Rabu, 20 Januari 2016

Badung Location. . . . #18



Kini sudah tiga hari Eisya seperti menghilang darinya, dan itu paling menyakiti perasaannya yang sudah kehilangan separuh semangat hidup dalam menjalani hari-harinya. Dan kini Mirza sedang berada disebuah taman, menghibur dirinya sendiri berusaha melupakan kekhawatirannya yang masih pada Eisya. Sementara ditempat lain disekitar taman tersebut, terlihat sosok Eisya sedang memegang sebuah tiket. Dan ia terlihat sangat girang ketika memeriksa tiket yang masih dipegangnya itu.
Kembali pada Mirza, ketika baru berbalik kebelakang akan beranjak dari tempatnya, tiba-tiba saja dirinya meihat Eisya masih dengan pakaian kantornya berjalan perlahan mendekati dikejauhan. Eisya yang masih meihatnya menjadi semakin melihatnya dengan detak jantungnya yang mulai sedikit kencang. Mereka berdua menjadi saling berjalan mendekati. Selang waktu berjalan Mirza kini telah berada dihadapannya, melihat penuh keseganan padanya.
“Kemana saja kau sudah tiga hari tidak memberi kabar padaku?! Dan sekarang secara tiba-tiba kau muncul ditaman ini?”, tanya Mirza mulai menatapnya penuh keseganan.
“Oyah, kau mulai bertanya disaat kamu tidak bersama mereka? Wow, amazing!”, sahut Eisya menyindirnya.
“Maksudmu?”, Mirza bertanya masih menatap penuh keseganan mulai disetai rasa bingung.
“Aku sudah melihat, kalau kau ingin sekali mencium kening Yandra, namun digagalkan oleh ponselmu bukan!?”, Eisya membuka rahasianya sendiri.
Sedangkan Mirza mengulang kembali apa yang dilakukannya kepada Yandra, dan pada sebenarnya dirinya terbayang wajah Eisya diwajahnya Yandra. Sebab itulah dirinya ingin mencium keningnya.
“Bukan hanya itu saja, aku juga melihat kamu sedang berbisik mesra ditelinga Mora hingga membuat Mora tersenyum malu! Saat kita sedang mengerjakan dekorasi calon kamar Yandra dikediaman Yusra!”, sambung lagi Eisya semakin membuka rahasianya.
Mirza pun semakin mengulang apa yang dibisikkannya pada Mora beberapa waktu lalu, mulai menatap diam. Sebenarnya yang ia bisikkan ke Mora adalah hanya mencoba mengejek Yusra saat ketika duduk dipelaminan bersama Yandra. Dan bagaimana bisa Mora tidak tersenyum malu saat mendengarkan bisikkan darinya yang terbilang konyol itu. Melihat Mirza yang masih menatapnya diam, Eisya membalikkan tubuhnya membelakangi sembari menunggu Mirza terbangun dari tatapan diamnya.
Sementara Mirza baru melangkah maju mendekati dirinya dengan memegang kedua lengan darinya menggunakan kedua tangannya. Lalu Mirza memeluknya dari belakang dengan menyandarkan kepalanya diwajah kanan Eisya menyalurkan energy ketenangan padanya. “Sudah cukup, sudah cukup kau cemburu buta terhadap mereka hanya karna diriku saja!”, bisik Mirza melirik kewajahnya. Eisya yang pandangannya lurus kedepan pun menjadi bergetar kecil lalu memejamkan kedua matanya.
“Katakan padaku! Kalau kau benar-benar menyukaiku!”, perintah Mirza mulai membuat Eisya tak berdaya. Dan Eisya pun membuka keduanya matanya kembali dari pejamnya.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

Masih dalam keadaan yang sama, Eisya baru berkata “Kalau memang benar aku menyukaimu, maka tidak ada keinginan dariku untuk mempercayaimu lagi!”, dengan melirik kewajahnya pula. Lalu Mirza mulai berbisik dingin sambil menegaskan geram. “Aku tidak punya keinginan untuk bercinta dengan salah-satu dari mereka! Dan apakah benar, kau dengan sengaja menghentikanku saat akan sedikit lagi aku mencium kening Yandra?”, katanya bernada menyeramkan. Eisya hanya mengangguk.
Melihatnya yang menganguk, Mirza menyambung kata lagi. “Kau tidak tau, bahkan lebih tidak mengetahui cerita apa dibalik yang kau saksikan itu! Akupun menjadi malas untuk memberitahukan cerita yang sebenarnya saat ini!”, penjelasannya namun merahasiakan. Usainya mengatakan itu, Mirza menggenggam tangannya dengan tangan kirinya lalu mencium kejam lehernya. Eisya yang merasakan ciuman kejamnya pun mulai berontak kecil berusaha melepaskan tangannya dari genggaman darinya.
Sedangkan Mirza semakin mengeratkan genggamannya juga ciumannya itu. Kemudian Eisya perlahan membalikkan tubuhnya untuk menghadap ke Mirza dengan perlahan melepaskan genggaman juga ciuman darinya itu. Setelah terbebas dari semua itu, ia pun menyempatkan untuk menatap Mirza hingga mereka menjadi saling bertatapan diam. Namun disaat itu juga, Eisya menolak Mirza hingga terjatuh terbaring ditanah dengan kedua kakinya yang sedikit melebar karna sempat menahannya.
Melihatnya yang sudah terjatuh, Eisya memberi senyuman jahat padanya sambil berkata, “Gue, beda dengan wanita yang lo mainin harga dirinya!”. Usainya mengatakan itu dirinya langsung berbalik pergi meninggalkan. Sedangkan Mirza menjadi termenung sesaat lalu melirikkan kedua matanya kesamping melihat awan diatas. Dan dilihatnya ada pelangi menghiasi dihari yang masih cerah tersebut tak ada mendung yang terlihat.
Dan kemudian ia membangunkan dirinya sambil berpikir dimanakah titik air hujan hingga memancing datangnya pelangi dihari cerah, tepatnya disiang hari. Lalu dilihatnya ada selembar kertas pada bekas ditempat Eisya berdiri, tak jauh dari hadapannya. Mirza pun berjalan secara merangkak mengambil kertas itu, lalu dibacanya jika kertas itu adalah bukti pembayaran atas pembelian tiket yang bertanda nama panjang dari nama Eisya.
Pada kertas itu tertulis jadwal keberangkatan keluar negeri pada tiga hari mendatang. Mirza yang merasa kaget, amat terkejut pula hanya diam dan pasrah sambil mengatur sebuah rencana. Dan secara tiba-tiba rintikkan hujan pun turun, disaat yang sama Mirza merobek kertas itu dengan emosi juga kekesalannya terhadap Eisya yang menyembukan hal tersebut darinya. Kemudian ia berdiri dari duduknya sambil meneriakkan nama Eisya sekeras mungkin.
Mencoba melawan rintikkan hujan yang mulai deras membasahinya. Lalu ia menangis usainya meneriakkan namanya dan beralih berbisik dihatinya sambil berdo’a. “Tuhan, palingkanlah hatiku yang telah mengukir lama namanya! Berpaling mengukir nama orang lain saja yang mungkin Kau berikan lagi padaku, sebagai pengganti dirinya!”, doanya dalam gelisah teramat dalam. Sementara Eisya masih berada didalam mobil taxi untuk pulang kerumahnya sambil melihat tiket keberangkatannya.
“Aku tidak yakin bisa meninggalkan Mirza! Aku benar-benar tidak yakin namun, aku harus pergi meninggalkannya!”, bisik dalam hatinya mencurahkan ketidakyakinanannya yang semakin dirasakannya. Kemudian disaat yang bersamaan namun ditempat yang berbeda, mereka sama-sama mengatakan “I don’t need! But actually, I need you so much!”. Mirza mengatakannya dengan berjalan menerobos rintikkan hujan, dan Eisya meremas kecil tiketnya.

Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar