Malam telah datang, di rumah
kediamannya sendiri Dilara sedang melakukan makan malam bersama keluarganya. Bersama
ayah dan ibunya. Di tengah mereka bertiga sedang melakukan makan malam bersama,
ibunya bercerita kalau Negara sangat menyukai makanan sayur asam buatan dari
ibunya. Dilara yang menyimak bersikap biasa saja fokus ke makanannya, sengaja
bersikap cuek. Sebab sudah mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh Negara.
Namun ketika ibunya menyambung
ceritanya yang terakhir, jikalau Negara telah meminta untuk dibuatkan makanan
sayur asam lagi dari ibunya. Dilara menjadi tersedak menatapi kaget ibunya,
terlebih lagi jika pada hari esok ibunya meminta dirinya untuk mengantarkan
makanan sayur asam ke kantor Negara lagi. “Apa? Mama? Cukup sekali saja dia
menolak sayur asam persembahan dari mama?”, tanya Dilara secara langsung
menegaskan.
“Setidaknya dia sudah mecicipinya
bukan? Negara juga sudah bercerita kok, kalau dia terpaksa tidak
menghabiskannya seolah terlihat menolak karna perbuatanmu Dilara.”, ibunya
menceritakan lagi secara keseluruhan melihat biasa namun telah sedikit mencoba
membujuk Dilara. Dilara pun menunjukkan wajah tidak suka kembali fokus ke
makanannya, sengaja bersikap cuek lagi. Sedangkan ayahnya yang telah melihat
dirinya hanya tersenyum menggeleng.
“Pokoknya, pada esok hari aku
harus bisa mengerjainya”, gumam Dilara di hati, kesal. Sebab telah merasa
dendam, walaupun hanya sedikit saja.
Esok harinya. . . .
Terpaksa Dilara kembali menemui
Negara di kantor yang sama. Dilara sudah berada di dalam gedung kantor yang
sama, kali ini ia akan memasuki ruang kerja dari Negara tanpa mengetuk pintu lebih
dulu. Sebab rasa kesalnya semakin memuncak ketika langkahnya sudah mendekati
ruang kerja dari Negara. Sementara Negara di dalam ruang kerjanya sendiri,
sedang duduk bersandar di kursi kerjanya sambil mempelajari file yang akan di
pergunakannya pada rapat pada jam satu siang nanti.
Kemudian secara tidak sengaja ia terpandang
ke pintu ruangannya yang telah di buka oleh Dilara yang sedang membawa sebuah
wadah makanan. “Waw, makanan pesananku telah datang.”, Negara menyapa dengan
mencoba mengejek. Beralih ke posisi duduk yang tegak terbangun dari sandaran di
kursi kerjanya. Sedangkan Dilara baru saja duduk di kursi, di depan meja
kerjanya, meletakkan sebuah wadah makanan tersebut di meja kerja darinya.
“Waktu jam makan siang empat jam
lagi. Bagaimana bisa kamu berharap dapat memakannya sekarang, baapaak!!!”,
Dilara mengingatkan menatap begitu tegas. Membalas perbuatan Negara di hari
kemarin. Negara menjadi tersenyum lepas akan menagtakan sesuatu yang seperti
mencoba menentang Dilara. “Bagaimana kalau kita bermain saja? Jika kau izinkan,
maka aku akan menghabiskan sayur asam ini sekarang juga! Sungguh, kali ini aku
tidak akan bermain-main.”, katanya berwajahkan bermain-main.
Dilara pun memberi senyum menerima
kata dari yang seperti menentang dirinya saja, menatap Negara mempersilahkan
untuk cepat menghabiskan makanan di wadah tersebut dengan lahapnya. “Jika kau
menyerah, maka akan ada sebuah hukuman dariku untukmu!”, Dilara membalas kata
darinya dengan menentangnya juga. Dan sebuah permainan sedikit sengitpun mulai
terjadi pada keduanya. Selama Negara berusaha menghabiskan makanannya, Dilara
memilih sibuk memainkan ponselnya.
Selang
beberapa menit berjalan, Negara pun berhasil menghabiskan makanannya. Dilara
baru saja melihat padanya sedikit tercengang. “Aku berhasil, Dilara.”, ungkap
Negara berwajahkan senang melihat padanya. Dilara masih melihat padanya sedikit
tercengang mencoba beralih melihat ke wadah makanannya yang benar-benar bersih.
“Negara? Kamu emang doyan? Atau lapar banget?”, tanya Dilara merasa bingung
mempertanyakan melihat lagi ke Negara.
“Alasannya sangat simple. Aku
tidak terlalu banyak makan, saat sedang melakukan sarapan pagi di rumah
kediamanku bersama keluarga besarku tadi!”, Negara memberitahukan yang
merupakan sebuah kesiapannya tuk membayar janjinya. Janjinya akan menghabiskan
makanan tersebut. Dilara mulai hening menatapinya merasa tidak percaya.
Kemudian mereka akan saling berbicara setelah tak lama keheningan mereka
nikmati.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
“Sebagai puncak dari
keberhasilanku. Bolehkah aku meminta sesuatu darimu?”, tanya Negara sedikit
membuat Dilara gugup.
“silahkan, akan tetapi bukan
berarti bisa dapat aku terima secara langsung! Katakan saja!”, Dilara
mempersilahkannya seperti memberi syarat masih gugup. Negara mengamati
perkataannya sejenak.
Dan Negara mengatakan, Dilara
harus bersedia untuk pergi bersamanya jika pada suatu saat nanti ia telah
mengajaknya untuk pergi bersama. Entah waktunya kapan, tetapi itulah permintaan
dari Negara kepada Dilara. Dan Dilara mengangguk memberi senyum, sebab mengira
bahwa permintaan dari Negara tidaklah begitu rumit untuk segera di wujudkan.
Lalu mereka berdua saling bertukar kontak, agar bisa saling menghubungi bila
sudah tiba saatnya Negara akan segera mengajaknya untuk pergi bersama.
Usainya saling bertukar kontak,
Dilara pun berkata pamit untuk beralih pulang segera ke rumah kediamannya. Kata
pamitnya, “Kalau begitu, saya permisi beralih untuk pulang. Terimakasih, karna
anda telah membuat saya merasa senang.”, dengan menunjukkan wadah makanannya
yang kosong. Negara memberi senyum cool mengatakan, “Terimakasih balik dariku,
Dilara”. Negara menatapnya percaya diri, sedang Dilara mulai menatapnya malu
lalu berbalik melangkah ketika baru terbangun dari duduknya.
Dilara mulai menatap malu pada
Negara , karna merasa ada pesona yang telah ditunjukkan oleh Negara. Sementara
Negara bersikap biasa saja, hanya sedikit tidak sengaja telah mencoba memberi
godaan pada Dilara. Pertemuan, kebersamaan mereka berdua telah berakhir. Namun
Dilara yang sudah berada di lobby kantor tersebut, menjadi bertanya sendiri
sebab baru merasa telah dikerjai oleh Negara, baru saja terpikirkan olehnya.
Pikirnya lagi, seharusnya dirinyalah yang mengerjai Negara.
Sebab sewaktu Dilara masih berada
di rumah kediamannya, tepatnya di malam hari. Dilara telah berniat tuk
mengerjai Negara di kantornya. Eh, ternyata yang sudah terjadi malah terbalik.
Sore hari pun tiba. . . .
Negara yang sudah berada di rumah
kediamannya, bahkan sudah membersihkan tubuhnya dengan mandi melepaskan rasa
gerah nan penat sehabis bekerja di kantor perusahaan milik keluarganya sendiri.
Kini ia sedang berjalan menuju ke ruang keluarga, segera menghampiri ibu serta
kedua kakaknya yang sedang membuat topi rajut. Dan begitu langkahnya sudah
memasuki ruang keluarga, ibu serta kedua kakaknya bersama melihat padanya yang
kini baru saja duduk disamping ibunya.
Kedua kakaknya pun kembali pada
pengerjaannya merajut topi, duduk secara bersebelahan. Sedangkan ibunya
berhenti dari merajut topi melihat diam ke putranya itu, Negara. Negara yang
sudah melihat ibunya, akan bercurah sesuatu. Sesuatu yang telah terjadi pada
pagi tadi saat dirinya sudah berada di ruang kerja, kantor perusahaan milik
keluarganya. “Bun, Negara sudah berhasil memulai pertemanan dengan seorang
gadis.”, curahnya permisi melihat biasa namun mengajak serius.
Ibunya menyahut sembari
mempertanyakan, “Apakah Milara lagi, sepertinya kamu baru saja berbaikan
dengannya usai berantem?”. Negara menjadi terkejut lalu menggeleng. Kedua
kakaknya menyambung serentak, “Sakura lagi, ya….?”, sambil mengejek melihat ke
Negara. Negara pun melihat ke kedua kakaknya, menggeleng lagi. Kakaknya yang
bernama New Delhi mulai berkata memancingnya, akan disambung dengan kakaknya
yang bernama Nigeria.
“Apakah, sudah ada seorang gadis
yang telah mampu mengalihkan duniamu dari dunia animasi?”, tanya kakaknya New
Delhi memancingnya untuk menceritakan nama dari seorang gadis yang telah di
maksud oleh adiknya itu. sambung kakaknya yang bernama Nigeria, “Mungkin kini
sudah saatnya kau harus berhenti menyukai Sakura?! Bukankah masih ada sosok
wanita yang sedang kau sukai?”, semakin memancingnya untuk berbicara segera.
Negara memilih berdiam sejenak
melihat keduanya. Lalu didengarnya ibunya menyambung, “Jangan-jangan, kau sudah
merasakan ada sebuah cinta antara dirimu dan Milara?”, katanya memberi sindiran
membuat Negara melihat padanya berwajahkan gugup. Negara pun akan memulai tuk
bercurah, dan mereka berempat akan saling berbicara.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
“Milara hanya temanku, bundua! Aku
sangat resah ketika mendengar bunda mengatakan hal itu! seorang gadis yang
telah aku maksudkan, adalah Dilara!”, sanggah Negara memberitahukan nama
seorang gadis yang telah dimaksudkannya tadi.
“Dilara? Gadis yang telah
dijodohkan padamu….?”, kakaknya bernama New Delhi bertanya kaget kepadanya.
Sambung kakaknya bernama Nigeria memotong.
“Semoga kalian berdua bisa
berteman sehidup semati pada akhirnya.”, kakaknya bernama Nigeria mengucap doa
pegharapannya melihat haru kepada adiknya itu.
Negara memilih diam, hening
melihat kedua kakaknya setelah mendengar tanya juga sebuah ucapan doa
pengharapan dari kedua kakaknya. Lalu menetap melihat ke ibunya. “Bunda,
sepertinya mereka berdua mulai penasaran dengan kami? Antara aku dan Dilara.”,
Negara berkeluh menatap lemas. Dan ibunya menyambung menatap kasih padanya.
“Haruskah ibu mengundang Dilara beserta keluarganya untuk jamuan malam yang
mungkin akan ibu adakan di rumah kediaman kita?”, ibunya memancing.
Negara menggeleng mengisyaratkan
jangan dulu. Kedua kakaknya yang melihat dirinya menjadi tersenyum menahan
tawa. Begitupun ibunya yang mulai membelai rambut dari dirinya memberi senyum
kasih sayang. Tiba-tiba kakaknya bernama Nigeria mulai menggoda dirinya,
“Cieee, yang lagi dibelai rambutnya. Gak lama lagi bakal ada orang lain tuh
yang bakal belai-in rambut dari Negara.”. kakaknya bernama New Delhi
menertawainya.
Sedangkan Negara memilih bermanja
saja dengan ibunya sembari menunjukkannya pada kedua kakaknya. Dan ibunya
sesekali memberi cubitan gemas pada putra bungsunya itu namun masih bersikap
kasih sayang.
Di malam harinya. . . .
Negara sedang duduk bersama
ayahnya di ruang keluarga usainya makan malam berlalu. Negara bercerita kalau
asistennya telah meminta izin beberapa hari untuk tidak bekerja, karna ibu dari
asistennya itu sedang menderita sakit di kampung. Usainya bercerita, Negara
meminta pada ayahnya untuk segera mencarikan seorang asisten sementara untuknya
sendiri. Ayahnya pun akan menyahut, dan mereka berdua mulai saling berbicara.
“Tidak bisa secara spontan untuk
mencarikanmu seorang asisten sementara. Perlu terjeda beberapa hari bagi ayah
mencarikannya untukmu.”, sahut ayahnya menjelaskannya. Sudah menyetujui
permintaan dari putra bungsunya itu.
“Tidak apa, ayah. Bukankah
sekarang ayah sudah bersedia akan mencarikan aku seorang asisten sementara?”,
Negara berbahasa bijak bersikap lapang dada.
Ayahnya menjadi tertawa kecil lalu
mengatakan, “Tentu saja”. Negara yang sudah mendengarnya ikut menjadi tertawa
kecil. Namun daripada apa yang telah dikatakan oleh ayahnya, terbesit pada
pemikiran ayahnya akan meminta Dilara tuk menjadi seorang asisten sementara
dari putra bungsunnya itu. Dan Negara tidak mengetahui pemikiran dari ayahnya,
sebab ayahnya tidak membagi pada dirinya.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar