Disebuah BAR telah didatangi
dua orang lelaki mapan yang kini sedang duduk bersama disebuah meja bundar
didalamnya. keduanya memakai pakaian
kantor yang masih rapi lengkap bersama jas dan dasi. Dan salah satu diantara
mereka berdua memanggil pelayan untuk memesan minuman anggur yang sedikit
beralkohol. Mereka berdua masing-masing bernama Yusra dan Mirza. Dan mereka
berdua mulai membincangkan sesuatu ditengah redupnya cahaya didalam Bar
tersebut.
“Bagaimana
perasaanmu? Sudahkah menjadi lebih baik sekarang?”, Mirza menanyakan ketenangan
Yusra, melihat biasa padanya.
“Kalau
saja tempat ini bisa menghapuskan keinginan dari ambisi Omah, maka akan tenang
perasaanku!”, Yusra menyahutnya melihat-lihat isi dalam Bar tersebut.
“Eisya!
Kau masih ingat dengan Eisya?”, Mirza mencoba mengingatkan tentang Eisya yang
baru saja terfikirkan olehnya kepada Yusra. Menatap memohon dan Yusra baru saja
melihat padanya, menatapnya kaget.
“Apa
hubungannya Eisya dengan masalahku?”, Yusra menanyakan disertai rasa bingung.
“Kita
pinjam saja salah-satu teman wanitanya, untuk menjadi istrimu sementara!”, Mirza
langsung memberitahukan usulnya.
Kemudian
dengan tiba-tiba mereka berdua serentak mengatakan, “Kawin kontrak!”, dengan
suara sedikit keras hingga beberapa orang disekitarnya melihat kepada keduanya.
Dan lalu mereka berdua membalas senyuman sembari meminta maaf melihat pada
beberapa orang yang sudah melihat keduanya, seketika menyadarinya. Dari perbincangan
singkat keduanya, bisa dipastikan kalau keduanya sedang menanggung beban dimana
penyelesaiannya sangat sulit ditemukan.
Terlihat Mirza sangat peduli
terhadap Yusra, sedangkan Yusra terlihat begitu mengeluhkan yang ada
hubungannya dengan kata “Omah”. Omah adalah nenek kandungnya dari Ibunya
sendiri yang menuntut dirinya untuk segera menikah. Karna dengan menikahlah
dirinya dapat menjadi wakil direktur seutuhnya diperusahaan almarhum ayahnya
sendiri. Masih dimalam yang sama, Eisya yang sempat dibicarakan Yusra dan Mirza
baru saja mendapatkan sebuah pesan melalui BBM dari Mirza.
Mirza mengirimkan pesan bahwa ia
membutuhkan bantuannya pada waktu dan hari yang belum ditentukan. Mirza hanya
mengirimkan sebuah pesan singkat yang bertuliskan, “Siap-siap mungkin sebentar
lagi aku membutuhkan bantuan darimu!”. Eisya yang sudah menerima pesannya pun
menjadi bertanya-tanya, terlebih lagi dengan tugas pekerjaan kantornya yang
belum usai ia kerjakan. Dan ketika mencoba menghubungi Mirza, Mirza
mendiamkannya tak sedikitpun meresponnya.
Yusra yang melihatnya menjadi
tertawa seketika sebab merasa gokil terhadap Mirza yang sama sekali tak mau
mengangkat telepon dari Eisya. “Ini bukan saat yang tepat untuk mengangkat telepon
darinya!”, Mirza berkata sambil menggelengkan kepalanya melihat ke ponselnya.
Lalu disambung dengan Yusra, “Bukan pula saat yang tepat untuk menjawab
pertanyaan darinya, teman!”. Kemudian mereka berdua tertawa bersama sambil
meminum minuman anggur sesekali yang telah mereka pesan.
Sementara ditempat lain. . . .
Masih
dimalam yang sama, Eisya mengaku kesal karna teleponnya tidak direspon setelah
limabelas kali ia mencoba menghubungi Mirza. Dan iapun mencoba berbagi kesalnya
pada temannya yang saat ini sedang bersamanya, membelakanginya karna membaca
berkas materi pekerjaan kantor untuk persentasi besok.
“Apa
sih maunya dia! Ngirim pesan BBM misterius banget!”, ungkap kesalnya berbagi
pada temannya.
“Mirza?
Kalau memang iya kenapa kamu harus marah? Bukannya dari dulu dia selalu
begitu?”, sahut temannya cuek masih membelakangi.
“Pokoknya
aku kesel ke dia! Kapan-kapan perlu aku hajar tuh anak! Awas aja kalau sudah
sampai pada tanggal mainnya!”, ungkapnya semakin kesal. Lalu beranjak berbaring
ketempat tidurnya.
Sementara
temannya baru saja melihat padanya yang telah berbaring dengan menggeleng
sedikit tersenyum mengeluhkan. “Goodnight!”, sapa Eisya kembali pada temannya
sesaat akan tidur sambil mematikan lampu pijarnya disampingnya.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Esok
harinya, Eisya sedang menghabiskan waktu luangnya dicafe didalam kantor
tempatnya bekerja. Ia sedang duduk manis dengan kopi manis serta makanan kecil
dimeja tempat duduknya. Dan ketika akan memakan roti pesanannya yang baru saja
dipesannya, tiba-tiba saja ada yang memegang tangannya dari arah belakang
dirinya. Eisya pun menjadi terhenti sesaat sembari mencoba melihat kewajah
orang yang telah berani memegang tangannya itu.
Sementara
orang yang telah berani memegang tangannya itu, baru saja melangkah pelan
disampingnya sembari menunjukkan wajahnya. Eisya yang baru mengetahui wajahnya
pun langsung melepaskan keras tangannya dari pegangan orang itu. Sedangkan
orang itu terlihat santai dan kini beranjak untuk duduk bersamanya,
dihadapannya. Dan ternyata orang itu adalah Mirza.
“Apa
yang telah kau lakukan tadi, bukanlah suatu hal yang romantis!!!!”, Eisya
menyapanya dengan teramat dingin. Begitupula tatapannya.
“Sejak
kapan sih ada momen romantis bila sedang bersama kamu! Yang ada selalu tercipta
perang dunia ketiga, keempat, dan selanjutnya!”, Mirza menyindir halus. Masih
melihat santai.
“Hem,
laaaluuu?”, Eisya masih menyahutnya sinish dan kali ini dengan tatapan kedua
matanya seperti menantang.
Melihat
sikap Eisya yang seperti itu, Mirza menjadi berdiri perlahan dari duduknya karna
sedikit kecewa atas sikap darinya yang begitu tidak menghargai. Sedangkan Eisya
memalingkan pandangannya kesamping sambil memakan roti miliknya. “Keisya
Rahayu! Ternyata watakmu tidak sama dengan namamu yang ayu!”, Mirza berkata
mengeluhkan dengan menatapnya serius. Dan Eisya mengambil tisu menghapus noda
ditangannya lalu melihat padanya kembali.
“Lo,
selalu memakai kata-kata itu untuk memancing gue bicara bertatap muka ke lo!”,
Eisya berkata mengeluhkan pula dengan tatapan sedikit meremehkan.
“Karna
hanya dengan cara itu kamu bisa berkata baik, meskipun masih sangat kurang
baik!”, Mirza semakin mengungkapnya. Sedikit menghakimi.
“Berhenti!
Stop mengomentari tentang gue! Sebenernya gue males banget bagi waktu gue buat
lo doang! Karna bila sekali saja gue gak suka, maka gue akan tetep gak suka!”,
Eisya memancing Mirza untuk mengatakan tujuannya karna telah menemuinya secara
tiba-tiba.
“Gue
butuh salah satu teman wanita dari lo, untuk menghibur gue dan Yusra! Gue akan
kontrak dengan jumlah uang yang besar! Sebelum seminggu kemudian, lo harus bisa
ngasih kabar dan harus mengatakan, “ada”!”, Mirza mengatakan tujuannya secara
langsung tanpa memikirkan perasaan Eisya yang sudah terlanjur mendengar pintanya.
Setelah
mengatakan tujuannya, Mirza pun beranjak pergi tanpa berpamitan karna sudah
gerah dengan sikap Eisya. Sementara Eisya menjadi terdiam hanya melihat Mirza yang
pergi meninggalkannya hingga sudah tak terlihat lagi. Sebenarnya Eisya merasa
terkejut melihat perilaku Mirza dan Yusra yang masih sama dengan yang dulu.
Menyukai pergi ketempat hiburan yang dipenuhi dengan wanita-wanita cantik.
Bahkan pada masa SMU pun keduanya pernah beberapa kali masuk daftar hitam
disekolahnya.
Dan
alasan mengapa Eisya membenci keduanya, karna keduanya pernah sekali terjerat
narkoba hingga mengharuskan keduanya untuk menjalani rehabilitasi kurang lebih
setahun lamanya. Karna kenakalan dari keduanyalah yang membuat Eisya jarang
bersikap manis ketika sedang bersama keduanya. Dan kini, Eisya hanya diam tak
berdaya melawan hasrat dari Mirza yang telah meminta teman wanitanya untuk
menghiburnya bersama Yusra.
Sebenarnya
tadi Mirza tidak berkata yang sejujurnya, karna sudah terlanjur terbawa emosi
ingin menyakiti Eisya dengan kata dari permintaannya tadi. Dan tanpa diketahui
Mirza, kalau Eisya mengalami patah hati karnanya. Sebab dibelakang Mirza,
diam-diam Eisya menyimpan rasa peduli padanya namun enggan tuk menunjukkannya. Karna
kepercayaannya pada Mirza masih kacau.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

Tidak ada komentar:
Posting Komentar