Pada malam
harinya, Eisya sedang duduk sendiri diloteng rumahnya melihat kelangit. Malam
ini langit tampak tak berbintang, seperti kondisi perasaannya sendu. Terlebih
lagi malam ini juga Mora tidak bisa menginap dirumahnya, bersamanya. Ditengah dirinya terbawa dalam perasaannya
yang semakin sendu masih melihat kelangit, tiba-tiba saja ada yang berteriak
memanggil namanya dari arah bawah, tepatnya dihalaman depan rumahnya. Dan
ternyata yang memanggilnya itu adalah Mirza.
“Ibu Keisya
Rahayu yang saya hormati, turun!!!!”, katanya masih berteriak menegaskannya.
Eisya menggeleng tak mau mendengarkan perintahnya, melihat padanya. “Eisya
please, jangan bikin gue panik!”, katanya sekali lagi membujuk tegas. Dan lagi,
Eisya tak mau mendengarkannya dengan menutup kedua telinganya. “Turun gak
lo!!!! Gue bilang turun!!!!”, katanya yang semakin tegas mulai menatapnya
geram. Dan Eisya pun mulai khawatir terhadap suara Mirza yang semakin keras dan
tegas.
“Satu! Jangan
sampe gue bilang tiga!”, katanya yang keempat kali membujuk semakin menatap
geram. Dan akhirnya Eisya pun mendengarkan perintahnya akan turun
menghampirinya. Setelah beberapa saat kemudian menunggu, Eisya membukakan pintu
rumahnya untuk Mirza dan Mirza telah berada didepan pintunya sejak tadi. Dan
lagi, Eisya dibuatnya menjadi sedikit kaget karna kemunculan Mirza yang suka
dengan tiba-tiba. Mereka berdua kini berpandangan biasa akan berbalas kata.
“Apalagi yang mau
kau pinta dariku? Sama seperti sahabat nakalmu itu!”, Eisya bertanya
mengeluhkan.
“Yusra tidak akan
pernah berhenti tergoda lagi pada obat terlarang itu! Sebelum benar-benar
dirinya menemukan sesuatu yang dapat dipikirkan, contohnya seorang wanita!
Wanita yang mungkin bisa membuatnya jatuh cinta! Ya mungkin seperti aku yang
sudah lama jatuh cinta sama seorang wanita!”, Mirza menjelaskan sembari
mengungkap yang terjadi pada dirinya sendiri.
“Ternyata Yusra
telah menceritakannya padamu!”, Eisya mengeluhkan.
“Seperti kamu
yang telah menceritakannya pada Mora!”, Mirza membalasnya.
“Udah, aku lagi
gak mood berdebat sama kamu!”, Eisya semakin mengeluhkan menyerah.
“Dan sekarang
biarkan aku pergi!”, Mirza berkata untuk pamit dengan memundurkan dirinya tiga
langkah sambil melambaikan tangan kanannya.
Kemudian disaat
yang sama, Mirza berbalik pergi meninggalan dan Eisya menutup pintu rumahnya.
Disaat ketika Eisya bersandar dibalik pintu rumahnya, tiba-tiba saja ponselnya
berdering menandakan ada sebuah pesan masuk melalui whatsaap. Whatsaap itu
dikirim oleh Mirza yang berpesan, “Gue khawatir liat lo ada diloteng! Kalo mau
keloteng jangan malem-malem nanti bisa masuk angin! Siang hari saja biar item
kaya turis di Kota Bali!”.
Eisya yang sudah membacanya pun menjadi geram. Lalu
beralih kejendela mengintip Mirza yang baru saja pergi dengan mobilnya keluar
dari pintu gerbang rumahnya. Sementara Mirza yang sedang berkendara menjadi
tertawa karna teringat pesannya melalui whatsaap kepada Eisya. “Whatsaap yang
gue kirim romantis! Apalagi nasehat dari gue! Gue jamin, Eisya pasti ngamuk
karna udah geram banget sama whatsaap dari gue!”, katanya usainya tertawa.
Dan kembali pada Eisya, ia kini sedang mengamuk
dengan menggunting-gunting kertas karna kesal pada Mirza. Mengingat isi pesan
dari whatsapp Mirza padanya.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Esoknya tepatnya
disiang hari, Mora pergi kesebuah café dirumah sakit dimana seorang gadis yang
telah diketahui namanya itu bekerja. Pada hari sebelumnya ia sudah berhasil
menghubungi seorang gadis itu memintanya untuk bertemu. Dan gadis itupun
menyetujuinya. Dan juga kini mereka berdua telah duduk secara berhadapan pada
satu meja dicafe rumah sakit dimana seorang gadis itu telah bekerja.
Pertama, mereka berdua saling menyapa sembari
mengenalkan nama mereka secara baik-bailk. Dan yang kedua, mereka bersama
memanggil seorang pelayan cafe untuk memesan makanan beserta minumannya.
Seorang gadis itu masih memakai baju perawat namun telah memasuki waktu untuk
beristirahat. Dan Mora pun akan segera memulai topik perbincangan yang
sesungguhnya.
“Maaf sebelumnya, aku telah menyuruh teman-temanku untuk memata-matai
dirimu! Itu aku lakukan hanya untuk membantu seorang dan seorang lagi temanku
yang lain!”, Mora mengatakannya sedikit sungkan. Melihat biasa begitupula
dengan seorang gadis bersamanya itu.
“Aku percaya, kau pasti menghargai orang-orang
disekitarmu! Dan mungkin termasuk, aku!”, gadis itu berbicara dengan sangat
menyambut kehadirannya.
Mora menjadi tersenyum padanya seketika. Kemudian ia
menanyakan usia gadis itu dengan memanggil namanya agar terlihat lebih akrab.
Gadis itupun menjawab pertanyaannya jika usianya baru memasuki usia duapuluh
satu tahun pada satu bulan yang lalu. Setelah mengetahui usianya, Mora berpikir
sangat perlu berbicara dengan memberi sebuah pengertian agar gadis itu mau
membantunya. Karna usianya lebih muda dua tahun darinya, termasuk dari Yusra,
Mirza juga Eisya.
Usia gadis itu masih muda namun sudah setengah
menjadi seorang gadis yang sukses. tetapi kelabilannya dalam berpikir tentu
masih ada pada sifat gadis yang sedang bersamanya itu. Mengetahui waktu yang
terbatas, Mora pun mulai menceritakan keinginannya. Mora menceritakan tentang
Yusra yang sedang mencari seorang wanita untuk membebaskannya dari sebuah
beban. Diceritakannya pula, jika Yusra membutuhkan seorang istri sementara
untuk permasalahannya agar menjadi sedikit hilang.
Dari penjelasannya Mora tidak memberitahukan nama
Yusra, melainkan dengan sebutan “Dia”. Dan gadis itupun mulai bertanya setelah
mendengar dengan seksama akan penjelasan darinya. “Maksudmu, apakah aku mau
menjadi istri sementara untuk dia?! Lalu aku akan tidur seranjang bersama dia!
Dan setelah….?”, belum sempat gadis itu meluruskannya Mora langsung memotongnya.
“Itu tidak akan terjadi! Sebelum kamu menikah dengan
dia, tentu ada sebuah surat perjanjian yang memakai sebuah kertas bermatrai!”,
penjelasan Mora kembali sudah mengetahui pemikiran gadis itu.
“Lalu apa isi dari kertas bermatrai itu? Bisakah kau
menunjukkannya padaku sekarang?! Aku tidak mau tertipu! Bekerja sebagai perawat
dirumah sakit ini, bagiku sudah cukup!”, gadis itu berkata menantangnya lalu
sedikit membandingkannya.
“Semua itu akan kau ketahui! Setelah kau
menyetujuinya!”, perkataan Mora membalas sekaligus mematikan.
Gadis itupun menjadi terdiam tak bersuara. Sebab ia
merasa kaget tak bisa membalas karna perkataan Mora sungguh sangat mematikannya.
Kemudian Mora kembali berkata kalau ia memberinya
waktu seminggu untuk menjawab setuju atau tidak kepadanya. Dan gadis itu hanya
terdiam sambil memikirkan perkataannya yang semakin mematikannya. Setelahnya,
pertemuan merekapun berakhir karna waktu bekerja telah berbunyi.
Dan secara terpaksa Mora mempersilahkan gadis itu
untuk bekerja kembali. Gadis itu bernama Yandra Ratu, seorang gadis yang masih ada
kepolosan dalam dirinya.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar