Esok paginya di rumah galeri
“MILARATIONIC”. Milara sedang mempelajari beberapa dokumen penting dari
beberapa perusahaan lain yang menawarkan tuk dapat bekerjasama dengan rumah
galeri miliknya. Di dalam ruang kerjanya sendiri. Penawaran kerjasama mulai
berdatangan padanya, ketika baru usai melakukan pameran rumah galeri miliknya
pada hari kemarin. Dan kemudian Milara beralih melihat ke jam dinding, karna
dirinya pada hari ini telah membuat janji dengan seseorang.
Dan tak berapa lama kemudian, ada
seseorang yang telah mengetuk pintu ruang kerjanya. Milara pun langsung berkata
memintanya untuk segera memasuki ke dalam ruangannya, sehingga orang yang masih
berada di depan pintu ruangannya itupun mulai beralih tuk memasukinya.
Sementara Milara masih fokus pada pekerjaannya tadi, lalu mencoba melihat ke
seseorang itu akan berkata menanyakan.
“Bagaimana dengan pengerjaanmu
yang telah membantuku memeriksa proposal antar kerjasama….?”, Milara berkata
dengan bernada yakin lalu menjadi terputus. Sebab seseorang itu adalah Nil Ra,
bukan Negara yang sudah diharapkannya datang tuk menepati janji. Nil Ra pun
akan memberi jawaban yang tepat tentang Negara padanya. “Sudah selesai. Pak
Negara sangat mendukung.”, jawabnya sambil memberikan proposal yang telah
dimaksud oleh Milara.
Nil Ra begitu memandanginya biasa,
sedangkan Milara menjadi menatap tanya mengapa Negara bisa menggantikan
kedatangannya tuk menepati janji dengan mendatangkan Nil Ra sebagai pengganti.
“Tugas saya dalam menjalani perintah dari pak Negara sudah selesai. Bagaimana
kalau anda mengijinkan saya untuk pergi.”, permisi Nil Ra berharap untuk dapat
pergi segera. Milara memberi senyuman kecil disertai tatapan aneh, “Silahkan”,
sahutnya mempersilahkan Nil Ra untuk pergi.
Dan Nil Ra pun langsung berbalik
pergi, berjalan perlahan memakai gaya sedikit kewibawaan. Namun saat ketika
sudah berjalan di luar ruang kerja dari Milara, Nil Ra berjalan cepat karna
merasa asing terhadap lingkungan dalam rumah galeri tersebut.
Ketika sore menjelang senja. . . .
Firlana sedang berada ditengah
jalanan ibu kota menuju ke jalan pulang rumahnya. Namun ketika masih berada
ditengah perjalanan, motor yang sedang dikendarai olehnya mendadak mogok. Dan
Firlana pun terpaksa berhenti ditengah ramainya kendaraan yang melintas.
“Tuhan, hikmah apa yang akan aku dapatkan? Semoga diriku tidak terancam karna
kendaraan yang melintas sangat ramai.”, bisiknya dihati mencoba menghidupkan
mesin motornya.
Lalu secara tiba-tiba,
pandangannya sedang terpandang pada sebuah hotel yang terletak dipinggir jalan.
Dan tiada disangkanya, ia melihat Dilara yang sedang berdiri bersama seorang
wanita di lobby hotel tersebut. “Dilara?”, gumam tanya dihatinya mulai menatapi
secara jelas walaupun tidak secara dekat. Setelah memahami kalau apa yang
sedang ditatapinya secara jelas itu adalah Dilara, Firlana pun mencoba
menghidupkan mesin motornya kembali dan alhasil motornya hidup kembali.
“Ya, dapat aku akui. Ada dua
hikmah yang telah aku terima. Pertama, aku dapat temukan keberadaan Dilara.
Kedua, motor yang sedang aku kendarai telah kembali hidup. Rumahku, tempat
kesendirianku. Aku segera pulang.”, bisiknya berucap syukur lalu menggaspol
motornya meninggalkan Dilara yang baru saja ia temukan keberadaannya walau sebentar
saja.
Malam harinya. . . .
Firlana sedang berada dijalanan
ibu kota kembali, ia berniat mengajak Dilara untuk pulang di tempat yang tadi.
Namun ketika ia telah sampai di tempat itu, hotel. Ia menemukan kabar kalau
Dilara telah melakukan check-out, kepada seorang wanita yang telah berbicara
dengan Dilara pada sore menjelang senja tadi. “Saya kira, dengan saya yang
tidak sengaja bertemu anda. Saya dapat mengajak sahabat saya pulang. Terimakasih
sebelumnya.”.Keluh Firlana mengucap terimakasih diakhir.
Lalu beralih pergi meninggalkan
membawa sedikit sesal. Sedangkan seorang wanita itu memandanginya turut
memaklumi.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Malam telah berlalu, digantikan pagi
yang mungkin akan menimbulkan semangat baru. Bagi siapa saja yang sudah
terbangun dari keterjagaan pada tidur malamnya. Namun, apakah semangat baru itu
berlaku pada Firlana. Firlana yang kini sedang melakukan sarapan roti berselai
cokelat kesukaannya. Diwaktu yang masih pagi, ia sudah mengalami keterjagaan
dalam tidurnya penuh. Namun ketika baru saja terbangun tadi sebelum memutuskan
untuk pergi mandi menyegarkan tubuhnya.
Mendadak ia teringat telah
kehilangan tentang keberadaan dari Dilara. Bahkan ia telah menilai bahwa
dirinya sendiri sudah gagal tuk membawa Dilara pulang ke dalam kehangatan
keluarganya kembali. Dan berkat apa yang sudah menjadi bebannya itu, ia
mensisakan sedikit rotinya lalu beralih pergi segera tuk bekerja di rumah
galeri “MILARATIONIC”. Dari sikapnya demikian, ia telah menunjukkan dirinya
sedang tidak bersemangat dalam mengawali harinya.
Beralih ke rumah kediaman Dilara,
ibu dari Dilara sedang berdiri di teras depan rumah. Setelah melihat ayah dari
Dilara pergi dengan mobil kendaraannya karna segera akan bekerja. Ibunya sedang
merindukan dirinya, putri semata wayangnya yang tak kunjung pulang ke istana
mereka. “Tuhan, jangan tunda seseorang yang kau jadikan perantara tuk menemukan
putriku. Kembalikan putriku pada kami. Rumah ini begitu suram tanpa
kehadirannya disini.”, bisik ibunya haru dihati berautkan wajah pesimis.
Sore harinya. . . .
Di taman bermain tempat biasa
Dilara berkunjung, baru tertampak Dilara sedang berjalan-jalan seorang diri di dalamnya.
Wajahnya gelisah, mulai berpikir sampai kapan ia akan bertahan hidup di luar
rumah seperti sekarang ini. “Aku rindu mamah. Aku rindu papah. Tetapi aku masih
tidak bisa melupakan tentang perjodohan itu.”, bisiknya kecil mengungkap
gelisah. Bahkan kini wajahnya memerah tampak seperti seorang yang akan
kehabisan daya hidupnya.
Sementara dibaliknya di kejauhan,
ada langkah kaki yang baru saja mengetahui keberadaan langkah kaki dari dirinya.
Dan mulai mencoba mengikuti langkah kaki dari dirinya. Kembali pada Dilara,
dirinya kini masih berjalan-jalan sendiri. Sedang melihat-lihat pemandangan
disekitar namun hatinya terasa kosong. Sebab merasa kalau dirinya tidak bisa
terus berada di luar rumah kediamannya seperti ini. “Kira-kira kalau misalnya
aku pulang, papah akan mencabut rencana perjodohan itu?”, gumamnya.
Lalu menjadi berhenti sembari
berbalik kebelakang, “Apaaa?”, gumamnya lagi seketika melihat Negara telah
berhenti tak jauh melihat padanya. Terbesit pada dirinya kalau Negara telah
mengetahui tentang kepergiannya dari rumah, memilih beralih pergi dengan
berlari kecil demi menghindari Negara. Dan Negara pun beralih juga tuk mengejar
Dilara yang mencoba kabur darinya. Keduanya kini saling kejar-kejaran, Dilara
berlari berusaha menghindari sementara Negara berusaha tuk menghampiri.
Hingga pada beberapa saat
kemudian, Dilara memilih tuk memanjati pohon yang tergantung rumah pohon dengan
menaiki anak tangga di pohon itu. Sementara Negara berhasil menghampirinya
walaupun harus berdiri di bawah rumah pohon yang tergantung itu. “Apakah diriku
begitu sangat menakutkan dirimu?”, tanya Negara menyapa mengeraskan sedikit
suaranya. Sebab Dilara bersembunyi dibalik pagar pembatas rumah pohon yang
tergantung itu.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
“Hey, kita jarang sekali bertemu!
Tentu tidak ada masalah yang belum terselesaikan di antara kita berdua bukan?”,
sambung lagi Negara kali ini menegaskan. Dilara sudah mendengarnya, lalu baru
menampakkan dirinya dibalik pagar pembatas rumah pohon yang tergantung itu
kepada Negara. Melihat Negara berautkan wajah cemas bertanya-tanya. “Aku tidak
akan pulang sebelum kau ikut pulang bersamaku.”, Negara memberi ancaman halus
berbicara tentang dirinya sendiri serta diri Dilara.
Dilara menggeleng masih teguh pada
pendiriannya. Negara baru tersadar kalau apa yang sudah dikatakannya tadi akan
gagal membawa Dilara pulang kembali ke rumah keluarganya. “Eeeemb, kalau
begitu? Temani aku jalan-jalan saja, bukankah lebih baik kita berteman sekarang
sambil memanfaatkan waktu yang ada?”, ajak Negara mulai membujuknya. Dilara
sekilas mengingat Firlana yang sering menghabiskan waktu bersama bila ada
kesempatan.
“Iya, aku mau menemanimu. Tapi ada
satu syarat, kau jangan membawaku pulang. Karna, aku masih betah bermain di taman
bermain ini.”, Dilara baru memulai katanya dengan menerima ajakkan dari Negara.
Lalu mulai beralih tuk menuruni anak tangga dari rumah pohon yang tergantung
itu. Negara menjadi menghelakan nafasnya lega, sebab Dilara telah masuk dalam
bujuk kecurangannya. Dan kini ia melihat Dilara telah usai menuruni anak tangga
sedang berjalan mendekatinya.
“Memangnya kemana arah yang mau
kamu tuju?”, tanya Dilara melihat sedikit penasaran. Negara memberi senyum
sedikit menggoda Dilara berkata, “Ikuti saja.”. Lalu melangkah lebih dulu ke arah
kanan dan disusul Dilara yang memilih berjalan dibelakangnya. Gaya jalan mereka
berdua seperti gaya jalan kereta api, tidak ada langkahnya yang berlomba tuk
mendahulukan melainkan berjalan bersama walaupun tidak secara bersebelahan.
Dan kini mereka berdua berhenti di
sebuah tempat khusus pedagang kaki lima, keduanya sedang membeli ice cream
dengan Negara yang sebagai pembayarnya. “Ih, cowo kok suka rasa strawberry
sih?”, ejek kecil Dilara melihat ke Negara yang sedang mencicipi ice creamnya.
“Yaudah ayo, tukar saja ice creamnya!”, balas Negara mengajak menukar ice cream
milik mereka berdua. Dilara menjadi kaget memilih berjalan pergi mencoba
meninggalkan.
Dan Negara terpaksa harus
mengikutinya lagi demi rencananya.
Sementara disuatu tempat yang lain. . . .
Di taman bermain yang sama, Firlana sedang
melakukan tugasnya memotret pemandangan di suatu tempat yang lain bersama
beberapa orang temannya. Firlana bersama mereka sedang menikmati kebebasan
dalam memotret, berlomba mencari objek yang menarik perhatian masing-masing.
Disaat asiknya mereka sedang memotret objeknya secara masing-masing, Firlana
seorang saja yang berhenti dari memotretnya karna objek telah berwujudkan lain.
Tadinya ia telah mencoba fokus tuk
memotret sebuah pohon beringin, tiba-tiba saja ada sosok Dilara yang melintasi
pohon beringin tersebut. Dan keduanya pun kini saling berpandangan di kejauhan.
Firlana sedang melihat padanya tajam memperjelas pandangannya. Sedangkan Dilara
yang sudah semakin menyadari kalau yang sedang dilihatnya itu adalah Firlana.
Langsung beralih dengan berbalik arah, berlari kecil.
Firlana pun menjadi reflek
melangkah beberapa langkah kedepan tuk mengejarnya, namun tiba-tiba saja teringat
pada tulisan dari Dilara dalam suratnya kemarin. Bila ada yang mencoba mencari
dirinya, maka dirinya akan menjauh. “Semoga Tuhan cepat mendatangkan orang yang
akan membawamu kembali ke rumah keluargamu.”, bisik Firlana serta
mendo’akannya. Lalu beralih menjalani pemotretannya lagi.
Beralih pada Negara. . . .
Negara sedang duduk santai di bangku
taman, di depan danau yang airnya mengalir tenang. Ia sedang menunggu Dilara
yang belum melewati jalan yang sedang didiaminya. Negara memilih untuk duduk
santai saja, sebab mengetahui kalau Dilara menuju ke jalan buntu di dalam taman
bermain tersebut. Tepatnya lagi jalan buntu yang sudah diketahui oleh Negara
adalah tempat dimana Firlana dan beberapa orang temannya sedang melakukan
pemotretan.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar