Esok harinya,
Yusra dan Mirza sedang mendebatkan sesuatu. Mereka berdua sedang mendebatkan
ponsel Yusra yang bordering menandakan ada telpon dari Omah. Yusra pun
menggeleng karna tak mau mengangkatnya, sedangkan Mirza menyuruhnya untuk
segera mengangkatnya. Dan itu terulang sudah lima kali. Kemudian pada akhirnya
yang ketujuh kalinya Mirza dengan tiba-tiba mengangkat teleponnya dan bersapa
sopan seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
“Mirza, berikan
ponselnya pada Yusra! Omah mau bicara dengannya!”, perintah Omah sesaat Mirza
telah mengangkat teleponnya juga bersapa sopan. Dan kali ini secara terpaksa
Yusra akan berbicara dengan Omah memakai spiker, dengan didahulukannya melihat
geram pada Mirza. Sedangkan Mirza senyum-senyum cengengesan padanya.
“Iya Omah, Yusra
disini! Maaf, Yusra tadi dari tempat lain terus gak bawa ponsel!”, sapanya
secara terpaksa sedikit berbohong dengan melhat keponsel miliknya.
“Tidak apa cucuku! Oyah, Omah telah menyuruh
kakakmu untuk segera pulang ke Indonesia dalam waktu dekat! Karna Omah khawatir
padamu, Ibumu juga!”, Omah memberitahu alasannya menelepon dirinya.
“Dalam waktu
dekat, kapan itu Omah?”, pertanyaannya sedikit kaget.
“Kamu saja bisa
merahasiakan kapan kamu akan menikah! Omah juga bisa merahasiakan kapan kakakmu
akan pulang ke Indonesia!”, Omah mencoba menyindirnya halus.
“Ya ampun Omah!
Omah seperti anak muda aja! Gitu yaaaaa sama Yusra!”, Yusra berkata mengeluhkan
sedikit manja. Mirza menahan tawa ketika mendengarnya.
“Kamu juga begitu
sama Omah!”, balas Omah lalu menutup teleponnya secara tiba-tiba.
Sontak Yusra
semakin dibuatnya kaget sembari bertanya-tanya. Lalu Mirza membuka tawanya
sambil menepuk kecil pundaknya. “Lo, lihat! Apa yang telah lo lakuin ke gue!”,
keluh Yusra sedikit kesal pada Mirza masih melihat keponsel miliknya. Mirza pun
semakin tertawa sambil duduk disampingnya.
“Kalau gue boleh
tau, berapa sih usia Omah? Bisa gue pacarin nggak? Secara bahasanya tadi kaya
anak muda banget!”, Mirza bertanya sambil mengejeknya.
“Kalo lagi
bicara, teleponan sama cucunya ya gitu! Ikut-ikut bahasa anak muda kadang-kadang
juga alay!”, Yusra berkata secara terang-terangan mengeluhkannya.
“Yuuuupzzz!!!!
Itu namanya Omah gaul! Bisa ngikutin bahasa masa kini!”, Mirza semakin
mengejeknya. Yusra pun melihat kepadanya diam disertai rasa gelisah dari kedua
matanya. “Lo gak usah resah, gelisah seperti itu! Kita sudah punya Yandra!
Pikirin aja keberhasilannya! Setujuuuu?”, Mirza berkata menenangkannya sembari
menyemangatkannya.
Yusra pun menjadi
tersenyum menyetujuinya, dan mereka berdua mulai tertawa bersama. Sementara
disana, Yandra sedang berjalan-jalan disebuah Mall melihat pameran dekorasi
untuk kamar pribadi. Disaat dirinya melihat-lihat pameran dekorasi kamar
pribadi itu, dirinya mulai membayangkan jika barang-barang dalam pameran
dekorasi kamar pribadi itu dapat menjadi miliknya dan sudah terpasang rapi
dikamarnya sendiri.
Setelah
membayangkannya, Yandra menjadi senyum-senyum sendiri menikmati pameran
dekorasi kamar tersebut. Kemudian mengambil gambar pameran dekorasi untuk kamar
tersebut lalu dikirimkannya kepada Mora dengan pesan, “Aku ingin keadaan
kamarku seperti ini saat sudah tinggal satu atap dengan Yusra nanti!”. Mora
yang baru saja menerima pesan gambar darinya pun menggelengkan kepalanya
sedikit merasa lucu.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Esok harinya,
Yandra sedang berjalan-jalan disebuah taman dan kini dirinya sedang berdiri
sambil melipatkan kedua tangannya melihat-lihat didepan kolam taman tersebut. Dan
tiba-tiba saja ada sosok Mirza yang baru datang menghampirinya lalu berdiam
disamping dirinya. Kemudian secara tidak sengaja Yandra yang belum menyadari
akan kedatangannya tiba-tiba saja terpandang kepadanya. Dan kinipun Yandra dan
Mirza saling berpandangan diam satu sama lain.
Mirza menjadi
terpaku melihat wajahnya yang cantik dan terlihat seperti sangat belia,
terlebih lagi dengan rambut kriting gantungnya yang dikucir dua buah kanan dan
kiri. Mirza semakin menikmati pandangannya, lalu menjadi terhenti saat hatinya
seperti mendengar jejak langkah kaki dari Eisya. Sementara yang ia ketahui
kalau Eisya sedang tidak bersamanya. “Kita harus melakukan sebuah pemotretan!
Atau biasa disebut dengan pre-wedd!”, Mirza berkata mengalihkannya.
Sedangkan Yandra baru saja tersadar dari pandangannya
yang diam kepadanya. Lalu Mirza berkata kembali, “Soal kostum, gaun, kami
mempersilahkan kamu yang memilihnya! Tapi ketika Yusra berkata setuju dengan
yang kamu pilih, maka kami akan setuju pula!”. Mirza begitu sopan dengannya
namun pandangannya sedikit menahan pesona padanya. Dan Yandra membalas,
“Baiklah!”, dengan senyuman manjanya.
Mirza pun semakin menahan rasa pesonanya, hingga
membuatnya harus menyentuh wajah Yandra dengan tangan kanannya. Sedangkan
Yandra hanya terdiam melihatnya hingga tangan Mirza benar telah menyentuh
wajahnya. Dan lagi, mereka berdua kembali berpandangan seolah-olah ada bara api
asmara yang siap akan mengasapi keduanya. Masih dalam keadaan yang sama, Mirza
akan segera mengecup keningnya.
Namun ketika akan sedikit lagi mengecupnya, tiba-tiba
saja digagalkan oleh ponselnya yang berdering secara mengejutkannya. Kini Mirza
berbalik membelakangi Yandra sambil mengecek ponselnya siapa yang telah
menghubunginya. Dan ternyata ada sebuah pesan sms dari Eisya yang memintanya
untuk segera menemui Mora, karna Mora telah menunggunya. Mirza yang sudah
membacanya meminta izin untuk pamit pergi menemui Mora dan kebersamaan
merekapun berakhir.
Beberapa saat kemudian. . . .
Kini Yandra sedang
duduk dibangku taman dengan memakan gulali yang amat disukainya. Sementara
dibelakangnya dikejauhan, ada sosok Eisya yang sedang berjalan secara perlahan akan
menghampiri dirinya. Sebenarnya, Eisya secara tidak sengaja melihat Mirza
bersama Yandra beberapa saat yang lalu. Dan dirinya pula yang telah
menggagalkan Mirza untuk mengecup kening Yandra. Karna Eisya tidak sanggup
menyaksikan jika Mirza benar akan mengecup kening Yandra.
Masih dilihatnya
Yandra sedang duduk sendiri dibangku taman menikmati gulali yang disukainya,
membelakangi dirinya. Dan secara tiba-tiba Eisya menjadi terhenti dari
langkahnya yang sudah mendekati Yandra. Sebab Eisya menyadari kalau saat ini
dirinya sedang emosi dan tidak ingin sesuatu buruk terjadi. Eisya pun beralih
dengan berbalik pergi meninggalkannya tanpa memberitahukan keberadaannya lebih
dulu.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Disana, Mora
sedang menandatangani beberapa kertas permintaan dari mahasiswa (i) yang sedang
magang dikantor perusahaan tempatnya bekerja. Dan tiba-tiba ada yang mengetuk
pintu ruangannya, Mora pun langsung membunyikan alarm menyuruhnya untuk segera
masuk kedalam ruangannya. Dan orang yang telah mengetuk pintu ruangannya itupun
masuk dengan langsung duduk dihadapannya. Mora yang melihatnya juga sudah mengetahuinya
langsung melihat ke jam dinding.
Orang itu adalah
Mirza. Sedangkan Mirza masih terduduk manis dihadapannya belum menyadari
sesuatu. “Sekarang jam berapa?”, Mora menanyakannya melihat ke Mirza. Mirza
yang mendengarnya pun melihat ke jam dinding. Dan Mirza baru tersadar kalau
dirinya telah datang lebih awal satu jam dari janjinya untuk bertemu dengannya.
“Bukannya kamu
yang mememintaku untuk segera kesini! Padahal tadi aku baru saja bertemu dengan
Yandra, aku sudah berhasil memintanya untuk bertemu dan mengatakan rencana kita
itu!”, Mirza meceritakannya menatap ceria.
“Bravoooo! Tapi
ini terlalu awal kamu menemuiku untuk merundingkan rencana kita itu, Mirza! Aku
belum menyelesaikan tugasku!”, Mora kembali mengingatkannya.
“Tapi yang pasti
kamu memintaku untuk segera menemuimu melalui Eisya! Hah, kamu gak punya
pulsa?”, Mirza menjelaskannya lalu mengejeknya menatap serius.
Mora pun menepuk
jidatnya lalu dijelaskannya kalau dirinya tidak sama sekali meminta Eisya untuk
meminta Mirza segera menemuinya. Kemudian Mirza bertanya kembali mengapa Eisya
melakukan suatu kebohongan yang demikian. Dan Mora hanya menggeleng lalu
menyuruhnya untuk mencari tau sendiri apa sebabnya Eisya telah melakukan suatu
kebohongan yang demikian. Mirza pun menjadi hening seketika melihat ke jam
dinding.
Kembali pada
Eisya. Setelah tiga jam berlalu, Eisya baru saja pulang kerumahnya masih
berjalan melewati pintu gerbang rumahnya memasuki halaman depan rumahnya. Namun
ketika akan menekan bel rumahnya, tiba-tiba saja ada yang membukakan pintu
rumahnya lebih dulu. Dan yang membukakan pintu rumahnya tersebut adalah Mirza.
Sontak Eisya pun menjadi terdiam seketika menatap terkejut.
“Darimana saja
cantik? Sudah dua jam aku menunggumu dirumahmu ini! Yah, aku seperti security
rumah ini saja!”, sapa Mirza mengungkap kesalnya. Eisya yang sudah mendengarnya
pun memalingkan tatapannya kearah lain, dan Mirza mulai mengerti dengan
sikapnya itu. Kemudian disaat yang sama, mereka berdua saling berjalan maju
akan saling melewati, meninggalkan. Namun saat ketika saling melewati, sudah
saling membelakangi Mirza memegang tangan Eisya sembari menghentikan langkah
keduanya.
“Aku lelah dengan sikapmu ini! Dan semoga tidak
menganggu rencanaku yang baik kepada Yusra!”, katanya pelan namun menegaskan
dingin. Usainya mengatakan itu, Mirza melepaskan tangan dirinya lalu pergi
meninggalkan. Sedangkan Eisya mengangkat tangan kirinya yang telah dipegang
oleh Mirza tadi lalu memegang pergelangannya dengan tangan kirinya sendiri. Dan
saat itupun Eisya merasakan sebuah kesakitan yang begitu menyetrumi dirinya
sendiri.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar