Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #25

Negara dan Milara kini sedang berada di dalam ruang kerja Milara, mereka berdua sengaja berdiam di dalam ruangan tersebut untuk bersantai kembali memainkan ponselnya. Negara sedang duduk di kursi khusus menerima tamu, sementara Milara duduk di kursi kerjanya sambil mencari konsep sebagai bahan untuk pekerjaannya melalui ponselnya. Di saat kemudian, Milara akan mengjak Negara mengobrol sejenak masih duduk ditempatnya. Mereka berdua akan saling berbicara soal perasaan.
“Hei, Negara! Sok sibuk kamu ya?”, Milara mencoba menegur memancing perhatian dari dirinya. Negara menjadi tersenyum kecil masih memainkan ponselnya, baru melihat ke Milara tanya. “Sudah adakah seorang wanita yang sedang mengitari hidupmu, belum?”, tanya Milara memancingnya tuk berbicara soal perasaan. Mencoba menatap menggoda dengan senyuman. Negara menjadi hening sejenak melirikkan matanya ke arah lain.
Lalu melirikkan matanya kembali ke Milara sambil menggeleng berkata “Aku tidak tau”. Milara memulai tatapan diamnya akan berbicara lagi. “Seandainya, suatu hari nanti aku mencintamu? Apakah kau juga akan mencintaku?”, tanya Milara lagi mengutarakan sedikit soal perasaannya. Menatap mulai sendu menunggu jawaban dari dirinya. Negara pun menjadi menatapnya bingung, berdiam. Dan keadaan menjadi hening sesaat, karna Milara menunggu sedang Negara berdiam bingung.
Kemudian secara tiba-tiba ada yang telah mengetuk pintu ruangan yang tertutup, Milara pun beralih berkata mempersilahkan masuk kepada siapa yang telah mengetuk pintu ruangannya. Dan kini siapa yang telah dipersilahkannya untuk masuk adalah Firlana, yang membawa beberapa dokumen akan segera di koreksi oleh Milara. Bahkan kini Firlana sudah duduk di kursi berhadapan dengannya, mengacuhkan Negara yang masih duduk ditempatnya.
Sementara Negara baru teringat jika wajah dari Firlana, merupakan wajah dari seorang teman dari Dilara yang pernah dijumpainya di sebuah taman sewaktu dulu. Kembali pada Firlana, ia sedang menunggu melihat Milara yang sedang mengoreksi isi dari dokumen hasil pekerjaannya. Beralih lagi pada pintu ruangan dari Milara yang masih terbuka, Dilara yang sedang menunggu di luar mencoba mengintip Firlana yang masih duduk menghadap Milara.
Lalu secara tidak sengaja ia melihat Negara yang sedang duduk santai sedang memainkan ponselnya. “Apa? Negara ada di ruangan ini juga?”, gumamnya bercampur tanya merasa kaget. Kemudian teringat saat ditemui Negara sedang bersama Dilara sewaktu dulu di dalam ruangan yang sama. Dan Dilara pun bersembunyi dibalik dinding bagian luar ruangan tersebut. Tak berapa lama kemudian, Firlana pun keluar dari ruangan tersebut dengan menutup pintu ruangan tersebut.
“Aku merasa kaget ketika tadi aku mencoba mengintip ke dalam ruangan tersebut.”, keluh Dilara berdiam disampingnya. Firlana yang belum beranjak meninggalkan alias berdiri ditempatnya akan menanyakan sesuatu yang telah membuatnya kaget. “Siapa yang telah membuatmu menjadi merasa kaget?”, tanya Firlana melihat ingin tau. Dilara mendesah kecil melihatnya, lalu mengajaknya untuk pergi saja segera dari tempatnya beralih ke tempat lain.
Dan Firlana pun mengiyakan ajakan darinya, sehingga keduanya kini telah berjalan mencoba beranjak dari tempat tersebut beralih menuju ke tempat lain.

Sementara Negara dan Milara. . . .

Mereka berdua masih betah berdiam dengan masih duduk ditempatnya masing-masing, lalu menjadi saling berpandangan diam namun pandangan mata dari keduanya seakan sedang berbicara. “katakan, apa yang sedang kau rasakan tentang soal perasaanmu?”, tanya Negara di dalam hatinya memandangi Milara. “Entah? Setiap mengingat dirimu apalagi sedang bersamamu kini. Aku selalu bergejolak tuk bisa memilikimu.”, Milara bertanya juga di dalam hatinya memandangi Negara.
Kemudian pandangan keduanya menjadi pecah, saat Negara baru saja menerima telepon dari asistennya di sana mengabarkan kalau jam kerjanya akan tiba pada tigapuluh menit kemudian. Negara pun menjadi berdiri dari duduknya ketika menyudahi teleponnya, lalu melihat ke Milara berpamitan untuk pegi kembali ke kantornya di sana. Dan Milara hanya memberi senyum mempersilahkannya menatap begitu diam. Waktu kebersamaan mereka berdua pun kini berakhir.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Malam harinya, di rumah kediaman Dilara. Negara bersama ibunya sedang berkunjung ke rumah kediaman Dilara tersebut. Bahkan kini Negara sudah berdiri membelakangi mobil kendaraannya yang telah terparkir di halaman depan rumah kediaman Dilara tersebut, sambil melihat ibunya yang sedang berbincang dengan ibu dari Dilara tepat berdiri bersama di depan pintu masuk rumah kediaman Dilara. Sementara di balkon atas depan rumah kediaman Dilara.
Dilara baru saja menampakkan dirinya keluar dari dalam rumah berdiam tepat di depan pagar balkon depan atas rumah kediamannya sendiri. Lalu seketika dirinya mendengar suara bisikkan dari ibunya yang sedang berbicara dengan seorang wanita sebayanya. Dan seketika pula dirinya melihat Negara yang masih bertahan berdiri ditempatnya. “Negara?”, gumamnya baru terpikirkan jika seorang wanita sebaya yang sedang berbicara dengan ibu dari dirinya adalah seorang ibu dari Negara.
Dilara pun menjadi hening meihat Negara yang tak kunjung terpandang kepada dirinya. Kemudian terlihat ada sebuah botol berisi air tergeletak disamping kaki kanannya. Dilara pun mulai mengambilnya, lalu muncul ide untuk melemparkannya saja ke Negara agar dapat melihat dirinya. Sementara Negara yang hening betah berada dalam keadaannya, tiba-tiba saja merasa kaget karna merasa ada yang mencoba melempar sesuatu padanya hingga mengenakan lengan kanannya.
Negara pun seketika menjadi spontan melihat ke balkon atas rumah kediaman Dilara, dan baru dilihatnya jika Dilara sedang menari-nari mengejeknya. Negara mulai tidak suka melihatnya, melihat diam menikmati pemberian tarian ejekan darinya. Kemudian Dilara berhenti dari tarian ejekannya beralih memasuki ke dalam rumah memberi senyuman mengejek. sementara Negara yang sudah melihatnya pergi beralih memasuki ke dalam mobilnya.
Membawa sebuah botol kecil berisi air, yang telah dilemparkan Dilara kepadanya. Botol kecil berisi air itupun kini sedang berada dipegangan tangan kanannya lalu berbisik kecil meratapi botol kecil berisi air itu, “Ya, Dilara sudah berhasil mencoba mengisengi diriku.”. Lalu beralih membuka pintu mobil kendaraannya, menaruh botol kecil berisi air itu ke dalam sambil duduk di dalam mobilnya menunggu perbincangan ibunya bersama ibu dari Dilara akan usai.

Esok paginya. . . .

Masih di rumah kediaman Dilara. Tepatnya di ruang makan, Dilara baru saja usai menghabiskan makanannya sebagai sarapan pagi dirinya. ketika baru saja membersihkan mulutnya, ibu dari dirinya yang sedang bersamanya di meja makan mulai berbicara meminta dirinya untuk pergi menemui Negara di kantornya. Dilara pun bertanya, “Ada apa mama meminta Dilara tuk menemui Negara di kantornya?”, tanyanya merasa kaget disertai raut wajahnya yang begitu menanyakan.
Ibu dari dirinya menjadi tersenyum berkata, “Kemarin, ibu sempat berbincang tentang menu makanan yang telah ibu sajikan di pagi hari ini dengan ibu dari Negara. Ibu bercerita bahwa pagi hari ini akan memasak sayur asam. Dan kamu harus tau, Negara juga menyukai sayur asam ini. Makanya ibu mau kamu membawakan sayur asam ini kepadanya di sana!”. Ibunya menjelaskan sambil merapihkan wadah sebagai tempat sayur asam yang akan dipersembahkannya pada Negara di sana.
“Apakah, ibu dari Negara sempat mengatakan “iya” karna Negara menyukai sayur asam? Sesudah ibu bercerita itu kepadanya?”, tanya lagi Dilara menatap ibunya berniat memastikan. Ibu dari dirinya pun menjadi tersenyum mengangguk. Maksud dari ibunya, ingin menunjukkan sebuah perhatian pada calon menantunya, pikirnya tadi. Sedangkan Dilara kini mulai berpikir harus bersiap, bahkan harus menyiapkan mental tuk menemui Negara segera di kantornya sana.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Selang waktu berjalan, Dilara telah berada di dalam kantor perusahaan milik keluarga dari Negara. Bahkan kini Dilara sudah berada di depan pintu ruang kerja dari Negara, lalu mengetuk pintu itu dan terdengarlah suara dari Negara yang telah mempersilahkannya untuk masuk ke dalam ruangan, dari dalam ruangan. Dilara pun mulai membuka pintu itu sembari memasuki ruang tersebut, dan berjalan menuju ke kursi di depan meja kerja dari Negara, usainya menutup pintu itu kembali.
Sementara Negara, berdiri membelakangi meja kerjanya membelakangi Dilara pula. Kemudian berbalik melihat Dilara yang sudah duduk manis melihat padanya, dengan wadah makanan yang berisi sayur asam di meja kerjanya. Negara baru saja memulai langkah sambil berkata, “Ternyata dirimu yang telah di pinta oleh ibumu untuk mengantarkan sayur asam yang sudah terletak di meja kerjaku ini?!”, berdiri berdiam membelakangi kursi kerjanya.
“Ibuku telah bersikap baik, mempersembahkan sayur asam kesukaanmu ini.”, Dilara mencoba menyahut merasa tenang dalam tatapannya serta bahasanya ke Negara. Negara menjadi terduduk di kursi kerjanya bersikap wibawa disertai tatapannya ke Dilara. Dilara menghela nafasnya kecil menyiapkan mentalnya untuk berbicara dengan dirinya. “Anggurkan saja disini dulu. Saya akan memakannya saat jam makan siang telah tiba”, katanya lagi melihat ke wadah makanan tersebut.
Dilara menjadi terdiam kaku menatapnya, lalu merengutkan sedikit wajahya melihat ke bawah. Sebab merasa kalau Negara sengaja bersikap gengsi untuk tidak mencicipi sayur asam tersebut sekarang. Keadaan mereka berdua menjadi hening seketika, lalu Negara tidak sengaja melihat Dilara yang masih merengutkan wajahnya melihat ke bawah. Dan Negara secara sadar menjadi tersenyum kecil melihat Dilara yang seperti itu.
Sedangkan Dilara baru melihat pada dirinya yang sedang tersenyum, sedikit terbangun dari wajah merengutnya dengan melirikkan matanya ke samping beraura dingin. Lalu melirikkan matanya ke Negara kembali masih beraura dingin sambil berkata, “Kenapa? Ada apa dengan anda?”. Negara yang sudah mendengar kata darinya, memberi senyuman serta sebuah tatapan cool padanya. Dari sinilah mereka berdua akan mulai berbicara.
“Ehem, aku jarang sekali bertemu dengan seorang wanita yang berani menunjukkan wajahnya, wajah yang tadinya sedang merengut, terlihat pada dirimu.”, Negara mulai mengajaknya bicara disertai ejekkan kecil. Dilara memberi senyuman paksa kepadanya, menjadi mengerutkan wajahnya lagi melihat diam. “Jika kau tidak mau berbicara. Maka waktu yang sedang kita punya terangguri sia-sia, seperti contohnya sayur asam ini!”, Negara berkata lagi mencoba menyinggunya. Melhat biasa.
Dan Dilara pun mulai membuka suara dengan berkata, “Bilang saja, anda tidak mau mencicipi sayur asam yang sudah saya antarkan untuk anda. Karna saya masih berada dihadapan anda? Gengsi sekali anda!!!”. Menunjukkan wajah sedikit mencoba menghakimi. Secara spontan Negara mengatakan “Tidak”, dengan menggeleng. Lalu disambung cepat dengan Dilara mengatakan, “Iya”, menunjukkan wajah sedikit mencoba menghakimi.
Negara memilih mendesah kecil menatap padanya keluh, akan berkata lagi. “Entahlah, ini merupakan sebuah argumen lagi ataukah memang sebuah perdebatan telah kita lakukan?”, Negara berkata menyerah sembari berdiri dari duduknya. Masih menatap keluh pada Dilara. “Aku akan tepati janjiku, akan memakan sayur asam ini secara lahap pada saat ketika jam makan siang telah tiba!”, sambung Negara memperjelas serta mempertegas.
Dilara pun memberi senyuman lepas disertai matanya yang mulai berbinar-binar menunjukkannya kepada Negara. Sebab Dilara merasa senang dengan sambung kata darinya tadi. “Manisnya….”, Negara berkata berkeluh secara spontan melihat keluh kembali padanya. Lalu berjalan berusaha meninggalkan Dilara di ruang kerjanya. Namun ketika telah sampai di pintu ruang kerjanya, sudah memegang gagang pintu ruangannya.
Negara memilih berhenti sejenak mengatakan kalau Dilara wajib menunggunya di dalam ruang kerjanya hingga dirinya datang kembali memasuki ke dalam ruang kerjanya. Dilara yang masih terduduk di tempatnya, mencoba menoleh kebelakang berniat akan bertanya berapa lama ia akan menunggu kedatangan dirinya kembali ke dalam ruang kerjanya. Namun tidak sampai karna Negara sudah beranjak keluar dari pintu ruang kerja itu. “Huuft…..!”, desahnya pada pintu ruang kerja itu yang sudah tertutup.

S A C Uku

bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar