Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #13

Di kantor perusahaan milik keluarga Negara. . . .

Negara sedang berjalan sendiri melewati beberapa karyawan yang sedang bekerja maupun yang sedang melintas saja, demi menuju ke ruang kerja dari ayahnya. Negara yang selalu berwajahkan polos, tatapan serta pandangannya cuek, begitupun dengan gayanya dalam bergerak. Membuat karyawan yang terpandang kepadanya menjadi memperhatikannya sejenak. Sebab mereka merasa terkesima, dengan keadaan Negara yang demikian rupa bisa memegang sebuah tanggung jawab yang tak mudah.
Sementara di sana, ayahnya sedang bertemu empat mata dengan ayah dari Dilara. Awalnya, mereka membicarakan Sesuatu tentang perusahaan. Lalu kemudian berlanjut dengan ayah Dilara yang berbagi, bahwa Dilara yang sebagai putrinya telah pergi mengidentitaskan seperti orang hilang saja. Dan itu dapat didengar secara tidak sengaja oleh Negara, yang hendak akan memasuki pintu ruangan setengah terbuka. Namun menjadi beralih karna mengetahui ayahnya sedang menerima seorang tamu.
Negara kini sudah berada kembali ke ruang kerjanya sendiri, ia sedang duduk di kursi khusus menerima tamu sambil memikirkan sesuatu. Ia sedang memikirkan mengapa bisa ayahnya berbincang yang merupakan serta seharusnya menjadi masalah pribadi untuk ayah dari Dilara, bahkan kini Negara mulai merasa bingung dengan perbincangan ayahnya dengan ayah dari Dilara yang jauh dari pekerjaan. “Bahkan orang yang lebih dewasa pun, bisa melupakan pekerjaannya ketika ada yang berbagi, curhat.”.
Bisiknya kecil mencoba memahami mereka berdua yang mungkin masih bersama di sana. Lalu secara tiba-tiba, Milara memasuki ruang kerjanya, langsung menghampiri dengan langsung duduk di dekatnya. “Halo, sobat! Aku ingin menunjukkan hasil proposal yang sudah aku susun padamu.”, sapa Milara dengan membuka tasnya akan mengambil proposal segera ditunjukkannya pada Negara. Negara hanya melihat diam tidak merespon sapanya tadi.
Dan ketika baru menunjukkan proposal kepada Negara, Milara tidak sengaja melihat Nil Ra yang baru meletakkan segelas minuman di meja tempat keduanya sedang duduk dekat. “Terimakasih, kau sudah mengantarkan segelas minuman. Tanpa menunggu dulu perintah dari, pak Negara.”, Milara mengeluarkan kata sindiran terhadap Nil Ra yang sudah berdiri tegak melihat padanya. “Celaka, dia cermat sekali dalam membaca sikapku.”, bisik Nil Ra dihati mengeluh.
Namun ditegaskan Sesuatu oleh Negara yang sedikit lupa. “Tidak! Aku belum memberi perintah pada Nil Ra, untuk membawakan segelas minuman untukmu.”, tegas Negara menatap yakin pada keduanya. Keduanya menjadi menatap aneh terhadapnya seorang. “Menunggu apalagi? Nil Ra, cepat bawakan segelas minuman untuk sahabatku ini!”, Negara baru memberi perintah dengan melihat ajakan ke Nil Ra. Nil Ra pun memberi senyuman lalu beranjak pergi akan menuruti perintahnya.
Negara baru mulai beralih membuka proposal yang telah ditunjukkan Milara, sedangkan Milara terpandang ke segelas minuman di meja kerja dari Negara. Milara pun wajahnya menjadi terkejut sambil bergumam dibenaknya, “What happen?”. Sebab merasa makin aneh karna ada dua gelas minuman yang telah tersedia untuk Negara. Setelah beberapa saat kemudian, Milara yang sedang melihat Negara mencermati proposal tersebut.
Tiba-tiba saja terbesit akan membuka pintu ruang kerja dari Negara berandai dapat melihat suasana di luar ruangan. Milara pun beralih menuju ke pintu ruang kerja itu, dan ketika membuka ia mendapati Nil Ra sudah berada di depan pintu itu yang sudah dibuka olehnya dengan sudah membawa segelas minuman. “Mengapa bisa, di dalam sudah tersedia dua gelas minuman untuk pak Negara seorang?”, Milara langsung memberi tanya karna terpikirkan yang tadi.
“Kondisi emosi dari pak Negara sedang tidak stabil. Jadi tidak bisa menyeimbangkan konsentrasinya terhadap apa saja yang sudah ada disekitarnya. Mungkin saja?”, Nil Ra menjelaskan berakhir menerka tanya. Melihat yakin nan biasa ke Milara. Milara yang awalnya serius mendengarkan, menjadi mendesah kecil karna Nil Ra menerka tanya diakhir. Dan Milara mengambil apa yang telah dibawa Nil Ra akan membawanya sendiri, lalu memerintahkan Nil Ra untuk pergi, sebabnya angkuh.
Nil Ra menerimanya memberi senyum selamat tinggal, lalu beranjak pergi mencoba cuek. Milara yang sudah melihatnya pergi, mencoba menutup pintu tersebut kembali menghampiri Negara untuk segera duduk berdekatan.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Sore hari telah datang, begitupun Firlana yang baru menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah kediaman Dilara. Sesampainya di rumah kediaman Dilara, Firlana disambut oleh ibu dari Dilara yang langsung memerintahkan dirinya untuk memasuki rumah melewati pintu belakang rumah. Untuk  langsung memasuki kamar Dilara dimana ibu dari Dilara akan menemui dirinya di kamar itu. Sebab ibu dari Dilara tidak ingin kedatangan Firlana diketahui oleh ayahnya yang sudah pulang dari kantornya.
Setelah beberapa saat berjalan, ibu dari Dilara pun mendatangi Firlana yang sedang berdiri di depan meja belajar, di dalam kamar Dilara. “Sebenarnya Dilara tidak ada di kamarnya. Dia belum pulang dari hari kemarin.”, sapa ibu dari Dilara mengatakan yang sebenarnya ketika baru saja berdiam disebelah dirinya. Firlana melihat ke ibu dari Dilara, menatap tanya sedikit terguncang karna sebuah kabar tersebut. Sedangkan ibu dari Dilara beralih mengambil ponsel milik Dilara yang tersimpan.
“Dilara sengaja mematikan ponselnya.”, sambung ibu dari Dilara menunjukkan ponsel milik Dilara. Meratapi ponsel. Seketika Firlana teringat dengan apa yang sudah disampaikan oleh Dilara tentang kondisi ponselnya di hari kemarin. Lalu mengambil lipatan kertas yang telah tersimpan dibalik ponsel milik Dilara yang tersimpan tadi. ibu dari Dilara yang sudah melhatnya, memilih diam berharap Firlana akan menemukan sesuatu pada lipatan kertas, berupa sebuah surat yang baru ditemuinya itu.
“Jangan mencariku, mamah. Bila aku dicari maka aku akan menjauh. Biarlah waktu yang membawaku kembali. Sebab kecewaku karna tidak terima di diriku belum terluluhkan.”, suara Firlana membacakan surat dari Dilara itu. Usai membaca surat itu, Firlana melihat lagi ke ibu dari Dilara berautkan wajah tanya apa yang sedang terjadi di rumah ini.
“Hentikan raut wajahmu itu. Karna saya tidak tahu apa yang telah mendorongnya tuk menuliskan curahannya itu.”, ibu dari Dilara memberi sanggahan.
“Kemarin, Dilara sempat mengajakku berbicara tentang ayah. Apakah, Dilara ada sedikit konflik dengan ayahnya? Maaf tante bila aku terlalu ikut campur.”, Firlana menanyakan diakhiri meminta maaf.
“Putriku, dimana dia? Tolong bantu cari dia, kamu sahabat lamanya pasti tahu dimana saja tempat dia pernah bermain!”, ibu Dilara tidak menjawab pertanyaan dari Firlana. Karna lebih mengkhawatirkan keberadaan dari putrinya.
Firlana memberi senyuman seolah menegarkan ibu dari Dilara, diam-diam juga menegarkan dirinya sendiri. sebab Firlana merasa semakin cemas saja terhadap keberadaan Dilara yang seperti sudah menghilang. “Kalau pun bukan aku yang menemukannya. Maka orang baik akan Tuhan jadikan perantara tuk menemukannya, mengembalikannya ke rumah ini. Percayalah padaku tante, Dilara akan kembali pada akhirnya.”, Firlana memberi kata berupa nasehat menyejukkan perasaan ibu dari Dilara.
Ibu dari Dilara pun langsung menunjukkan senyum ketegaran padanya, lalu meraba meja belajar putrinya itu seolah-olah sedang meraba hangat tubuh dari putrinya. Firlana sudah membuka teka-teki dari Dilara, tulisan dibalik sebuah lipatan kertas itulah kuncinya. Tinggal menunggu waktu saja, siapa yang akan berhasil menemukan Dilara dan akan serta merta mengembalikannya ke rumah kediamannnya.

Malam harinya. . . .

                Firlana sedang berada dijalanan menggunakan motornya sendiri, ia sedang berusaha mencari jejak keberadaan dari Dilara ditengah gelap terangnya jalanan ibu kota. Bahkan beberapa kali ia menghentikan motornya, bertanya pada setiap warga yang ditemuinya dengan menunjukkan foto dari Dilara. Itu dilakukannya selama beberapa kali berturut-turut. Dan ketika hampir sampai ke sebelas kalinya Firlana mlakukannya, tiba-tiba ia berhenti dari mengendarai motornya karna terinngat suatu hal.
                “Dilara sudah menuliskan untuk jangan mencari, bila dicari maka menjauh?”, gumamnya bertanya-tanya melihat ke aspal jalanan. “jadi aku harus pulang? Meniadakan niatku yang ingin masih mencari?”, bisiknya berbicara sendiri. Lalu beralih mengambil ponselnya tuk melihat jam berapa sekarang, dan jam pada ponselnya menunjukkan pukul sebelas malam. Dan karna mengingat kalau pada hari esok ia harus bekerja, ia pun memutuskan tuk menghentikan niatnya mencari Dilara malam ini.
Semua yang mengenal sosok Dilara secara dekat, begitu menyayanginya. Bahkan Firlana sudah menyayanginya sejak lama, lebih dari hubungan sahabat. Dan itu masih terpendam sebab Firlana tidak ingin dulu mengungkap perasaannya, yang telah lama menganggap Dilara sebagai kekasih hatinya. Poin itulah yang membuat Firlana tetap menjaga Dilara hingga kini.

S A C Uku

bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar