Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #2

Esok harinya, di bandara Soekarno Hatta sedang kedatangan seorang gadis yang baru tiba dari London. Gadis itu adalah Milara, ia baru saja mengakhiri perjalanan panjangnya untuk kembali ke Jakarta pada pukul setengah sepuluh pagi ini. Dan kini ia sedang dalam perjalanan menuju rumah kediaman seorang teman dekatnya, seorang pria yang telah menjadi teman dekatnya sewaktu masih kuliah dulu.

Beberapa saat kemudian. . . .

Milara sudah sampai di rumah kediaman seorang temannya itu, bahkan ia kini sudah berdiri di depan pintu masuk rumah kediaman temannya itu. lalu dengan rasa percaya dirinya, ia menekan bel rumah berharap teman dekatnya itulah yang akan membukakan pintu. Dan ternyata rasa berharapnya pun terkabul, Negara sendirilah yang telah membukakan pintu untuknya. “Milara?”, sapa dengan tanya Negara melihat kedatangannya yang secara tiba-tiba.
Milara langsung berteriak kecil menyapanya bahagia, “Negaraaaa, I miss you.”, lalu cipika-cipiki dengannya. Hubungan persahabatan mereka sudah terjalin sejak masih kuliah dulu, jadi tidak ada basa-basi dan biasa-biasa saja dalam menggunakan bahasa. “Kalo benar miss, kenapa gak ngabarin dulu mau pulang ke Indonesia?”, tanya kedua Negara mulai merasa heran. Milara menjawab dengan sedikit manja padanya, “Surrrpriiiissse dong!!!”. Dan Milara akan memulai percakapan serius dengannya.
“Negara, kamu apa kabar? Udah tiga bulan kita gak ketemu, udah tiga bulan juga kita gak pernah hangout bareng.”, Milara baru menyakan kabarnya juga mengenang kebersamaannya. Melihat ceria.
“Ortu, di belakang gue membicarakan tentang keseriusan masa depanku. Dan faktornya adalah, biar aku gak keseringan lagi berkawan dengan kegemaranku.”, Negara mulai berbagi melihat biasa.
 “kamu, aku, sama-sama udah memasuki usia kepala dua. Sudah seharusnya kita mengambil alih sedikit di dalam perusahan ortu kita. Ehem, kamu sudah punya pacar?”, Milara memberi nasehat kecil lalu menanyakan. Negara memakai wajah sedikit masam.
“Punya, ada Sakura, Hinata, dan aku paling love sama Wonder Woman!”, jawabnya mulai memakai canda. Milara terdiam sejenak menatapnya akan berbicara memberi nasehat lagi sebagai penyemangat.
“Suatu hari nanti, kau akan temukan seseorang yang akan mengubah dirimu. Aku peka banget, di jauh lubuk hati kamu paling dalam, dirimu sebenarnya mencari seperti  diriku yang masih mencari seseorang. Dan kau mencintai kegemaranmu, karna secara gak sadar kamu merasa kesepian yang hebat.”, bahasa bijak nan lembut hingga membuat Negara menjadi tenang mendengarkan.
“Milara, aku Cuma punya kamu. Dulu sebelum lulus kuliah, kamu bareng aku terus. Setelah lulus, kesibukkan kita berdua yang menjaraki kita.”, ungkap Negara menatap haru.
Milara menjadi tersenyum haru lalu memeluknya. “Puaskan dirimu Negara, karna dua jam lagi aku harus terbang ke Surabaya.”, bisik Milara merasa kasihan atas ungkapan darinya tadi. Dan Negara baru memeluk balik dirinya. Dan kemudian, keduanya melepaskan pelukannya. Milara berlanjut berkata pamit untuk pergi, dan Negara memberi senyum mempersilahkannya. Milara pun pergi sudah beranjak membelakanginya. Negara sudah merasa puas menjadi ikhlas melihatnya pergi.
Sementara ibu darinya, menjadi sedikit gelisah karna sudah melihat keduanya secara diam-diam di balik Negara di kejauhan. Sayangnya, ibu dari Negara tidak dapat mendengar jelas percakapan singkat dari keduanya. “Dan kini baru saja aku mengetahui, Negara hanya memiliki satu teman sejati yaitu Milara.”, bisiknya meratapi Negara yang baru usai menutup pintu masuk rumah akan beranjak menuju tangga.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!

Di sana, di sebuah taman yang menjadi tempat suburnya aneka bunga. Ada dua orang sahabat yang sedang duduk bersama dibangku di dalam taman tersebut. Dua orang sahabat itu merupakan seorang laki-laki dan seorang perempuan. Dan mereka masing-masing bernama, Dilara dan Firlana. Mereka bertemu diawal masuk universitas, menjalani pertemanan hingga sekarang saat sudah mendapatkan gelar sarjana.
Memulai cerita pada keduanya, mereka kini sedang asik menikmati pemandangan didepannya. Taman ini adalah tempat favorit keduanya dalam menghabiskan waktu bersama, berbeda dengan mereka yang lain menfavoritkan mall sebagai tempat untuk menghabiskan waktu bersama. Di tengah suasana yang begitu bersahaja, mereka berdua pun akan memulai percakapan dengan masih melihat pemandangan didepannya.
“Tidak terasa, kita sekarang harus sudah siap menggapai masa depan. Entah itu buruk, ataupun beruntung kita harus tetap berbesar hati menerimanya bukan?”, Firlana memulai.
“Masa depan kita sudah tertulis namun masih tersembunyi, tinggal kita saja yang mencoba mencarinya. Dan semoga, masa depan kita lebih cerah daripada masa sebelumnya.”, sambung Dilara.
Lalu mereka berdua saling menolehkan kepalanya hingga menjadi saling berpandangan. Diawalnya mereka berpandangan kaku, lalu menjadi saling tersenyum dan Firlana mengajaknya untuk berjalan bersama. Dilara langsung mengangguk sembari ikut berdiri seperti Firlana yang telah berdiri lebih dulu, masih saling berpandangan dengan tersenyum. Mereka berdua pun memulai langkah tuk beranjak berjalan bersama.
Dan kini mereka sudah sampai setengah jalan berjalan bersama, dengan di tengahnya dibatasi oleh kumpulan bunga terompet berwarna kuning cerah. Mereka berjalan bersama dengan santainya melihat pemandangan di depannya mengikuti irama langkah kaki masing-masing. Ditengah keadaannya seperti itu Firlana mencoba mengungkap sesuatu dihatinya, “Aku Firlana, dan dia Dilara. Kami selalu mengadakan waktu untuk bersama, tetapi tidak pernah menganggapnya sebagai kencan.”.
Diam-diam Dilara juga mengungkap sesuatu dihatinya seperti menyambung kata ungkapan dari Firlana, “Cinta, sudah lama kami tidak mengenal itu ketika bersama maupun tidak. Iya, karna kamilah sahabat yang paling sejati dari siapapun.”. Mereka berdua saling mengungkap sesuatu dihatinya itu karna begitu terpancing dengan suasana yang bersahaja. Sehingga membuat keduanya menjadi betah berjalan bersama melihat pemandangan di depannya.
Namun disaat ketika Dilara mencoba tuk melihat Firlana di arah kirinya, mendadak Firlana menjadi hilang tanpa meninggalkan jejak apapun. “Firlana telah mencoba menghilang kesekian kalinya….?”, katanya mendesah melihat lagi kedepan. Lalu teringat dengan permainan yang pernah Firlana tunjukkan padanya. Yaitu Dilara harus mencari dirinya dengan berjalan mencoba menerka di mana dirinya telah bersembunyi.
“Semoga Dilara bisa menemukan Firlana yang telah mencoba hilang kesekian kalinya.”, Dilara mendo’akan dirinya sendiri. Lalu mulai berjalan kedepan demi mencari tempat persembunyian dari Firlana. Sebenarnya, tidak bisa segera Dilara mencari tempat persembunyian serta akan menemukan Firlana. Karna didalam permainannya, semakin Dilara mencoba mencari maka Firlana akan semakin menjauh berpindah tempat untuk bersembunyi menghindarinya.
Karna Firlana secara sembunyi melihat Dilara yang sedang mencarinya. Jadi karna itu juga Firlana dapat mengontrol sampai dimana Dilara akan mencarinya juga akan menemukannya. Begitupula Firlana dapat mengontrol sampai dimana ia tetap bersembunyi lalu akan menunjukkan diri, sebagai akhir dari permainannya.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!

Setelah lama berusaha mencari, Dilara menghentikan langkahnya berdiam di tempat sejenak sembari memikirkan di mana tempat yang akan membawa Firlana pada sebuah tempat persembunyian barunya namun sebagai sebuah jebakan untuknya. Dan kini pun Dilara sudah menemukan suatu tempat di depannya di kejauhan sana, dengan percaya diri Dilara berlari kencang menuju suatu tempat yang lumayan jauh di depannya sana.
Sementara Firlana yang mengikutinya secara sembunyi mulai dibuat bingung oleh dirinya kemana akan dibawa pergi. Setibanya di suatu tempat yang sudah dituju, Dilara merasa puas serta lega bernafas amat santai membelakangi dua buah pohon besar di belakangnya. “Dimana lagi Firlana akan bisa bersembunyi? Sementara pada dua pohon itu memiliki jarak duapuluh langkah untuk bisa bersembunyi dipohon sebelahnya?”, gumam Dilara dihati melihat lurus kedepan.
Kemudian Dilara mencoba berbalik kebelakang, dan ditemuinya Firlana sedang berjalan membelakangi pohon yang menghadap ke Dilara, posisinya Firlana mengesampingkan Dilara. “And now, I find you there!”, tegur Dilara dengan berjalan menghamprinya. Sementara Firlana menjadi terhenti langkahnya menunggu Dilara berhenti berdiam didekatnya. “Sekian kalinya kau temukan aku.”, puji Firlana melihatnya senang yang sudah berhenti didepannya.
“Jangan lagi menunjukkan permainanmu padaku lagi. Aku lelaaah….!”, Dilara berkeluh. Berwajahkan lelah merasakan dehidrasi ringan.
“Aku beri waktu untukmu beristirahat. Karna suatu saat nanti kita akan bermain lagi!”, Firlana memberi suatu kesempatan untuknya.
Usainya berbicara singkat, Firlana mengajak Dilara untuk pergi ke sebuah tempat penjual minuman. Karna Dilara dan dirinya sama-sama sedang berada sedikit dalam kehausan. Dan keduanya pun kini telah berjalan menuju ke sebuah tempat penjual minuman itu, dengan berjalan santai bersama tanpa bergandengan tangan.

Malam harinya. . . .

Di sebuah tempat hiburan malam, Firlana sedang bermain bola biliar bersama beberapa orang temannya sesama pria. Bermain bola biliar ditempat hiburan malam tersebut adalah suatu kebiasaannya serta kegemarannya. Namun tak jarang ia meminum-minuman alkohol yang bisa menyebabkan dirinya menjadi mabuk dalam dosis alkohol yang masih wajar. Disaat dirinya masih asik dengan bola biliarnya, teman-temannya yang bersamanya menjadi fokus ke orang lain yang perlahan mendekatinya.
Firlana yang masih asik, menegakkan tubuhnya karna sedari tadi membungkuk. Lalu tidak sengaja melihat kedatangan Dilara disamping kanan dirinya. “Dilara….?”, tegurnya bertanya-tanya sendiri sedikit kaget. Dilara memberi senyum membalas sapa darinya. “Tak apa kan, aku ikut bermain ditempat ini?”, tanya Dilara berharap Firlana akan menyahut mengijinkannya. Firlana beralih melihat ke teman-temannya lalu melihat lagi padanya.
Sedangkan teman-temannya mulai merasa tegang melihat diam kepada Dilara yang baru melihat mereka secara satu-persatu. Dan secara mahu tidak mahu, Firlana memberi stik biliar pada salah-satu dari temannya lalu mengajak Dilara untuk duduk ditempat lain. Mereka berdua pun kini sudah beranjak beralih ketempat lain dan teman-temannya yang ditinggal oleh keduanya mulai pulih keadaannya seperti semula.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!

Dan kini Firlana telah duduk bersama Dilara di sebuah kursi, keduanya sedang duduk bersama melihat para pengunjung yang sedang joget-joget tidak jelas. “Firlana, ajak aku joget dong seperti mereka!! Aku bosen banget niiiih!!”, perintah  Dilara tegas mengajaknya. Sedangkan Firlana baru usai meminum-minuman anggurnya nol alkohol, melihat padanya. “Oke, ayoooo!”, Firlana langsung menyahut menyetujuinya.
Dilara merasa senang yang sudah sedari tadi melihat padanya lalu beranjak ikut berjoget lebih dulu, baru disusul Firlana yang mendekatinya ikut berjoget dengannya. Firlana menuruti keinginan dirinya, karna masih menjaga dirinya agar tidak terjebak kelubang negatif didalam dunia hiburan. Sebab itulah Firlana menjadi kaget ketika mengatahui Dilara datang ke tempat hiburan tersebut. Karna lagi Firlana harus berhati-hati dalam menjaga sahabatnya itu, Dilara.

Beralih dulu ketempat lain. . . .

Di rumah kediaman Negara, keramahan dalam suasana sunyi sudah menyapa rumahnya. Malam ini merupakan malam bulan purnama, dan pancaran sinar dari bulan purnama itu menerangi rumah kediamannya dengan keramahannya. Sementara itu, dimanakah Negara? Ternyata Negara sedang berdiri berdiam didalam kamarnya sendiri, meratapi baju kemeja berdasi serta dengan jas bajunya tertgantung rapi didinding kamarnya.
Dingatnya secara mengulang, kalau pada hari esok ia akan siap berkenalan dengan suatu ruangan untuknya didalam gedung kantor milik perusahaan keluarganya. “Dan kalau begitu, maka aku harus membawa komik favoritku. Untuk aku baca di sana di kala waktu luang sedang aku nikmati.”, tekadnya dalam berniat. Menegaskan tekadnya, niatnya serta keinginannya ketika sudah bekerja di kantor millik perusahaan keluarganya itu.

Kembali ke Firlana dan Dilara. . . .

Tersadar sekarang waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Firlana meminta Dilara untuk berhenti berjoget sejenak. Namun Dilara malah mengacuhkannya karna masih asik dengan jogetnya. Firlana masih berusaha memintanya untuk berhenti berjoget, namun masih saja Dilara mengacuhkannya hingga beberapa kali kemudian. Dan dengan tiba-tiba Firlana mencoba bersikap tegas padanya, dengan memegang wajah Dilara lalu menghadapkannya kewajahnya sendiri.
“Sudah jam sembilan malam. Jika kamu telat pulang satu jam saja. Maka akan ada laporan dari security rumah kediamanmu pada ibumu.”, tegur Firlana mengingatkannya. Dilara menjadi terdiam acuh melepaskan kedua tangan Firlana yang telah memegang wajahnya. “Hargai sikapku yang masih ngejaga kamu!! Please!!!!”, tegas Firlana sambungnya dalam kata-kata. Tanpa disadari oleh Dilara kalau Firlana telah menunjukkan keseriusannya dalam menjaga dirinya.
Dan itu terlihat dari diri Dilara yang masih terdiam acuh lalu berbalik membelakanginya. “Kalau saja aku tahu akan jadi begini akhirnya, aku gak bakal mau pergi kemari. Aku belum puas feeling have fun nya!”, Dilara mulai menyahut sedikit berkeluh memberontak kecil. Mengeraskan hatinya. “Kamu seharusnya sadar! Kamu disayangin, makanya aku bersikap tegas seperti ini!”, Firlana kembali bersikap tegas meluluhkan keras hatinya Dilara. Dilara pun terpaksa berkata “Iya”, lalu berjalan menuju luar disusul Firlana.
Dan Firlana akan mengantarnya pulang dengan menggunakan sebuah kendaraan taxi yang sama. Sebab Dilara pergi ketempat hiburan tersebut dengan menggunakan kendaraan taxi. Ada satu yang amat kurang dimengerti oleh Dilara, yaitu pada sahutan dengan lagi sikap tegas dari Firlana yang terakhir. Karna makna dari kata “Sayangin” yang sudah terlanjur diucapkannya tadi ada sesuatu yang sudah lama sengaja disembunyikan Firlana dari dirinya.

S A C Uku

bukan cerita cinta segitiga!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar