Dikediaman Mirza, Eisya telah menyiapkan beberapa
makanan dalam menyambut kedatangannya. Dan itu berhasil membuat Mirza merasa
kaget. Dan kemudian mereka berdua makan bersama dengan memakai lilin kecil
sebagai penghias tambahan agar terlihat romantis. Semenjak mereka berdua sudah
menjadi pasangan kekasih, Eisya selalu menunjukkan keromantisan dirinya. Lain
dengan Mirza yang jarang sekali menunjukkan keromantisannya pada Eisya.
Namun dibalik itu, Mirza begitu menyimpan cinta yang
dalam pada Eisya. Hingga dirinya berani untuk mengajak Eisya segera bertunangan
dengannya. Dan hari pertunangan yang telah mereka rencanakanpun mulai semakin
dekat, yang akan dilaksanakan diluar negeri dimana keluarga besar Eisya
berkumpul.
Pada malam harinya. . . .
Yusra
dikediamannya mendatangi kamar Yandra berniat akan menanyakan sesuatu.
Sementara Yandra dikamarnya sedang membaca novel yang baru dibeli olehnya
dengan berdiri disamping tempat tidurnya. Dan kemudian ditemuinya jika Yusra
memasuki kamarnya berlanjut menghampiri serta akan berdiri dihadapannya, tanpa
menutup pintu kamar Yandra dahulu.
“Yusra?”, sapa Yandra sedikit tanya. Melihat santai.
“Hey? Kamu masih bisa santai sementara suasana sebentar
lagi akan menjadi kacau!”, Yusra mengingatkannya dengan menegurnya. Melihat
sedikit cemas.
“Didalam novel yang sedang aku baca ini, belum ada
cerita yang kacau didalamnya!”, sanggah Yandra masih santai karna tidak
mengerti maksud dari perkataan Yusra.
“Oyah? Lebih tegang mana cerita yang kacau dalam
novel baru milikmu itu, dengan hilangnya surat perjanjian pernikahan diatas
matrai dari ruang kerjaku masih dirumah ini?!”, Yusra membuka mengungkap
pertanyaannya. Yandra mulai menatap tegang padanya.
Dan lalu Yandra melirikkan kedua matanya kearah pintu
kamarnya yang masih terbuka, berlanjut menunjukkannya kepada Yusra dengan
menggunakan tangannya sendiri. Yusra yang mulai mengertipun ikut melihat apa
yang ditunjukkan Yandra padanya. “Pintu itu masih terbuka Yusra! Kecilkan
volume suaramu! Karna kalau tidak, maka siapa saja yang melintas didepannya
akan cepat mengetahuinya!”, beritahu Yandra kepadanya.
“Aku sudah mengerti walaupun baru saja
menyadarinya!”, balas Yusra pandangannya masih tertuju pada pintu kamar Yandra
tersebut. Kemudian mengalihkan pandangannya dengan melihat kewajah Yandra, dan
Yandra baru saja melihat kepadanya mulai menatap biasa. “Kau harus cepat
mencarinya Yusra! Karna bagaimanapun, surat perjanjian pernikahan diatas matrai
itu telah diserahkan padamu dan kau juga telah menyimpannya bukan!?”, bisik
kecil Yandra menegaskan, tatapannya juga.
Setelah mendengar kata darinya, Yusra mengangkat
kedua tangannya seolah-olah sedikit menyerah tidak bisa menjanjikannya, memakai
tatapan bermain-main. Kemudian berjalan mundur akan berbalik pergi
meninggalkan. Sedangkan Yandra masih melihatnya memakai tatapan tegas, diam,
hingga Yusra benar pergi keluar dari kamarnya dengan menutup pintu kamarnya
kembali.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Esok harinya,
Yusra bersama Yandra pergi menuju kesebuah pameran. Pameran yang digelar
bersamaan dengan hari bebas kerja, yaitu pada hari minggu. Sementara disana,
Mirza dan Eisya sudah menunggu kedatangan mereka berdua dipameran tersebut.
Pameran tersebut diadakan diruang terbuka, yaitu memakai sebuah taman bermain.
Dan berisi bazar berupa barang-barang unik yang sudah siap dipamerkan juga ada
yang sudah siap untuk diperjual belikan.
Tak berapa lama kemudian, Yusra dan Yandra pun tiba
dipameran tersebut dengan memakai pakaian couple bergambar Ice Cream. Pakaian
couple yang dikenakan Yusra berwarna biru dan Yandra berwarna merah muda. Sedangkan
Mirza dan Eisya memakai pakaian berwarna merah maroon, pakaian sekolah khas
korea. Lalu dimanakah Mora? Apakah dirinya juga ikut serta bersama mereka yang
sudah berada dipameran tersebut?!
Yupz, Mora memang ikut serta dan kini dirinya sedang
berjalan-jalan sendiri dengan berpakaian kotak-kotak berwarna merah. Dan kini
Mora sedang berhenti disuatu tempat masih didalam pameran tersebut, ia berhenti
ditempat yang memamerkan aneka bunga. Lalu ia menyempatkan dirinya untuk
mengambil buket bunga berwarna merah berukuran sedang. “Aku suka banget sama
bunga warna merah! Seperti bunga mawar, bunga kembang sepatu, ataupun
sebagainya!”, bisiknya memuji.
Ketika mulai menghadapkan dirinya kearah kanan, ia
melihat ada sebuah pemotretan keliling. Dimana telah dilihatnya jika ada
beberapa orang yang rela mengantri untuk berfoto. Dan Morapun kini beranjak
sedikit untuk mengantri berfoto dengan bunga yang masih dipegangnya. Tak perlu
lama menunggu, kini giliran dirinya yang akan berfoto. Kemudian dengan cepat
Mora berpose dengan menunjukkan buket bunga digenggaman kedua tangannya.
Memakai gaya candid dengan kedua matanya sengaja
terpejam bahagia serta memakai senyuman lepas dibibirnya. Usainya melakukan
foto dengan pose candid tersebut, kini Mora menunggu hasil fotonya yang
berukuran besar sedang dicetak. Dan dengan hanya mengeluarkan uang tigapuluh
ribu ia dapat mengambil hasil cetakan dari fotonya tadi. Setelah dirinya sudah
mendapatkan fotonya, kini beranjak akan mengembalikan buket bunga yang sudah
dipinjamnya itu.
Namun ketika sudah sampai ditempat pameran aneka
bunga tersebut, dan juga sudah akan menaruhnya tiba-tiba saja ada yang
menahannya dengan memegang bucket bunga yang masih berada digenggam tangannya.
Dan ketika mencoba melihat kewajah orang yang telah menahannya itu, sontak Mora
menjadi terkejut sehingga dirinya menjadi mundur tiga langkah kebelakang dengan
reflek melepaskan bucket bunganya. Ternyata orang itu adalah Fachri yang muncul
secara tiba-tiba.
“Sedang apa kau disini? Mengapa kau seperti seseorang
yang sudah beberapa hari belakangan ini telah mengangguku, dengan
kemisteriusannya?”, tanya Mora sedikit tegas masih dengan keterkejutannya.
Menatap dingin.
“Bukankah ini tempat umum! Jadi tidak ada salahnya
aku menyempatkan diriku untuk pergi kepameran ini, hanya demi memanfaatkan waktu
luangku saja!”, sahut Fachri memberitahukannya lalu pergi menuju tempat pameran
aneka bunga.
Mora yang melihatnya pun menjadi hening seketika,
kemudian berbalik pergi berniat akan menemui Mirza dan Eisya ditempat lain masih
didalam pameran tersebut. Dan kebersamaan keduanya berlalu dengan cuma-cuma.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Sementara
ditempat lain masih dipameran itu, Yusra duduk bersama Yandra dibangku taman
menunggu kedatangan Eisya juga Mirza. Tak berapa lama menunggu dalam
keheningan, mereka berdua baru menemui Mirza bersama Eisya yang sedang berlari
didepannya. Yusra yang sudah melihat merekapun langsung berteriak memanggil
nama keduanya, sedangkan Yandra hanya duduk melihat keduanya. Dan kemudian
Yusra dan Yandra berlari kecil menghampiri keduanya.
“Lama banget sih?”, tanya Mirza ketika sudah berdiri
bersama melihat Yusra dan Yandra.
“Idih? Kok malah lo yang bertanya?”, sanggah Yandra
melihat ke Mirza.
“Harusnya gue yang bertanya, ituuuu?”, sambung Yusra
dengan tiba-tiba melihat ke Mirza.
“Ciyeee kompakan niyeeee!”, Eisya menyambung mengejek
Yusra dan Yandra. Melihat mereka berdua.
“Katanya mau lari? Ayo lari!”, sambung Yandra kembali
mengalihkan pembicaraan melihat kemereka semua.
Kemudian lagi mereka sama-sama berlari kecil saling
berpandangan satu dengan yang lainnya. Lalu mereka menjadi terhenti seketika
saat melihat Yandra berhenti dari lari kecilnya. Dan itu karna Yandra baru
tersadar bahwa dirinya sedang mengandung satu bulan setengah hingga tak baik
jika harus berlari kecil. “Gue, gue balik aja duduk ditempat yang tadi! Entah
mengapa, gue, merasa cape aja gitu?!”, katanya lagi mengelak.
Mirza yang mendengarnya pun menawarkan Yusra untuk
menemaninya. Namun Yandra menolaknya dengan cuma-cuma meminta Yusra untuk tetap
berlari kecil bersama mereka berdua. “Yandra, sebenarnya kami sedang bermain
lari-larian! Jadi yakin nih, kamu gak mau ikutan?”, tegur Yusra memberitahu.
Namun Yandra menggeleng memakai senyuman palsu, dan mereka kinipun mulai berlari
kecil bersama meninggalkan Yandra sendiri.
Sementara ditempat lain, Mora tidak sengaja melihat
Mirza, Eisya juga Yusra sedang berlari kecil bersama. Kemudian ia mencoba tuk
mengejar ketiganya dengan berlari kecil pula. Namun tiba-tiba menjadi terhenti
karna tali sepatunya mendadak lepas dari ikatannya, dan Morapun kini
membungkukkan tubuhnya sembari membetulkan tali sepatunya. Dan ketika akan
berlari kembali usainya membetulkan tali sepatunya, tiba-tiba saja Fachri
menunjukkan bunga dari sisi kanannya.
“Aku tau, kamu pasti sangat menyukai bucket bunga
mawar ini kan?”, sapa Fachri melihat biasa masih menunjukkannya.
“Aku, hanya laper mata kok!”, sanggah Mora mulai
melihat bingung.
“Bo….doh! Terima saja dulu bucket bunga mawar ini!”,
perintah Fachri sedikit memaksa. Mulai menatap dingin sedikit.
“Baru kali ini aku mendengar seorang Dokter telah
berkata frontal seperti kamu!”, Mora menyindirnya sembari mengambil bunga yang
ditunjukkan padanya.
Fachri pun menjadi tersenyum padanya, setelah melihat
bunga yang ditunjukkannya diambil oleh Mora. Dan dalam sekejap mereka saling
berpandangan, Fachri masih dengan senyumnya yang mulai menggoda jiwa Mora. Lalu
Mora menundukkan kepalanya melihat kebawah tak sanggup menahannya, sedangkan
Fachri berbisik “Ayo kita kejar mereka, mereka sudah sedikit jauh loh!”, ajak
Fachri. Mora pun melihat kembali ke Fachri yang sudah berlari lebih dulu, dan lalu
Mora menyusulnya.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar