Esok harinya
lagi, Yandra kembali menemani Fachri untuk menyambung pembahasannya pada hari
kemarin bersama Mirza dikantor. Dan hari ini ia akan membantu Fachri juga Mirza
untuk mengerjakan proposal kerjasama bertujuan memajukan rumah sakit pak
Mirzain. Mereka bertiga akan melakukan proposal tersebut bersama-sama seperti
pada hari kemarin diruang kerja Mirza.
Sementara ditempat lain. . . .
Setelah beberapa
saat berlalu, Yusra merasa jenuh diruang kantornya sendiri dengan duduk
bersandar lemas dikursi kerjanya. Ia baru saja menyelesaikan menandatangani
beberapa berkas yang memerlukan persetujuannya diatas matrai dari Qiera. “Lemas
sekali diriku, rasanya mau pulang saja dan tidur!”, keluhnya berbisik kecil
melihat kelangit-langit ruangannya. Lalu dilihatnya Yandra baru memasuki
ruangannya dengan menutup kembali pintu ruangannya berjalan menujunya.
Yusra yang semakin mengetahuinya pun masih duduk
bersandar lemas dikursi kerjanya, melipatkan kedua tangannya diperutnya. Dan
kini Yandra telah berada disampingnya dengan berdiri melihatnya, akan
mengajaknya bicara.
“Aku kesini untuk mengingatkanmu bahwa hari ini kita
ada pertemuan sama Mirza, Mora dan Eisya!”, Yandra mencoba mengingatkannya
sedikit.
“Aku kira cukup kemarin saja ada pertemuan yang lagi
dan lagi memakai diriku!”, sahut Yusra masih merasa lemas namun tegas. Melihat
biasa.
“Kemarin soal pekerjaanmu, dan sekarang soal kebersamaan
kita semua! Bukankah sudah lama kita semua tidak berkumpul seperti waktu
pertama kamu diperkenalkan denganku!”, penjelasan Yandra memancingnya untuk
berkata “Iya”.
“Atur saja semuanya! Aku tidak berjanji tapi aku akan
berusaha untuk bisa datang!”, Yusra memberi jawaban dengan senyuman terpaksa.
Masih melihat biasa.
Kemudian Yandra melingkarkan jemarinya berbentuk
huruf “O” menunjukkan kepadanya, lalu berbalik pergi meninggalkannya. Yandra
membalas perbuatannya beberapa waktu lalu dengan yang demikian pula. Sedangkan
Yusra memejamkan kedua matanya untuk tidur sejenak sembari memanjakan rasa
lelahnya.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Disebuah taman
bermain ,Mirza, Mora, juga Eisya telah duduk bersama disebuah bangku taman.
Mereka duduk secara bersejajar berhadapan dengan ketiga kursi yang kosong masih
pada satu meja. Mereka bertiga berniat menunggu Yandra dan Yusra yang belum
datang untuk berkumpul bersama. Sebab beberapa bulan kedepan Mirza akan
melangsungkan pertunangannya bersama Eisya diluar negeri, ditempat keluarga
besar dari Eisya.
Mereka berdua
memilih akan melangsungkan pertunangan mereka diluar negeri, agar jati diri
dari Yandra sebagai adik kandung dari Mirza tidak diketahui oleh Yusra. Dan
yang mengetahui itu hanyalah mereka berdua selain pak Mirzain dan Yandra.
Sedangkan Mora dan Yusra masih tidak mengetahuinya, dan itu karna permintaan
dari Yandra untuk tidak memberitahukannya pada siapapun dulu.
Sebab Yandra telah memiliki alasan tersendiri bahkan
Mirza yang sebagai kakaknya pun tidak mengetahui. Karna Yandra lebih memilih untuk
menyimpannya sendiri saja, dan suatu saat nanti biarlah dirinya juga yang
mengerti apa yang sudah dilakukannya kini. Kembali pada mereka bertiga, setelah
beberapa saat menunggu kedatangan Yandra dan Yusra. Mirza mencoba menghubungi
Yusra menanyakan kabar tentang kepastiannya untuk datang bersama mereka.
Namun ketika akan mencoba menghubungi, Mirza melihat
jika Yusra sudah berjalan menghampiri yang sudah tak jauh dari keberadaannya.
Mirza pun membatalkan niatnya beralih menantikan Yusra untuk duduk bersama. Dan
kini Yusra telah duduk menghadap Mirza, mengisi salah-satu dari tiga buah kursi
yang kosong belum ditepati. Melihatnya yang sudah duduk sedikit santai, Mirza
pun akan mengajaknya berbicara sedikit dengan menanyakan keberadaan Yandra.
“Yandra apa kabar? Kok, dia gak barengan sama lo?”,
tanya Mirza melihat tanya.
“Beberapa saat yang lalu dia ngirim pesan kalo
sekarang gue harus tiba ditaman! Karna lo dan kedua wanita disebelah lo udah
nungguin gue, katanya gitu!”, Yusra menjawabnya dengan menceritakan kembali
melihat padanya lalu melihat ke Mora dan Eisya. Berakhir melihat ke Mirza.
“Lo serius, apa sedari masih dikantor udah gak
barengan?”, tanya Mirza ingin mengetahui.
“Dia cuma dateng masuk keruangan gue, cuma ngingetin
tentang perkumpulan ini! Tapi setelahnya, dia cusss, dan gue gak tau kemana lagi
tuh orang!”, Yusra semakin menceritakannya. Memakai tatapan mulai merasa
bingung.
“Dan lo pikir, Yandra udah ada disini duluan?”, tanya
Mirza kesekian kalinya ingin lebih memastikan. Yusra mengangguk biasa namun
masih memakai tatapan merasa bingung.
Eisya yang sudah memperhatikan percakapan keduanya
pun mulai menyambungnya, dengan berkomentar sedikit panas ke Yusra. “Ya gak
mungkinlah Yandra udah dateng kesini duluan daripada kamu! Kamunya aja kaya gak
care gitu ke Yandra!”, sambung Eisya mengomentari. Yusra melihat padanya. “Eisya,
stop! Yusra baru datang jangan ajakin brantem dulu!”, sambung Mirza
menghentikan dengan memberikan Yusra sebuah cendra mata untuk diwarnai.
Begitupula Mora yang memberi pensil warna kepadanya. Dan
kini mereka bersama mewarnai cendramata yang sebagai souvenir untuk pertunangan
Mirza dengan Eisya nanti. Cendramatanya berupa benda kecil yang berbentuk hati
dengan ukiran bergambar huruf inisial nama mereka, M dan K. yang dimana ukiran
inisial nama tersebut diberi warna menggunakan pensil warna.
Beberapa saat kemudian. . . .
Mereka berempat
melihat Yandra bersama Fachri juga kedua orang lainnya, kedua orang lainnya itu
adalah dua orang pria yang merupakan teman dari Fachri. Mirza yang semakin
melihatnya pun mulai beranjak akan menghampiri mereka yang sudah berhenti
sedang berbincang-bincang tak jauh dari tempatnya berkumpul. Dan kini Mora dan
Eisya kembali melihat kepekerjaannya, sedangkan Yusra masih melihat Mirza
bersama mereka.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Selang waktu
berjalan, kini Yandra dan Mirza beralih beranjak dari mereka untuk duduk
bersama mereka bertiga yang masih mengerjakan pekerjaannya. Mereka tidak hanya
berkumpul, tetapi juga membantu menyelesaikan cendramata yang sebagai souvenir
untuk pertunangan kedua teman mereka. Cendramata yang harus diberi warna
sebanyak seratus lima buah saja. Dan kini Yandra telah duduk disamping Yusra,
begitupun Mirza duduk disamping Eisya kembali.
Kemudian Mora memberikan
beberapa buah cendramata yang harus diwranai kepada Yandra, lalu disusul Yusra
yang memberikan pensil warna padanya juga. Sebab pensil warna yang diterimanya
berjumlah lebih, maka dari itu Yusra membaginya dengan Yandra. Ditengah asiknya
mewarnai cendramata, Mora terpandang ke Fachri yang juga duduk bersama kedua
temannya tak jauh dari tempatnya. Fachri sudah lebih dulu terpandang padanya
sambil memainkan ponselnya.
Dan Mora yang
menyadarinya langsung memalingkan pandangannya melihat kecendramatanya lagi.
Sedangkan Fachri masih sesekali memandangnya sambil memainkan ponselnya. Fachri
seakan memperhatikan Mora sesekali bahkan berkali-kali, akan tetapi apa
tujuannya bila masih memainkan ponselnya. Matanya, tatapannya, pandangannya
memang masih tertuju pada Mora. Tetapi jarinya masih asik memainkan ponselnya,
dan itu dilakukannya dengan bersamaan.
Rasa ingin bertanya mengapa Fachri bersikap seperti
yang demikian pun mulai muncul dibenaknya. Dan Mora memberanikan diri untuk
melihat ke Fachri sekali lagi untuk memastikan. Sementara Fachri bercanda
dengan kedua temannya, lalu kedua temannya memberitahukan jika Mora sedang
melihat dirinya dengan berbisik. Fachri pun langsung menolehkan kepalanya
melihat ke Mora, dan mereka berdua saling memandangi satu sama lain beberapa
saat, berpandangan kaku.
Namun Eisya memecahkan pandangan kaku dari mereka
berdua, dengan meminta pensil warna ke Mora. Mora yang mulai merasa cemas pun
langsung meresponnya meskipun sedikit salah tingkah. Sementara Fachri kembali
menoleh kepada kedua temannya sambil mengatakan, “Namanya Mora, teman Yandra
dan mereka lainnya!”, melihat santai. Dan kedua temannya menjadi tertawa kecil
kembali mengajaknya bercanda seperti tadi.
Yusra yang
mulai jenuh merasakan keheningan, karna mereka yang masih sibuk dengan
pengerjaannya mencoba untuk mengerjai Yandra. Yusra mencoba mengerjai Yandra
dengan mengajaknya bicara.“Yandra, jari yang sedang aku tunjukkan ini namanya
jari apa?”, Yusra memulainya dengan menunjukkan jari kelingking padanya. Yandra
menjadi terhenti dari pengerjaannya melihat kejari yang ditunjukkannya.
“Anak kecil pun tau, itu jari kelingking!”, jawab
Yandra sedikit canda melihat wajahnya. Yusra memberi senyuman melihat padanya
juga.
“Kalau yang ini?”, Yusra menanyakannya lagi dengan
menunjukkan jari manisnya.
“Itu jari manis!”, jawab singkat Yandra melihat
kejari manis Yusra. “Seperti diriku!”, sambung Yandra dengan tertawa kecil.
Yusra menggelengkan kepalanya melihat biasa.
“Dan kalau yang ini? Telah mempunyai bahasa kasar,
dan kau tau bahasa kasarnya itu apa yah?”, Yusra menanyakannya lagi dengan
menunjukkan jari telunjuknya.
Kemudian secara spontan Yandra menjawab “Fuck you!”
masih melihat ke Yusra. Lalu Yusra berkata membantahnya sedikit pura-pura
terkejut, “Namaku Yusra, gak pakek fuck!”, berlanjut pura-pura ngambek
memalingkan pandangannya. Yandra yang mulai terpancing pun mulai meminta maaf
padanya. Sedangkan Mirza, Eisya, dan Mora mulai menertawainya, dan Yandra mulai
dibuat bingung oleh mereka bertiga yang masih menertawainya.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
“Fix, Yusra berhasil mengerjai
Yandra!”, kata Mirza membuat Yandra semakin bingung. Melihat ke Yusra lalu ke
Yandra.
“Dor! Kacian amat kamuhnya!”, sambung Mora mengejek Yandra melihat biasa.
Sementara Eisya hanya tertawa masih melihat ke Yandra
setelah mendengar ejekan dari Mirza dan Mora kepada Yandra. Yandra yang semakin
bingung pun mengalihkan pandangannya melihat ke Yusra, sedangkan Yusra baru
melihat kepadanya sambil mengatakan “Apa” memakai tatapan sok menantangnya.
“Gak lucu! Boring! Kacangan banget sih!”, balas
Yandra merasa kesal lalu beralih mewarnai cendramatanya kembali.
Dan merekapun berhenti dari tawanya menertawai
Yandra, termasuk Yusra yang sudah merasa puas mengerjainya. Suasanapun kini
kembali seperti semula, kembali pada pengerjaannya masing-masing. Ditengah
keheningan yang kembali menyertai, tiba-tiba saja Fachri mendatangi mereka
berlima dan berdiri disamping kursi kosong disebelah kursi Yandra. “Maaf kalau
gue mengganggu sedikit!”, sapanya sedikit mengejutkan keseriusan mereka
berlima. Dan mereka berlima kompak melihat padanya.
“Yandra, ayo kita berangkat!”, ajak Fachri melihat
biasa padanya. Mereka berempat kompak beralih melihat ke Yandra. Yandra yang
telah mendengar ajakkannya pun beralih untuk pergi bersamanya, berpamitan
dengan mereka berempat lalu berjalan dan berdiam disamping Fachri.
“Fachri, jangan lupa nanti malem lo kerumah gue kalo
perlu bawa Yandra juga!”, tegur Mirza mengingatkannya.
“Tapi filenya masih dicancel loh! Itu salah semua!”,
sambung Yandra memberitahu melihat ke Mirza dengan polosnya.
Kemudian Fachri berbisik ditelinga Yandra mengatakan
kalau dirinya akan memperbaiki file yang dimaksud sebelum pergi kerumah Mirza.
Usainya mendengarkan bisikkan dari Fachri, Yandra berkata lagi berpamitan, “Bye
semuanya”. Melihat ke mereka berempat secara bergantian lalu mengedipkan mata
sebelah kirinya ke Yusra. Yusra yang sudah melihatnya pun merasa biasa saja
namun sedikit kaget.
“Hey, Mora!”, tegur Fachri melihat ke Mora.
“Udah pergi! Nanti kamu terlambat loh!”, sahut Mora
seperti mengusir. Melihat biasa namun sedikit salah tingkah.
“Gue bingung, itu perhatian, atau memang sengaja lo
gak mau gue ada disini!”, Fachri mempertanyakan mempertegas pandangannya.
“Fachri, go away!”, tegur Yandra menghentikan. Fachri
pun melihat padanya serta mengangguk.
Dan kemudian
Yandra dan Fachri beranjak pergi bersama disusul dengan kedua teman Fachri yang
sudah menunggu. Sementara mereka berempat termasuk Mora masih melihat ke
Yandra, Fachri bersama kedua temannya yang sudah berjalan sedikit jauh. Lalu
mereka berempat kembali pada pengerjaannya, tak kecuali Mora yang mulai
memikirkan pertanyaan terakhir dari Fachri tadi. Dan iapun kembali melihat
Fachri yang sudah menjauh mulai menahan rasa cemasnya.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar