Pada malam
harinya, Yandra membangunkan dirinya dari tempat tidurnya demi mengambil
segelas air minum didapur lantai dasar rumah. Dan ketika akan menuruni anak
tangga, langkahnya menjadi terhenti karna melihat Yusra yang baru saja pulang
sedang menaiki anak tangga. Sedangkan Yusra baru terpandang padanya saat sudah
tiga anak tangga lagi dirinya untuk sampai keatas. Seketika mereka menjadi saling
berpandangan seolah-olah saling menunggu untuk memulai pembicaraan.
Namun mereka beralih saling meninggalkan dengan Yusra
beranjak ke kamarnya dan Yandra beranjak akan menuju kedapur lantai dasar
rumahnya. Saat Yandra sudah tiba didapur lantai dasar rumah, ia mulai berpikir
jika Yusra baru habis pulang dari rumah sakit menjenguk Qiera sebelum pulang
kerumah. Dan iapun semakin yakin dengan pemikirannya itu sambil meminum segelas
air putih. Sementara Yusra sudah berbaring ditempat tidurnya bersiap untuk
tidur.
Esok paginya, dirinya dan Yusra melakukan sarapan
pagi bersama. Disaat masih melakukan sarapan pagi bersama, Yandra akan mengajak
bicara Yusra sedikit menyangkut dengan pemikirannya malam tadi. “Malam tadi,
kamu singgah kerumah sakit dulu baru pulang kerumah?”, tanya Yandra mengungkap
pemikirannya. Yusra melihat diam masih mengunyah makanan padanya.
“Entah mengapa, aku merasa cemas ketika aku menemui
kau baru pulang pada malam tadi!”, sambung Yandra mulai menatap bingung karna
kata-katanya.
“Cemas kenapa? Dan mengapa kau mencemaskan aku!”,
Yusra baru berkata menyahutnya walaupun menanyakan balik. Masih melihat diam.
Kemudian mulai terbesit pada Yandra jika dirinya tidak mau perhatian Yusra
terbagi dengan Qiera. Walaupun menurut akal sehat wajar saja jika Yusra membagi
perhatiannya dengan Qiera yang sedang sakit. Menyadari itu, Yandra memalingkan
pandangannya dari Yusra melihat ke makanannya.
Sebab Yandra tidak mengerti mengapa sikapnya bisa
menjadi seperti itu secara tiba-tiba. Yusra yang mulai melihatnya
mengacak-ngacak makanannya, akan berkata sesuatu lagi padanya. “Untuk sekarang,
aku tidak ingin meladeni apalagi mendengarkan pertanyaan darimu tadi! Aku masih
super sibuk, dan aku gak pergi singgah kemanapun kecuali dikantor!”, katanya
lagi menjelaskan panjang lebar lalu mencium pipi Yandra. Yandra yang
merasakannya pun menjadi terkejut kecil melihat diam padanya.
Usai dirinya mencium pipi Yandra, dilanjutkannya
dengan meminum segelas susunya. Lalu mengambil tas kerjanya dan pergi
meninggalkan tanpa berkata pamit dahulu sebelum beranjak meninggalkan meja
makan. Dan Yandra melihatnya diam yang masih beranjak pergi, masih menahan
terkejut kecilnya. “Gue takut, kalau gue jatuh cinta sama Yusra! Sementara
Yusra, masih acuh dan kadang menganggap gue gak ada!”, bisik kecil hatinya
setelah melihat Yusra yang sudah beranjak keluar.
Pada sore harinya, Yandra sedang berdiri didepan
pohon mangga yang terletak disamping rumah. Dirinya sedang tersenyum-senyum
melihat buah mangga yang masih mentah menggantung dipohon. lalu ia berharap
jika buah mangga sudah matang, ia akan segera bisa dapat memakannya. Namun
tidak disadarinya jika dirinya kini sedang mengidam. Dan lalu dengan tiba-tiba
dilihatnya Yusra yang melewati dirinya berjalan menuju ke pohon mangga yang
sedang dilihatnya.
Kemudian dilihatnya lagi Yusra sedang memanjati pohon
tersebut sembari akan mengambil beberapa buah mangga.
“Yusra, seekor monyet memanjat pohon untuk mengambil
buah pisang! Kenapa kamu dipohon mangga sih?”, tegur sedikit keras Yandra
melihat tingkahnya. Yusra yang mendengar kata darinya pun langsung membalasnya
dengan tertawa jahat.
“Untung saja aku masih menjadi Yusra yang memanjati
pohon mangga! Bukan seekor monyet yang memanjati pohon untuk mengambil buah
pisang!”, balasnya.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Dan kini Yusra
memotong buah mangga yang sudah diambilnya, sedangkan Yandra hanya menonton
disampingnya. Mereka duduk bersama bersebelahan pada satu meja masih ditaman
samping rumah. “Bagaimana kalau getahnya mengenai pakaian kantor yang masih
kamu kenakan!”, tegur Yandra mengingatkan. Yusra menggeleng masih memotong buah
mangganya. Dan keanehan pun muncul dipemikiran Yandra yang sudah lama melihat
perilakunya yang seperti itu secara tiba-tiba.
Usainya memotong
buah mangga tersebut, Yusra pun langsung memakannya secara perlahan. Yandra
yang melihatnya memakan buah mangga tersebut mencoba untuk memakannya juga,
karna kenikmatan memakan buah mangga yang diketahuinya masih mentah itu
terlihat pada cara Yusra memakannya. Namun berbalik rasanya begitu asam hingga
membuat dirinya beranjak menjauh sedikit lalu memuntahkannya.
Yusra yang melihat Yandra memuntahkannya mulai merasa
terheran-heran, dan kini Yandra kembali mendekatinya dengan berdiri
disampingnya. Dan dilihatnya jika Yusra masih menikmati memakan buah mangganya,
sedangkan Yusra yang masih melihatnya pun akan bertanya berlanjut menceritakan
sesuatu.
“Bagaimana bisa kau memuntahkannya, Yandra? Buah
mangga ini memang terasa sangat asam! Tapi bila dinikmati rasa asam pada buah
mangga ini seperti terasa manis saja!”, Yusra mengomentari perilaku Yandra
tadi.
“Asam lambungku takut naik, kalau aku masih
memakannya lalu menelannya!”, Yandra menjelaskan namun mengelak. Tiba-tiba Yusra
mulai menyadarkan sesuatu melihat kebuah mangga ditangannya.
“Sebenarnya, aku sedikit anti dengan buah mangga yang
sedang kunikmati kini! Mangga ini masih mentah, tapi aku kini malah memakannya
hingga menghabiskan satu setengah buah mangga mentah?”, kata sadarnya sedikit
bingung.
“Lalu, apa yang mendorongmu sebelumnya sehingga kamu
memanjati pohon mangga itu dan kini, kamu baru menyadari mengapa bisa memakan
buah mangga mentah sebanyak itu!”, Yandra memberi pertanyaan yang semakin
membuat Yusra menjadi bingung. Dan Yusra pun melihat kepadanya memakai tatapan
bingung.
“Aku tidak mengerti Yandra! Tiba-tiba saja sewaktu
aku akan melakukan makan siang dikantor, aku mencium wangi buah-buahan lalu aku
terpikirkan buah mangga dipohon mangga itu!”, penjelasan Yusra tertuju pada
pohon mangga yang sudah dipanjatinya tadi.
Yandra yang sudah mendengar penjelasan demi
penjelasan darinya mulai menggelengkan kepalanya masih melihat ke Yusra,
menatap aneh. Kemudian Yandra menyuruh untuk menghabiskan buah mangga mentah
tersebut, dan Yusra berkata mengiyakan dengan mengaku senang hati bila harus
menghabiskan buah mangga mentah itu seorang diri. Dan secara tiba-tiba Yandra
teringat pada keinginan serta berharap pada dirinya sendiri yang tadi.
Keinginan serta berharap pada dirinya sendiri untuk
bisa memakan buah mangga itu bila sudah matang. Menyadari ingatannya itu,
Yandra mulai meyakini jika Yusra telah mengidam untuk janin dirahimnya. Ditambah
lagi dengan cerita Yusra tadi, cerita darinya yang amat berbalik dengan apa
yang dilakukannya saat ini.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Setelah lima hari
berjalan, Qiera yang masih dirawat kini sudah diperbolehkan untuk pulang. Dan
kini juga dirinya sedang bersiap-siap untuk pulang setelah urusan
administrasinya selesai. Jarum infus telah dilepas dari tangannya, begitupula
dengan luka pada jahitan operasinya yang sudah mengering. Dan kemudian Fachri
baru mendatangi dirinya yang masih didalam ruangannya setelah persiapan untuk
pulang sudah terlihat.
“Hai Dokter!”,
sapa Qiera menyambut kedatangannya. Lalu mereka berdua saling cipika-cipiki. Usainya
saling cipika-cipiki, Fachri menanyakan sesuatu padanya.
“Bagaimana dengan tunanganmu? Apakah dia sudah
menghubungimu untuk menjemputmu dari rumah sakit!”, tanya Fachri sekedar
basa-basi. Melihat biasa. “Kenapa, ada apa, dan mengapa?”, sambung Fachri
sedikit menggoda.
“Kau jangan bercanda Fachri! Dia masih diluar negeri
dan bagaimana bisa dia menjemputku sekarang!”, Qiera memberitahu dengan
mengeluhkan.
Fachri pun memberi senyuman lalu memerintahkan suster
untuk merapikan peralatan medis dikamar ruangannya. Tak berapa lama kemudian,
Yusra, Mirza juga Eisya datang memasuki ruangan Qiera. Mereka sengaja datang
bersamaan hanya untuk menjemput Qiera yang sudah sehat. Dan Fachri yang melihat
kedatangan mereka bertiga mulai memperhatikan satu persatu dari ketiganya,
membiarkan mereka membantu membereskan barang-barang Qiera.
“Btw, Mora mana?”, tanya Fachri kepada mereka
bertiga. Dan mereka bertiga yang kebetulan sedang bersama didepannya pun
melihat kepadanya secara bersamaan pula. “Mora?”, tanya Eisya ingin mendengar
lebih jelas. Fachri menjadi terdiam mendengar tanya darinya.
“Gue kira, lo bakal nanyain Yandra! Ternyata gue
salah!”, tegur Yusra melihat mengejek.
“Ya gak mungkinlah gue tanyain Yandra! Entar lo
dirumah lempar-lemparin barang!”, balas Fachri mengejeknya melihat mengejek
pula padanya.
Qiera yang melihat keduanya menjadi tertawa kecil.
Kemudian Yusra menyambung lagi, “Ih, dasaarrr!”, memakai tatapan mengalah namun
sedikit mengejeknya lagi.
Dan perdebatan itupun berakhir saat mereka memutuskan
untuk mengantar Qiera pulang kerumahnya, pergi meninggalkan rumah sakit.
Sementara sepupu dirinya menunggu kedatangannya dirumah.
Beberapa saat kemudian. . . .
Kini Fachri berada diruangannya kembali, ia sedang
duduk dikursi tempat prakteknya akan menghubungi seseorang, dan disana juga
Mora mendapatkan sebuah telepon dari nomor pribadi. Namun ketika sudah
mengangkatnya dan berkata “Halo”, mendadak dimatikan oleh orang yang
menghubunginya secara misterius. Sementara Fachri mulai berkata puitis pada orang
yang dihubunginya dengan ponselnya berada digenggam tangannya, menggunakan
spiker. Melihat keponselnya.
“Hari ini matahari masih menyinari membawa keceriaan!
Tapi perasaanku tak seceria mereka yang
tadi bersamaku! Perasaanku sepi, seakan memintamu tuk disini didepan
pandanganku! Dan apakah aku, sudah mendekati akan jatuh cinta padamu!”, katanya
lalu meletakkan ponselnya dimeja tempat prakteknya. Entah, buat siapa kata
puitis itu yang telah disampaikannya melalui ponsel miliknya. Dan siapakah yang
beruntung telah dihubungi oleh dirinya kemudian dipersembahkannya kata puitis
itu.
Dan kali ini juga dirinya telah bersikap sedikit
misterius terhadap seseorang disana, dimana, siapa dan mengapa. Sementara Mora
disana mengaku sedikit penasaran sebab baru sekali ini dirinya telah mendapat
telepon dari nomor pribadi, dimana tidak ada nomor ponsel yang ditampilkan.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar