Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #28

Malam telah datang, di rumah kediamannya sendiri Dilara sedang melakukan makan malam bersama keluarganya. Bersama ayah dan ibunya. Di tengah mereka bertiga sedang melakukan makan malam bersama, ibunya bercerita kalau Negara sangat menyukai makanan sayur asam buatan dari ibunya. Dilara yang menyimak bersikap biasa saja fokus ke makanannya, sengaja bersikap cuek. Sebab sudah mengetahui apa yang sudah dilakukan oleh Negara.
Namun ketika ibunya menyambung ceritanya yang terakhir, jikalau Negara telah meminta untuk dibuatkan makanan sayur asam lagi dari ibunya. Dilara menjadi tersedak menatapi kaget ibunya, terlebih lagi jika pada hari esok ibunya meminta dirinya untuk mengantarkan makanan sayur asam ke kantor Negara lagi. “Apa? Mama? Cukup sekali saja dia menolak sayur asam persembahan dari mama?”, tanya Dilara secara langsung menegaskan.
“Setidaknya dia sudah mecicipinya bukan? Negara juga sudah bercerita kok, kalau dia terpaksa tidak menghabiskannya seolah terlihat menolak karna perbuatanmu Dilara.”, ibunya menceritakan lagi secara keseluruhan melihat biasa namun telah sedikit mencoba membujuk Dilara. Dilara pun menunjukkan wajah tidak suka kembali fokus ke makanannya, sengaja bersikap cuek lagi. Sedangkan ayahnya yang telah melihat dirinya hanya tersenyum menggeleng.
“Pokoknya, pada esok hari aku harus bisa mengerjainya”, gumam Dilara di hati, kesal. Sebab telah merasa dendam, walaupun hanya sedikit saja.

Esok harinya. . . .

Terpaksa Dilara kembali menemui Negara di kantor yang sama. Dilara sudah berada di dalam gedung kantor yang sama, kali ini ia akan memasuki ruang kerja dari Negara tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Sebab rasa kesalnya semakin memuncak ketika langkahnya sudah mendekati ruang kerja dari Negara. Sementara Negara di dalam ruang kerjanya sendiri, sedang duduk bersandar di kursi kerjanya sambil mempelajari file yang akan di pergunakannya pada rapat pada jam satu siang nanti.
Kemudian secara tidak sengaja ia terpandang ke pintu ruangannya yang telah di buka oleh Dilara yang sedang membawa sebuah wadah makanan. “Waw, makanan pesananku telah datang.”, Negara menyapa dengan mencoba mengejek. Beralih ke posisi duduk yang tegak terbangun dari sandaran di kursi kerjanya. Sedangkan Dilara baru saja duduk di kursi, di depan meja kerjanya, meletakkan sebuah wadah makanan tersebut di meja kerja darinya.
“Waktu jam makan siang empat jam lagi. Bagaimana bisa kamu berharap dapat memakannya sekarang, baapaak!!!”, Dilara mengingatkan menatap begitu tegas. Membalas perbuatan Negara di hari kemarin. Negara menjadi tersenyum lepas akan menagtakan sesuatu yang seperti mencoba menentang Dilara. “Bagaimana kalau kita bermain saja? Jika kau izinkan, maka aku akan menghabiskan sayur asam ini sekarang juga! Sungguh, kali ini aku tidak akan bermain-main.”, katanya berwajahkan bermain-main.
Dilara pun memberi senyum menerima kata dari yang seperti menentang dirinya saja, menatap Negara mempersilahkan untuk cepat menghabiskan makanan di wadah tersebut dengan lahapnya. “Jika kau menyerah, maka akan ada sebuah hukuman dariku untukmu!”, Dilara membalas kata darinya dengan menentangnya juga. Dan sebuah permainan sedikit sengitpun mulai terjadi pada keduanya. Selama Negara berusaha menghabiskan makanannya, Dilara memilih sibuk memainkan ponselnya.   
  Selang beberapa menit berjalan, Negara pun berhasil menghabiskan makanannya. Dilara baru saja melihat padanya sedikit tercengang. “Aku berhasil, Dilara.”, ungkap Negara berwajahkan senang melihat padanya. Dilara masih melihat padanya sedikit tercengang mencoba beralih melihat ke wadah makanannya yang benar-benar bersih. “Negara? Kamu emang doyan? Atau lapar banget?”, tanya Dilara merasa bingung mempertanyakan melihat lagi ke Negara.
“Alasannya sangat simple. Aku tidak terlalu banyak makan, saat sedang melakukan sarapan pagi di rumah kediamanku bersama keluarga besarku tadi!”, Negara memberitahukan yang merupakan sebuah kesiapannya tuk membayar janjinya. Janjinya akan menghabiskan makanan tersebut. Dilara mulai hening menatapinya merasa tidak percaya. Kemudian mereka akan saling berbicara setelah tak lama keheningan mereka nikmati.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

“Sebagai puncak dari keberhasilanku. Bolehkah aku meminta sesuatu darimu?”, tanya Negara sedikit membuat Dilara gugup.
“silahkan, akan tetapi bukan berarti bisa dapat aku terima secara langsung! Katakan saja!”, Dilara mempersilahkannya seperti memberi syarat masih gugup. Negara mengamati perkataannya sejenak.
Dan Negara mengatakan, Dilara harus bersedia untuk pergi bersamanya jika pada suatu saat nanti ia telah mengajaknya untuk pergi bersama. Entah waktunya kapan, tetapi itulah permintaan dari Negara kepada Dilara. Dan Dilara mengangguk memberi senyum, sebab mengira bahwa permintaan dari Negara tidaklah begitu rumit untuk segera di wujudkan. Lalu mereka berdua saling bertukar kontak, agar bisa saling menghubungi bila sudah tiba saatnya Negara akan segera mengajaknya untuk pergi bersama.
Usainya saling bertukar kontak, Dilara pun berkata pamit untuk beralih pulang segera ke rumah kediamannya. Kata pamitnya, “Kalau begitu, saya permisi beralih untuk pulang. Terimakasih, karna anda telah membuat saya merasa senang.”, dengan menunjukkan wadah makanannya yang kosong. Negara memberi senyum cool mengatakan, “Terimakasih balik dariku, Dilara”. Negara menatapnya percaya diri, sedang Dilara mulai menatapnya malu lalu berbalik melangkah ketika baru terbangun dari duduknya.
Dilara mulai menatap malu pada Negara , karna merasa ada pesona yang telah ditunjukkan oleh Negara. Sementara Negara bersikap biasa saja, hanya sedikit tidak sengaja telah mencoba memberi godaan pada Dilara. Pertemuan, kebersamaan mereka berdua telah berakhir. Namun Dilara yang sudah berada di lobby kantor tersebut, menjadi bertanya sendiri sebab baru merasa telah dikerjai oleh Negara, baru saja terpikirkan olehnya. Pikirnya lagi, seharusnya dirinyalah yang mengerjai Negara.
Sebab sewaktu Dilara masih berada di rumah kediamannya, tepatnya di malam hari. Dilara telah berniat tuk mengerjai Negara di kantornya. Eh, ternyata yang sudah terjadi malah terbalik.  

Sore hari pun tiba. . . .

Negara yang sudah berada di rumah kediamannya, bahkan sudah membersihkan tubuhnya dengan mandi melepaskan rasa gerah nan penat sehabis bekerja di kantor perusahaan milik keluarganya sendiri. Kini ia sedang berjalan menuju ke ruang keluarga, segera menghampiri ibu serta kedua kakaknya yang sedang membuat topi rajut. Dan begitu langkahnya sudah memasuki ruang keluarga, ibu serta kedua kakaknya bersama melihat padanya yang kini baru saja duduk disamping ibunya.
Kedua kakaknya pun kembali pada pengerjaannya merajut topi, duduk secara bersebelahan. Sedangkan ibunya berhenti dari merajut topi melihat diam ke putranya itu, Negara. Negara yang sudah melihat ibunya, akan bercurah sesuatu. Sesuatu yang telah terjadi pada pagi tadi saat dirinya sudah berada di ruang kerja, kantor perusahaan milik keluarganya. “Bun, Negara sudah berhasil memulai pertemanan dengan seorang gadis.”, curahnya permisi melihat biasa namun mengajak serius.
Ibunya menyahut sembari mempertanyakan, “Apakah Milara lagi, sepertinya kamu baru saja berbaikan dengannya usai berantem?”. Negara menjadi terkejut lalu menggeleng. Kedua kakaknya menyambung serentak, “Sakura lagi, ya….?”, sambil mengejek melihat ke Negara. Negara pun melihat ke kedua kakaknya, menggeleng lagi. Kakaknya yang bernama New Delhi mulai berkata memancingnya, akan disambung dengan kakaknya yang bernama Nigeria.
“Apakah, sudah ada seorang gadis yang telah mampu mengalihkan duniamu dari dunia animasi?”, tanya kakaknya New Delhi memancingnya untuk menceritakan nama dari seorang gadis yang telah di maksud oleh adiknya itu. sambung kakaknya yang bernama Nigeria, “Mungkin kini sudah saatnya kau harus berhenti menyukai Sakura?! Bukankah masih ada sosok wanita yang sedang kau sukai?”, semakin memancingnya untuk berbicara segera.
Negara memilih berdiam sejenak melihat keduanya. Lalu didengarnya ibunya menyambung, “Jangan-jangan, kau sudah merasakan ada sebuah cinta antara dirimu dan Milara?”, katanya memberi sindiran membuat Negara melihat padanya berwajahkan gugup. Negara pun akan memulai tuk bercurah, dan mereka berempat akan saling berbicara.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

“Milara hanya temanku, bundua! Aku sangat resah ketika mendengar bunda mengatakan hal itu! seorang gadis yang telah aku maksudkan, adalah Dilara!”, sanggah Negara memberitahukan nama seorang gadis yang telah dimaksudkannya tadi.
“Dilara? Gadis yang telah dijodohkan padamu….?”, kakaknya bernama New Delhi bertanya kaget kepadanya. Sambung kakaknya bernama Nigeria memotong.
“Semoga kalian berdua bisa berteman sehidup semati pada akhirnya.”, kakaknya bernama Nigeria mengucap doa pegharapannya melihat haru kepada adiknya itu.
Negara memilih diam, hening melihat kedua kakaknya setelah mendengar tanya juga sebuah ucapan doa pengharapan dari kedua kakaknya. Lalu menetap melihat ke ibunya. “Bunda, sepertinya mereka berdua mulai penasaran dengan kami? Antara aku dan Dilara.”, Negara berkeluh menatap lemas. Dan ibunya menyambung menatap kasih padanya. “Haruskah ibu mengundang Dilara beserta keluarganya untuk jamuan malam yang mungkin akan ibu adakan di rumah kediaman kita?”, ibunya memancing.
Negara menggeleng mengisyaratkan jangan dulu. Kedua kakaknya yang melihat dirinya menjadi tersenyum menahan tawa. Begitupun ibunya yang mulai membelai rambut dari dirinya memberi senyum kasih sayang. Tiba-tiba kakaknya bernama Nigeria mulai menggoda dirinya, “Cieee, yang lagi dibelai rambutnya. Gak lama lagi bakal ada orang lain tuh yang bakal belai-in rambut dari Negara.”. kakaknya bernama New Delhi menertawainya.
Sedangkan Negara memilih bermanja saja dengan ibunya sembari menunjukkannya pada kedua kakaknya. Dan ibunya sesekali memberi cubitan gemas pada putra bungsunya itu namun masih bersikap kasih sayang.

Di malam harinya. . . .

Negara sedang duduk bersama ayahnya di ruang keluarga usainya makan malam berlalu. Negara bercerita kalau asistennya telah meminta izin beberapa hari untuk tidak bekerja, karna ibu dari asistennya itu sedang menderita sakit di kampung. Usainya bercerita, Negara meminta pada ayahnya untuk segera mencarikan seorang asisten sementara untuknya sendiri. Ayahnya pun akan menyahut, dan mereka berdua mulai saling berbicara.
“Tidak bisa secara spontan untuk mencarikanmu seorang asisten sementara. Perlu terjeda beberapa hari bagi ayah mencarikannya untukmu.”, sahut ayahnya menjelaskannya. Sudah menyetujui permintaan dari putra bungsunya itu.
“Tidak apa, ayah. Bukankah sekarang ayah sudah bersedia akan mencarikan aku seorang asisten sementara?”, Negara berbahasa bijak bersikap lapang dada.
Ayahnya menjadi tertawa kecil lalu mengatakan, “Tentu saja”. Negara yang sudah mendengarnya ikut menjadi tertawa kecil. Namun daripada apa yang telah dikatakan oleh ayahnya, terbesit pada pemikiran ayahnya akan meminta Dilara tuk menjadi seorang asisten sementara dari putra bungsunnya itu. Dan Negara tidak mengetahui pemikiran dari ayahnya, sebab ayahnya tidak membagi pada dirinya.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar