Setelah beberapa saat berjalan, terdengar suara yang
memanggil nama Yusra dari kejauhan. Yusra yang sudah mendengarnya pun langsung
menolehkan kepalanya kesamping untuk mengetahui siapa yang telah memanggil
namanya dari kejauhan. Dan ternyata yang telah memanggil namanya adalah Qiera
yang masih berjalan akan menghampirinya masih dari kejauhan. Yandra yang sudah
mengetahuinya, beranjak pergi dari duduknya beralih akan duduk bersama Eisya,
Mora dan Fachri.
Dan kini Qiera telah berada disamping Yusra dengan
cipika-cipiki dengannya, lalu berlanjut cipika-cipiki dengan Mirza kemudian
duduk disamping Mirza. Eisya yang melihatnya menjadi tersenyum menyambutnya
meskipun tidak duduk pada satu meja yang sama. Lain dengan Yandra berusaha agar
wajahnya tidak terlihat oleh Qiera. Sebab masih diingatnya jika Yusra tidak
ingin Qiera mengenali wajah dirinya, hanya karna Qiera telah mengenali wajahnya
sebagai dancer pada sebuah festival lalu.
Dan kini Qiera mulai memberi beberapa berkas kepada
Mirza dan Yusra, mereka bertiga mulai mempelajari juga mengoreksi beberapa
berkas yang telah diberikan oleh Qiera. Disaat masih mempelajari juga
mengoreksi beberapa berkas tersebut, Qiera mengalami rasa nyeri pada perutnya
namun bisa ditahan rasa sakitnya. Dan ketika baru beberapa menit berjalan, ia
menjadi menjerit kesakitan. Dengan spontan, Mirza meninggalkan berkasnya
menahan Qiera yang sudah mulai gelisah.
Begitupula Yusra yang langsung beranjak dari duduknya
pergi kesamping Qiera menahannya pula dari belakang. Melihat kegelisahan yang
mulai dansyat pada diri Qiera yang semakin menjerit kesakitan, Qiera berteriak
memanggil Fachri lalu menjadi pingsan tak sadarkan diri. Dan Fachri yang
melihatnya langsung berlari kemudian mengajak mereka semua untuk segera membawa
Qiera kerumah sakit tempatnya bertugas.
Satu jam setengah kemudian. . . .
Kini mereka semua
telah sampai dirumah sakit, tepatnya diruang UGD rumah sakit. Mereka semua
menunggu pemeriksaan terhadap Qiera yang belum menyadarkan diri meskipun sudah
dibantu dengan oksigen. Tak lama kemudian, Fachri mendatangi mereka dengan
sudah memakai pakaian Dokter kembali pada pekerjaannya sebagai Dokter. Dan
Fachri meminta mereka untuk menjauh sebentar karna akan dilakukannya sebuah
pemeriksaan secara intensif terhadap Qiera.
Mereka semua pun
menurutinya, namun saat tabir UGD akan ditutup, Yusra menjadi histeris karna
kepanikannya yang sedikit berlebihan. Yusra ingin menahan tabirnya agar tidak
tertutup, namun untung saja Mirza dapat menahannya meski Yusra mulai berontak
darinya. Yandra, Eisya, dan Mora yang melihatnya mulai ikut menjadi panik.
Sehingga memancing Yandra untuk membawa Yusra keluar dari ruangan UGD rumah
sakit, sebab dikhawatirkannya bisa mengganggu pasien UGD lainnya.
Melihat Yusra
yang sudah dibawa paksa oleh Yandra menuju keluar ruangan UGD, Mirza merasa
lega karna sudah terbebas dari kesakitannya menahan Yusra yang berontak untuk
membuka tabir menutupi pemeriksaan intensif pada Qiera. Begitupun yang
dirasakan Eisya dan Mora yang kini berpelukan menyalurkan sedikit duka terhadap
Qiera yang masih diperiksa secara intensif dibalik tabir. Kemudian mereka
bertiga melihat Fachri keluar dari tabir tersebut.
Dan didengarnya jika Fachri memerintahkan kepada
seorang suster untuk segera mengambilkannya baju operasi untuknya, tak lupa
dengan perlengkapan dalam menjalani operasi. Mereka bertiga yang mendengarnya
pun menjadi terkejut saling berpandangan satu dengan yang lainnya. Sedangkan
Fachri kembali memasuki tabir tersebut melanjutkan pemeriksaannya.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Sementara disana,
Yandra telah berhasil membawa paksa Yusra keluar dari ruangan UGD. Namun masih
tetap saja Yusra berontak untuk memasuki ruang UGD kembali, dan Yandra berusaha
mencegahnya dengan menghalangi pintu UGD tuk dimasukinya. Yandra mencegahnya dengan
memakai kata “Enggak!”, sedangkan Yusra berusaha untuk memasukinya dengan
memakai kata “Biarkan aku masuk Yandra!”. Dan itu dilakukan keduanya
berkali-kali hingga pada akhirnya Yusra berhasil masuk.
Dan kini Yandra berjalan dibelakang Yusra menyusulnya
perlahan berusaha untuk tidak panik, sementara Yusra masih mencari hingga
menanyakan kepada seorang suster dimana pasien bernama Qiera telah dipindahkan.
Seorang suster itupun memberitahukan kalau pasien bernama Qiera sedang
menjalani operasi sekitar beberapa menit yang lalu. Mereka berdua menjadi
terkejut dan bersama beranjak menuju keruang operasi.
Setibanya disana, Yusra menjadi terhenti langkahnya
saat ketika melihat ketiga temannya sedang duduk bersejajar didepan ruang
operasi. Ketiganya menatap lesuh penuh harap bercampur kecemasan pada pintu
ruang operasi yang tertutup. Yusra yang semakin menyadari, akan berteriak nama
Qiera dengan berniat akan membuka pintu ruang operasi yang tertutup. Namun
mulutnya telah ditutup oleh telapak tangan Yandra dari balik dirinya,
memegangnya erat agar tidak bertindak konyol.
“Tenang Yusra! Sebelumnya kamu tidak pernah sepanik
ini!”, bisik Yandra mencoba menyadarinya. Mirza, Eisya, Mora yang sudah melihat
keduanya tak jauh dari keberadaannya menjadi hening, sementara Mirza berjalan
cepat menghampiri keduanya. Yandra yang mulai merasakan ketenangan Yusra,
mencoba melepaskan telapak tangannya dari menutup mulut Yusra perlahan menatap
cemas. Dan kini Mirza sudah berada didepan mereka berdua.
“Cukup! Semuanya akan baik-baik saja! Tidak perlu
menjadi panik! Karna kami juga bisa terpancing untuk menjadi panik juga!”,
tegur Mirza memberi pengertian kepada Yusra. Sedangkan Yusra yang mendengar
katanya mulai melihat kepadanya diam, dan lagi akan beranjak melakukan tindakan
konyolnya. Namun untung saja Yandra yang
lagi-lagi menahannya lalu membawanya berjalan mundur menjauh sedikit dari
Mirza.
“Tolong ikuti perintah kami! Kami juga takut, cemas,
juga panik sama sepertimu!”, Yandra berkata memohon menatap sedih setelah
berhenti menjauh sedikit dari Mirza, dihadapannya. Yusra yang baru saja melihat
padanya, menjadi sedikit luluh namun masih akan melangkah melakukan tindakan
konyolnya. Dan lagi, kali ini Yandra menahannya dengan memberi pelukan sedikit
keras padanya sehingga Yusra terhenti seketika.
Mirza yang melihatnya lagi mengaku pasrah tidak tau
harus berbuat apa, begitupula dengan Eisya dan Mora. “Yusra, tenang! Kalau kamu
masih bersikap panik yang semakin menjadi-jadi seperti ini, bagaimana bisa
semuanya akan menjadi baik-baik saja!”, bisikkan Yandra menenangkannya lagi
ditelinga Yusra. “Aku berhutang budi padanya, aku belum membayar hutang budi ku
itu! Aku takut dirinya kenapa-napa?!”, Yusra mulai berkata kecil sambil
menangis kecil melihat kepintu ruang operasi.
Sedangkan Yandra mulai mengelus-ngelus tubuh
belakangnya semakin menenangkanya, masih dalam pelukannya. Mirza yang melihat
keduanya mulai merasa terharu hingga kedua matanya berkaca-kaca, lalu tersenyum
berbalik pergi menghampiri Eisya dan Mora yang menunggu. Dan kini Mirza telah
bersama keduanya. Sementara Yandra melepaskan pelukannya melihat kewajah Yusra.
Yandra mengatakan kalau dirinya akan membawa Yusra bersama mereka bertiga.
Tetapi harus berjanji untuk tidak bersikap panic
seperti sebelumnya. Dan Yusra yang sudah mendengarnya hanya mengangguk
menyerahkan padanya, menatap diam.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Setelah dua jam
kemudian, Fachri keluar dari ruang operasi berjalan menghampiri Yusra yang baru
saja berdiri sudah melihatnya serta menantinya.
“Kamu jangan khawatir, semua yang kamu khawatirkan
pada sebelumnya kini sudah berlalu!”, Fachri berkata dengan menepuk pelan
lengan kiri Yusra. Setelah dirinya berhenti dihadapan Yusra.
“Tuh kan gue bilang apa? Lo sih lebay!”, sambung
Eisya berkata frontal namun sedikit canda.
Yusra menjadi melihat ke Eisya lalu melihat kembali
ke Fachri, sedangkan Fachri menjadi tertawa kecil melihat wajahnya yang mulai
kaku.
“Kapan kami bisa bertemu dengannya?”, tanya Yusra
ingin segera menemui Qiera yang belum dikeluarkan dari ruang kamar operasi.
“Besok saja, karna untuk hari ini masa kritisnya bisa
datang dan juga bisa hilang! Aku dan para tim Dokter lainnya masih merawatnya
secara intensif! Sebab aku trauma melihat kepanikan darimu Yusra!”, Fachri menjelaskan
berlanjut canda. Yusra mulai mendesah melihatnya karna katanya yang terakhir.
Mereka berempat yang mendengar penjelasan Fachri pada
kalimat terakhir menjadi tertawa kecil berbisik, termasuk Yandra yang masih
berdiri disampingnya. Dan kemudian mereka semua memutuskan untuk pulang
meninggalkan rumah sakit, lalu berjanjian akan kembali kerumah sakit pada esok
hari.
Esok harinya. . . .
Yusra, Mirza,
Eisya, dan Mora pergi bersama menjenguk Qiera dirumah sakit menggunakan
kendaraan mobil Mirza. Setibanya disana, mereka memasuki ruangan Qiera secara
bergantian dan kini telah berdiam secara bersejajar pula disamping kanan-kiri
Qiera. Sedangkan Qiera yang sudah sedikit segar wajahnya melihat mereka
satu-persatu. Disisi kirinya ada Yusra bersama Mirza, dan disisi kanannya ada
Eisya bersama Mora.
Kemudian Mirza bertanya kepada Qiera penyakit apa
yang telah menyerangnya, lalu dikatakannya kalau dirinya dan ketiga lainnya
lupa menanyakannya pada Fachri karna terlanjur panik memikirkan kepanikan dari
Yusra kepada Qiera. Dan mereka berdua yang mendengarnya menjadi tertawa kecil
seketika, termasuk Qiera yang mulai tertawa melihat ke Yusra. “Jangan
menyambungkan tawa mereka Qiera! Jawab saja pertanyaan dari Mirza yang
pertama!”, Yusra menghentikannya dengan menatap memohon.
Dan Qiera pun akan menjawab pertanyaan dari Mirza
berlanjut akan menceritakannya. Sebenarnya, Qiera telah divonis terkena
penyakit usus buntu sekitar tiga bulan yang lalu. Dan ketika pergi ke
Indonesia, ia berniat akan melakukan konsultasi kepada Fachri yang sebagai
Dokter Bedah juga Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Karna pada sebelumnya mereka
pernah bertemu diluar negeri sewaktu dirinya melakukan konsultasi disebuah
rumah sakit.
Diceritakannya lagi, itulah alasannya mengapa ia
berteriak memanggil nama Fachri sebelum menjadi pingsan tak sadarkan diri. Dan
mereka yang masih menyimak ceritanya pun menjadi terenyuh hening, seolah-olah
dunia memang begitu sempit.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
"Oyah, untuk
biaya aku sudah serahkan semuanya ke Fachri! Aku menitipkan kartu ATM ku ke
dia, aku juga memintanya untuk membantuku melunasi biaya rumah sakit! Karna aku
tidak ingin merepotkan kalian lagi! Bukankah kalian sudah memasuki hari kerja
seperti biasa lagi?”, Qiera memberitahukannya secara panjang lebar melihat
mereka berempat. Dan mereka semua memberikan senyuman saling mengangguk melihat
padanya.
Kemudian dengan tiba-tiba alarm dari ponsel Mirza
berbunyi, menandakan kalau jam kerja akan dimulai beberapa jam lagi yang pasti
sudah mendekati. Qiera yang sudah mendengar suara alarm dari ponsel Mirza pun
mulai berkata lagi. “Mirza, apakah itu alarm menandakan jam kerja?”, tanya
Qiera melihatnya ingin mengetahui. Mirza mengangguk padanya, sedikit sungkan.
Kemudian Qiera mengatakan kalau Mirza tidak perlu sungkan termasuk pada mereka
bertiga.
Sebab dirinya telah mengerti pada kesibukkan mereka
berempat dalam menjalani hari kerjanya kembali, setelah kemarin menerima hari
bebas kerja. Dan Qiera pun mengatakan kalau hari ini sepupunya akan datang dari
luar negeri untuk menjaga dirinya. Setelah mereka berempat mendengar beberapa
katanya itu, kini mulai berpamitan untuk pergi. Qiera yang sudah mengetahuinya
pun langsung mempersilahkan dengan senyuman.
Setelah beberapa menit mereka berpamitan dan sudah
pergi dari ruangan Qiera, kini giliran Fachri yang datang memasuki ruangan
Qiera untuk memeriksa kesehatannya dengan ditemani seorang suster.
“Harus berapa kali aku mengucapkan terima kasih, kau
sudah banyak membantuku Fachri!”, sapa Yandra memujinya melihat bahagia.
“Itulah gunanya bila sudah saling mengenal! Bila bisa
membantu, maka lakukanlah!”, sahut Fachri dengan memeriksanya tidak melihat
padanya.
“Fachri, kamu sudah punya pacar?”, tanya Qiera
membuat Fachri sedikit kaget.
Fachri pun menjadi tertawa kecil menahan kagetnya,
menatap malu padanya. Sementara seorang suster yang bersamanya berpamitan untuk
keluar dari ruangan, dan Fachri mempersilahkannya. Kemudian Fachri mengalihkan
pertanyaan Qiera dengan mengajaknya berbicara tentang perusahaan yang sedang
dikembangkannya. Mereka pun berbicara dengan saling berpandangan. Dan tanpa
diketahui, Mora telah melihat mereka dari luar melalui jendela.
Mora bukan berniat untuk melihat diam-diam mereka
berdua, hanya saja berniat akan mengambil dompet miliknya yang jatuh didepan
jendela ruangan Qiera. Hal itu mulai disadarinya saat memeriksa isi tasnya
ketika akan melewati lobby rumah sakit. Dan kini Mora membungkukkan tubuhnya
mengambil dompet miliknya, lalu berdiri kembali melihat ke mereka berdua. Sementara
Fachri memeriksa botol infus dari Qiera, kemudian dengan tiba-tiba terpandang
ke Mora diluar jendela.
Mora dan Fachri kini menjadi saling berpandangan
diam, lalu Mora memalingkannya dengan beranjak pergi akan segera menyusul
mereka bertiga diluar sana yang masih menunggunya. Dan Fachri yang sudah
mengetahui kehadiran Mora pun berpura-pura tidak menganggap kehadiran Mora agar
tidak menghancurkan konsentrasinya.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar