Esok harinya, di bandara Soekarno
Hatta sedang kedatangan seorang gadis yang baru tiba dari London. Gadis itu
adalah Milara, ia baru saja mengakhiri perjalanan panjangnya untuk kembali ke
Jakarta pada pukul setengah sepuluh pagi ini. Dan kini ia sedang dalam
perjalanan menuju rumah kediaman seorang teman dekatnya, seorang pria yang
telah menjadi teman dekatnya sewaktu masih kuliah dulu.
Beberapa saat kemudian. . . .
Milara sudah sampai di rumah
kediaman seorang temannya itu, bahkan ia kini sudah berdiri di depan pintu
masuk rumah kediaman temannya itu. lalu dengan rasa percaya dirinya, ia menekan
bel rumah berharap teman dekatnya itulah yang akan membukakan pintu. Dan
ternyata rasa berharapnya pun terkabul, Negara sendirilah yang telah membukakan
pintu untuknya. “Milara?”, sapa dengan tanya Negara melihat kedatangannya yang
secara tiba-tiba.
Milara langsung berteriak kecil
menyapanya bahagia, “Negaraaaa, I miss you.”, lalu cipika-cipiki dengannya. Hubungan
persahabatan mereka sudah terjalin sejak masih kuliah dulu, jadi tidak ada
basa-basi dan biasa-biasa saja dalam menggunakan bahasa. “Kalo benar miss,
kenapa gak ngabarin dulu mau pulang ke Indonesia?”, tanya kedua Negara mulai
merasa heran. Milara menjawab dengan sedikit manja padanya, “Surrrpriiiissse
dong!!!”. Dan Milara akan memulai percakapan serius dengannya.
“Negara, kamu apa kabar? Udah tiga
bulan kita gak ketemu, udah tiga bulan juga kita gak pernah hangout bareng.”,
Milara baru menyakan kabarnya juga mengenang kebersamaannya. Melihat ceria.
“Ortu, di belakang gue
membicarakan tentang keseriusan masa depanku. Dan faktornya adalah, biar aku
gak keseringan lagi berkawan dengan kegemaranku.”, Negara mulai berbagi melihat
biasa.
“kamu, aku, sama-sama udah memasuki usia
kepala dua. Sudah seharusnya kita mengambil alih sedikit di dalam perusahan
ortu kita. Ehem, kamu sudah punya pacar?”, Milara memberi nasehat kecil lalu
menanyakan. Negara memakai wajah sedikit masam.
“Punya, ada Sakura, Hinata, dan
aku paling love sama Wonder Woman!”, jawabnya mulai memakai canda. Milara terdiam
sejenak menatapnya akan berbicara memberi nasehat lagi sebagai penyemangat.
“Suatu hari nanti, kau akan
temukan seseorang yang akan mengubah dirimu. Aku peka banget, di jauh lubuk
hati kamu paling dalam, dirimu sebenarnya mencari seperti diriku yang masih mencari seseorang. Dan kau
mencintai kegemaranmu, karna secara gak sadar kamu merasa kesepian yang
hebat.”, bahasa bijak nan lembut hingga membuat Negara menjadi tenang
mendengarkan.
“Milara, aku Cuma punya kamu. Dulu
sebelum lulus kuliah, kamu bareng aku terus. Setelah lulus, kesibukkan kita
berdua yang menjaraki kita.”, ungkap Negara menatap haru.
Milara menjadi tersenyum haru lalu
memeluknya. “Puaskan dirimu Negara, karna dua jam lagi aku harus terbang ke
Surabaya.”, bisik Milara merasa kasihan atas ungkapan darinya tadi. Dan Negara
baru memeluk balik dirinya. Dan kemudian, keduanya melepaskan pelukannya.
Milara berlanjut berkata pamit untuk pergi, dan Negara memberi senyum
mempersilahkannya. Milara pun pergi sudah beranjak membelakanginya. Negara
sudah merasa puas menjadi ikhlas melihatnya pergi.
Sementara ibu darinya, menjadi
sedikit gelisah karna sudah melihat keduanya secara diam-diam di balik Negara
di kejauhan. Sayangnya, ibu dari Negara tidak dapat mendengar jelas percakapan
singkat dari keduanya. “Dan kini baru saja aku mengetahui, Negara hanya
memiliki satu teman sejati yaitu Milara.”, bisiknya meratapi Negara yang baru
usai menutup pintu masuk rumah akan beranjak menuju tangga.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!
Di sana, di sebuah taman yang
menjadi tempat suburnya aneka bunga. Ada dua orang sahabat yang sedang duduk
bersama dibangku di dalam taman tersebut. Dua orang sahabat itu merupakan
seorang laki-laki dan seorang perempuan. Dan mereka masing-masing bernama,
Dilara dan Firlana. Mereka bertemu diawal masuk universitas, menjalani
pertemanan hingga sekarang saat sudah mendapatkan gelar sarjana.
Memulai cerita pada keduanya,
mereka kini sedang asik menikmati pemandangan didepannya. Taman ini adalah
tempat favorit keduanya dalam menghabiskan waktu bersama, berbeda dengan mereka
yang lain menfavoritkan mall sebagai tempat untuk menghabiskan waktu bersama.
Di tengah suasana yang begitu bersahaja, mereka berdua pun akan memulai
percakapan dengan masih melihat pemandangan didepannya.
“Tidak terasa, kita sekarang harus
sudah siap menggapai masa depan. Entah itu buruk, ataupun beruntung kita harus
tetap berbesar hati menerimanya bukan?”, Firlana memulai.
“Masa depan kita sudah tertulis
namun masih tersembunyi, tinggal kita saja yang mencoba mencarinya. Dan semoga,
masa depan kita lebih cerah daripada masa sebelumnya.”, sambung Dilara.
Lalu mereka berdua saling
menolehkan kepalanya hingga menjadi saling berpandangan. Diawalnya mereka
berpandangan kaku, lalu menjadi saling tersenyum dan Firlana mengajaknya untuk
berjalan bersama. Dilara langsung mengangguk sembari ikut berdiri seperti
Firlana yang telah berdiri lebih dulu, masih saling berpandangan dengan tersenyum.
Mereka berdua pun memulai langkah tuk beranjak berjalan bersama.
Dan kini mereka sudah sampai
setengah jalan berjalan bersama, dengan di tengahnya dibatasi oleh kumpulan
bunga terompet berwarna kuning cerah. Mereka berjalan bersama dengan santainya
melihat pemandangan di depannya mengikuti irama langkah kaki masing-masing.
Ditengah keadaannya seperti itu Firlana mencoba mengungkap sesuatu dihatinya,
“Aku Firlana, dan dia Dilara. Kami selalu mengadakan waktu untuk bersama,
tetapi tidak pernah menganggapnya sebagai kencan.”.
Diam-diam Dilara juga mengungkap
sesuatu dihatinya seperti menyambung kata ungkapan dari Firlana, “Cinta, sudah
lama kami tidak mengenal itu ketika bersama maupun tidak. Iya, karna kamilah
sahabat yang paling sejati dari siapapun.”. Mereka berdua saling mengungkap
sesuatu dihatinya itu karna begitu terpancing dengan suasana yang bersahaja.
Sehingga membuat keduanya menjadi betah berjalan bersama melihat pemandangan di
depannya.
Namun disaat ketika Dilara mencoba
tuk melihat Firlana di arah kirinya, mendadak Firlana menjadi hilang tanpa
meninggalkan jejak apapun. “Firlana telah mencoba menghilang kesekian
kalinya….?”, katanya mendesah melihat lagi kedepan. Lalu teringat dengan
permainan yang pernah Firlana tunjukkan padanya. Yaitu Dilara harus mencari
dirinya dengan berjalan mencoba menerka di mana dirinya telah bersembunyi.
“Semoga Dilara bisa menemukan
Firlana yang telah mencoba hilang kesekian kalinya.”, Dilara mendo’akan dirinya
sendiri. Lalu mulai berjalan kedepan demi mencari tempat persembunyian dari Firlana.
Sebenarnya, tidak bisa segera Dilara mencari tempat persembunyian serta akan
menemukan Firlana. Karna didalam permainannya, semakin Dilara mencoba mencari
maka Firlana akan semakin menjauh berpindah tempat untuk bersembunyi
menghindarinya.
Karna Firlana secara sembunyi
melihat Dilara yang sedang mencarinya. Jadi karna itu juga Firlana dapat
mengontrol sampai dimana Dilara akan mencarinya juga akan menemukannya.
Begitupula Firlana dapat mengontrol sampai dimana ia tetap bersembunyi lalu
akan menunjukkan diri, sebagai akhir dari permainannya.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!
Setelah lama berusaha mencari,
Dilara menghentikan langkahnya berdiam di tempat sejenak sembari memikirkan di mana
tempat yang akan membawa Firlana pada sebuah tempat persembunyian barunya namun
sebagai sebuah jebakan untuknya. Dan kini pun Dilara sudah menemukan suatu
tempat di depannya di kejauhan sana, dengan percaya diri Dilara berlari kencang
menuju suatu tempat yang lumayan jauh di depannya sana.
Sementara Firlana yang
mengikutinya secara sembunyi mulai dibuat bingung oleh dirinya kemana akan
dibawa pergi. Setibanya di suatu tempat yang sudah dituju, Dilara merasa puas
serta lega bernafas amat santai membelakangi dua buah pohon besar di belakangnya.
“Dimana lagi Firlana akan bisa bersembunyi? Sementara pada dua pohon itu
memiliki jarak duapuluh langkah untuk bisa bersembunyi dipohon sebelahnya?”,
gumam Dilara dihati melihat lurus kedepan.
Kemudian Dilara mencoba berbalik
kebelakang, dan ditemuinya Firlana sedang berjalan membelakangi pohon yang
menghadap ke Dilara, posisinya Firlana mengesampingkan Dilara. “And now, I find
you there!”, tegur Dilara dengan berjalan menghamprinya. Sementara Firlana
menjadi terhenti langkahnya menunggu Dilara berhenti berdiam didekatnya.
“Sekian kalinya kau temukan aku.”, puji Firlana melihatnya senang yang sudah
berhenti didepannya.
“Jangan lagi menunjukkan
permainanmu padaku lagi. Aku lelaaah….!”, Dilara berkeluh. Berwajahkan lelah
merasakan dehidrasi ringan.
“Aku beri waktu untukmu
beristirahat. Karna suatu saat nanti kita akan bermain lagi!”, Firlana memberi
suatu kesempatan untuknya.
Usainya berbicara singkat, Firlana
mengajak Dilara untuk pergi ke sebuah tempat penjual minuman. Karna Dilara dan
dirinya sama-sama sedang berada sedikit dalam kehausan. Dan keduanya pun kini
telah berjalan menuju ke sebuah tempat penjual minuman itu, dengan berjalan
santai bersama tanpa bergandengan tangan.
Malam harinya. . . .
Di sebuah tempat hiburan malam,
Firlana sedang bermain bola biliar bersama beberapa orang temannya sesama pria.
Bermain bola biliar ditempat hiburan malam tersebut adalah suatu kebiasaannya
serta kegemarannya. Namun tak jarang ia meminum-minuman alkohol yang bisa
menyebabkan dirinya menjadi mabuk dalam dosis alkohol yang masih wajar. Disaat
dirinya masih asik dengan bola biliarnya, teman-temannya yang bersamanya
menjadi fokus ke orang lain yang perlahan mendekatinya.
Firlana yang masih asik, menegakkan
tubuhnya karna sedari tadi membungkuk. Lalu tidak sengaja melihat kedatangan
Dilara disamping kanan dirinya. “Dilara….?”, tegurnya bertanya-tanya sendiri
sedikit kaget. Dilara memberi senyum membalas sapa darinya. “Tak apa kan, aku
ikut bermain ditempat ini?”, tanya Dilara berharap Firlana akan menyahut
mengijinkannya. Firlana beralih melihat ke teman-temannya lalu melihat lagi
padanya.
Sedangkan teman-temannya mulai
merasa tegang melihat diam kepada Dilara yang baru melihat mereka secara
satu-persatu. Dan secara mahu tidak mahu, Firlana memberi stik biliar pada
salah-satu dari temannya lalu mengajak Dilara untuk duduk ditempat lain. Mereka
berdua pun kini sudah beranjak beralih ketempat lain dan teman-temannya yang
ditinggal oleh keduanya mulai pulih keadaannya seperti semula.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!
Dan kini Firlana telah duduk
bersama Dilara di sebuah kursi, keduanya sedang duduk bersama melihat para
pengunjung yang sedang joget-joget tidak jelas. “Firlana, ajak aku joget dong
seperti mereka!! Aku bosen banget niiiih!!”, perintah Dilara tegas mengajaknya. Sedangkan Firlana
baru usai meminum-minuman anggurnya nol alkohol, melihat padanya. “Oke,
ayoooo!”, Firlana langsung menyahut menyetujuinya.
Dilara merasa senang yang sudah
sedari tadi melihat padanya lalu beranjak ikut berjoget lebih dulu, baru
disusul Firlana yang mendekatinya ikut berjoget dengannya. Firlana menuruti
keinginan dirinya, karna masih menjaga dirinya agar tidak terjebak kelubang
negatif didalam dunia hiburan. Sebab itulah Firlana menjadi kaget ketika
mengatahui Dilara datang ke tempat hiburan tersebut. Karna lagi Firlana harus
berhati-hati dalam menjaga sahabatnya itu, Dilara.
Beralih dulu ketempat lain. . . .
Di rumah kediaman Negara,
keramahan dalam suasana sunyi sudah menyapa rumahnya. Malam ini merupakan malam
bulan purnama, dan pancaran sinar dari bulan purnama itu menerangi rumah
kediamannya dengan keramahannya. Sementara itu, dimanakah Negara? Ternyata
Negara sedang berdiri berdiam didalam kamarnya sendiri, meratapi baju kemeja
berdasi serta dengan jas bajunya tertgantung rapi didinding kamarnya.
Dingatnya secara mengulang, kalau
pada hari esok ia akan siap berkenalan dengan suatu ruangan untuknya didalam
gedung kantor milik perusahaan keluarganya. “Dan kalau begitu, maka aku harus
membawa komik favoritku. Untuk aku baca di sana di kala waktu luang sedang aku
nikmati.”, tekadnya dalam berniat. Menegaskan tekadnya, niatnya serta
keinginannya ketika sudah bekerja di kantor millik perusahaan keluarganya itu.
Kembali ke Firlana dan Dilara. . . .
Tersadar sekarang waktu sudah
menunjukkan pukul sembilan malam, Firlana meminta Dilara untuk berhenti
berjoget sejenak. Namun Dilara malah mengacuhkannya karna masih asik dengan
jogetnya. Firlana masih berusaha memintanya untuk berhenti berjoget, namun
masih saja Dilara mengacuhkannya hingga beberapa kali kemudian. Dan dengan
tiba-tiba Firlana mencoba bersikap tegas padanya, dengan memegang wajah Dilara
lalu menghadapkannya kewajahnya sendiri.
“Sudah jam sembilan malam. Jika
kamu telat pulang satu jam saja. Maka akan ada laporan dari security rumah
kediamanmu pada ibumu.”, tegur Firlana mengingatkannya. Dilara menjadi terdiam
acuh melepaskan kedua tangan Firlana yang telah memegang wajahnya. “Hargai
sikapku yang masih ngejaga kamu!! Please!!!!”, tegas Firlana sambungnya dalam
kata-kata. Tanpa disadari oleh Dilara kalau Firlana telah menunjukkan
keseriusannya dalam menjaga dirinya.
Dan itu terlihat dari diri Dilara
yang masih terdiam acuh lalu berbalik membelakanginya. “Kalau saja aku tahu akan
jadi begini akhirnya, aku gak bakal mau pergi kemari. Aku belum puas feeling have
fun nya!”, Dilara mulai menyahut sedikit berkeluh memberontak kecil.
Mengeraskan hatinya. “Kamu seharusnya sadar! Kamu disayangin, makanya aku
bersikap tegas seperti ini!”, Firlana kembali bersikap tegas meluluhkan keras
hatinya Dilara. Dilara pun terpaksa berkata “Iya”, lalu berjalan menuju luar
disusul Firlana.
Dan Firlana akan mengantarnya
pulang dengan menggunakan sebuah kendaraan taxi yang sama. Sebab Dilara pergi
ketempat hiburan tersebut dengan menggunakan kendaraan taxi. Ada satu yang amat
kurang dimengerti oleh Dilara, yaitu pada sahutan dengan lagi sikap tegas dari
Firlana yang terakhir. Karna makna dari kata “Sayangin” yang sudah terlanjur
diucapkannya tadi ada sesuatu yang sudah lama sengaja disembunyikan Firlana
dari dirinya.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar