Esok paginya, Firlana yang sudah
berada di rumah galeri “MILARATIONIC” untuk bekerja. Ia sedang berdiri ditengah
pintu lobby menunggu kedatangan Dilara. Sebab pada pagi tadi sebelum Firlana
akan beranjak pergi dari rumah, Dilara menelepon dirinya ingin pergi
bermain-main melihat tempat kerja dari diirinya. kembali pada Firlana, kini ia
sudah melihat kedatangan Dilara. Firlana langsung menyambut hangat
kedatangannya lalu berjalan memasuki ke dalam gedung rumah galeri tersebut.
Dan Firlana mengajaknya
mengelilingi seluruh tempat yang bisa dijangkau oleh dirinya, sembari
memperkenalkan lukisan serta foto yang terpajang. Lalu Firlana bercerita
tentang pemilik rumah galeri tersebut, yaitu Milara. Firlana menceritakannya
sambil berjalan bersama, sedangkan Dilara menyimak cerita darinya lalu kemudian
Dilara menghentikan langkahnya melihat ke Firlana. Begitupun Firlana yang ikut
terhenti langkahnya melihat tanya kepadanya.
“Kau sudah bercerita kebaikan dari
dirinya. Bagaimana jika pertemukan saja aku dengan dirinya?”, Dilara meminta
dirinya untuk dipertemukan dengan Milara.
“Semoga saat ini dia tidak sedang
menerima tamu. Ayo kita bergegas menuju keruangannya!”, ajak langsung Firlana
begitu percaya diri. Dilara menjadi tersenyum melihatnya mengikuti langkah
dirinya yang akan membawanya menuju keruangan dari Milara.
Beberapa saat kemudian. . . .
Dan kini mereka berdua sudah
sampai pada tujuannya, mereka berdua sudah berdiri bersama dihadapan pintu
ruangan dari Milara yang masih tertutup. “Ketuk saja, mengapa mesti merasa
ragu?”, perintah disertai tanya Dilara melihat ke pintu ruangan tersebut.
Firlana menarik nafas panjang menghembuskannnya mencoba untuk mengetuknya.
Sementara di dalam ruangan tersebut, tampak Milara sedang bersama Negara duduk bersama
sambil berbicara sesuatu.
Lalu didengarnya ada yang sedang mengetuk
pintu ruangannya, Milara pun langsung berkata mempersilahkan masuk kepada siapa
yang sudah mengetuk pintu ruangannya. Firlana yang sudah mendengar, akan segera
membuka pintu ruangan tersebut pandangannya langsung tertuju pada Milara.
Sedangkan Dilara memilih bersembunyi dibalik tubuh Firlana. “Ada apa Firlana?”,
tanya Milara menyapanya masih duduk bersama Negara.
Firlana menjadi kaget karna
melihat Negara yang sebagai tamu darinya. “Maaf, saya kira anda sedang tidak
menerima tamu.”, Firlana menyahut berkata maaf sedikit sungkan. Milara menjadi
tertawa kecil melihat padanya. “Dia adalah sahabatku. Dan apa yang sedang kami
bicarakan, itu tidak penting sama sekali.”, Milara menjelaskan tentang Negara
padanya dengan beralih melihat ke Negara lalu menetap melihat ke Firlana.
Negara melihat Firlana biasa saja
dengan wajah lugunya, berdiam. Sedangkan Firlana tersadar kalau ia hampir saja
melupakan Dilara yang berada disampingnya, pikirnya. Mencoba menolehkan
kepalanya kesamping kanan, melirik kebelakang sebab tidak dilihatnya Dilara sedang
berada disampingnya. “Akhiri please! Setelah ini aku akan menceritakan
alasannya!”, bisik Dilara menahan cemas. Firlana pun terpaksa membatalkan untuk
memperkenalkan Dilara ke Milara.
“Maaf, sepertinya saya sudah lupa
menuju ke suatu ruangan. Sebab saya baru saja ingat, kalau di sini bukan suatu
ruangan yang sedang saya tuju tadi. Selamat pagi.”, Firlana berkata bohong
berpamitan. Milara dan Negara memberi senyum mempersilahkan padanya. Dan
Firlana menutup pintu ruangan tersebut, berjalan menyusul Dilara yang sudah
berjalan lebih dulu membelakangi.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Sementara Milara yang sudah
melihat Firlana pergi, langsung meminta Negara tuk melanjuti apa yang sedang
mereka berdua kerjakan tadi. Mereka berdua sedang mengerjakan proposal dari
rumah galeri yang telah dibangun oleh Milara, mendapat sumbangan dari saham
perusahaan lain sebagai dukungan atau sponsor. Negara mengiyakan apa yang telah
dikatakan tadi oleh dirinya, namun tiba-tiba merasa ada yang perlu ditanyakan
hingga membuat Negara menjadi mengajak dirinya tuk berbicara.
“Dari caramu tadi berbicara
padanya, kau sudah menggunakan sebuah kebohongan kecil?!”, Negara memulai
bicaranya melihat ke proposal dihadapnya. Milara mejadi hening melihat
kepadanya. “Bukankah kita sedang mengerjakan sebuah tugas penting? Dan kalau
benar tidak penting sama sekali, wajah kamu tidak akan seserius itu, Milara?”,
sambung Negara melihat balik padanya menunjukkan wajah sedikit tegas.
“Sepertinya aku tidak bisa
berbohong, selagi kau dan aku sedang bersama. Ya, dia yang telah mematahkan
hatiku. Mohon serius lagi dalam pengerjaan proposal ini!”, Milara baru
berbicara mengungkap terbuka. Negara yang baru mengetahui merasa kaget namun
dapat memakluminya. Dan mereka kembali pada pekerjaan pentingnya mulai memakai
keseriusan lagi. Milara terlanjur mengagumi Firlana, hingga perlahan membuat
dirinya menjadi merasa telah jatuh cinta.
Lalu mendadak merasa patah hati
karna Firlana tidak berubah dalam sikapnya terhadap Milara, Firlana konsisten
dengan sikap apa adanya masih berlayakkan seorang karyawan dengan seorang
atasan pemilik rumah galeri. Jadi tidak ada orang lain yang membuat Milara
merasa patah hati, hanya saja Milara kurang merasa puas terhadap sikap Firlana
yang sudah konsisten bersikap apa adanya terhadapnya.
Kembali pada Firlana dan Dilara.
Ketika dalam perjalanan tadi menyusul Dilara, Firlana mendapat telepon dari
temannya yang juga sebagai karyawan. Temannya itu meminta Firlana untuk
membantu mencari property yang akan disewa. Dan Firlana pun berkata mengiyakan
akan segera beralih kesana, lalu menghubungi Dilara tuk menunggunya di suatu
tempat. Di sana, di suatu tempat Dilara sedang berdiam melihat-lihat ke lukisan,
foto yang telah menjadi koleksi di rumah galeri tersebut.
Sehingga membuat Dilara tidak
merasa bosan saat ketika masih harus menunggu Firlana usai dari pekerjaannya.
“Cantik. Tiga dimensi, tampak seperti nyata.”, bisiknya memuji menatapi lukisan
yang sebagai koleksi dari rumah galeri tersebut. Lalu didengarnya ada suara
yang menegurnya tepat dibaliknya dengan suara batuk kecil, Dilara pun berbalik
dan sontak menjadi kaget kecil. “Tadi aku sudah menghindarimu, tetapi kini kau
yang temukan aku di sini!”, sapa berbisik Dilara merasa tidak suka.
“Apa kau sudah diterima menjadi karyawan
di sini?”, tanya Negara tidak mau berbasa basi.
“Dilara tidak mungkin bekerja di sini,
hey!!”, sahut Dilara tegas mengejek. Bersikap sedikit sombong mencoba
meremehkan.
“Belum mendapatkan sebuah
pekerjaan, masih saja bersikap sombong.”, Negara memperingati dirinya dengan
keluguan wajahnya.
Dilara menjadi sinish menatap
dirinya, “Udah, berargumennya udah?!”, sahut Dilara akan mengakhiri. Negara
memabalas dengan mempersilahkannya untuk pergi menggunakan tangannya. Dilara
mulai merasa geram, lalu mereka berdua sama-sama beranjak meninggalkan dengan
berlawanan arah.
Selang waktu berjalan. . . .
Firlana yang baru usai dari
pekerjaannya, mencoba melihat jam pada arloji ditangannya. “Sudah empat puluh
lima menit Dilara telah menungguku di suatu tempat di sana.”, bisiknya kecil
lalu mencoba menelepon Dilara. Dilara yang sudah berada di perjalanan menuju
pulang menggunakan kendaraan taxi, mengangkatnya sembari berkata, “Gue udah
dalam perjalanan pulang. Bête tadi ketemu sama orang yang amat bikin gue gak
nyaman.”. curahnya bercampur kesal.
“Ya sudah, hati-hati jangan
singgah kemana-mana lagi. Kebetulan waktu kerjaku sudah mulai aktif di sini!”,
sahut Firlana memberi perhatian kepadanya. Lalu memutuskan teleponnya setelah
keduanya berbalas kata sapa selamat tinggal dan sampai berjumpa lagi.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Pada sore harinya, di rumah
kediaman Dilara. Dilara baru saja bangun dari tidur siangnya akan beranjak
keluar dari kamarnya. Namun ketika baru saja membuka pintu kamarnya, Dilara menjadi
terpana melihat ibunya bersama seorang wanita sedang berjalan menghampiri
dirinya. Dilara pun menjadi sedikit gugup menutup pintu kamarnya, melihat ke
mereka berdua tanya. Dan mereka berdua telah berdiam didepannya dengan
menunjukkan senyum pada dirinya.
“Sayang, kenalkan ini tante Hesty.
Wanita yang dulu pernah memberimu asi selama dua tahun.”, ibunya memperkenalkan
wanita itu dengan melihat bahagia masih ke Dilara. Dilara melihat ke ibunya
hening lalu beralih meihat ke wanita itu. “Dilara sekarang sudah besar. Sudah
duapuluh tahun kita tidak bertemu. Cantik juga parasnya, seperti ibunya.”,
wanita itu memberi pujian merasa bahagia karna dapat bertemu dengan anak
sesusuannya.
“Terimakasih tante. Maaf bila
Dilara sedikit kurang mengenali wajah tante. Akan tetapi, Dilara senang dapat
bertemu dengan ibu sesusuan Dilara.”, ucap terimakasih serta memberi pujian
Dilara kepada wanita itu. Ibunya, wanita itupun menjadi tersenyum. Sedangkan
Dilara mengajak keduanya untuk makan bersama, sebab dirinya sudah merasa lapar.
Dan kini mereka bertiga mulai beranjak bersama menuju ke ruang makan untuk
melakukan acara makan bersama.
Sementara disana. . . .
Firlana di rumah kediamannya,
sedang berada di ruang kerja ayahnya masih berpakaian seragam kerjanya sebab ia
baru saja pulang kerja. Ia di dalam ruang kerja ayahnya berniat akan mencari
sesuatu, tepatnya sedang mencari buku panduan belajar gitar seperti sang
legendaris. Namun ketika beberapa menit mencari, ia malah menemukan sebuah foto
keluarga. Yaitu tertampak gambar ayah ibunya serta dirinya sewaktu berumur tak
kurang dari tiga tahun.
“Sudah duapuluh tahun mama
tinggalin aku, mama pergi dariku. Dan hampir saja aku tidak mengenali wajah
mama, karna selama itu mama tinggalin aku. Sehingga membuatku tidak pernah lagi
menatap wajah malaikat kedua yang telah aku miliki di dunia yang kelam ini.”,
bisiknya mulai merasa gundah karna merindukan sosok ibunya. Lalu teringat wajah
Dilara yang membuatnya menjadi tenang sebab merasa ada yang mengilhami tentang
ibunya dari Dilara di sana.
Kembali pada rumah kediaman dari
Dilara. Mereka bertiga kini sedang melakukan acara makan bersama. Kehangatan
mulai muncul, mereka bertigapun mulai meresapinya. Ditengah kehangatan itu,
wanita itu yang telah diketahui bernama Hesty. Menjadi terpana secara diam-diam
dalam menatapi Dilara. Wanita itu teringat pada sosok anaknya yang dulu pernah
ditinggalkannya, pada duapuluh tahun lalu. Dan saat itu anaknya yang merupakan
seorang putra sedang berumur tiga tahun.
Dan saat ketika Dilara melihat
padanya dengan menunjukkan senyuman. Wanita itu ikut tersenyum sebab terbayang
senyum dari putranya dulu yang paling mahir menghibur hatinya. Siapakah seorang
putra yang sedang terbayang senyumnya oleh Hesty? Dan siapa pula seorang ibu
yang sedang dirindukan Firlana kini? Dan yang pasti mereka berdua di kejauhan,
Firlana dan Hesty sama-sama sedang merindu seseorang yang sama nan jauh.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar