandra! Dia cuma sementara tinggal disini! Dan ini menurut gue, terlalu berlebihan!”, komentar Yusra setelah melihat barang-barang yang telah mereka bawa.
                “Tapi setidaknya kita membahagiakan dia dengan cara ini, Yusra!”, bijak Mora. Yusra melihat padanya.
                “Kalaupun dia sudah pergi dan tidak lagi tidur dikamar ini, maka kamar ini bisa jadi kamar tamu yang indah! Aku yakin dia pasti betah untuk tinggal lebih lama disini?”, sambung Eisya. Yusra pun beralih melihat padanya.
                “Dan kalau dia sudah tidak tinggal dikamar ini lagi! Tentu yang paling dirindukan adalah kehadirannya, kediamannya dikamar ini bukan? Karna setiap insan yang sudah pernah bertemu, pasti akan merasakan rindu walaupun hanya sekilas angin menyapa!”, Mirza menyambung serta memberi pengertian ke Yusra.
                Yusra menjadi tertawa kecil melihat ke Mirza, sedangkan Eisya menjadi merenung melihat padanya juga. Dan kemudian Mora meminta Yusra berdiam diluar untuk beberapa saat hingga tugas dirinya dan kedua temannya selesai. Karna Mora tidak mau jika Yusra ikut terkena  noda kotor karna pengerjaannya. Yusra pun mengangguk dan keluar dengan bahagia. Setelahnya Yusra mengeluarkan dirinya dari kamar tersebut, Mirza membantu Mora untuk mengukur tempat tidur.
                “Arsitek, lo gak bantuin kita mengukur tempat tidur?”, tanya Mirza kepada Eisya. Melihat biasa. Sedangkan Eisya baru saja melihat padanya sambil mengangguk.
                “Gue lagi sibuk mengukur tinggi, lebar menara Eiffel yang mau gue lukis! Karna ini merupakan sebuah tantangan buat gue!”, Eisya menjawab menolaknya karna mau fokus pada pekerjaannya.
                Kemudian pembicaraan mereka berdua berlalu begitu saja dengan kembali pada pekerjaannya masing-masing. Sementara diluar ruangan kamar tersebut, Yusra sedang duduk santai diruang tengah sekaligus sebagai ruang tamu sambil mempelajari berkas pekerjaan kantornya. Lalu dilihatnya Mora dan Mirza sedang menjinjing sebuah kasur dari dalam kamar tersebut akan disimpan digudang rumahnya. Yusra melihatnya cuek kembali mempelajari berkas pekerjaan kantornya.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

                Setelah beberapa saat berjalan, Eisya pun mulai mengukur dinding kamar tersebut menyesuaikan dengan ukuran menara Eiffel yang akan dilukisnya. Sementara dipintu kamar Mirza baru saja masuk melihat dirinya. Dengan jahil Mirza pun masuk secara perlahan lalu merampas pelan penggaris besar yang telah dipegang Eisya. Secara spontan Eisya menjadi terkejut melihat padanya dengan keadaan mereka berdua yang sama-sama sedang memegang penggaris besar tersebut.
                Dan berlanjut mereka berdua saling bertatapan heran seketika. Saat ketika Mirza merasa bahwa Mora baru saja memasuki, melewati pintu kamar tersebut. Mirza langsung mengalihkannya dengan melepaskan penggaris besar yang dipeganganya sambil mengatakan, “Betapa Eisya ingin sekali memukulku! Tetapi untung saja aku berhasil menangkisnya!”. Usainya mengatakan demikian Mirza melangkah membelakanginya lalu berhenti masih membelakanginya menghadap ke Mora berjauhan.
                “Oh, ternyata memfitnahku adalah makananmu saat bersamaku juga bersama Mora!”, balas Eisya melihat ke Mirza.
                “Seperti kata Yusra tadi, gak segitunya kali sayaaaang! Just kidding, you know!”, balas Mirza dengan berbalik mengahadapnya mengejek halus.
                Eisya pun menggelengkan kepalanya melanjutkan pekerjaannya. Sedangkan Mora mencoba mendekati Mirza dan kini sudah berdiam disampingnya menatapnya menggoda. Mirza yang baru merasakan dirinya melihat padanya juga. Kemudian Mirza berbisik sangat dekat ditelinga Mora hingga membuat Mora menjadi tersennyum malu. Dan Eisya yang tak sengaja melihat keduanya mulai merasa gelisah berpikir negative thinking lalu mengalihkannya kedinding kamar tersebut lagi.
                Selang beberapa watu berjan. Mereka bertiga telah memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya pada hari-hari selanjutnya. Dan kini mereka telah duduk bersama dihalaman depan rumah dengan Yusra. Mereka akan bercakap-cakap kecil.
                “Aku sudah mengecat dinding yang akan dijadikan tempat sandaran tempat tidurnya, dengan warna hijau dan kuning seperti pelangi! Dan mungkin nanti malam sudah kering!”, Mirza mengatakannya melihat ke Yusra. Yusra juga melihat padanya.
                “Warnanya ramai, cerah, tapi untung saja hanya dua warna!”, balas Yusra dengan senyuman lalu melihat ke Eisya. “Oyah, Eisya, bagaimana dengan tugasmu?”, sambung Yusra lagi menanyakannya.
                Namun Eisya sedang melamun tak mendengarnya melihat kebawah. Yusra, Mirza menjadi diam melihat dirinya. Kemudian menjadi tersadar saat Mora memanggil namanya yang ketiga kalinya. Spontan Eisya pun melihat ke Mora dengan amat terkejut. “Aku, aku mau pulang sekarang juga!”, katanya berpamitan secara tiba-tiba sehingga membuat ketiganya melihat bingung. Dan lalu Mirza menawarkannya untuk pulang bersama Mora.
                Namun Eisya menolaknya berkata beralasan bahwa Mora tidak pulang pada jalur yang sama, dirinya juga beralasan tidak ingin merepotkan Mora. Setelah percakapan itu terjadi, mereka kinipun beranjak pergi pada tujuan masing-masing. Dan kebersamaan mereka berempat telah berakhir pada saat itu juga.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar