Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #4

Pagi harinya, di rumah kediaman Dilara, orangtuanya sedang melakukan sarapan pagi bersama. Dimana Dilara, mengapa dirinya tidak ikut bergabung? Ia masih tidur berselimut sambil memeluk boneka panda kesayangannya. Karna pada setiap hari sabtu dan minggu, Dilara selalu absen untuk bangun pagi. Dan ibunya sudah menyadari itu sejak Dilara masih berstatus seorang pelajar hingga sekarang ini. Kembali pada orangtunya, mereka baru memulai sarapan paginya.
Dan saat menjelang akan mengakhiri sarapan paginya, ayahnya menyempatkan untuk berbicara singkat kepada ibunya, yang sedang duduk bersama disebelahnya. “Dilara kenapa? Padahal papah mau berbicara dengannya pada pagi ini.”, tanya ayahnya melihat ke ibunya mengakhiri makannya. “Papah seperti kurang mengenal Dilara saja. Hari ini hari sabtu, sudah jadwalnya dia untuk bangun lebih lama.”, ibunya mengingatkan melihat ke ayahnya. Mengakhiri makannya juga.
“Ya sudah. Kalau begitu nanti malam saja papah berbicara dengannya.”, ayahnya berbicara mennyudahi dengan berdiri dari duduknya. Lalu disusul ibunya. Dan mereka berdua pergi meninggalkan meja makan menuju luar keteras rumah. Karna ayahnya harus segera pergi ke kantor, sementara ibunya mendampingi sampai keteras rumah saja.

Selang waktu berjalan. . . .

Hari sudah memasuki siang, di dalam ruang kerjanya, Negara sedang bersantai dengan bersandar di kursi kerjanya. Ia sedang menunggu seorang office boy membawakan secangkir moccacino padanya. Setelah beberapa menit menunggu, seorang office boy yang ditunggu kedatangannya pun datang memasuki ruang kerjanya. Negara mulai menegakkan duduknya sembari berpangku tangan di atas meja kerjanya. Office boy itu baru saja meletakkan secangkir moccacino di meja kerjanya.
Sementara Negara fokus ke tanda pengenal dari seorang office boy itu. Seorang office boy itu adalah seorang office yang ditemuinya kemarin. “Nil Ra…?”, sapa Negara pada office boy itu. Entah dirinya hanya menyapa atau bersambung menanyakan. Office boy itu baru melihat padanya, tegap berdiri menyahutnya. “Maaf pak, anda sedang memanggil saya?”, office boy itu menyahut tanya karna merasa dilema.
“Tidak, saya hanya ingin memastikan namamu menurut pada tanda pengenal yang sudah kamu pakai.”, sanggah Negara sedikit lugu. Office boy itu memberi senyum mulai menatap segan. Negara masih tetap pada keluguannya lalu mempersilahkan office boy itu untuk pergi bila sudah tidak ada yang ingin disampaikan. Dan office boy itupun berkata pamit untuk pergi dengan kesopanannya kepada bos barunya. Pertemuan mereka berdua pun terjadi amat singkat daripada pertemuan pertama, kemarin.    

Malam harinya. . . .

Sebelum makan malam bersama dilakukan, Dilara dan kedua orangtuanya menyempatkan untuk berkumpul di ruang keluarga. Mereka duduk bersama secara bersejajar, dengan Dilara duduk di tengah kedua orangtuanya. Dan ayahnya akan langsung menyampaikan apa yang sudah disimpannya pada pagi tadi.
“Dilara, teman papah telah menawarkan suatu pekerjaan untukmu, yaitu kamu bisa bekerja di kantor perusahaan milik keluarganya. Apakah kamu mau menerimanya?”, permisi ayahnya melihat mohon.
“Bila persyaratannya tidak rumit, Dilara akan mencobanya papah. Sebab, Firlana sudah mendapatkan pekerjaannya, masa iya Dilara harus menunda apa yang sudah ditawarkan oleh teman papah kepada Dilara.”, sahut Dilara mendukungnya. Melihat bijak nan perhatian.
Ayahnya menjadi tersenyum, lalu mencium kening putrinya itu. Disambung ibunya yang ikut tersenyum mendekap putrinya dari samping. Lalu mereka bertiga beralih untuk segera melakukan makan malam bersama.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!

Minggu pagi, Firlana sedang menyibukkan diri mempersiapkan barang-barang yang akan dibawanya pada sebuah koper miliknya. Karna nanti ketiika memasuki pertengahan hari, ia akan terbang ke Bali. Alasannya demi menjalani sebuah tour dari rumah galeri “MILARATIONIC”, tempatnya telah bekerja. “Tunggu saja aku kembali.”, bisiknya biasa masih mempersiapkan barang-barangnya. Entah mengarah pada siapa bisikkan biasa dari dirinya itu, dan akan segera kita ketahui bersama.

Selang waktu berjalan. . . .
   
Hari sudah memasuki pertenaghan hari. Di rumah kediamanannya, Dilara sedang menerima hukuman dari ibunya. Sebab ia telah tidak sengaja menyenggol beberapa piring hingga pecah, ketika mencoba mencuci tangannya sehabis memegang barang kotor. Dilara dihukum menyirami tanaman yang berada disekitar halaman depan rumahnya. Dengan mimik wajah yang kurang bersahabat, Dilara bersedia menerima hukuman tersebut.
Ketika masih sedang menyirami tanaman di sekitar halaman depan rumahnya, Dilara tidak sengaja melihat Firlana yang sudah berjalan di halaman rumahnya akan segera menghampirinya. Firlana memakai seragam dari rumah galeri “MILARATIONIC”. Dilara pun menghentikan pekerjaannya beranjak menghampiri Firlana. Dan kini mereka sudah sama-sama berhenti, berhadapan serta berpandangan.
“Sejarang-jarangnya aku berkunjung kerumahmu, kenapa baru hari ini telah dapat aku melihat, kau sedang menyirami tanaman?”, sapa Firlana menanyakan sedikit heran.
“Rapi banget? Pasti kamu sedang mengenakan seragam dari rumah galeri “MILARATIONIC”?”, Dilara menyahut lain mulai menyinggung kecil. Firliana menjadi tertawa kecil melihatnya.
“Sayangnya aku tidak bisa berargumen panjang sama kamu hari ini. Karna aku harus pergi, mengikuti tour….?”, belum sempat Firlana menuntaskan penyampaiannya. Dilara memotong.
“Ciyeee, yang tour gak ajak-ajak diriku. Asik dong yah, traveling….?”, Dilara memberi singgungan lagi. Firlana membalas memotong.
“Alasannya karna dari pekerjaan, bukan traveling yang sudah terbesit dipemikiranmu?”, Firlana berkata jujur menenangkan Dilara.
Dilara pun menjadi terdiam melihatnya bingung. Sedangkan Firlana berpesan, “Tunggu saja aku kembali.”, tegasnya kecil. Dilara semakin terdiam melihatnya bingung. “Janjimu seperti seorang kekasih saja. Ya, aku persilahkan kamu demi keberhasilanmu.”, Dilara berkata mempersilahkan. Mencoba mengalah meniadakan sebuah argumen. Firlana pun berkata pamit padanya, “Miss you”, dengan bahasa sedikit manja. Dan Dilara mengangguk, memberi senyum padanya sebagai balasan.
Dan kini Firlana sudah berbalik pergi membelakanginya, Dilara masih melihat dirinya menunggu hingga Firlana memasuki mobil taxi sebagai tumpangan. Sementara di balkon atas bagian depan rumahnya, ibu dari Dilara sudah melihat keduanya sedari tadi. “Bagaimana kalau persahabatan lama mereka, akan berubah menjadi cinta diantara putriku dengan sahabat lelakinya? Dan kini itu yang sedang aku cemaskan!?”, bisik ibunya sesudah melihat mereka berdua secara diam-diam.

Beberapa saat kemudian. . . .

Kini Dilara sudah berada di dalam kamarnya, ia sedang duduk di meja belajarnya. Masih duduk di meja belajarnya itu, Dilara memperhatikan lembaran pada buku hariannya yang belum tertulis sesuatu apapun. Lalu ia mempunyai ide tuk mencoba membuat tulisan grafitri pada lembar dibuku hariannya itu. Dicobanya menuliskan, “Aku takut Jatuh Cinta Padamu”, dengan penuh pada lembaran dibuku hariannya tersebut. Lalu berdiam meredamkan gejolak asmara yang kini dirasanya karna sebuah perpisahan tadi.

S A C Uku

bukan cerita cinta segitiga!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar