Kamis, 21 Januari 2016

Badung Locaion. . . . #35



                Pada malam harinya, Yandra membangunkan dirinya dari tempat tidurnya demi mengambil segelas air minum didapur lantai dasar rumah. Dan ketika akan menuruni anak tangga, langkahnya menjadi terhenti karna melihat Yusra yang baru saja pulang sedang menaiki anak tangga. Sedangkan Yusra baru terpandang padanya saat sudah tiga anak tangga lagi dirinya untuk sampai keatas. Seketika mereka menjadi saling berpandangan seolah-olah saling menunggu untuk memulai pembicaraan.
Namun mereka beralih saling meninggalkan dengan Yusra beranjak ke kamarnya dan Yandra beranjak akan menuju kedapur lantai dasar rumahnya. Saat Yandra sudah tiba didapur lantai dasar rumah, ia mulai berpikir jika Yusra baru habis pulang dari rumah sakit menjenguk Qiera sebelum pulang kerumah. Dan iapun semakin yakin dengan pemikirannya itu sambil meminum segelas air putih. Sementara Yusra sudah berbaring ditempat tidurnya bersiap untuk tidur.
Esok paginya, dirinya dan Yusra melakukan sarapan pagi bersama. Disaat masih melakukan sarapan pagi bersama, Yandra akan mengajak bicara Yusra sedikit menyangkut dengan pemikirannya malam tadi. “Malam tadi, kamu singgah kerumah sakit dulu baru pulang kerumah?”, tanya Yandra mengungkap pemikirannya. Yusra melihat diam masih mengunyah makanan padanya.
“Entah mengapa, aku merasa cemas ketika aku menemui kau baru pulang pada malam tadi!”, sambung Yandra mulai menatap bingung karna kata-katanya.
“Cemas kenapa? Dan mengapa kau mencemaskan aku!”, Yusra baru berkata menyahutnya walaupun menanyakan balik. Masih melihat diam. Kemudian mulai terbesit pada Yandra jika dirinya tidak mau perhatian Yusra terbagi dengan Qiera. Walaupun menurut akal sehat wajar saja jika Yusra membagi perhatiannya dengan Qiera yang sedang sakit. Menyadari itu, Yandra memalingkan pandangannya dari Yusra melihat ke makanannya.
Sebab Yandra tidak mengerti mengapa sikapnya bisa menjadi seperti itu secara tiba-tiba. Yusra yang mulai melihatnya mengacak-ngacak makanannya, akan berkata sesuatu lagi padanya. “Untuk sekarang, aku tidak ingin meladeni apalagi mendengarkan pertanyaan darimu tadi! Aku masih super sibuk, dan aku gak pergi singgah kemanapun kecuali dikantor!”, katanya lagi menjelaskan panjang lebar lalu mencium pipi Yandra. Yandra yang merasakannya pun menjadi terkejut kecil melihat diam padanya.
Usai dirinya mencium pipi Yandra, dilanjutkannya dengan meminum segelas susunya. Lalu mengambil tas kerjanya dan pergi meninggalkan tanpa berkata pamit dahulu sebelum beranjak meninggalkan meja makan. Dan Yandra melihatnya diam yang masih beranjak pergi, masih menahan terkejut kecilnya. “Gue takut, kalau gue jatuh cinta sama Yusra! Sementara Yusra, masih acuh dan kadang menganggap gue gak ada!”, bisik kecil hatinya setelah melihat Yusra yang sudah beranjak keluar.
Pada sore harinya, Yandra sedang berdiri didepan pohon mangga yang terletak disamping rumah. Dirinya sedang tersenyum-senyum melihat buah mangga yang masih mentah menggantung dipohon. lalu ia berharap jika buah mangga sudah matang, ia akan segera bisa dapat memakannya. Namun tidak disadarinya jika dirinya kini sedang mengidam. Dan lalu dengan tiba-tiba dilihatnya Yusra yang melewati dirinya berjalan menuju ke pohon mangga yang sedang dilihatnya.
Kemudian dilihatnya lagi Yusra sedang memanjati pohon tersebut sembari akan mengambil beberapa buah mangga.
“Yusra, seekor monyet memanjat pohon untuk mengambil buah pisang! Kenapa kamu dipohon mangga sih?”, tegur sedikit keras Yandra melihat tingkahnya. Yusra yang mendengar kata darinya pun langsung membalasnya dengan tertawa jahat.
“Untung saja aku masih menjadi Yusra yang memanjati pohon mangga! Bukan seekor monyet yang memanjati pohon untuk mengambil buah pisang!”, balasnya.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

                Dan kini Yusra memotong buah mangga yang sudah diambilnya, sedangkan Yandra hanya menonton disampingnya. Mereka duduk bersama bersebelahan pada satu meja masih ditaman samping rumah. “Bagaimana kalau getahnya mengenai pakaian kantor yang masih kamu kenakan!”, tegur Yandra mengingatkan. Yusra menggeleng masih memotong buah mangganya. Dan keanehan pun muncul dipemikiran Yandra yang sudah lama melihat perilakunya yang seperti itu secara tiba-tiba.
                Usainya memotong buah mangga tersebut, Yusra pun langsung memakannya secara perlahan. Yandra yang melihatnya memakan buah mangga tersebut mencoba untuk memakannya juga, karna kenikmatan memakan buah mangga yang diketahuinya masih mentah itu terlihat pada cara Yusra memakannya. Namun berbalik rasanya begitu asam hingga membuat dirinya beranjak menjauh sedikit lalu memuntahkannya.
Yusra yang melihat Yandra memuntahkannya mulai merasa terheran-heran, dan kini Yandra kembali mendekatinya dengan berdiri disampingnya. Dan dilihatnya jika Yusra masih menikmati memakan buah mangganya, sedangkan Yusra yang masih melihatnya pun akan bertanya berlanjut menceritakan sesuatu.
“Bagaimana bisa kau memuntahkannya, Yandra? Buah mangga ini memang terasa sangat asam! Tapi bila dinikmati rasa asam pada buah mangga ini seperti terasa manis saja!”, Yusra mengomentari perilaku Yandra tadi.
“Asam lambungku takut naik, kalau aku masih memakannya lalu menelannya!”, Yandra menjelaskan namun mengelak. Tiba-tiba Yusra mulai menyadarkan sesuatu melihat kebuah mangga ditangannya.
“Sebenarnya, aku sedikit anti dengan buah mangga yang sedang kunikmati kini! Mangga ini masih mentah, tapi aku kini malah memakannya hingga menghabiskan satu setengah buah mangga mentah?”, kata sadarnya sedikit bingung.
“Lalu, apa yang mendorongmu sebelumnya sehingga kamu memanjati pohon mangga itu dan kini, kamu baru menyadari mengapa bisa memakan buah mangga mentah sebanyak itu!”, Yandra memberi pertanyaan yang semakin membuat Yusra menjadi bingung. Dan Yusra pun melihat kepadanya memakai tatapan bingung.
“Aku tidak mengerti Yandra! Tiba-tiba saja sewaktu aku akan melakukan makan siang dikantor, aku mencium wangi buah-buahan lalu aku terpikirkan buah mangga dipohon mangga itu!”, penjelasan Yusra tertuju pada pohon mangga yang sudah dipanjatinya tadi.
Yandra yang sudah mendengar penjelasan demi penjelasan darinya mulai menggelengkan kepalanya masih melihat ke Yusra, menatap aneh. Kemudian Yandra menyuruh untuk menghabiskan buah mangga mentah tersebut, dan Yusra berkata mengiyakan dengan mengaku senang hati bila harus menghabiskan buah mangga mentah itu seorang diri. Dan secara tiba-tiba Yandra teringat pada keinginan serta berharap pada dirinya sendiri yang tadi.
Keinginan serta berharap pada dirinya sendiri untuk bisa memakan buah mangga itu bila sudah matang. Menyadari ingatannya itu, Yandra mulai meyakini jika Yusra telah mengidam untuk janin dirahimnya. Ditambah lagi dengan cerita Yusra tadi, cerita darinya yang amat berbalik dengan apa yang dilakukannya saat ini.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

                Setelah lima hari berjalan, Qiera yang masih dirawat kini sudah diperbolehkan untuk pulang. Dan kini juga dirinya sedang bersiap-siap untuk pulang setelah urusan administrasinya selesai. Jarum infus telah dilepas dari tangannya, begitupula dengan luka pada jahitan operasinya yang sudah mengering. Dan kemudian Fachri baru mendatangi dirinya yang masih didalam ruangannya setelah persiapan untuk pulang sudah terlihat.          
                “Hai Dokter!”, sapa Qiera menyambut kedatangannya. Lalu mereka berdua saling cipika-cipiki. Usainya saling cipika-cipiki, Fachri menanyakan sesuatu padanya.
“Bagaimana dengan tunanganmu? Apakah dia sudah menghubungimu untuk menjemputmu dari rumah sakit!”, tanya Fachri sekedar basa-basi. Melihat biasa. “Kenapa, ada apa, dan mengapa?”, sambung Fachri sedikit menggoda.
“Kau jangan bercanda Fachri! Dia masih diluar negeri dan bagaimana bisa dia menjemputku sekarang!”, Qiera memberitahu dengan mengeluhkan.
Fachri pun memberi senyuman lalu memerintahkan suster untuk merapikan peralatan medis dikamar ruangannya. Tak berapa lama kemudian, Yusra, Mirza juga Eisya datang memasuki ruangan Qiera. Mereka sengaja datang bersamaan hanya untuk menjemput Qiera yang sudah sehat. Dan Fachri yang melihat kedatangan mereka bertiga mulai memperhatikan satu persatu dari ketiganya, membiarkan mereka membantu membereskan barang-barang Qiera.
“Btw, Mora mana?”, tanya Fachri kepada mereka bertiga. Dan mereka bertiga yang kebetulan sedang bersama didepannya pun melihat kepadanya secara bersamaan pula. “Mora?”, tanya Eisya ingin mendengar lebih jelas. Fachri menjadi terdiam mendengar tanya darinya.
“Gue kira, lo bakal nanyain Yandra! Ternyata gue salah!”, tegur Yusra melihat mengejek.
“Ya gak mungkinlah gue tanyain Yandra! Entar lo dirumah lempar-lemparin barang!”, balas Fachri mengejeknya melihat mengejek pula padanya.
Qiera yang melihat keduanya menjadi tertawa kecil. Kemudian Yusra menyambung lagi, “Ih, dasaarrr!”, memakai tatapan mengalah namun sedikit mengejeknya lagi.
Dan perdebatan itupun berakhir saat mereka memutuskan untuk mengantar Qiera pulang kerumahnya, pergi meninggalkan rumah sakit. Sementara sepupu dirinya menunggu kedatangannya dirumah.

Beberapa saat kemudian. . . .

Kini Fachri berada diruangannya kembali, ia sedang duduk dikursi tempat prakteknya akan menghubungi seseorang, dan disana juga Mora mendapatkan sebuah telepon dari nomor pribadi. Namun ketika sudah mengangkatnya dan berkata “Halo”, mendadak dimatikan oleh orang yang menghubunginya secara misterius. Sementara Fachri mulai berkata puitis pada orang yang dihubunginya dengan ponselnya berada digenggam tangannya, menggunakan spiker. Melihat keponselnya.
“Hari ini matahari masih menyinari membawa keceriaan! Tapi  perasaanku tak seceria mereka yang tadi bersamaku! Perasaanku sepi, seakan memintamu tuk disini didepan pandanganku! Dan apakah aku, sudah mendekati akan jatuh cinta padamu!”, katanya lalu meletakkan ponselnya dimeja tempat prakteknya. Entah, buat siapa kata puitis itu yang telah disampaikannya melalui ponsel miliknya. Dan siapakah yang beruntung telah dihubungi oleh dirinya kemudian dipersembahkannya kata puitis itu.
Dan kali ini juga dirinya telah bersikap sedikit misterius terhadap seseorang disana, dimana, siapa dan mengapa. Sementara Mora disana mengaku sedikit penasaran sebab baru sekali ini dirinya telah mendapat telepon dari nomor pribadi, dimana tidak ada nomor ponsel yang ditampilkan.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar