Kamis, 21 Januari 2016

Badung Location. . . . #34



Setelah beberapa saat berjalan, terdengar suara yang memanggil nama Yusra dari kejauhan. Yusra yang sudah mendengarnya pun langsung menolehkan kepalanya kesamping untuk mengetahui siapa yang telah memanggil namanya dari kejauhan. Dan ternyata yang telah memanggil namanya adalah Qiera yang masih berjalan akan menghampirinya masih dari kejauhan. Yandra yang sudah mengetahuinya, beranjak pergi dari duduknya beralih akan duduk bersama Eisya, Mora dan Fachri.
Dan kini Qiera telah berada disamping Yusra dengan cipika-cipiki dengannya, lalu berlanjut cipika-cipiki dengan Mirza kemudian duduk disamping Mirza. Eisya yang melihatnya menjadi tersenyum menyambutnya meskipun tidak duduk pada satu meja yang sama. Lain dengan Yandra berusaha agar wajahnya tidak terlihat oleh Qiera. Sebab masih diingatnya jika Yusra tidak ingin Qiera mengenali wajah dirinya, hanya karna Qiera telah mengenali wajahnya sebagai dancer pada sebuah festival lalu.
Dan kini Qiera mulai memberi beberapa berkas kepada Mirza dan Yusra, mereka bertiga mulai mempelajari juga mengoreksi beberapa berkas yang telah diberikan oleh Qiera. Disaat masih mempelajari juga mengoreksi beberapa berkas tersebut, Qiera mengalami rasa nyeri pada perutnya namun bisa ditahan rasa sakitnya. Dan ketika baru beberapa menit berjalan, ia menjadi menjerit kesakitan. Dengan spontan, Mirza meninggalkan berkasnya menahan Qiera yang sudah mulai gelisah.
Begitupula Yusra yang langsung beranjak dari duduknya pergi kesamping Qiera menahannya pula dari belakang. Melihat kegelisahan yang mulai dansyat pada diri Qiera yang semakin menjerit kesakitan, Qiera berteriak memanggil Fachri lalu menjadi pingsan tak sadarkan diri. Dan Fachri yang melihatnya langsung berlari kemudian mengajak mereka semua untuk segera membawa Qiera kerumah sakit tempatnya bertugas.

Satu jam setengah kemudian. . . .

                Kini mereka semua telah sampai dirumah sakit, tepatnya diruang UGD rumah sakit. Mereka semua menunggu pemeriksaan terhadap Qiera yang belum menyadarkan diri meskipun sudah dibantu dengan oksigen. Tak lama kemudian, Fachri mendatangi mereka dengan sudah memakai pakaian Dokter kembali pada pekerjaannya sebagai Dokter. Dan Fachri meminta mereka untuk menjauh sebentar karna akan dilakukannya sebuah pemeriksaan secara intensif terhadap Qiera.
                Mereka semua pun menurutinya, namun saat tabir UGD akan ditutup, Yusra menjadi histeris karna kepanikannya yang sedikit berlebihan. Yusra ingin menahan tabirnya agar tidak tertutup, namun untung saja Mirza dapat menahannya meski Yusra mulai berontak darinya. Yandra, Eisya, dan Mora yang melihatnya mulai ikut menjadi panik. Sehingga memancing Yandra untuk membawa Yusra keluar dari ruangan UGD rumah sakit, sebab dikhawatirkannya bisa mengganggu pasien UGD lainnya.
                Melihat Yusra yang sudah dibawa paksa oleh Yandra menuju keluar ruangan UGD, Mirza merasa lega karna sudah terbebas dari kesakitannya menahan Yusra yang berontak untuk membuka tabir menutupi pemeriksaan intensif pada Qiera. Begitupun yang dirasakan Eisya dan Mora yang kini berpelukan menyalurkan sedikit duka terhadap Qiera yang masih diperiksa secara intensif dibalik tabir. Kemudian mereka bertiga melihat Fachri keluar dari tabir tersebut.
Dan didengarnya jika Fachri memerintahkan kepada seorang suster untuk segera mengambilkannya baju operasi untuknya, tak lupa dengan perlengkapan dalam menjalani operasi. Mereka bertiga yang mendengarnya pun menjadi terkejut saling berpandangan satu dengan yang lainnya. Sedangkan Fachri kembali memasuki tabir tersebut melanjutkan pemeriksaannya.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

                Sementara disana, Yandra telah berhasil membawa paksa Yusra keluar dari ruangan UGD. Namun masih tetap saja Yusra berontak untuk memasuki ruang UGD kembali, dan Yandra berusaha mencegahnya dengan menghalangi pintu UGD tuk dimasukinya. Yandra mencegahnya dengan memakai kata “Enggak!”, sedangkan Yusra berusaha untuk memasukinya dengan memakai kata “Biarkan aku masuk Yandra!”. Dan itu dilakukan keduanya berkali-kali hingga pada akhirnya Yusra berhasil masuk.
Dan kini Yandra berjalan dibelakang Yusra menyusulnya perlahan berusaha untuk tidak panik, sementara Yusra masih mencari hingga menanyakan kepada seorang suster dimana pasien bernama Qiera telah dipindahkan. Seorang suster itupun memberitahukan kalau pasien bernama Qiera sedang menjalani operasi sekitar beberapa menit yang lalu. Mereka berdua menjadi terkejut dan bersama beranjak menuju keruang operasi.
Setibanya disana, Yusra menjadi terhenti langkahnya saat ketika melihat ketiga temannya sedang duduk bersejajar didepan ruang operasi. Ketiganya menatap lesuh penuh harap bercampur kecemasan pada pintu ruang operasi yang tertutup. Yusra yang semakin menyadari, akan berteriak nama Qiera dengan berniat akan membuka pintu ruang operasi yang tertutup. Namun mulutnya telah ditutup oleh telapak tangan Yandra dari balik dirinya, memegangnya erat agar tidak bertindak konyol.
“Tenang Yusra! Sebelumnya kamu tidak pernah sepanik ini!”, bisik Yandra mencoba menyadarinya. Mirza, Eisya, Mora yang sudah melihat keduanya tak jauh dari keberadaannya menjadi hening, sementara Mirza berjalan cepat menghampiri keduanya. Yandra yang mulai merasakan ketenangan Yusra, mencoba melepaskan telapak tangannya dari menutup mulut Yusra perlahan menatap cemas. Dan kini Mirza sudah berada didepan mereka berdua.
“Cukup! Semuanya akan baik-baik saja! Tidak perlu menjadi panik! Karna kami juga bisa terpancing untuk menjadi panik juga!”, tegur Mirza memberi pengertian kepada Yusra. Sedangkan Yusra yang mendengar katanya mulai melihat kepadanya diam, dan lagi akan beranjak melakukan tindakan konyolnya. Namun  untung saja Yandra yang lagi-lagi menahannya lalu membawanya berjalan mundur menjauh sedikit dari Mirza.
“Tolong ikuti perintah kami! Kami juga takut, cemas, juga panik sama sepertimu!”, Yandra berkata memohon menatap sedih setelah berhenti menjauh sedikit dari Mirza, dihadapannya. Yusra yang baru saja melihat padanya, menjadi sedikit luluh namun masih akan melangkah melakukan tindakan konyolnya. Dan lagi, kali ini Yandra menahannya dengan memberi pelukan sedikit keras padanya sehingga Yusra terhenti seketika.
Mirza yang melihatnya lagi mengaku pasrah tidak tau harus berbuat apa, begitupula dengan Eisya dan Mora. “Yusra, tenang! Kalau kamu masih bersikap panik yang semakin menjadi-jadi seperti ini, bagaimana bisa semuanya akan menjadi baik-baik saja!”, bisikkan Yandra menenangkannya lagi ditelinga Yusra. “Aku berhutang budi padanya, aku belum membayar hutang budi ku itu! Aku takut dirinya kenapa-napa?!”, Yusra mulai berkata kecil sambil menangis kecil melihat kepintu ruang operasi.
Sedangkan Yandra mulai mengelus-ngelus tubuh belakangnya semakin menenangkanya, masih dalam pelukannya. Mirza yang melihat keduanya mulai merasa terharu hingga kedua matanya berkaca-kaca, lalu tersenyum berbalik pergi menghampiri Eisya dan Mora yang menunggu. Dan kini Mirza telah bersama keduanya. Sementara Yandra melepaskan pelukannya melihat kewajah Yusra. Yandra mengatakan kalau dirinya akan membawa Yusra bersama mereka bertiga.
Tetapi harus berjanji untuk tidak bersikap panic seperti sebelumnya. Dan Yusra yang sudah mendengarnya hanya mengangguk menyerahkan padanya, menatap diam.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

                Setelah dua jam kemudian, Fachri keluar dari ruang operasi berjalan menghampiri Yusra yang baru saja berdiri sudah melihatnya serta menantinya.
“Kamu jangan khawatir, semua yang kamu khawatirkan pada sebelumnya kini sudah berlalu!”, Fachri berkata dengan menepuk pelan lengan kiri Yusra. Setelah dirinya berhenti dihadapan Yusra.
“Tuh kan gue bilang apa? Lo sih lebay!”, sambung Eisya berkata frontal namun sedikit canda.
Yusra menjadi melihat ke Eisya lalu melihat kembali ke Fachri, sedangkan Fachri menjadi tertawa kecil melihat wajahnya yang mulai kaku.
“Kapan kami bisa bertemu dengannya?”, tanya Yusra ingin segera menemui Qiera yang belum dikeluarkan dari ruang kamar operasi.
“Besok saja, karna untuk hari ini masa kritisnya bisa datang dan juga bisa hilang! Aku dan para tim Dokter lainnya masih merawatnya secara intensif! Sebab aku trauma melihat kepanikan darimu Yusra!”, Fachri menjelaskan berlanjut canda. Yusra mulai mendesah melihatnya karna katanya yang terakhir.
Mereka berempat yang mendengar penjelasan Fachri pada kalimat terakhir menjadi tertawa kecil berbisik, termasuk Yandra yang masih berdiri disampingnya. Dan kemudian mereka semua memutuskan untuk pulang meninggalkan rumah sakit, lalu berjanjian akan kembali kerumah sakit pada esok hari.

Esok harinya. . . .

                Yusra, Mirza, Eisya, dan Mora pergi bersama menjenguk Qiera dirumah sakit menggunakan kendaraan mobil Mirza. Setibanya disana, mereka memasuki ruangan Qiera secara bergantian dan kini telah berdiam secara bersejajar pula disamping kanan-kiri Qiera. Sedangkan Qiera yang sudah sedikit segar wajahnya melihat mereka satu-persatu. Disisi kirinya ada Yusra bersama Mirza, dan disisi kanannya ada Eisya bersama Mora.
Kemudian Mirza bertanya kepada Qiera penyakit apa yang telah menyerangnya, lalu dikatakannya kalau dirinya dan ketiga lainnya lupa menanyakannya pada Fachri karna terlanjur panik memikirkan kepanikan dari Yusra kepada Qiera. Dan mereka berdua yang mendengarnya menjadi tertawa kecil seketika, termasuk Qiera yang mulai tertawa melihat ke Yusra. “Jangan menyambungkan tawa mereka Qiera! Jawab saja pertanyaan dari Mirza yang pertama!”, Yusra menghentikannya dengan menatap memohon.
Dan Qiera pun akan menjawab pertanyaan dari Mirza berlanjut akan menceritakannya. Sebenarnya, Qiera telah divonis terkena penyakit usus buntu sekitar tiga bulan yang lalu. Dan ketika pergi ke Indonesia, ia berniat akan melakukan konsultasi kepada Fachri yang sebagai Dokter Bedah juga Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Karna pada sebelumnya mereka pernah bertemu diluar negeri sewaktu dirinya melakukan konsultasi disebuah rumah sakit.
Diceritakannya lagi, itulah alasannya mengapa ia berteriak memanggil nama Fachri sebelum menjadi pingsan tak sadarkan diri. Dan mereka yang masih menyimak ceritanya pun menjadi terenyuh hening, seolah-olah dunia memang begitu sempit.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

                "Oyah, untuk biaya aku sudah serahkan semuanya ke Fachri! Aku menitipkan kartu ATM ku ke dia, aku juga memintanya untuk membantuku melunasi biaya rumah sakit! Karna aku tidak ingin merepotkan kalian lagi! Bukankah kalian sudah memasuki hari kerja seperti biasa lagi?”, Qiera memberitahukannya secara panjang lebar melihat mereka berempat. Dan mereka semua memberikan senyuman saling mengangguk melihat padanya.
Kemudian dengan tiba-tiba alarm dari ponsel Mirza berbunyi, menandakan kalau jam kerja akan dimulai beberapa jam lagi yang pasti sudah mendekati. Qiera yang sudah mendengar suara alarm dari ponsel Mirza pun mulai berkata lagi. “Mirza, apakah itu alarm menandakan jam kerja?”, tanya Qiera melihatnya ingin mengetahui. Mirza mengangguk padanya, sedikit sungkan. Kemudian Qiera mengatakan kalau Mirza tidak perlu sungkan termasuk pada mereka bertiga.
Sebab dirinya telah mengerti pada kesibukkan mereka berempat dalam menjalani hari kerjanya kembali, setelah kemarin menerima hari bebas kerja. Dan Qiera pun mengatakan kalau hari ini sepupunya akan datang dari luar negeri untuk menjaga dirinya. Setelah mereka berempat mendengar beberapa katanya itu, kini mulai berpamitan untuk pergi. Qiera yang sudah mengetahuinya pun langsung mempersilahkan dengan senyuman.
Setelah beberapa menit mereka berpamitan dan sudah pergi dari ruangan Qiera, kini giliran Fachri yang datang memasuki ruangan Qiera untuk memeriksa kesehatannya dengan ditemani seorang suster.
“Harus berapa kali aku mengucapkan terima kasih, kau sudah banyak membantuku Fachri!”, sapa Yandra memujinya melihat bahagia.
“Itulah gunanya bila sudah saling mengenal! Bila bisa membantu, maka lakukanlah!”, sahut Fachri dengan memeriksanya tidak melihat padanya.
“Fachri, kamu sudah punya pacar?”, tanya Qiera membuat Fachri sedikit kaget.
Fachri pun menjadi tertawa kecil menahan kagetnya, menatap malu padanya. Sementara seorang suster yang bersamanya berpamitan untuk keluar dari ruangan, dan Fachri mempersilahkannya. Kemudian Fachri mengalihkan pertanyaan Qiera dengan mengajaknya berbicara tentang perusahaan yang sedang dikembangkannya. Mereka pun berbicara dengan saling berpandangan. Dan tanpa diketahui, Mora telah melihat mereka dari luar melalui jendela.
Mora bukan berniat untuk melihat diam-diam mereka berdua, hanya saja berniat akan mengambil dompet miliknya yang jatuh didepan jendela ruangan Qiera. Hal itu mulai disadarinya saat memeriksa isi tasnya ketika akan melewati lobby rumah sakit. Dan kini Mora membungkukkan tubuhnya mengambil dompet miliknya, lalu berdiri kembali melihat ke mereka berdua. Sementara Fachri memeriksa botol infus dari Qiera, kemudian dengan tiba-tiba terpandang ke Mora diluar jendela.
Mora dan Fachri kini menjadi saling berpandangan diam, lalu Mora memalingkannya dengan beranjak pergi akan segera menyusul mereka bertiga diluar sana yang masih menunggunya. Dan Fachri yang sudah mengetahui kehadiran Mora pun berpura-pura tidak menganggap kehadiran Mora agar tidak menghancurkan konsentrasinya.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar