Beralih ke rumah kediaman Firlana,
telah kedatangan seorang wanita bernama Raya yang pernah menjadi sosok wanita
misterius. Raya berkunjung ke rumah kediaman Firlana, bermaksud ingin
mengundang Firlana tuk menghadiri hari bahagianya. Namun ketika pintu rumah
sudah dibuka oleh seorang asisten perempuan rumah itu, Raya mendapat kabar
kalau orang rumah sedang berada di rumah sakit. Raya pun bertanya, “Memangnya
siapa yang sedang sakit?”.
Seorang asisten perempuan rumah
itu menjawab, “Firlana”, tanpa memberitahukan sedang sakit apa. “Ya sudah,
tolong sampaikan undangan ini padanya ketika sudah pulang dari rumah sakit!”,
Raya langsung berkata meminta karna sedang terburu-buru. Tanpa menanyakan
Firlana sedang sakit apa, dan apakah melakukan berobat jalan atau melakukan
rawat inap. Dan Raya kini pun mulai bergegas pergi usainya menitipkan undangan
tersebut pada asisten perempuan dari rumah itu.
Ketika sore hari telah tiba, Raya
berlanjut berkunjung ke rumah kediaman dari Dilara. Berniat pula ingin
mengundang Dilara dihari bahagianya. Dan begitu dirinya telah sampai di rumah
kediaman dari Dilara, dirnya langsung disambut Dilara. Sebab Dilara sendiri
yang telah membukakan pintu masuk rumahnya. “Raya”, sapanya ketika mengetahui,
lalu mereka saling berpelukan menyambut sebuah pertemuan tak terduga. Dan
ketika mereka berdua telah melepaskan pelukannya.
Raya langsung menunjukkan undangan
untuk Dilara, meminta Dilara untuk datang dihari bahagia dirinya. “Happy
wedding”, ucap selamat Dilara berwajahkan senang setelah mengambil undangan
tersebut. “Pokoknya kamu harus bawa partner!”, perintah Raya melihat canda.
Jawab langsung Dilara, “Semoga saja Firlana mau jadi partnerku.”, dengan bahasa
amat senang. Raya menjadi hening sejenak, akan memberitahu sebuah keadaan
sebenarnya dari Firlana.
“Dilara, dia sedang sakit. Aku
tidak tahu, dia sudah kembali ke rumah atau belum? Sebab tadi sewaktu aku
sedang berkunjung ke rumahnya, asisten perempuan rumahnya memberitahukan itu?”,
terbuka Raya memberitahukannya. Dilara menjadi terdiam teringat dengan telah ditemuinya
ayah dari Firlana yang sedang mengobrol dengan seorang dokter, sewaktu berada
di rumah sakit tadi. sejenak Dilara sudah dapat mengetahui tentang sebuah
alasan.
“Dilara! Aku pamit dulu ya? Sampai jumpa
dihari bahagiaku?”, pamit Raya secara tiba-tiba lalu berbalik beranjak pergi.
Dan Dilara memberi senyum mempersilahkan, memendam sesuatu yang baru saja
diketahui alasannya. Raya pun beranjak pergi akan segera meninggalkan,
sedangkan Dilara melihat dirinya termenung mengingat pesan terakhir dari Firlana.
“Tuhan, perkenankanlah aku untuk bertemu dengan sosok ayahnya lagi.”, gumamnya
berdo’a dihati.
Malam harinya. . . .
Dilara sedang berbaring resah di
kasur tempat tidurnya, memikirkan keadaan Firlana yang telah misterius baginya.
Beralih sebentar ke sana, Negara sedang mengalami jenuh. Karna tetap tidak bisa
tidur setelah memutar beberapa film animasi kegemarannya. Lalu teralihkan
dengannya yang mengambil ponselnya, melihat daftar kontak pada ponselnya.
Dengan perasaan jenuhnya, secara tiba-tiba ia mencoba menghubungi Dilara
melalui video call.
Kembali ke Dilara, Dilara yang
baru saja mengetahui kalau Negara sedang menghubunginya. Mulai mengangkatnya
dengan salah tingkah sebab wajahnya tampak resah. “Selamat malam pak?”, sapa
Dilara berusaha menunjukkan wajah gembira namun resahnya masih tampak di
wajahnya. “Selamat malam juga. Ada gerangan apakah sehingga wajahmu tampak
resah, dibalik wajih gembira yang sedang kau usahakan itu?”, Negara langsung
menanyakannya sebab merasa peka terhadap dirinya.
Dilara menjadi kaget, tidak
menduga kalau Negara cepat merasa peka terhadap dirinya. Lalu Dilara memaksakan
sebuah senyuman sambil menggeleng tampak seperti wajah yang sedang kebingungan.
Negara yang sudah melhat dirinya dilayar ponselnya, menyambung kata “Terimakasih
karna telah mengangkat video call dariku. Jumpa lagi esok di kantor ya.”.
Usainya menyambung kata tersebut, Negara memutuskan video callnya.
Dan Negara beralih untuk tidur,
sebab baru merasa sudah mengantuk tak kuasa menahan hsratnya ingin tidur segera.
Sementara Dilara di sana menjadi terdiam, merenungkan Negara yang hanya
membicarakan itu ketika menghubungi dirinya melalui video call. Dilara pun
bergumam “Sungguh aneh si bapak, mah….”, dan beralih untuk tidur sebab sudah
menagntuk. Tanpa mereka berdua cermati serta tersadari, berbicara melalui video
call itulah sebagai peghantar tidur untuk keduanya pada malam ini.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Esoknya, Dilara merasa kurang
bersemangat memasuki ruang kerja dari Negara. Beruntung Negara belum memasuki
ruangannya sendiri walaupun telah tiba lebih dulu daripada dirinya. Wajahnya
sedikit lesuh, ketika baru saja menghidupkan laptop, demi membuat tugas dari
Negara yang terus berkelanjutan. “Tugasnya gak abis-abis. Baru berasa
sekarang.”, gumamnya sedikit mengomel sendiri. Lalu baru dilihatnya jika Negara
baru saja memasuki ruangan.
Negara terpandang padanya sambil
memberi senyum semangat berjalan menuju meja kerjanya, begitupun Dilara yang
menyapanya “Selamat pagi”. Sementara Negara yang berdiri di depan meja kerjanya
sendiri, sejenak mencoba melihat Dilara. Ingin mengetahui kondisi pada Dilara,
di waktu yang masih pagi ini. “Sudah sarapan?”, tanya Negara mulai curiga
dengan pergerakan dari Dilara yang sedang mengerjakan tugas. Dilara berhenti dari
pengerjaannya melihat ke Negara.
“Seorang bos yang otaknya telah
dipenuhi beragam tugas pekerjaannya. Masih sempat mencermati orang lain. Maksud
saya, isi dari kepala bapak?”, Dilara telah keceplosan menanyakan frontal lalu
membetulkannya sendiri.
“Buang resahmu! Berkonsentrasilah!
Saya tidak ingin tugas yang sedang kau kerjakan menjadi tidak terkontrol!”,
balas Negara menegaskan perintah sedikit menuntutnya.
Dilara berdiam menerimanya,
beralih melihat ke layar laptop kembali mengerjakan tugasnya. Sedangkan Negara
mengambil ponselnya akan berbicara dengan sahabatnya, setelah keadaannya benar
sedang duduk di kursi kerjanya. Dan kinipun Negara sedang berbicara dengan
sahabatnya, Milara membincangkan suatu rencana yang tidak berkaitan dengan
pekerjaan. Tepatnya mereka membincangkan tentang waktu untuk bisa bermain
bersama, serta mengingat apa saja yang terjadi.
Negara tampak bahagia, membuat
Dilara yang tak sengaja melihat padanya menjadi merasa berbeda. Dilara merasa
berbeda, saat semalam tadi Negara telah mencoba menghubunginya melalui video
call. Dengan Milara, Negara begitu tampak bersahabat dan nyaman. Sedangkan
dengan dirinya, Negara seperti hanya berbasa-basi saja. Dilara yang sudah
merasa demikian, mengalihkan pandangannya ke laptop kembali pada pengerjaannya.
Tak berapa lama kemudian, Dilara
dengan sengaja melihat Negara kembali sebab mengetahui kalau Negara baru saja
mengusaikan teleponnya dengan Milara. Namun telah dilihatnya kini Negara sedang
menerima telepon dari seorang lagi, Dilara pun berdiam mencoba mencermatinya
secara diam-diam. Dan kali ini Negara tampak sedikit cemas bercampur kaget,
seperti merasa kurang nyaman bahkan berbicaranya sambil berbisik seperti orang
yang kurang percaya diri.
Dilara menjadi bingung seketika
menatapnya, sedangkan Negara baru melihat padanya berdiam usai memutuskan
teleponnya. Keduanya menjadi saling berpandangan diam sesaat, lalu teralihkan
dengan Negara yang mulai berdiri dari duduknya akan beranjak keluar ruangan.
Dan kini, Dilara menjadi semakin bingung terhadap perilakunya.
Sementara beralih ke Negara. . . .
Negara sudah sampai ke tujuanya,
ia sudah berjumpa dengan karyawan yang telah meneleponnya tadi. Ternyata yang
sedang meneleponnya tadi adalah karyawan yang telah memberitahukan jikalau
asisten tetapnya akan segera kembali bekerja. Memakai alasan jika ibu dari
asisten tetapnya itu sudah sehat. Negara pun dapat memakluminya setelah
mendengar karyawannya itu bercerita tentang demikian. Dan pamit beralih akan
menuju kembali ke ruangannya sendiri.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar