Negara dan Milara kini sedang
berada di dalam ruang kerja Milara, mereka berdua sengaja berdiam di dalam
ruangan tersebut untuk bersantai kembali memainkan ponselnya. Negara sedang
duduk di kursi khusus menerima tamu, sementara Milara duduk di kursi kerjanya
sambil mencari konsep sebagai bahan untuk pekerjaannya melalui ponselnya. Di
saat kemudian, Milara akan mengjak Negara mengobrol sejenak masih duduk
ditempatnya. Mereka berdua akan saling berbicara soal perasaan.
“Hei, Negara! Sok sibuk kamu ya?”,
Milara mencoba menegur memancing perhatian dari dirinya. Negara menjadi
tersenyum kecil masih memainkan ponselnya, baru melihat ke Milara tanya. “Sudah
adakah seorang wanita yang sedang mengitari hidupmu, belum?”, tanya Milara
memancingnya tuk berbicara soal perasaan. Mencoba menatap menggoda dengan
senyuman. Negara menjadi hening sejenak melirikkan matanya ke arah lain.
Lalu melirikkan matanya kembali ke
Milara sambil menggeleng berkata “Aku tidak tau”. Milara memulai tatapan
diamnya akan berbicara lagi. “Seandainya, suatu hari nanti aku mencintamu?
Apakah kau juga akan mencintaku?”, tanya Milara lagi mengutarakan sedikit soal
perasaannya. Menatap mulai sendu menunggu jawaban dari dirinya. Negara pun
menjadi menatapnya bingung, berdiam. Dan keadaan menjadi hening sesaat, karna
Milara menunggu sedang Negara berdiam bingung.
Kemudian secara tiba-tiba ada yang
telah mengetuk pintu ruangan yang tertutup, Milara pun beralih berkata
mempersilahkan masuk kepada siapa yang telah mengetuk pintu ruangannya. Dan
kini siapa yang telah dipersilahkannya untuk masuk adalah Firlana, yang membawa
beberapa dokumen akan segera di koreksi oleh Milara. Bahkan kini Firlana sudah
duduk di kursi berhadapan dengannya, mengacuhkan Negara yang masih duduk
ditempatnya.
Sementara Negara baru teringat
jika wajah dari Firlana, merupakan wajah dari seorang teman dari Dilara yang
pernah dijumpainya di sebuah taman sewaktu dulu. Kembali pada Firlana, ia
sedang menunggu melihat Milara yang sedang mengoreksi isi dari dokumen hasil
pekerjaannya. Beralih lagi pada pintu ruangan dari Milara yang masih terbuka,
Dilara yang sedang menunggu di luar mencoba mengintip Firlana yang masih duduk
menghadap Milara.
Lalu secara tidak sengaja ia
melihat Negara yang sedang duduk santai sedang memainkan ponselnya. “Apa?
Negara ada di ruangan ini juga?”, gumamnya bercampur tanya merasa kaget.
Kemudian teringat saat ditemui Negara sedang bersama Dilara sewaktu dulu di
dalam ruangan yang sama. Dan Dilara pun bersembunyi dibalik dinding bagian luar
ruangan tersebut. Tak berapa lama kemudian, Firlana pun keluar dari ruangan
tersebut dengan menutup pintu ruangan tersebut.
“Aku merasa kaget ketika tadi aku
mencoba mengintip ke dalam ruangan tersebut.”, keluh Dilara berdiam
disampingnya. Firlana yang belum beranjak meninggalkan alias berdiri
ditempatnya akan menanyakan sesuatu yang telah membuatnya kaget. “Siapa yang
telah membuatmu menjadi merasa kaget?”, tanya Firlana melihat ingin tau. Dilara
mendesah kecil melihatnya, lalu mengajaknya untuk pergi saja segera dari tempatnya
beralih ke tempat lain.
Dan Firlana pun mengiyakan ajakan
darinya, sehingga keduanya kini telah berjalan mencoba beranjak dari tempat
tersebut beralih menuju ke tempat lain.
Sementara Negara dan Milara. . . .
Mereka berdua masih betah berdiam
dengan masih duduk ditempatnya masing-masing, lalu menjadi saling berpandangan
diam namun pandangan mata dari keduanya seakan sedang berbicara. “katakan, apa
yang sedang kau rasakan tentang soal perasaanmu?”, tanya Negara di dalam
hatinya memandangi Milara. “Entah? Setiap mengingat dirimu apalagi sedang
bersamamu kini. Aku selalu bergejolak tuk bisa memilikimu.”, Milara bertanya
juga di dalam hatinya memandangi Negara.
Kemudian pandangan keduanya
menjadi pecah, saat Negara baru saja menerima telepon dari asistennya di sana
mengabarkan kalau jam kerjanya akan tiba pada tigapuluh menit kemudian. Negara
pun menjadi berdiri dari duduknya ketika menyudahi teleponnya, lalu melihat ke
Milara berpamitan untuk pegi kembali ke kantornya di sana. Dan Milara hanya
memberi senyum mempersilahkannya menatap begitu diam. Waktu kebersamaan mereka
berdua pun kini berakhir.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Malam harinya, di rumah kediaman
Dilara. Negara bersama ibunya sedang berkunjung ke rumah kediaman Dilara
tersebut. Bahkan kini Negara sudah berdiri membelakangi mobil kendaraannya yang
telah terparkir di halaman depan rumah kediaman Dilara tersebut, sambil melihat
ibunya yang sedang berbincang dengan ibu dari Dilara tepat berdiri bersama di
depan pintu masuk rumah kediaman Dilara. Sementara di balkon atas depan rumah
kediaman Dilara.
Dilara baru saja menampakkan
dirinya keluar dari dalam rumah berdiam tepat di depan pagar balkon depan atas
rumah kediamannya sendiri. Lalu seketika dirinya mendengar suara bisikkan dari
ibunya yang sedang berbicara dengan seorang wanita sebayanya. Dan seketika pula
dirinya melihat Negara yang masih bertahan berdiri ditempatnya. “Negara?”,
gumamnya baru terpikirkan jika seorang wanita sebaya yang sedang berbicara
dengan ibu dari dirinya adalah seorang ibu dari Negara.
Dilara pun menjadi hening meihat
Negara yang tak kunjung terpandang kepada dirinya. Kemudian terlihat ada sebuah
botol berisi air tergeletak disamping kaki kanannya. Dilara pun mulai
mengambilnya, lalu muncul ide untuk melemparkannya saja ke Negara agar dapat
melihat dirinya. Sementara Negara yang hening betah berada dalam keadaannya,
tiba-tiba saja merasa kaget karna merasa ada yang mencoba melempar sesuatu
padanya hingga mengenakan lengan kanannya.
Negara pun seketika menjadi spontan
melihat ke balkon atas rumah kediaman Dilara, dan baru dilihatnya jika Dilara
sedang menari-nari mengejeknya. Negara mulai tidak suka melihatnya, melihat
diam menikmati pemberian tarian ejekan darinya. Kemudian Dilara berhenti dari
tarian ejekannya beralih memasuki ke dalam rumah memberi senyuman mengejek.
sementara Negara yang sudah melihatnya pergi beralih memasuki ke dalam mobilnya.
Membawa sebuah botol kecil berisi
air, yang telah dilemparkan Dilara kepadanya. Botol kecil berisi air itupun
kini sedang berada dipegangan tangan kanannya lalu berbisik kecil meratapi
botol kecil berisi air itu, “Ya, Dilara sudah berhasil mencoba mengisengi
diriku.”. Lalu beralih membuka pintu mobil kendaraannya, menaruh botol kecil
berisi air itu ke dalam sambil duduk di dalam mobilnya menunggu perbincangan
ibunya bersama ibu dari Dilara akan usai.
Esok paginya. . . .
Masih di rumah kediaman Dilara.
Tepatnya di ruang makan, Dilara baru saja usai menghabiskan makanannya sebagai
sarapan pagi dirinya. ketika baru saja membersihkan mulutnya, ibu dari dirinya
yang sedang bersamanya di meja makan mulai berbicara meminta dirinya untuk
pergi menemui Negara di kantornya. Dilara pun bertanya, “Ada apa mama meminta
Dilara tuk menemui Negara di kantornya?”, tanyanya merasa kaget disertai raut
wajahnya yang begitu menanyakan.
Ibu dari dirinya menjadi tersenyum
berkata, “Kemarin, ibu sempat berbincang tentang menu makanan yang telah ibu
sajikan di pagi hari ini dengan ibu dari Negara. Ibu bercerita bahwa pagi hari
ini akan memasak sayur asam. Dan kamu harus tau, Negara juga menyukai sayur
asam ini. Makanya ibu mau kamu membawakan sayur asam ini kepadanya di sana!”.
Ibunya menjelaskan sambil merapihkan wadah sebagai tempat sayur asam yang akan
dipersembahkannya pada Negara di sana.
“Apakah, ibu dari Negara sempat
mengatakan “iya” karna Negara menyukai sayur asam? Sesudah ibu bercerita itu
kepadanya?”, tanya lagi Dilara menatap ibunya berniat memastikan. Ibu dari
dirinya pun menjadi tersenyum mengangguk. Maksud dari ibunya, ingin menunjukkan
sebuah perhatian pada calon menantunya, pikirnya tadi. Sedangkan Dilara kini
mulai berpikir harus bersiap, bahkan harus menyiapkan mental tuk menemui Negara
segera di kantornya sana.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Selang waktu berjalan, Dilara
telah berada di dalam kantor perusahaan milik keluarga dari Negara. Bahkan kini
Dilara sudah berada di depan pintu ruang kerja dari Negara, lalu mengetuk pintu
itu dan terdengarlah suara dari Negara yang telah mempersilahkannya untuk masuk
ke dalam ruangan, dari dalam ruangan. Dilara pun mulai membuka pintu itu
sembari memasuki ruang tersebut, dan berjalan menuju ke kursi di depan meja
kerja dari Negara, usainya menutup pintu itu kembali.
Sementara Negara, berdiri
membelakangi meja kerjanya membelakangi Dilara pula. Kemudian berbalik melihat
Dilara yang sudah duduk manis melihat padanya, dengan wadah makanan yang berisi
sayur asam di meja kerjanya. Negara baru saja memulai langkah sambil berkata,
“Ternyata dirimu yang telah di pinta oleh ibumu untuk mengantarkan sayur asam
yang sudah terletak di meja kerjaku ini?!”, berdiri berdiam membelakangi kursi
kerjanya.
“Ibuku telah bersikap baik,
mempersembahkan sayur asam kesukaanmu ini.”, Dilara mencoba menyahut merasa
tenang dalam tatapannya serta bahasanya ke Negara. Negara menjadi terduduk di
kursi kerjanya bersikap wibawa disertai tatapannya ke Dilara. Dilara menghela
nafasnya kecil menyiapkan mentalnya untuk berbicara dengan dirinya. “Anggurkan
saja disini dulu. Saya akan memakannya saat jam makan siang telah tiba”,
katanya lagi melihat ke wadah makanan tersebut.
Dilara menjadi terdiam kaku
menatapnya, lalu merengutkan sedikit wajahya melihat ke bawah. Sebab merasa
kalau Negara sengaja bersikap gengsi untuk tidak mencicipi sayur asam tersebut
sekarang. Keadaan mereka berdua menjadi hening seketika, lalu Negara tidak
sengaja melihat Dilara yang masih merengutkan wajahnya melihat ke bawah. Dan
Negara secara sadar menjadi tersenyum kecil melihat Dilara yang seperti itu.
Sedangkan Dilara baru melihat pada
dirinya yang sedang tersenyum, sedikit terbangun dari wajah merengutnya dengan
melirikkan matanya ke samping beraura dingin. Lalu melirikkan matanya ke Negara
kembali masih beraura dingin sambil berkata, “Kenapa? Ada apa dengan anda?”.
Negara yang sudah mendengar kata darinya, memberi senyuman serta sebuah tatapan
cool padanya. Dari sinilah mereka berdua akan mulai berbicara.
“Ehem, aku jarang sekali bertemu
dengan seorang wanita yang berani menunjukkan wajahnya, wajah yang tadinya
sedang merengut, terlihat pada dirimu.”, Negara mulai mengajaknya bicara
disertai ejekkan kecil. Dilara memberi senyuman paksa kepadanya, menjadi
mengerutkan wajahnya lagi melihat diam. “Jika kau tidak mau berbicara. Maka
waktu yang sedang kita punya terangguri sia-sia, seperti contohnya sayur asam
ini!”, Negara berkata lagi mencoba menyinggunya. Melhat biasa.
Dan Dilara pun mulai membuka suara
dengan berkata, “Bilang saja, anda tidak mau mencicipi sayur asam yang sudah
saya antarkan untuk anda. Karna saya masih berada dihadapan anda? Gengsi sekali
anda!!!”. Menunjukkan wajah sedikit mencoba menghakimi. Secara spontan Negara
mengatakan “Tidak”, dengan menggeleng. Lalu disambung cepat dengan Dilara
mengatakan, “Iya”, menunjukkan wajah sedikit mencoba menghakimi.
Negara memilih mendesah kecil
menatap padanya keluh, akan berkata lagi. “Entahlah, ini merupakan sebuah
argumen lagi ataukah memang sebuah perdebatan telah kita lakukan?”, Negara
berkata menyerah sembari berdiri dari duduknya. Masih menatap keluh pada
Dilara. “Aku akan tepati janjiku, akan memakan sayur asam ini secara lahap pada
saat ketika jam makan siang telah tiba!”, sambung Negara memperjelas serta
mempertegas.
Dilara pun memberi senyuman lepas
disertai matanya yang mulai berbinar-binar menunjukkannya kepada Negara. Sebab
Dilara merasa senang dengan sambung kata darinya tadi. “Manisnya….”, Negara
berkata berkeluh secara spontan melihat keluh kembali padanya. Lalu berjalan
berusaha meninggalkan Dilara di ruang kerjanya. Namun ketika telah sampai di
pintu ruang kerjanya, sudah memegang gagang pintu ruangannya.
Negara memilih berhenti sejenak
mengatakan kalau Dilara wajib menunggunya di dalam ruang kerjanya hingga
dirinya datang kembali memasuki ke dalam ruang kerjanya. Dilara yang masih
terduduk di tempatnya, mencoba menoleh kebelakang berniat akan bertanya berapa
lama ia akan menunggu kedatangan dirinya kembali ke dalam ruang kerjanya. Namun
tidak sampai karna Negara sudah beranjak keluar dari pintu ruang kerja itu.
“Huuft…..!”, desahnya pada pintu ruang kerja itu yang sudah tertutup.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar