Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #6

           Sore harinya, Dilara di rumah kediamannya sendiri sedang duduk bersantai di sebuah ayunan yang terletak di halaman depan rumahnya. Ia sedang berandai kalau dirinya sedang berbagi dengan Firlana, apa yang sudah diterimanya sewaktu berada di kantor perusahaan pada pagi tadi. “Firlana, bisa gak sih aku curhat melalui media ponsel?”, bisiknya dalam termenung. Sebab Firlana adalah seorang teman yang selalu bersedia untuk berbagi kisah sedih ataupun senang.
“Mungkin sebentar lagi, kita akan sama-sama punya kesibukkan yang berbeda.”, bisiknya lagi masih dalam termenung. Lalu dengan tiba-tiba ada yang menyapa dirinya, “Hayooo Lara sedang berbicara dengan siapa?”. Dilara pun menjadi terkejut kecil sembari merasa terusik. Baru melihat ke arah kanannya, dan kini dilihatnya ibu dari dirinya mulai duduk disampingnya. Mereka berdua menjadi saling berpandangan biasa.
“Apa yang sedang Lara keluhkan, wahai putriku?”, sapa lagi dengan tanya ibunya sedikit canda. Dilara menjadi tersenyum melihat kedepan. “Dulu, sewaktu kau masih kecil, ayah selalu melarang ibu tuk memanggilmu, Lara. Karna panggilan dari sebuah nama adalah do’a. sebab itulah ayah tidak ingin ibu memanggilmu, Lara.”, ibunya mencoba menceritakan yang telah lalu. Dilara seketika teringat pada perilaku Negara terhadapnya sendiri.
“Ternyata, anak dari teman papah itu sangat aneh. Awalnya, dia sangat menghormati. Namun sesudahnya dia sangat menghormati, dan dia mendadak menjadi berani beragumen terhadap Dilara, ma.”, Dilara secara spontan mengutarakan bebannya terhadap Negara.
“Jadi, sedari tadi kamu sedang memikirkan sikap dari Kusuma Negara terhadapmu. Omg….!”, ibunya menyahut tanya berakhir canda. Dilara menjadi melihat pada ibunya, melesuhkan wajahnya.
“Dilara kesel sama dia, ma! Dilara kan cewe, masa diawal perkenalan diajakin argumen sih? Wajahnya amat lugu, makanya Dilara kaget waktu gak sengaja beragumen dengan dia.”, Dilara semakin mengutarakan bebannya terhadap Negara.
Ibunya menjadi tertawa kecil, Dilara menjadi bingung mengalihkan pandangannya kedepan. “Tak kenal maka tak sayang, mungkin kata dari pepatah tersebut akan membuatmu bisa berteman dengan dia yang sedang kamu sesalkan sayang.”, ibunya memberi nasehat sembari sanjungan kecil. Dilara memilih diam masih melesuhkan wajahnya. Lalu beralih pergi meninggalkan ibunya dengan perasaan merajuk sebab rasa kesalnya pada Negara belum teredam.

Malam harinya. . . .

Usai makan malam berlangsung, Dilara berdiam duduk di meja belajarnya di dalam kamarnya. Ia sedang berpangku dagu di meja belajarnya sambil memikirkan rasa kesalnya pada Negara. Karna pada hari esok ia akan kembali menemui Negara, tuk menerima sebuah konfirmasi dari dirinya yang akan memutuskan Dilara bekerja di bagian apa, di kantor perusahaan milik keluarga dari dirinya. Kemudian tanpa disadarinya, ayahnya sudah memasuki kamarnya dan Dilara baru melihat ayahnya itu.
Dilara pun memilh berdiam menatapi ayahnya masih duduk ditempatnya. “Papah sudah mendengar keluhan yang telah kau ceritakan tadi pada ibumu. Dilara, hilangkan segera beban itu maka kau akan merasa santai saat harus berhadapan lagi dengannya!”, ayahnya langsung berkata bijak menyejukkan hati putrinya ketika baru sampai berdiam di dekat putrinya itu. Dilara yang menatapi ayahnya diam, hening akan segera menyahut.
“Papah, tapi mohon untuk hari esok saja. Dilara tidak ingin pergi ke perusahaan itu untuk berhadapan dengannya lagi. Dilara masih sesalkan dirinya papah, dan pada lusa Dilara akan datang lagi ke perusahaan itu untuk segera berhadapan dengan dirinya.”. Sahut pinta Dilara berbahasa lembut karna hatinya telah terluluhkan, disejukkan oleh ayahnya tadi. Ayahnya pun menjadi tersenyum lalu mencium kening putrinya itu, berisyarat mengijinkan pinta dari putrinya tadi.
Kemudian berkata pamit akan pergi sesudah menyuruh putrinya itu untuk pergi tidur segera. Perasaan bahagia nan bebas kini Dilara sedang rasakan, sebab bebannnya yang harus berhadapan dengan Negara pada hari esok tertunda satu hari. Dan kini Dilara pun sudah berbaring di kasur tempat tidurnya, dengan tersenyum sebelum memejamkan kedua matanya untuk tidur segera.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!

Pagi telah meniadakan malam, begitupun bulan telah digantikan mentari yang mulai menerangi bumi dengan bias sinarannya begitu bersahabat. Di kediaman Negara, usainya melakukan sarapan pagi, ia berangkat kerja ke kantor perusahaan milik keluarganya sendiri bersama ayahnya. Dan ketika masih dalam setengah perjalanan menuju kantor perusahaannya, ayahnya akan mengajak dirinya berbincang karna bertepatan duduk bersebelahan di dalam mobil yang sama.
Perbincangan pun terjadi saat keduanya memusatkan pandangannya ke depan. “Bagaimana perasaanmu, nak? Bukankah kamu sudah melewati satu hari bekerja sebagai manager di perusahaan milik keluarga kita?”, ayahnya mencoba bertanya tentang perasaan putranya setelah satu hari bekerja. Negara menoleh ke ayahnya, berwajahkan lugu selugunya. “Ayah berharap, kamu sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan barumu di kantor perusahaan miliki keluarga kita.”.
Sambung ayahnya mengungkap pengharapannya, baru saja menoleh ke putranya. Mereka berduapun saling berpandangan. “Asalkan kegemaranku menghiasi hari kerjaku di sana, maka aku akan lebih cepat beradaptasi ayah.”, Negara baru menyahut berwajahkan ceria. Lalu melihat ke depan kembali. Sedangkan ayahnya menjadi merenung melihatnya, sebab ayah dari Dilara mengabarkan kalau Dilara tidak dapat datang tuk menghadap putranya. Sedikit menjadi beban untuk ayahnya.

Sementara disana. . . .

Di bandara Soekarno Hatta, penerbangan dari sebuah pesawat telah mendarat dari kota Pontianak. Sebut saja Firlana yang baru tiba di Jakarta dari kota Pontianak bersama tim dari rumah galeri “MiLARATIONIC”. Ia baru saja menyudahi acara tournya dalam menjalani tour sebagai photographer alam liar, berlokasi di sebuah hutan kota Pontianak. Ia menjadi kagum ketika masih menjalani masa tournya di kota Pontianak, sebab masih banyak hutan yang terjaga kelestariannya.
Dan kini Firlana bersama teamnya sudah berdiam di lobby bandara, mereka masing-masing berusaha menghubungi keluarga tuk menjemput. Dan sebagai pendiri rumah galeri “MILARATIONIC”, seorang wanita sedang berjalan mendekati Firlana. “Hai, yang lain telah melapor kalau mereka sudah mengonfirmasi penjemputan dari keluarga masing-masing. Bagaimana dengan kamu?”, tegur bersapa tanya menunjukkan kepeduliannya. Firlana baru melihat ke wanita itu akan menyahut.
“Saya sedang mencoba menghubungi ojek online, dan baru saja dikonfirmasi.”, sahut Firlana berbahasa bijak nan sopan. Seorang wanita itupun menjadi tersenyum menerimanya, dan seorang itu adalah Milara merupakan sahabat wanita dari Negara. “Terus berkarya Firlana, tingkatkan lagi karna saya tidak ingin rasa suka saya menurun terhadap karyamu.”, Milara memberi semangat dengan senyuman manisnya. Firlana mengangguk memberi senyum pula, melihat senang.

Kembali pada Negara. . . .

Kini waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat tigapuluh menit. Negara yang sedang duduk di dalam ruang kerjanya. Baru saja kedatangan seorang asisten dari ayahnya. Dan begitu seorang asisten dari ayahnya yang merupakan seorang wanita itu sudah berdiam berdiri di depan meja kerjanya. Asisten dari ayahnya mengabarkan kalau ayahnya ingin membawa dirinya tuk menunjuk diantara petugas office sebagai seksi keamanan, yang akan dengan siap sigapnya mengawasi para pekerja office.
Negara yang sudah menyimak, langsung menganggukkan kepalanya menuruti sebuah perintah ajakan dari ayahnya. Dan asisten dari ayahnya itupun beralih pamit akan pergi ketika sudah mendengar jawaban darinya. Sebenarnya secara tersembunyi, ada maksud lain yang akan ayahnya bicarakan dengan dirinya. Tepatnya nanti setelah ayahnya membawa dirinya, memberi kesempatan dirinya tuk menunjuk seksi keamanan yang baru khusus office.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!

Setelah beberapa saat berlalu, kini Negara telah berdiri bersama ayahnya melihat para office yang sedang berbaris menghadap keduanya. Kemudian Negara melangkah maju, berdiam didekat mereka para office yang sedang berbaris mulai berwajahkan tegang menanyakan. “Saya bukan berniat akan menunjukkan siapa diri saya, anak dari siapakah diri saya dan tidak serta merta pula menunjukkan jabatan diri saya di kantor perusahaan milik keluarga saya ini.”, Negara mulai berkata melihat mereka.
Usainya berkata, Negara melipatkan kedua tangannya didadanya. Memperhatikan mereka satu persatu mencoba tegas namun raut wajah lugunya tak pernah hilang dari sosok dirinya. “Saya baru mengenal Nil Ra. Siapa disini yang bernama Nil Ra?”, Negara berkata lagi mengungkap tanya mencoba tegas kembali. Seorang office boy yang bernama Nil Ra,\ pun mengacungkan tangannya melihat pada dirinya sedikit segan. Dan Negara sudah melihat kepada siapa yang sedang ia tanyakan tadi.
Namun setelahnya dirinya beralih menunjuk ke seorang wanita dengan tangan kanannya, mencoba melihat ke seorang wanita itu. “Anda masih gadis, sudah menikah atau janda?”, Negara melempar tanya melihat serius dengan keluguannya. Seorang wanita itu menjadi tertegun melihat pada dirinya akan menjawab tanya darinya. “Saya adalah seorang janda kembang. Sebab suami saya meninggal setelah kami sah menikah dalam waktu tiga jam.”. seorang wanita itu menjawab jujur.
 Negara masih melihat padanya namun menurunkan tangan kanannya yang telah menunjuknya tadi. Lalu melangkah mundur dan berdiam di sebelah ayahnya lagi. “Ayah, aku ingin memilih Nil Ra sebagai seksi keamanan office. Dan wanita tadi sebagai asisten untukku.”, pintanya pada ayahnya setelah usai memilih dengan melihat ke ayahnya. Ayahnya yang sudah melihat balik padanya, beralih mencoba melihat ke Nil Ra dan seorang wanita itu.
“Bubar semuanya, sebab pemilihan sudah saya anggap sah.”, perintah ayahnya terhadap mereka para office. Para office boy pun mulai beralih pergi, saling bubarkan diri keluar dari barisannnya. Begitupula Negara yang sudah beralih bersama ayahnya, usai ayahnya memberi perintah. Namun daripada itu, masih ada yang belum disampaikan pada Negara dari ayahnya sendiri.

Di rumah kediaman Dilara. . . .

Dilara sedang menerima sebuah pesan melalui media social yang bernama Snaphchat, berada di kolam renang rumahnya. Ia menerima sebuah pesan video dari Firlana, yang mengabarkan kalau dirinya sudah pulang ke Jakarta sambil menunjukkan sebuah miniature tugu Khatulistiwa sebagai buah tangan untuk Dilara. Didalam video itu Firlana meminta untuk bertemu di taman biasa pada sore nanti, sebab ada yang akan dirinya sampaikan dengan mencoba berbagi bersama Dilara.
Dilara yang kini sudah mendengar penuh dari sebuah pesan video Firlana, melalui media social yang bernama Snaphchat. Membalasnya dengan chat, “Waiting for me is out there, dude!!!”. Maksudnya ialah jika Dilara akan datang untuk bertemu dengan Firlana di sore hari, bermaksud pula Firlana untuk menunggunya disana. Diantara jarak yang belum mempertemukan keduanya kembali untuk bisa bertatap muka, keduanya kini menjadi senyum-senyum sendiri saling memikirkan.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar