Selasa, 19 Januari 2016

Badung Location. . . . #4



                Pada malam harinya, Eisya sedang duduk sendiri diloteng rumahnya melihat kelangit. Malam ini langit tampak tak berbintang, seperti kondisi perasaannya sendu. Terlebih lagi malam ini juga Mora tidak bisa menginap dirumahnya, bersamanya.  Ditengah dirinya terbawa dalam perasaannya yang semakin sendu masih melihat kelangit, tiba-tiba saja ada yang berteriak memanggil namanya dari arah bawah, tepatnya dihalaman depan rumahnya. Dan ternyata yang memanggilnya itu adalah Mirza.
                “Ibu Keisya Rahayu yang saya hormati, turun!!!!”, katanya masih berteriak menegaskannya. Eisya menggeleng tak mau mendengarkan perintahnya, melihat padanya. “Eisya please, jangan bikin gue panik!”, katanya sekali lagi membujuk tegas. Dan lagi, Eisya tak mau mendengarkannya dengan menutup kedua telinganya. “Turun gak lo!!!! Gue bilang turun!!!!”, katanya yang semakin tegas mulai menatapnya geram. Dan Eisya pun mulai khawatir terhadap suara Mirza yang semakin keras dan tegas.
                “Satu! Jangan sampe gue bilang tiga!”, katanya yang keempat kali membujuk semakin menatap geram. Dan akhirnya Eisya pun mendengarkan perintahnya akan turun menghampirinya. Setelah beberapa saat kemudian menunggu, Eisya membukakan pintu rumahnya untuk Mirza dan Mirza telah berada didepan pintunya sejak tadi. Dan lagi, Eisya dibuatnya menjadi sedikit kaget karna kemunculan Mirza yang suka dengan tiba-tiba. Mereka berdua kini berpandangan biasa akan berbalas kata.
                “Apalagi yang mau kau pinta dariku? Sama seperti sahabat nakalmu itu!”, Eisya bertanya mengeluhkan.
                “Yusra tidak akan pernah berhenti tergoda lagi pada obat terlarang itu! Sebelum benar-benar dirinya menemukan sesuatu yang dapat dipikirkan, contohnya seorang wanita! Wanita yang mungkin bisa membuatnya jatuh cinta! Ya mungkin seperti aku yang sudah lama jatuh cinta sama seorang wanita!”, Mirza menjelaskan sembari mengungkap yang terjadi pada dirinya sendiri.
                “Ternyata Yusra telah menceritakannya padamu!”, Eisya mengeluhkan.
                “Seperti kamu yang telah menceritakannya pada Mora!”, Mirza membalasnya.
                “Udah, aku lagi gak mood berdebat sama kamu!”, Eisya semakin mengeluhkan menyerah.
                “Dan sekarang biarkan aku pergi!”, Mirza berkata untuk pamit dengan memundurkan dirinya tiga langkah sambil melambaikan tangan kanannya.
                Kemudian disaat yang sama, Mirza berbalik pergi meninggalan dan Eisya menutup pintu rumahnya. Disaat ketika Eisya bersandar dibalik pintu rumahnya, tiba-tiba saja ponselnya berdering menandakan ada sebuah pesan masuk melalui whatsaap. Whatsaap itu dikirim oleh Mirza yang berpesan, “Gue khawatir liat lo ada diloteng! Kalo mau keloteng jangan malem-malem nanti bisa masuk angin! Siang hari saja biar item kaya turis di Kota Bali!”.
Eisya yang sudah membacanya pun menjadi geram. Lalu beralih kejendela mengintip Mirza yang baru saja pergi dengan mobilnya keluar dari pintu gerbang rumahnya. Sementara Mirza yang sedang berkendara menjadi tertawa karna teringat pesannya melalui whatsaap kepada Eisya. “Whatsaap yang gue kirim romantis! Apalagi nasehat dari gue! Gue jamin, Eisya pasti ngamuk karna udah geram banget sama whatsaap dari gue!”, katanya usainya tertawa.
Dan kembali pada Eisya, ia kini sedang mengamuk dengan menggunting-gunting kertas karna kesal pada Mirza. Mengingat isi pesan dari whatsapp Mirza padanya.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

                Esoknya tepatnya disiang hari, Mora pergi kesebuah café dirumah sakit dimana seorang gadis yang telah diketahui namanya itu bekerja. Pada hari sebelumnya ia sudah berhasil menghubungi seorang gadis itu memintanya untuk bertemu. Dan gadis itupun menyetujuinya. Dan juga kini mereka berdua telah duduk secara berhadapan pada satu meja dicafe rumah sakit dimana seorang gadis itu telah bekerja.
Pertama, mereka berdua saling menyapa sembari mengenalkan nama mereka secara baik-bailk. Dan yang kedua, mereka bersama memanggil seorang pelayan cafe untuk memesan makanan beserta minumannya. Seorang gadis itu masih memakai baju perawat namun telah memasuki waktu untuk beristirahat. Dan Mora pun akan segera memulai topik perbincangan yang sesungguhnya.
“Maaf sebelumnya, aku telah menyuruh teman-temanku untuk memata-matai dirimu! Itu aku lakukan hanya untuk membantu seorang dan seorang lagi temanku yang lain!”, Mora mengatakannya sedikit sungkan. Melihat biasa begitupula dengan seorang gadis bersamanya itu.
“Aku percaya, kau pasti menghargai orang-orang disekitarmu! Dan mungkin termasuk, aku!”, gadis itu berbicara dengan sangat menyambut kehadirannya.
Mora menjadi tersenyum padanya seketika. Kemudian ia menanyakan usia gadis itu dengan memanggil namanya agar terlihat lebih akrab. Gadis itupun menjawab pertanyaannya jika usianya baru memasuki usia duapuluh satu tahun pada satu bulan yang lalu. Setelah mengetahui usianya, Mora berpikir sangat perlu berbicara dengan memberi sebuah pengertian agar gadis itu mau membantunya. Karna usianya lebih muda dua tahun darinya, termasuk dari Yusra, Mirza juga Eisya.
Usia gadis itu masih muda namun sudah setengah menjadi seorang gadis yang sukses. tetapi kelabilannya dalam berpikir tentu masih ada pada sifat gadis yang sedang bersamanya itu. Mengetahui waktu yang terbatas, Mora pun mulai menceritakan keinginannya. Mora menceritakan tentang Yusra yang sedang mencari seorang wanita untuk membebaskannya dari sebuah beban. Diceritakannya pula, jika Yusra membutuhkan seorang istri sementara untuk permasalahannya agar menjadi sedikit hilang.
Dari penjelasannya Mora tidak memberitahukan nama Yusra, melainkan dengan sebutan “Dia”. Dan gadis itupun mulai bertanya setelah mendengar dengan seksama akan penjelasan darinya. “Maksudmu, apakah aku mau menjadi istri sementara untuk dia?! Lalu aku akan tidur seranjang bersama dia! Dan setelah….?”, belum sempat gadis itu meluruskannya Mora langsung memotongnya.
“Itu tidak akan terjadi! Sebelum kamu menikah dengan dia, tentu ada sebuah surat perjanjian yang memakai sebuah kertas bermatrai!”, penjelasan Mora kembali sudah mengetahui pemikiran gadis itu.
“Lalu apa isi dari kertas bermatrai itu? Bisakah kau menunjukkannya padaku sekarang?! Aku tidak mau tertipu! Bekerja sebagai perawat dirumah sakit ini, bagiku sudah cukup!”, gadis itu berkata menantangnya lalu sedikit membandingkannya.
“Semua itu akan kau ketahui! Setelah kau menyetujuinya!”, perkataan Mora membalas sekaligus mematikan.
Gadis itupun menjadi terdiam tak bersuara. Sebab ia merasa kaget tak bisa membalas karna perkataan Mora sungguh sangat mematikannya. Kemudian Mora kembali berkata kalau ia  memberinya waktu seminggu untuk menjawab setuju atau tidak kepadanya. Dan gadis itu hanya terdiam sambil memikirkan perkataannya yang semakin mematikannya. Setelahnya, pertemuan merekapun berakhir karna waktu bekerja telah berbunyi.
Dan secara terpaksa Mora mempersilahkan gadis itu untuk bekerja kembali. Gadis itu bernama Yandra Ratu, seorang gadis yang masih ada kepolosan dalam dirinya.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar