Kini sudah tiga hari Eisya seperti menghilang
darinya, dan itu paling menyakiti perasaannya yang sudah kehilangan separuh
semangat hidup dalam menjalani hari-harinya. Dan kini Mirza sedang berada
disebuah taman, menghibur dirinya sendiri berusaha melupakan kekhawatirannya yang
masih pada Eisya. Sementara ditempat lain disekitar taman tersebut, terlihat
sosok Eisya sedang memegang sebuah tiket. Dan ia terlihat sangat girang ketika
memeriksa tiket yang masih dipegangnya itu.
Kembali pada Mirza, ketika baru berbalik kebelakang
akan beranjak dari tempatnya, tiba-tiba saja dirinya meihat Eisya masih dengan
pakaian kantornya berjalan perlahan mendekati dikejauhan. Eisya yang masih
meihatnya menjadi semakin melihatnya dengan detak jantungnya yang mulai sedikit
kencang. Mereka berdua menjadi saling berjalan mendekati. Selang waktu berjalan
Mirza kini telah berada dihadapannya, melihat penuh keseganan padanya.
“Kemana saja kau sudah tiga hari tidak memberi kabar
padaku?! Dan sekarang secara tiba-tiba kau muncul ditaman ini?”, tanya Mirza
mulai menatapnya penuh keseganan.
“Oyah, kau mulai bertanya disaat kamu tidak bersama
mereka? Wow, amazing!”, sahut Eisya menyindirnya.
“Maksudmu?”, Mirza bertanya masih menatap penuh
keseganan mulai disetai rasa bingung.
“Aku sudah melihat, kalau kau ingin sekali mencium
kening Yandra, namun digagalkan oleh ponselmu bukan!?”, Eisya membuka
rahasianya sendiri.
Sedangkan Mirza mengulang kembali apa yang
dilakukannya kepada Yandra, dan pada sebenarnya dirinya terbayang wajah Eisya
diwajahnya Yandra. Sebab itulah dirinya ingin mencium keningnya.
“Bukan hanya itu saja, aku juga melihat kamu sedang
berbisik mesra ditelinga Mora hingga membuat Mora tersenyum malu! Saat kita
sedang mengerjakan dekorasi calon kamar Yandra dikediaman Yusra!”, sambung lagi
Eisya semakin membuka rahasianya.
Mirza pun semakin mengulang apa yang dibisikkannya
pada Mora beberapa waktu lalu, mulai menatap diam. Sebenarnya yang ia bisikkan
ke Mora adalah hanya mencoba mengejek Yusra saat ketika duduk dipelaminan
bersama Yandra. Dan bagaimana bisa Mora tidak tersenyum malu saat mendengarkan
bisikkan darinya yang terbilang konyol itu. Melihat Mirza yang masih menatapnya
diam, Eisya membalikkan tubuhnya membelakangi sembari menunggu Mirza terbangun
dari tatapan diamnya.
Sementara Mirza baru melangkah maju mendekati dirinya
dengan memegang kedua lengan darinya menggunakan kedua tangannya. Lalu Mirza
memeluknya dari belakang dengan menyandarkan kepalanya diwajah kanan Eisya
menyalurkan energy ketenangan padanya. “Sudah cukup, sudah cukup kau cemburu
buta terhadap mereka hanya karna diriku saja!”, bisik Mirza melirik kewajahnya.
Eisya yang pandangannya lurus kedepan pun menjadi bergetar kecil lalu
memejamkan kedua matanya.
“Katakan padaku! Kalau kau benar-benar menyukaiku!”,
perintah Mirza mulai membuat Eisya tak berdaya. Dan Eisya pun membuka keduanya
matanya kembali dari pejamnya.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Masih dalam keadaan yang sama, Eisya baru berkata
“Kalau memang benar aku menyukaimu, maka tidak ada keinginan dariku untuk
mempercayaimu lagi!”, dengan melirik kewajahnya pula. Lalu Mirza mulai berbisik
dingin sambil menegaskan geram. “Aku tidak punya keinginan untuk bercinta
dengan salah-satu dari mereka! Dan apakah benar, kau dengan sengaja
menghentikanku saat akan sedikit lagi aku mencium kening Yandra?”, katanya
bernada menyeramkan. Eisya hanya mengangguk.
Melihatnya yang menganguk, Mirza menyambung kata
lagi. “Kau tidak tau, bahkan lebih tidak mengetahui cerita apa dibalik yang kau
saksikan itu! Akupun menjadi malas untuk memberitahukan cerita yang sebenarnya
saat ini!”, penjelasannya namun merahasiakan. Usainya mengatakan itu, Mirza
menggenggam tangannya dengan tangan kirinya lalu mencium kejam lehernya. Eisya
yang merasakan ciuman kejamnya pun mulai berontak kecil berusaha melepaskan
tangannya dari genggaman darinya.
Sedangkan Mirza semakin mengeratkan genggamannya juga
ciumannya itu. Kemudian Eisya perlahan membalikkan tubuhnya untuk menghadap ke
Mirza dengan perlahan melepaskan genggaman juga ciuman darinya itu. Setelah
terbebas dari semua itu, ia pun menyempatkan untuk menatap Mirza hingga mereka
menjadi saling bertatapan diam. Namun disaat itu juga, Eisya menolak Mirza
hingga terjatuh terbaring ditanah dengan kedua kakinya yang sedikit melebar
karna sempat menahannya.
Melihatnya yang sudah terjatuh, Eisya memberi
senyuman jahat padanya sambil berkata, “Gue, beda dengan wanita yang lo mainin
harga dirinya!”. Usainya mengatakan itu dirinya langsung berbalik pergi
meninggalkan. Sedangkan Mirza menjadi termenung sesaat lalu melirikkan kedua
matanya kesamping melihat awan diatas. Dan dilihatnya ada pelangi menghiasi
dihari yang masih cerah tersebut tak ada mendung yang terlihat.
Dan kemudian ia membangunkan dirinya sambil berpikir
dimanakah titik air hujan hingga memancing datangnya pelangi dihari cerah,
tepatnya disiang hari. Lalu dilihatnya ada selembar kertas pada bekas ditempat
Eisya berdiri, tak jauh dari hadapannya. Mirza pun berjalan secara merangkak
mengambil kertas itu, lalu dibacanya jika kertas itu adalah bukti pembayaran
atas pembelian tiket yang bertanda nama panjang dari nama Eisya.
Pada kertas itu tertulis jadwal keberangkatan keluar
negeri pada tiga hari mendatang. Mirza yang merasa kaget, amat terkejut pula
hanya diam dan pasrah sambil mengatur sebuah rencana. Dan secara tiba-tiba
rintikkan hujan pun turun, disaat yang sama Mirza merobek kertas itu dengan
emosi juga kekesalannya terhadap Eisya yang menyembukan hal tersebut darinya.
Kemudian ia berdiri dari duduknya sambil meneriakkan nama Eisya sekeras
mungkin.
Mencoba melawan rintikkan hujan yang mulai deras
membasahinya. Lalu ia menangis usainya meneriakkan namanya dan beralih berbisik
dihatinya sambil berdo’a. “Tuhan, palingkanlah hatiku yang telah mengukir lama
namanya! Berpaling mengukir nama orang lain saja yang mungkin Kau berikan lagi
padaku, sebagai pengganti dirinya!”, doanya dalam gelisah teramat dalam.
Sementara Eisya masih berada didalam mobil taxi untuk pulang kerumahnya sambil
melihat tiket keberangkatannya.
“Aku tidak yakin bisa meninggalkan Mirza! Aku
benar-benar tidak yakin namun, aku harus pergi meninggalkannya!”, bisik dalam
hatinya mencurahkan ketidakyakinanannya yang semakin dirasakannya. Kemudian
disaat yang bersamaan namun ditempat yang berbeda, mereka sama-sama mengatakan
“I don’t need! But actually, I need you so much!”. Mirza mengatakannya dengan
berjalan menerobos rintikkan hujan, dan Eisya meremas kecil tiketnya.
Badung Location. . . .
“Pernikahan Diatas Matrai”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar