Seteah beberapa hari kemudian. . . .
Pada
jam pulang kantor, Mirza memberitahukan Yusra melalui pesan BBM akan pergi
kesebuah taman menemui Eisya. Karna Eisya telah meminta dirinya untuk segera
bertemu disebuah taman. Mirza pun berpikir jika apa yang diinginkannya bersama
Yusra dapat tercapai darinya tepatnya dihari ini. Dan saat ketika tiba ditaman
tersebut, ia melihat Eisya sedang duduk seorang diri menikmati pemandangan
disekitar. Eisya memang sedang menunggu kedatangannya namun sambil memikirkan
sesuatu.
Mirza
langsung menepuk tangannya tiga kali hanya permisi sembari menyapanya ketika
sudah berdiam dibelakang dirinya yang masih terduduk membelakangi. Eisya yang
mulai tersadar pun meminta Mirza untuk berdiri tepat disamping kanannya, dan
Mirza telah melakukannya. “Bagaimana, sudah ada bukan seorang wanita yang telah
aku pinta darimu?”, Mirza langsung menanyakannya dengan pandangannya lurus
kedepan. Eisya menggeleng resah dan pandangannya lurus kedepan pula.
“Bagaimana bisa kau menggeleng seperti itu?
Oyah, kamu, telah berhasil membuat teman kamu menderita!”, katanya setelah
mengetahui sikap Eisya. Melihat kecewa.
“Justru aku yang
telah membebaskan kamu, Yusra dari dunia hitam itu! Berhenti menjadikan wanita
seperti seorang pelacur!”, Eisya menyahut dengan sedikit marah menahan rasa
pedulinya terhadap Mirza.
“Yusra, dia yang
lebih membutuhkan wanita itu daripada aku!”, Mirza melawan kata penolakan darinya.
Mendengar pernyataan Mirza, Eisya menjadi berdiri
dari duduknya lalu menghadapkan dirinya ke Mirza. “Kalian berdua sama saja!
Selalu berkata berbalik demi mencapai hasrat kalian masing-masing!”, usainya
berkata Eisya menolak tubuh Mizra hingga terjatuh lalu beranjak pergi dengan
berlari kencang. Setelah beberapa saat kemudian, Mirza yang masih terduduk
ditanah secara tiba-tiba ada yang menghampirinya dengan duduk tepat
disampingnya.
Mirza pun langsung melihat kepada siapa yang telah
duduk disampingnya, dan yang telah duduk disampingnya itu adalah seorang teman
wanita dari Eisya bernama Mora yang sudah dikenalnya pula. Mirza mulai mengenal
Mora saat masih kuliah dulu, mereka satu kampus dan diperkenalkan oleh Eisya.
Dan mereka kini saling berpandangan satu sama lain, Mora akan bercerita dan
Mirza mendengarkannya. Mora akan bercerita tentang kondisi Eisya setelah Mirza
memintanya salah satu teman wanita darinya.
Dan Mora bercerita, kalau Eisya selalu merenung,
mendadak menjadi pendiam setelah Mirza meminta salah satu teman wanita darinya.
Seketika Eisya menangis ketika mulai teringat akan permintaan dari Mirza itu.
Bahkan Eisya pernah bertanya pada Mora usainya menangis, “Apa aku salah
melarang mereka mencari wanita yang seharusnya mereka hormati?!”. Dan
pertanyaan itu sudah beberapa kali ia tanyakan pada Mora.
Mora juga bercerita, itu terjadi saat pertama Mirza
memintanya untuk mencarikan teman wanita darinya hingga pada tadi pagi, sebelum
menemui Mirza pada siang tadi. Setelah mendengar cerita darinya itu, Mirza
menjadi terenyuh benar-benar tak berdaya. Karna terfikir kalau dirinya sendiri
lah yang sudah membuat Eisya menjadi setengah menderita. “Mengapa kau baru
memberitahuku sekarang?”, tanyanya bernada pelan dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
“Aku juga terpaksa menceritakan semua ini! Tapi
percayalah, kau harus lebih mengertikan dia!”, Mora berkata dengan menggeleng
lalu menyemangatkannya.
“Kau menyemangamatiku, untuk percaya juga lebih
mengertikan dia! Maksudnya apa?”, Mirza bertanya karna kurang mengerti akan
kata-kata darinya.
Ketika Mora akan menjelaskan kata-katanya kembali,
mendadak Eisya memintanya untuk segera pulang karna ada sesuatu yang penting.
Dan Mora pun berpamitan untuk pergi juga meminta Mirza untuk merahasiakan
pertemuannya dengannya kini. Mirza yang sudah mengetahuinya kembali menjadi berdiri
sembari mempersilahkannya untuk pergi. Dan pertemuan mereka berduapun berakhir.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Setibanya
dirumah, Mora mendapat kabar kalau Eisya akan pulang ke London dalam beberapa
hari kedepan. Karna kakak kandungnya akan segera melangsungkan pernikahan
bersama pasangannya disana. Kabar tersebut didapatinya pada kertas memo yang
sengaja ditempel dipintu kamar Eisya. Sementara Eisya sudah tertidur manis
ditempat tidurnya. Dari kabar yang baru didapatinya tersebut, Mora berpikir jika
memang ada dorongan dari kegalauan terhadap Mizra, pada perasaan Eisya.
Sehingga Eisya
berani mengambil keputusan untuk pulang ke London beberapa hari kedepan tanpa
meminta ataupun menunggu masukan dari Mora. Karna bila ada keputusan yang akan
diambilnya pasti Eisya membaginya dulu kepada Mora agar tidak terjebak pada
keputusan yang salah. Apakah keputusan Eisya yang sudah diambilnya tersebut
akan berakhir baik atau malah sebaliknya, semakin menjadi rumit. Itulah
pemikiran yang muncul pada Mora yang sudah mengamati keputusan darinya.
Esok harinya. . . .
Yusra sedang
berjalan-jalan seorang diri ditaman biasanya ia kunjungi setiap hari bebas
kerja alias hari sabtu dan minggu. Ia berjalan sambil memainkan bolpoin
ditangan kanannya melihat-lihat pemandangan sekitar. “Hem, hari ini sepi
pengunjung! Apa masih sabtu pagi kali yah?”, katanya kecil mengeluhkan masih
berjalan-jalan. dan secara tiba-tiba langkahnya menjadi terhenti karna melihat
ada sebuah layangan putus yang akan jatuh mengarah ke dirinya tepatnya disisi
kanannya.
Ketika akan
menangkap layangan tersebut dengan menggeserkan sedikit langkahnya kesisi
kanannya, tiba-tiba saja ia menabrak seseorang hingga sama-sama terjatuh
ketanah. Lalu bersama-sama berdiri tegak dari jatuhnya kemudian saling
terpandang diam satu sama lain. Disadarinya, jika dirinya telah menabrak
seorang gadis tanpa disengaja. Dan untung saja gadis itu tidak apa-apa namun gadis
itu menatapnya curiga.
“Kau yang
menabrakku lebih dulu!”, bentak kecil Yusra pada gadis itu. Gadis itu terkejut
dengan kata tuduhan darinya.
“Kamuuuu!!!!”,
gadis itu menyahut membalikkannya dengan tegas.
“Aku berniat akan
menangkap layangan yang jatuh itu, didepanku!”, Yusra mengatakannya sambil
menunjukkan layangannya. Melihat layangan tersebut.
“Tapi kamu yang
tiba-tiba, bergeser kekanan dan menyenggolku sedikit!”, kata gadis itu membela
dirinya sendiri.
“Kalau begitu,
aku yang menyenggol, dan kau yang menabrak!”, Yusra mencoba berkata adil dengan
melihat padanya kembali sembari menggodanya.
Gadis itupun menggelengkan kepalanya teramat geram
kepadanya. Namun ketika akan membalas kata darinya, tiba-tiba saja ponsel dari
gadis itu berdering. Dan gadis itu mengambil langkah seribu meninggalkan Yuara
karna ada sesuatu yang lebih penting. Sedangkan Yusra melihat gadis itu cuek
yang semakin menjauh lalu mengambil layangan didepannya. Pertemuan Yusra dengan
seorang gadis yang belum diketahui namanya itupun berakhir.
Tanpa diketahui Yusra, Mora telah melihatnya bersama
seorang gadis itu dari kejauhan. Bukan maksud Mora untuk membututinya kemanapun
Yusra pergi. Melainkan ia tidak sengaja melihat Yusra yang bertabrakan dengan
seorang gadis itu. “Sebenarnya mereka bertabrakan! Bukan ada yang menabrak,
ataupun yang menyenggol!”, kata Mora yang mengetahui kejadian yang sebenarnya.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar