Sore harinya, Dilara di rumah kediamannya sendiri
sedang duduk bersantai di sebuah ayunan yang terletak di halaman depan
rumahnya. Ia sedang berandai kalau dirinya sedang berbagi dengan Firlana, apa
yang sudah diterimanya sewaktu berada di kantor perusahaan pada pagi tadi.
“Firlana, bisa gak sih aku curhat melalui media ponsel?”, bisiknya dalam
termenung. Sebab Firlana adalah seorang teman yang selalu bersedia untuk
berbagi kisah sedih ataupun senang.
“Mungkin sebentar lagi, kita akan
sama-sama punya kesibukkan yang berbeda.”, bisiknya lagi masih dalam termenung.
Lalu dengan tiba-tiba ada yang menyapa dirinya, “Hayooo Lara sedang berbicara
dengan siapa?”. Dilara pun menjadi terkejut kecil sembari merasa terusik. Baru
melihat ke arah kanannya, dan kini dilihatnya ibu dari dirinya mulai duduk
disampingnya. Mereka berdua menjadi saling berpandangan biasa.
“Apa yang sedang Lara keluhkan,
wahai putriku?”, sapa lagi dengan tanya ibunya sedikit canda. Dilara menjadi
tersenyum melihat kedepan. “Dulu, sewaktu kau masih kecil, ayah selalu melarang
ibu tuk memanggilmu, Lara. Karna panggilan dari sebuah nama adalah do’a. sebab
itulah ayah tidak ingin ibu memanggilmu, Lara.”, ibunya mencoba menceritakan
yang telah lalu. Dilara seketika teringat pada perilaku Negara terhadapnya
sendiri.
“Ternyata, anak dari teman papah
itu sangat aneh. Awalnya, dia sangat menghormati. Namun sesudahnya dia sangat
menghormati, dan dia mendadak menjadi berani beragumen terhadap Dilara, ma.”,
Dilara secara spontan mengutarakan bebannya terhadap Negara.
“Jadi, sedari tadi kamu sedang
memikirkan sikap dari Kusuma Negara terhadapmu. Omg….!”, ibunya menyahut tanya
berakhir canda. Dilara menjadi melihat pada ibunya, melesuhkan wajahnya.
“Dilara kesel sama dia, ma! Dilara
kan cewe, masa diawal perkenalan diajakin argumen sih? Wajahnya amat lugu,
makanya Dilara kaget waktu gak sengaja beragumen dengan dia.”, Dilara semakin
mengutarakan bebannya terhadap Negara.
Ibunya menjadi tertawa kecil,
Dilara menjadi bingung mengalihkan pandangannya kedepan. “Tak kenal maka tak
sayang, mungkin kata dari pepatah tersebut akan membuatmu bisa berteman dengan
dia yang sedang kamu sesalkan sayang.”, ibunya memberi nasehat sembari
sanjungan kecil. Dilara memilih diam masih melesuhkan wajahnya. Lalu beralih
pergi meninggalkan ibunya dengan perasaan merajuk sebab rasa kesalnya pada
Negara belum teredam.
Malam harinya. . . .
Usai makan malam berlangsung,
Dilara berdiam duduk di meja belajarnya di dalam kamarnya. Ia sedang berpangku
dagu di meja belajarnya sambil memikirkan rasa kesalnya pada Negara. Karna pada
hari esok ia akan kembali menemui Negara, tuk menerima sebuah konfirmasi dari
dirinya yang akan memutuskan Dilara bekerja di bagian apa, di kantor perusahaan
milik keluarga dari dirinya. Kemudian tanpa disadarinya, ayahnya sudah memasuki
kamarnya dan Dilara baru melihat ayahnya itu.
Dilara pun memilh berdiam menatapi
ayahnya masih duduk ditempatnya. “Papah sudah mendengar keluhan yang telah kau
ceritakan tadi pada ibumu. Dilara, hilangkan segera beban itu maka kau akan
merasa santai saat harus berhadapan lagi dengannya!”, ayahnya langsung berkata
bijak menyejukkan hati putrinya ketika baru sampai berdiam di dekat putrinya
itu. Dilara yang menatapi ayahnya diam, hening akan segera menyahut.
“Papah, tapi mohon untuk hari esok
saja. Dilara tidak ingin pergi ke perusahaan itu untuk berhadapan dengannya
lagi. Dilara masih sesalkan dirinya papah, dan pada lusa Dilara akan datang
lagi ke perusahaan itu untuk segera berhadapan dengan dirinya.”. Sahut pinta
Dilara berbahasa lembut karna hatinya telah terluluhkan, disejukkan oleh
ayahnya tadi. Ayahnya pun menjadi tersenyum lalu mencium kening putrinya itu,
berisyarat mengijinkan pinta dari putrinya tadi.
Kemudian berkata pamit akan pergi
sesudah menyuruh putrinya itu untuk pergi tidur segera. Perasaan bahagia nan
bebas kini Dilara sedang rasakan, sebab bebannnya yang harus berhadapan dengan
Negara pada hari esok tertunda satu hari. Dan kini Dilara pun sudah berbaring
di kasur tempat tidurnya, dengan tersenyum sebelum memejamkan kedua matanya
untuk tidur segera.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!
Pagi telah meniadakan malam, begitupun
bulan telah digantikan mentari yang mulai menerangi bumi dengan bias sinarannya
begitu bersahabat. Di kediaman Negara, usainya melakukan sarapan pagi, ia
berangkat kerja ke kantor perusahaan milik keluarganya sendiri bersama ayahnya.
Dan ketika masih dalam setengah perjalanan menuju kantor perusahaannya, ayahnya
akan mengajak dirinya berbincang karna bertepatan duduk bersebelahan di dalam mobil
yang sama.
Perbincangan pun terjadi saat
keduanya memusatkan pandangannya ke depan. “Bagaimana perasaanmu, nak? Bukankah
kamu sudah melewati satu hari bekerja sebagai manager di perusahaan milik
keluarga kita?”, ayahnya mencoba bertanya tentang perasaan putranya setelah
satu hari bekerja. Negara menoleh ke ayahnya, berwajahkan lugu selugunya. “Ayah
berharap, kamu sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan barumu di kantor
perusahaan miliki keluarga kita.”.
Sambung ayahnya mengungkap
pengharapannya, baru saja menoleh ke putranya. Mereka berduapun saling
berpandangan. “Asalkan kegemaranku menghiasi hari kerjaku di sana, maka aku akan
lebih cepat beradaptasi ayah.”, Negara baru menyahut berwajahkan ceria. Lalu
melihat ke depan kembali. Sedangkan ayahnya menjadi merenung melihatnya, sebab
ayah dari Dilara mengabarkan kalau Dilara tidak dapat datang tuk menghadap
putranya. Sedikit menjadi beban untuk ayahnya.
Sementara disana. . . .
Di bandara Soekarno Hatta,
penerbangan dari sebuah pesawat telah mendarat dari kota Pontianak. Sebut saja
Firlana yang baru tiba di Jakarta dari kota Pontianak bersama tim dari rumah
galeri “MiLARATIONIC”. Ia baru saja menyudahi acara tournya dalam menjalani
tour sebagai photographer alam liar, berlokasi di sebuah hutan kota Pontianak.
Ia menjadi kagum ketika masih menjalani masa tournya di kota Pontianak, sebab
masih banyak hutan yang terjaga kelestariannya.
Dan kini Firlana bersama teamnya
sudah berdiam di lobby bandara, mereka masing-masing berusaha menghubungi
keluarga tuk menjemput. Dan sebagai pendiri rumah galeri “MILARATIONIC”,
seorang wanita sedang berjalan mendekati Firlana. “Hai, yang lain telah melapor
kalau mereka sudah mengonfirmasi penjemputan dari keluarga masing-masing.
Bagaimana dengan kamu?”, tegur bersapa tanya menunjukkan kepeduliannya. Firlana
baru melihat ke wanita itu akan menyahut.
“Saya sedang mencoba menghubungi
ojek online, dan baru saja dikonfirmasi.”, sahut Firlana berbahasa bijak nan
sopan. Seorang wanita itupun menjadi tersenyum menerimanya, dan seorang itu
adalah Milara merupakan sahabat wanita dari Negara. “Terus berkarya Firlana,
tingkatkan lagi karna saya tidak ingin rasa suka saya menurun terhadap
karyamu.”, Milara memberi semangat dengan senyuman manisnya. Firlana mengangguk
memberi senyum pula, melihat senang.
Kembali pada Negara. . . .
Kini waktu sudah menunjukkan pukul
tujuh lewat tigapuluh menit. Negara yang sedang duduk di dalam ruang kerjanya.
Baru saja kedatangan seorang asisten dari ayahnya. Dan begitu seorang asisten
dari ayahnya yang merupakan seorang wanita itu sudah berdiam berdiri di depan
meja kerjanya. Asisten dari ayahnya mengabarkan kalau ayahnya ingin membawa
dirinya tuk menunjuk diantara petugas office sebagai seksi keamanan, yang akan
dengan siap sigapnya mengawasi para pekerja office.
Negara yang sudah menyimak,
langsung menganggukkan kepalanya menuruti sebuah perintah ajakan dari ayahnya.
Dan asisten dari ayahnya itupun beralih pamit akan pergi ketika sudah mendengar
jawaban darinya. Sebenarnya secara tersembunyi, ada maksud lain yang akan
ayahnya bicarakan dengan dirinya. Tepatnya nanti setelah ayahnya membawa
dirinya, memberi kesempatan dirinya tuk menunjuk seksi keamanan yang baru
khusus office.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!
Setelah beberapa saat berlalu,
kini Negara telah berdiri bersama ayahnya melihat para office yang sedang
berbaris menghadap keduanya. Kemudian Negara melangkah maju, berdiam didekat
mereka para office yang sedang berbaris mulai berwajahkan tegang menanyakan.
“Saya bukan berniat akan menunjukkan siapa diri saya, anak dari siapakah diri
saya dan tidak serta merta pula menunjukkan jabatan diri saya di kantor
perusahaan milik keluarga saya ini.”, Negara mulai berkata melihat mereka.
Usainya berkata, Negara melipatkan
kedua tangannya didadanya. Memperhatikan mereka satu persatu mencoba tegas
namun raut wajah lugunya tak pernah hilang dari sosok dirinya. “Saya baru
mengenal Nil Ra. Siapa disini yang bernama Nil Ra?”, Negara berkata lagi
mengungkap tanya mencoba tegas kembali. Seorang office boy yang bernama Nil Ra,\
pun mengacungkan tangannya melihat pada dirinya sedikit segan. Dan Negara sudah
melihat kepada siapa yang sedang ia tanyakan tadi.
Namun setelahnya dirinya beralih
menunjuk ke seorang wanita dengan tangan kanannya, mencoba melihat ke seorang
wanita itu. “Anda masih gadis, sudah menikah atau janda?”, Negara melempar
tanya melihat serius dengan keluguannya. Seorang wanita itu menjadi tertegun
melihat pada dirinya akan menjawab tanya darinya. “Saya adalah seorang janda
kembang. Sebab suami saya meninggal setelah kami sah menikah dalam waktu tiga
jam.”. seorang wanita itu menjawab jujur.
Negara masih melihat padanya namun menurunkan
tangan kanannya yang telah menunjuknya tadi. Lalu melangkah mundur dan berdiam
di sebelah ayahnya lagi. “Ayah, aku ingin memilih Nil Ra sebagai seksi keamanan
office. Dan wanita tadi sebagai asisten untukku.”, pintanya pada ayahnya
setelah usai memilih dengan melihat ke ayahnya. Ayahnya yang sudah melihat
balik padanya, beralih mencoba melihat ke Nil Ra dan seorang wanita itu.
“Bubar semuanya, sebab pemilihan
sudah saya anggap sah.”, perintah ayahnya terhadap mereka para office. Para
office boy pun mulai beralih pergi, saling bubarkan diri keluar dari
barisannnya. Begitupula Negara yang sudah beralih bersama ayahnya, usai ayahnya
memberi perintah. Namun daripada itu, masih ada yang belum disampaikan pada
Negara dari ayahnya sendiri.
Di rumah kediaman Dilara. . . .
Dilara sedang menerima sebuah
pesan melalui media social yang bernama Snaphchat, berada di kolam renang
rumahnya. Ia menerima sebuah pesan video dari Firlana, yang mengabarkan kalau
dirinya sudah pulang ke Jakarta sambil menunjukkan sebuah miniature tugu
Khatulistiwa sebagai buah tangan untuk Dilara. Didalam video itu Firlana
meminta untuk bertemu di taman biasa pada sore nanti, sebab ada yang akan
dirinya sampaikan dengan mencoba berbagi bersama Dilara.
Dilara yang kini sudah mendengar
penuh dari sebuah pesan video Firlana, melalui media social yang bernama
Snaphchat. Membalasnya dengan chat, “Waiting for me is out there, dude!!!”. Maksudnya
ialah jika Dilara akan datang untuk bertemu dengan Firlana di sore hari,
bermaksud pula Firlana untuk menunggunya disana. Diantara jarak yang belum
mempertemukan keduanya kembali untuk bisa bertatap muka, keduanya kini menjadi
senyum-senyum sendiri saling memikirkan.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar