Selasa, 19 Januari 2016

Badung Location. . . . #2



Seteah beberapa hari kemudian. . . .

                Pada jam pulang kantor, Mirza memberitahukan Yusra melalui pesan BBM akan pergi kesebuah taman menemui Eisya. Karna Eisya telah meminta dirinya untuk segera bertemu disebuah taman. Mirza pun berpikir jika apa yang diinginkannya bersama Yusra dapat tercapai darinya tepatnya dihari ini. Dan saat ketika tiba ditaman tersebut, ia melihat Eisya sedang duduk seorang diri menikmati pemandangan disekitar. Eisya memang sedang menunggu kedatangannya namun sambil memikirkan sesuatu.
                Mirza langsung menepuk tangannya tiga kali hanya permisi sembari menyapanya ketika sudah berdiam dibelakang dirinya yang masih terduduk membelakangi. Eisya yang mulai tersadar pun meminta Mirza untuk berdiri tepat disamping kanannya, dan Mirza telah melakukannya. “Bagaimana, sudah ada bukan seorang wanita yang telah aku pinta darimu?”, Mirza langsung menanyakannya dengan pandangannya lurus kedepan. Eisya menggeleng resah dan pandangannya lurus kedepan pula.
                 “Bagaimana bisa kau menggeleng seperti itu? Oyah, kamu, telah berhasil membuat teman kamu menderita!”, katanya setelah mengetahui sikap Eisya. Melihat kecewa.
                “Justru aku yang telah membebaskan kamu, Yusra dari dunia hitam itu! Berhenti menjadikan wanita seperti seorang pelacur!”, Eisya menyahut dengan sedikit marah menahan rasa pedulinya terhadap Mirza.
                “Yusra, dia yang lebih membutuhkan wanita itu daripada aku!”, Mirza melawan kata penolakan darinya.
Mendengar pernyataan Mirza, Eisya menjadi berdiri dari duduknya lalu menghadapkan dirinya ke Mirza. “Kalian berdua sama saja! Selalu berkata berbalik demi mencapai hasrat kalian masing-masing!”, usainya berkata Eisya menolak tubuh Mizra hingga terjatuh lalu beranjak pergi dengan berlari kencang. Setelah beberapa saat kemudian, Mirza yang masih terduduk ditanah secara tiba-tiba ada yang menghampirinya dengan duduk tepat disampingnya.
Mirza pun langsung melihat kepada siapa yang telah duduk disampingnya, dan yang telah duduk disampingnya itu adalah seorang teman wanita dari Eisya bernama Mora yang sudah dikenalnya pula. Mirza mulai mengenal Mora saat masih kuliah dulu, mereka satu kampus dan diperkenalkan oleh Eisya. Dan mereka kini saling berpandangan satu sama lain, Mora akan bercerita dan Mirza mendengarkannya. Mora akan bercerita tentang kondisi Eisya setelah Mirza memintanya salah satu teman wanita darinya.
Dan Mora bercerita, kalau Eisya selalu merenung, mendadak menjadi pendiam setelah Mirza meminta salah satu teman wanita darinya. Seketika Eisya menangis ketika mulai teringat akan permintaan dari Mirza itu. Bahkan Eisya pernah bertanya pada Mora usainya menangis, “Apa aku salah melarang mereka mencari wanita yang seharusnya mereka hormati?!”. Dan pertanyaan itu sudah beberapa kali ia tanyakan pada Mora.
Mora juga bercerita, itu terjadi saat pertama Mirza memintanya untuk mencarikan teman wanita darinya hingga pada tadi pagi, sebelum menemui Mirza pada siang tadi. Setelah mendengar cerita darinya itu, Mirza menjadi terenyuh benar-benar tak berdaya. Karna terfikir kalau dirinya sendiri lah yang sudah membuat Eisya menjadi setengah menderita. “Mengapa kau baru memberitahuku sekarang?”, tanyanya bernada pelan dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
“Aku juga terpaksa menceritakan semua ini! Tapi percayalah, kau harus lebih mengertikan dia!”, Mora berkata dengan menggeleng lalu menyemangatkannya.
“Kau menyemangamatiku, untuk percaya juga lebih mengertikan dia! Maksudnya apa?”, Mirza bertanya karna kurang mengerti akan kata-kata darinya.
Ketika Mora akan menjelaskan kata-katanya kembali, mendadak Eisya memintanya untuk segera pulang karna ada sesuatu yang penting. Dan Mora pun berpamitan untuk pergi juga meminta Mirza untuk merahasiakan pertemuannya dengannya kini. Mirza yang sudah mengetahuinya kembali menjadi berdiri sembari mempersilahkannya untuk pergi. Dan pertemuan mereka berduapun berakhir.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

                Setibanya dirumah, Mora mendapat kabar kalau Eisya akan pulang ke London dalam beberapa hari kedepan. Karna kakak kandungnya akan segera melangsungkan pernikahan bersama pasangannya disana. Kabar tersebut didapatinya pada kertas memo yang sengaja ditempel dipintu kamar Eisya. Sementara Eisya sudah tertidur manis ditempat tidurnya. Dari kabar yang baru didapatinya tersebut, Mora berpikir jika memang ada dorongan dari kegalauan terhadap Mizra, pada perasaan Eisya.
                Sehingga Eisya berani mengambil keputusan untuk pulang ke London beberapa hari kedepan tanpa meminta ataupun menunggu masukan dari Mora. Karna bila ada keputusan yang akan diambilnya pasti Eisya membaginya dulu kepada Mora agar tidak terjebak pada keputusan yang salah. Apakah keputusan Eisya yang sudah diambilnya tersebut akan berakhir baik atau malah sebaliknya, semakin menjadi rumit. Itulah pemikiran yang muncul pada Mora yang sudah mengamati keputusan darinya.

Esok harinya. . . .

                Yusra sedang berjalan-jalan seorang diri ditaman biasanya ia kunjungi setiap hari bebas kerja alias hari sabtu dan minggu. Ia berjalan sambil memainkan bolpoin ditangan kanannya melihat-lihat pemandangan sekitar. “Hem, hari ini sepi pengunjung! Apa masih sabtu pagi kali yah?”, katanya kecil mengeluhkan masih berjalan-jalan. dan secara tiba-tiba langkahnya menjadi terhenti karna melihat ada sebuah layangan putus yang akan jatuh mengarah ke dirinya tepatnya disisi kanannya.
                Ketika akan menangkap layangan tersebut dengan menggeserkan sedikit langkahnya kesisi kanannya, tiba-tiba saja ia menabrak seseorang hingga sama-sama terjatuh ketanah. Lalu bersama-sama berdiri tegak dari jatuhnya kemudian saling terpandang diam satu sama lain. Disadarinya, jika dirinya telah menabrak seorang gadis tanpa disengaja. Dan untung saja gadis itu tidak apa-apa namun gadis itu menatapnya curiga.
                “Kau yang menabrakku lebih dulu!”, bentak kecil Yusra pada gadis itu. Gadis itu terkejut dengan kata tuduhan darinya.
                “Kamuuuu!!!!”, gadis itu menyahut membalikkannya dengan tegas.
                “Aku berniat akan menangkap layangan yang jatuh itu, didepanku!”, Yusra mengatakannya sambil menunjukkan layangannya. Melihat layangan tersebut.
                “Tapi kamu yang tiba-tiba, bergeser kekanan dan menyenggolku sedikit!”, kata gadis itu membela dirinya sendiri.
 “Kalau begitu, aku yang menyenggol, dan kau yang menabrak!”, Yusra mencoba berkata adil dengan melihat padanya kembali sembari menggodanya.    
Gadis itupun menggelengkan kepalanya teramat geram kepadanya. Namun ketika akan membalas kata darinya, tiba-tiba saja ponsel dari gadis itu berdering. Dan gadis itu mengambil langkah seribu meninggalkan Yuara karna ada sesuatu yang lebih penting. Sedangkan Yusra melihat gadis itu cuek yang semakin menjauh lalu mengambil layangan didepannya. Pertemuan Yusra dengan seorang gadis yang belum diketahui namanya itupun berakhir.
Tanpa diketahui Yusra, Mora telah melihatnya bersama seorang gadis itu dari kejauhan. Bukan maksud Mora untuk membututinya kemanapun Yusra pergi. Melainkan ia tidak sengaja melihat Yusra yang bertabrakan dengan seorang gadis itu. “Sebenarnya mereka bertabrakan! Bukan ada yang menabrak, ataupun yang menyenggol!”, kata Mora yang mengetahui kejadian yang sebenarnya.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar