Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #9

Esok paginya, Firlana yang sudah berada di rumah galeri “MILARATIONIC” untuk bekerja. Ia sedang berdiri ditengah pintu lobby menunggu kedatangan Dilara. Sebab pada pagi tadi sebelum Firlana akan beranjak pergi dari rumah, Dilara menelepon dirinya ingin pergi bermain-main melihat tempat kerja dari diirinya. kembali pada Firlana, kini ia sudah melihat kedatangan Dilara. Firlana langsung menyambut hangat kedatangannya lalu berjalan memasuki ke dalam gedung rumah galeri tersebut.
Dan Firlana mengajaknya mengelilingi seluruh tempat yang bisa dijangkau oleh dirinya, sembari memperkenalkan lukisan serta foto yang terpajang. Lalu Firlana bercerita tentang pemilik rumah galeri tersebut, yaitu Milara. Firlana menceritakannya sambil berjalan bersama, sedangkan Dilara menyimak cerita darinya lalu kemudian Dilara menghentikan langkahnya melihat ke Firlana. Begitupun Firlana yang ikut terhenti langkahnya melihat tanya kepadanya.
“Kau sudah bercerita kebaikan dari dirinya. Bagaimana jika pertemukan saja aku dengan dirinya?”, Dilara meminta dirinya untuk dipertemukan dengan Milara.
“Semoga saat ini dia tidak sedang menerima tamu. Ayo kita bergegas menuju keruangannya!”, ajak langsung Firlana begitu percaya diri. Dilara menjadi tersenyum melihatnya mengikuti langkah dirinya yang akan membawanya menuju keruangan dari Milara.     

Beberapa saat kemudian. . . .

Dan kini mereka berdua sudah sampai pada tujuannya, mereka berdua sudah berdiri bersama dihadapan pintu ruangan dari Milara yang masih tertutup. “Ketuk saja, mengapa mesti merasa ragu?”, perintah disertai tanya Dilara melihat ke pintu ruangan tersebut. Firlana menarik nafas panjang menghembuskannnya mencoba untuk mengetuknya. Sementara di dalam ruangan tersebut, tampak Milara sedang bersama Negara duduk bersama sambil berbicara sesuatu.
Lalu didengarnya ada yang sedang mengetuk pintu ruangannya, Milara pun langsung berkata mempersilahkan masuk kepada siapa yang sudah mengetuk pintu ruangannya. Firlana yang sudah mendengar, akan segera membuka pintu ruangan tersebut pandangannya langsung tertuju pada Milara. Sedangkan Dilara memilih bersembunyi dibalik tubuh Firlana. “Ada apa Firlana?”, tanya Milara menyapanya masih duduk bersama Negara.
Firlana menjadi kaget karna melihat Negara yang sebagai tamu darinya. “Maaf, saya kira anda sedang tidak menerima tamu.”, Firlana menyahut berkata maaf sedikit sungkan. Milara menjadi tertawa kecil melihat padanya. “Dia adalah sahabatku. Dan apa yang sedang kami bicarakan, itu tidak penting sama sekali.”, Milara menjelaskan tentang Negara padanya dengan beralih melihat ke Negara lalu menetap melihat ke Firlana.
Negara melihat Firlana biasa saja dengan wajah lugunya, berdiam. Sedangkan Firlana tersadar kalau ia hampir saja melupakan Dilara yang berada disampingnya, pikirnya. Mencoba menolehkan kepalanya kesamping kanan, melirik kebelakang sebab tidak dilihatnya Dilara sedang berada disampingnya. “Akhiri please! Setelah ini aku akan menceritakan alasannya!”, bisik Dilara menahan cemas. Firlana pun terpaksa membatalkan untuk memperkenalkan Dilara ke Milara.
“Maaf, sepertinya saya sudah lupa menuju ke suatu ruangan. Sebab saya baru saja ingat, kalau di sini bukan suatu ruangan yang sedang saya tuju tadi. Selamat pagi.”, Firlana berkata bohong berpamitan. Milara dan Negara memberi senyum mempersilahkan padanya. Dan Firlana menutup pintu ruangan tersebut, berjalan menyusul Dilara yang sudah berjalan lebih dulu membelakangi.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Sementara Milara yang sudah melihat Firlana pergi, langsung meminta Negara tuk melanjuti apa yang sedang mereka berdua kerjakan tadi. Mereka berdua sedang mengerjakan proposal dari rumah galeri yang telah dibangun oleh Milara, mendapat sumbangan dari saham perusahaan lain sebagai dukungan atau sponsor. Negara mengiyakan apa yang telah dikatakan tadi oleh dirinya, namun tiba-tiba merasa ada yang perlu ditanyakan hingga membuat Negara menjadi mengajak dirinya tuk berbicara.
“Dari caramu tadi berbicara padanya, kau sudah menggunakan sebuah kebohongan kecil?!”, Negara memulai bicaranya melihat ke proposal dihadapnya. Milara mejadi hening melihat kepadanya. “Bukankah kita sedang mengerjakan sebuah tugas penting? Dan kalau benar tidak penting sama sekali, wajah kamu tidak akan seserius itu, Milara?”, sambung Negara melihat balik padanya menunjukkan wajah sedikit tegas.
“Sepertinya aku tidak bisa berbohong, selagi kau dan aku sedang bersama. Ya, dia yang telah mematahkan hatiku. Mohon serius lagi dalam pengerjaan proposal ini!”, Milara baru berbicara mengungkap terbuka. Negara yang baru mengetahui merasa kaget namun dapat memakluminya. Dan mereka kembali pada pekerjaan pentingnya mulai memakai keseriusan lagi. Milara terlanjur mengagumi Firlana, hingga perlahan membuat dirinya menjadi merasa telah jatuh cinta.
Lalu mendadak merasa patah hati karna Firlana tidak berubah dalam sikapnya terhadap Milara, Firlana konsisten dengan sikap apa adanya masih berlayakkan seorang karyawan dengan seorang atasan pemilik rumah galeri. Jadi tidak ada orang lain yang membuat Milara merasa patah hati, hanya saja Milara kurang merasa puas terhadap sikap Firlana yang sudah konsisten bersikap apa adanya terhadapnya.
Kembali pada Firlana dan Dilara. Ketika dalam perjalanan tadi menyusul Dilara, Firlana mendapat telepon dari temannya yang juga sebagai karyawan. Temannya itu meminta Firlana untuk membantu mencari property yang akan disewa. Dan Firlana pun berkata mengiyakan akan segera beralih kesana, lalu menghubungi Dilara tuk menunggunya di suatu tempat. Di sana, di suatu tempat Dilara sedang berdiam melihat-lihat ke lukisan, foto yang telah menjadi koleksi di rumah galeri tersebut.
Sehingga membuat Dilara tidak merasa bosan saat ketika masih harus menunggu Firlana usai dari pekerjaannya. “Cantik. Tiga dimensi, tampak seperti nyata.”, bisiknya memuji menatapi lukisan yang sebagai koleksi dari rumah galeri tersebut. Lalu didengarnya ada suara yang menegurnya tepat dibaliknya dengan suara batuk kecil, Dilara pun berbalik dan sontak menjadi kaget kecil. “Tadi aku sudah menghindarimu, tetapi kini kau yang temukan aku di sini!”, sapa berbisik Dilara merasa tidak suka.
“Apa kau sudah diterima menjadi karyawan di sini?”, tanya Negara tidak mau berbasa basi.
“Dilara tidak mungkin bekerja di sini, hey!!”, sahut Dilara tegas mengejek. Bersikap sedikit sombong mencoba meremehkan.
“Belum mendapatkan sebuah pekerjaan, masih saja bersikap sombong.”, Negara memperingati dirinya dengan keluguan wajahnya.
Dilara menjadi sinish menatap dirinya, “Udah, berargumennya udah?!”, sahut Dilara akan mengakhiri. Negara memabalas dengan mempersilahkannya untuk pergi menggunakan tangannya. Dilara mulai merasa geram, lalu mereka berdua sama-sama beranjak meninggalkan dengan berlawanan arah.

Selang waktu berjalan. . . .

Firlana yang baru usai dari pekerjaannya, mencoba melihat jam pada arloji ditangannya. “Sudah empat puluh lima menit Dilara telah menungguku di suatu tempat di sana.”, bisiknya kecil lalu mencoba menelepon Dilara. Dilara yang sudah berada di perjalanan menuju pulang menggunakan kendaraan taxi, mengangkatnya sembari berkata, “Gue udah dalam perjalanan pulang. Bête tadi ketemu sama orang yang amat bikin gue gak nyaman.”. curahnya bercampur kesal.
“Ya sudah, hati-hati jangan singgah kemana-mana lagi. Kebetulan waktu kerjaku sudah mulai aktif di sini!”, sahut Firlana memberi perhatian kepadanya. Lalu memutuskan teleponnya setelah keduanya berbalas kata sapa selamat tinggal dan sampai berjumpa lagi.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Pada sore harinya, di rumah kediaman Dilara. Dilara baru saja bangun dari tidur siangnya akan beranjak keluar dari kamarnya. Namun ketika baru saja membuka pintu kamarnya, Dilara menjadi terpana melihat ibunya bersama seorang wanita sedang berjalan menghampiri dirinya. Dilara pun menjadi sedikit gugup menutup pintu kamarnya, melihat ke mereka berdua tanya. Dan mereka berdua telah berdiam didepannya dengan menunjukkan senyum pada dirinya.
“Sayang, kenalkan ini tante Hesty. Wanita yang dulu pernah memberimu asi selama dua tahun.”, ibunya memperkenalkan wanita itu dengan melihat bahagia masih ke Dilara. Dilara melihat ke ibunya hening lalu beralih meihat ke wanita itu. “Dilara sekarang sudah besar. Sudah duapuluh tahun kita tidak bertemu. Cantik juga parasnya, seperti ibunya.”, wanita itu memberi pujian merasa bahagia karna dapat bertemu dengan anak sesusuannya.
“Terimakasih tante. Maaf bila Dilara sedikit kurang mengenali wajah tante. Akan tetapi, Dilara senang dapat bertemu dengan ibu sesusuan Dilara.”, ucap terimakasih serta memberi pujian Dilara kepada wanita itu. Ibunya, wanita itupun menjadi tersenyum. Sedangkan Dilara mengajak keduanya untuk makan bersama, sebab dirinya sudah merasa lapar. Dan kini mereka bertiga mulai beranjak bersama menuju ke ruang makan untuk melakukan acara makan bersama.

Sementara disana. . . .

Firlana di rumah kediamannya, sedang berada di ruang kerja ayahnya masih berpakaian seragam kerjanya sebab ia baru saja pulang kerja. Ia di dalam ruang kerja ayahnya berniat akan mencari sesuatu, tepatnya sedang mencari buku panduan belajar gitar seperti sang legendaris. Namun ketika beberapa menit mencari, ia malah menemukan sebuah foto keluarga. Yaitu tertampak gambar ayah ibunya serta dirinya sewaktu berumur tak kurang dari tiga tahun.
“Sudah duapuluh tahun mama tinggalin aku, mama pergi dariku. Dan hampir saja aku tidak mengenali wajah mama, karna selama itu mama tinggalin aku. Sehingga membuatku tidak pernah lagi menatap wajah malaikat kedua yang telah aku miliki di dunia yang kelam ini.”, bisiknya mulai merasa gundah karna merindukan sosok ibunya. Lalu teringat wajah Dilara yang membuatnya menjadi tenang sebab merasa ada yang mengilhami tentang ibunya dari Dilara di sana.
Kembali pada rumah kediaman dari Dilara. Mereka bertiga kini sedang melakukan acara makan bersama. Kehangatan mulai muncul, mereka bertigapun mulai meresapinya. Ditengah kehangatan itu, wanita itu yang telah diketahui bernama Hesty. Menjadi terpana secara diam-diam dalam menatapi Dilara. Wanita itu teringat pada sosok anaknya yang dulu pernah ditinggalkannya, pada duapuluh tahun lalu. Dan saat itu anaknya yang merupakan seorang putra sedang berumur tiga tahun.
Dan saat ketika Dilara melihat padanya dengan menunjukkan senyuman. Wanita itu ikut tersenyum sebab terbayang senyum dari putranya dulu yang paling mahir menghibur hatinya. Siapakah seorang putra yang sedang terbayang senyumnya oleh Hesty? Dan siapa pula seorang ibu yang sedang dirindukan Firlana kini? Dan yang pasti mereka berdua di kejauhan, Firlana dan Hesty sama-sama sedang merindu seseorang yang sama nan jauh.

S A C Uku

bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar