Hari telah berganti. Di pagi hari,
Dilara yang sudah berada di dalam gedung kantor perusahaan milik keluarga dari
Negara, dan sedang berjalan akan menuju ke ruang kerja dari Negara. Tiba saja
merasa ngilu pada jantungnya hingga langkahnya menjadi terhenti, bersamaan
dengan Firlana di sana yang sedang dikejutkan jantungnya oleh dokter. Dilara
menjadi berdiam di tempat, merasakan sendiri rasa ngilu pada jantungnya.
Nafasnya menjadi terasa berat,
lalu tak lama kemudian ia bisa kembali bernafas secara normal bersamaan dengan
Firlana di sana yang jantungnya kembali normal. Apa yang sudah terjadi pada
keduanya merupakan adanya sebuah ikatan bathin, sebab keduanya merupakan
saudara sesusuan. Dan kini Dilara telah duduk di depan meja kerja dari Negara,
menunggu Negara datang memasuki ruang kerjanya. “Tuhan peristiwa apakah tadi?”,
keluhnya di hati setelah mengingat kembali.
Dan tak berapa lama ia menunggu,
Negara pun datang memasuki ruang kerjanya. Negara langsung duduk di kursi
kerjanya tanpa menyapa Dilara yang sudah sedari tadi duduk berdiam menunggu
kedatangannya. Dan ketika sudah merasa siap usainya duduk di kursi kerjanya,
Negara meminta proposal yang sedang di pegang oleh Dilara. Dilara pun
memberinya, melihat biasa kepadanya yang baru saja mengambil serta memeriksa
proposal tersebut.
Dan setelahnya memeriksa proposal
tersebut, Negara baru menyapa dirinya “Selamat pagi” dengan melihat padanya disertai
senyum semangat. Dilara yang sudah melihatnya, memberi senyuman menyapanya
balik “Selamat pagi, pak”.
“Hari ini saya ada pertemuan di
luar. Dan akan kembali pada jam makan siang nanti.”, permisi Negara berbahasa
pengertian disertai tatapannya.
“Lagi, pak….?”, tanya Dilara
teringat pada hari kemarin tentang kebosanannya dalam menunggu.
“Saya bebaskan kamu. Tapi sebatas
di dalam gedung pekantoran ini saja.”, Negara memberi kebeasan namun masih
diarea kantornya saja.
Dilara menatap lesuh, merasa
kurang puas menerimanya. Sedangkan Negara memasukkan proposal yang tadi ke
dalam tasnya. Setelah merasa semuanya sudah siap, Negara pun berpamitan
dengannya lalu beranjak pergi akan meninggalkan ruang kerjanya serta kantornya
sendiri. Sementara Dilara, masih duduk di tempatnya melihat kelangit-langit
atas mengetahui Negara yang kini sudah tiada di dalam ruang kerjanya.
“Mungkin sudah waktunya. Aku
menikmati kebebasanku lagi di luar ruangan yang sempit ini.”, bisiknya berusaha
menyemangati diri sendiri. Lalu mulai beranjak akan keluar dari ruangan
tersebut, menuju ke suatu tempat dengan cara berpindah-pindah, tetapi masih
berarea di dalam gedung perkantoran.
Beberapa saat kemudian. . . .
Kini Dilara terlihat sedang
membantu para pekerja di dapur pantry, membantu memasak para koki demi
menghibur diri sendiri. Saat ditengah dirinya sedang asik membantu memasak,
tiba-tiba saja ada yang menarik tangan dari dirinya dan membawa dirinya keluar
dari dapur pantry. Begitu sampai di luar, Dilara langsung melepaskan tangannya
dari pegangan seseorang. seseorang itu adalah Nil Ra. “Nil Ra, aku tidak
mengerti dengan caramu yang sudah bersikap seperti ini?”, keluh Dilara
melihatnya.
“Tidak baik, seorang asisten dari
pak Negara. Membantu para koki yang sedang bekerja di dapur pantry.”, ungkap
Nil Ra mengingatkan. Melihat bijak. Dilara menjadi tersulut kecil amarahnya,
akan menyahutnya sedikit keras. “Hey! Tidak selamanya aku menjadi asisten dari dirinya!
Aku hanya asisten sementara dari dirinya saja!”, memakai tatapan sedikit
menajamkan padanya. Lalu berbalik kembali ke dapur pantry. Nil Ra yang sudah
melihatnya, menjadi bingung sendiri.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Selang waktu berjalan, Negara pun
kini sudah kembali ke kantornya. Ia sedang berjalan mencari keberadaan dari Dilara, setelah tidak dijumpainya keberadaan
dari Dilara di dalam ruang kerjanya. Namun ketika baru saja memasuki kantin
dekat pantry, Negara hanya menjumpai Nil Ra yang sedang mengawasi office boy.
Lalu berniat dalam hatinya, akan menanyakan keberadaan dari Dilara kepadanya.
Dan kini Negara telah berdiam dibalik Nil Ra yang masih mengawasi office boy
membelakangi.
“Selamat siang, Nil Ra.”, sapa
Negara berbahasa wibawa. Nil Ra mencoba melihat padanya, menjadi terkejut
hingga berbalik melihatnya. Sedangkan Negara langsung bertanya dimana
keberadaan dari Dilara. Nil Ra langsung menggeleng seolah tidak mengetahui.
Negara yang merasa bahwa Nil Ra telah bersikap yang mencurigakan, akan berkata
menegaskan. “Terbuka saja sebab telah mengetahui? Atau bersembunyi saja sebab
telah mengetahuinya pula?”, memakai tatapan tajamnya,
Nil Ra menjadi tertegun menerima
kata perbandingan tanya darinya. Lalu mendekat sedikit padanya, membisikkan
kalau Dilara telah membantu para koki sedang memasak di dapur pantry. Negara
yang sudah mendengarkan, berucap terimakasih beralih beranjak menuju ke dapur
pantry. Sementara di dapur pantry, Dilara mendapat bisikkan dari seorang koki
perempuan bahwa jam makan siang telah lewat lima menit. Juga mengingatkan
kepada Dilara untuk segera makan siang.
Dilara yang sudah mendengarnya,
langsung beranjak keluar dari dapur pantry. Namun ketika telah sampai di luar
dapur pantry, tepatnya di depan pintu dapur pantry. Dilara menjadi berhenti
sejenak, sebab merasa jika ada seorang pria berdasi yang sudah berdiri
dihadapan sebelah kanannya. “Astaga? Bapak?”, gumamnya bersuara kecil menanyakan.
Setelah mengetahui melihat wajahnya.
“Bagus ya. Kebebasan yang saya
berikan kamu gunakan untuk membantu para koki di dapur pantry itu.”, keluh
Negara memberi senyuman jahat padanya. Melihat remeh.
“Sebenarnya tadi saya merasa
kurang puas, setelah kebebasan yang telah saya terima dari bapak!”, Dilara
mengungkap rasa ketidak puasannya setelah dipendamnya tadi.
“Saya rasa cukup! Kamu harus bisa
memaksa dirimu untuk berpuas! Bersihkan dirimu! Sebab saya tidak ingin bau
asap, terbawa sampai ke dalam ruang kerja saya!”, Negara mengakhiri dengan
menyombongkan dirinya kecil.
Wajah Dilara pun menjadi merengut,
memalingkan wajahnya ke arah lain. Sementara Negara baru beranjak pergi darinya
menuju ke ruang kerjanya. Dan tiba-tiba muncul ide nakal pada Dilara, untuk
melawan Negara yang sempat menunjukkan kesombongannya pada saat tadi.
Beralih ke Negara. . . .
Negara sedang bersantai di kursi
kerjanya, menunggu kedatangan seorang tamu. Posisinya kini sedang bersandar
disandaran kursi kerjanya, merebahkan tubuhnya yang dirasanya sedikit pegal.
“Aku butuh seorang ahli pijat.”, bisiknya keluh menikmati sunyinya ruang
kerjanya tersebut. Lalu mencoba memejamkan mata berusaha tuk merilekskan
pikiran serta tubuhnya. Kemudian secara tiba-tiba terdengar suara yang
berbunyi, “Terimakasih atas kesombongan yang telah bapak tunjukkan tadi.”.
Suara itu sangat pas di dekat telinganya,
hingga membuatnya terbangun dari pejamnya. Dan terlihatlah Dilara yang sedang
berdiri disampingnya, usainya mengatakan itu tepat di dekat telinga dari
Negara. “kapan kau kembali?”, tanya Negara menegakkan duduknya. Melihat kaget
bertanya padanya. “Sejak bapak telah berpura tidur.”, jawab Dilara mengejek.
Dan mereka akan berbicara membahas apa yang sudah dikatakan oleh Dilara tadi.
“Terimakasih atas kesombongan yang
telah bapak tunjukkan tadi? maksudnya?”, tanya Negara mengajaknya tuk
membahasnya. Dengan mengulangi kata dari Dilara tadi. “Saya rasa cukup! Kamu
harus bisa memaksa dirimu untuk berpuas! Bersihkan dirimu! Sebab saya tidak
ingin bau asap, terbawa sampai ke dalam ruang kerja saya?”, Dialra juga
mengulang kata darinya tadi sewaktu berada di depan pintu dapur pantry.
Bertanya balik.
“Oh, jadi kamu mendendam karna
itu? Hey, wajar saja karna sebentar lagi kita akan kedatangan seorang tamu.”,
Negara baru memberitahukannya. Melihat biasa serta remeh. Dilara mendesah kecil
berpaling melihat ke arah lain. Tak lama, seorang tamu yang telah ditunggu oleh
Negara, juga seorang tamu yang telah diberitahukan oleh dirinya kepada Dilara.
Kini telah datang memasuki ruang kerjanya. Mereka berduapun secara bersamaan
pandangannya tertuju pada seorang tamu itu.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Ceritanya bagus banget, sorry sebagian partnya aku skip, cuma ngebaca part firlana sampai nangis nangis sndiri
BalasHapus- @firlyxs4us admin