Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #15

Esok paginya di rumah galeri “MILARATIONIC”. Milara sedang mempelajari beberapa dokumen penting dari beberapa perusahaan lain yang menawarkan tuk dapat bekerjasama dengan rumah galeri miliknya. Di dalam ruang kerjanya sendiri. Penawaran kerjasama mulai berdatangan padanya, ketika baru usai melakukan pameran rumah galeri miliknya pada hari kemarin. Dan kemudian Milara beralih melihat ke jam dinding, karna dirinya pada hari ini telah membuat janji dengan seseorang.
Dan tak berapa lama kemudian, ada seseorang yang telah mengetuk pintu ruang kerjanya. Milara pun langsung berkata memintanya untuk segera memasuki ke dalam ruangannya, sehingga orang yang masih berada di depan pintu ruangannya itupun mulai beralih tuk memasukinya. Sementara Milara masih fokus pada pekerjaannya tadi, lalu mencoba melihat ke seseorang itu akan berkata menanyakan.
“Bagaimana dengan pengerjaanmu yang telah membantuku memeriksa proposal antar kerjasama….?”, Milara berkata dengan bernada yakin lalu menjadi terputus. Sebab seseorang itu adalah Nil Ra, bukan Negara yang sudah diharapkannya datang tuk menepati janji. Nil Ra pun akan memberi jawaban yang tepat tentang Negara padanya. “Sudah selesai. Pak Negara sangat mendukung.”, jawabnya sambil memberikan proposal yang telah dimaksud oleh Milara.
Nil Ra begitu memandanginya biasa, sedangkan Milara menjadi menatap tanya mengapa Negara bisa menggantikan kedatangannya tuk menepati janji dengan mendatangkan Nil Ra sebagai pengganti. “Tugas saya dalam menjalani perintah dari pak Negara sudah selesai. Bagaimana kalau anda mengijinkan saya untuk pergi.”, permisi Nil Ra berharap untuk dapat pergi segera. Milara memberi senyuman kecil disertai tatapan aneh, “Silahkan”, sahutnya mempersilahkan Nil Ra untuk pergi.
Dan Nil Ra pun langsung berbalik pergi, berjalan perlahan memakai gaya sedikit kewibawaan. Namun saat ketika sudah berjalan di luar ruang kerja dari Milara, Nil Ra berjalan cepat karna merasa asing terhadap lingkungan dalam rumah galeri tersebut.

Ketika sore menjelang senja. . . .

Firlana sedang berada ditengah jalanan ibu kota menuju ke jalan pulang rumahnya. Namun ketika masih berada ditengah perjalanan, motor yang sedang dikendarai olehnya mendadak mogok. Dan Firlana pun terpaksa berhenti ditengah ramainya kendaraan yang melintas. “Tuhan, hikmah apa yang akan aku dapatkan? Semoga diriku tidak terancam karna kendaraan yang melintas sangat ramai.”, bisiknya dihati mencoba menghidupkan mesin motornya.
Lalu secara tiba-tiba, pandangannya sedang terpandang pada sebuah hotel yang terletak dipinggir jalan. Dan tiada disangkanya, ia melihat Dilara yang sedang berdiri bersama seorang wanita di lobby hotel tersebut. “Dilara?”, gumam tanya dihatinya mulai menatapi secara jelas walaupun tidak secara dekat. Setelah memahami kalau apa yang sedang ditatapinya secara jelas itu adalah Dilara, Firlana pun mencoba menghidupkan mesin motornya kembali dan alhasil motornya hidup kembali.
“Ya, dapat aku akui. Ada dua hikmah yang telah aku terima. Pertama, aku dapat temukan keberadaan Dilara. Kedua, motor yang sedang aku kendarai telah kembali hidup. Rumahku, tempat kesendirianku. Aku segera pulang.”, bisiknya berucap syukur lalu menggaspol motornya meninggalkan Dilara yang baru saja ia temukan keberadaannya walau sebentar saja.

Malam harinya. . . .

Firlana sedang berada dijalanan ibu kota kembali, ia berniat mengajak Dilara untuk pulang di tempat yang tadi. Namun ketika ia telah sampai di tempat itu, hotel. Ia menemukan kabar kalau Dilara telah melakukan check-out, kepada seorang wanita yang telah berbicara dengan Dilara pada sore menjelang senja tadi. “Saya kira, dengan saya yang tidak sengaja bertemu anda. Saya dapat mengajak sahabat saya pulang. Terimakasih sebelumnya.”.Keluh Firlana mengucap terimakasih diakhir.
Lalu beralih pergi meninggalkan membawa sedikit sesal. Sedangkan seorang wanita itu memandanginya turut memaklumi.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Malam telah berlalu, digantikan pagi yang mungkin akan menimbulkan semangat baru. Bagi siapa saja yang sudah terbangun dari keterjagaan pada tidur malamnya. Namun, apakah semangat baru itu berlaku pada Firlana. Firlana yang kini sedang melakukan sarapan roti berselai cokelat kesukaannya. Diwaktu yang masih pagi, ia sudah mengalami keterjagaan dalam tidurnya penuh. Namun ketika baru saja terbangun tadi sebelum memutuskan untuk pergi mandi menyegarkan tubuhnya.
Mendadak ia teringat telah kehilangan tentang keberadaan dari Dilara. Bahkan ia telah menilai bahwa dirinya sendiri sudah gagal tuk membawa Dilara pulang ke dalam kehangatan keluarganya kembali. Dan berkat apa yang sudah menjadi bebannya itu, ia mensisakan sedikit rotinya lalu beralih pergi segera tuk bekerja di rumah galeri “MILARATIONIC”. Dari sikapnya demikian, ia telah menunjukkan dirinya sedang tidak bersemangat dalam mengawali harinya.
Beralih ke rumah kediaman Dilara, ibu dari Dilara sedang berdiri di teras depan rumah. Setelah melihat ayah dari Dilara pergi dengan mobil kendaraannya karna segera akan bekerja. Ibunya sedang merindukan dirinya, putri semata wayangnya yang tak kunjung pulang ke istana mereka. “Tuhan, jangan tunda seseorang yang kau jadikan perantara tuk menemukan putriku. Kembalikan putriku pada kami. Rumah ini begitu suram tanpa kehadirannya disini.”, bisik ibunya haru dihati berautkan wajah pesimis.

Sore harinya. . . .

Di taman bermain tempat biasa Dilara berkunjung, baru tertampak Dilara sedang berjalan-jalan seorang diri di dalamnya. Wajahnya gelisah, mulai berpikir sampai kapan ia akan bertahan hidup di luar rumah seperti sekarang ini. “Aku rindu mamah. Aku rindu papah. Tetapi aku masih tidak bisa melupakan tentang perjodohan itu.”, bisiknya kecil mengungkap gelisah. Bahkan kini wajahnya memerah tampak seperti seorang yang akan kehabisan daya hidupnya.
Sementara dibaliknya di kejauhan, ada langkah kaki yang baru saja mengetahui keberadaan langkah kaki dari dirinya. Dan mulai mencoba mengikuti langkah kaki dari dirinya. Kembali pada Dilara, dirinya kini masih berjalan-jalan sendiri. Sedang melihat-lihat pemandangan disekitar namun hatinya terasa kosong. Sebab merasa kalau dirinya tidak bisa terus berada di luar rumah kediamannya seperti ini. “Kira-kira kalau misalnya aku pulang, papah akan mencabut rencana perjodohan itu?”, gumamnya.
Lalu menjadi berhenti sembari berbalik kebelakang, “Apaaa?”, gumamnya lagi seketika melihat Negara telah berhenti tak jauh melihat padanya. Terbesit pada dirinya kalau Negara telah mengetahui tentang kepergiannya dari rumah, memilih beralih pergi dengan berlari kecil demi menghindari Negara. Dan Negara pun beralih juga tuk mengejar Dilara yang mencoba kabur darinya. Keduanya kini saling kejar-kejaran, Dilara berlari berusaha menghindari sementara Negara berusaha tuk menghampiri.
Hingga pada beberapa saat kemudian, Dilara memilih tuk memanjati pohon yang tergantung rumah pohon dengan menaiki anak tangga di pohon itu. Sementara Negara berhasil menghampirinya walaupun harus berdiri di bawah rumah pohon yang tergantung itu. “Apakah diriku begitu sangat menakutkan dirimu?”, tanya Negara menyapa mengeraskan sedikit suaranya. Sebab Dilara bersembunyi dibalik pagar pembatas rumah pohon yang tergantung itu.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

“Hey, kita jarang sekali bertemu! Tentu tidak ada masalah yang belum terselesaikan di antara kita berdua bukan?”, sambung lagi Negara kali ini menegaskan. Dilara sudah mendengarnya, lalu baru menampakkan dirinya dibalik pagar pembatas rumah pohon yang tergantung itu kepada Negara. Melihat Negara berautkan wajah cemas bertanya-tanya. “Aku tidak akan pulang sebelum kau ikut pulang bersamaku.”, Negara memberi ancaman halus berbicara tentang dirinya sendiri serta diri Dilara.
Dilara menggeleng masih teguh pada pendiriannya. Negara baru tersadar kalau apa yang sudah dikatakannya tadi akan gagal membawa Dilara pulang kembali ke rumah keluarganya. “Eeeemb, kalau begitu? Temani aku jalan-jalan saja, bukankah lebih baik kita berteman sekarang sambil memanfaatkan waktu yang ada?”, ajak Negara mulai membujuknya. Dilara sekilas mengingat Firlana yang sering menghabiskan waktu bersama bila ada kesempatan.
“Iya, aku mau menemanimu. Tapi ada satu syarat, kau jangan membawaku pulang. Karna, aku masih betah bermain di taman bermain ini.”, Dilara baru memulai katanya dengan menerima ajakkan dari Negara. Lalu mulai beralih tuk menuruni anak tangga dari rumah pohon yang tergantung itu. Negara menjadi menghelakan nafasnya lega, sebab Dilara telah masuk dalam bujuk kecurangannya. Dan kini ia melihat Dilara telah usai menuruni anak tangga sedang berjalan mendekatinya.
“Memangnya kemana arah yang mau kamu tuju?”, tanya Dilara melihat sedikit penasaran. Negara memberi senyum sedikit menggoda Dilara berkata, “Ikuti saja.”. Lalu melangkah lebih dulu ke arah kanan dan disusul Dilara yang memilih berjalan dibelakangnya. Gaya jalan mereka berdua seperti gaya jalan kereta api, tidak ada langkahnya yang berlomba tuk mendahulukan melainkan berjalan bersama walaupun tidak secara bersebelahan.
Dan kini mereka berdua berhenti di sebuah tempat khusus pedagang kaki lima, keduanya sedang membeli ice cream dengan Negara yang sebagai pembayarnya. “Ih, cowo kok suka rasa strawberry sih?”, ejek kecil Dilara melihat ke Negara yang sedang mencicipi ice creamnya. “Yaudah ayo, tukar saja ice creamnya!”, balas Negara mengajak menukar ice cream milik mereka berdua. Dilara menjadi kaget memilih berjalan pergi mencoba meninggalkan.
Dan Negara terpaksa harus mengikutinya lagi demi rencananya.

Sementara disuatu tempat yang lain. . . .

 Di taman bermain yang sama, Firlana sedang melakukan tugasnya memotret pemandangan di suatu tempat yang lain bersama beberapa orang temannya. Firlana bersama mereka sedang menikmati kebebasan dalam memotret, berlomba mencari objek yang menarik perhatian masing-masing. Disaat asiknya mereka sedang memotret objeknya secara masing-masing, Firlana seorang saja yang berhenti dari memotretnya karna objek telah berwujudkan lain.
Tadinya ia telah mencoba fokus tuk memotret sebuah pohon beringin, tiba-tiba saja ada sosok Dilara yang melintasi pohon beringin tersebut. Dan keduanya pun kini saling berpandangan di kejauhan. Firlana sedang melihat padanya tajam memperjelas pandangannya. Sedangkan Dilara yang sudah semakin menyadari kalau yang sedang dilihatnya itu adalah Firlana. Langsung beralih dengan berbalik arah, berlari kecil.
Firlana pun menjadi reflek melangkah beberapa langkah kedepan tuk mengejarnya, namun tiba-tiba saja teringat pada tulisan dari Dilara dalam suratnya kemarin. Bila ada yang mencoba mencari dirinya, maka dirinya akan menjauh. “Semoga Tuhan cepat mendatangkan orang yang akan membawamu kembali ke rumah keluargamu.”, bisik Firlana serta mendo’akannya. Lalu beralih menjalani pemotretannya lagi.

Beralih pada Negara. . . .

Negara sedang duduk santai di bangku taman, di depan danau yang airnya mengalir tenang. Ia sedang menunggu Dilara yang belum melewati jalan yang sedang didiaminya. Negara memilih untuk duduk santai saja, sebab mengetahui kalau Dilara menuju ke jalan buntu di dalam taman bermain tersebut. Tepatnya lagi jalan buntu yang sudah diketahui oleh Negara adalah tempat dimana Firlana dan beberapa orang temannya sedang melakukan pemotretan.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar