Malam harinya, ada kabar baik yang
di berikan oleh Firlana. Kini, tepat pukul delapan malam, ia baru saja
terbangun dari tidur panjangnya. Kedua orangtuanya serta Dilara yang sedang
berada disampingnya, menjadi tersenyum menyambut kesadaran dari dirinya. “Abi,
ami, Dilara. Aku sudah tertidur berapa lama?”, tanya Firlana dengan kondisinya
yang masih lemah. Ayahnya menggeleng melihat dirinya haru berkata, “Sudah
lupakan, yang penting sekarang kamu sudah bangun.”.
Sementara ibunya, beralih melihat
ke Dilara mengucapkan terimakasih karna telah turut menjaga dirinya selama
kurang lebih enam bulan lamanya. Dan suasana bahagia telah ada pada hati mereka
masing-masing. Suasana bahagia nan haru mulai tercipta, saat Dokter mengatakan
jika Firlana telah terbebas dari penyakit leukemia. Tangis haru dan rasa syukur
pun mulai ditampakkan oleh mereka yang masih bersama. Dilara sudah mengetahui
kalau Firlana adalah saudara sesusuannya.
Esok harinya. . . .
Pagi, sekitar pukul sembilan lewat
sepuluh menit. Di dalam gedung kantor perusahaan milik keluarga dari Negara,
terlihat Negara sedang berjalan tergesah-gesah di sertai wajahnya yang amat
cuek. Ia sedang berusaha menuju ke ruang kerjanya, sebab telah ada suatu berkas
pekerjaan yang harus segera tuk di revisi olehnya. Dan begitu ia telah sampai
memasuki ke dalam ruang kerjanya, dirinya langsung duduk di kursi kerjanya tak
menghiraukan apapun yang sudah tampak di dalam ruang kerjanya.
Kemudian ia mengeluarkan suatu
perintah terhadap seorang yang merupakan asisten tetapnya, pikirnya selalu. “Serahkan
padaku segera suatu berkas yang kemarin! sepertinya ada yang perlu saya revisi
ulang.”, perintahnya sambil memeriksa beberapa berkas di meja kerjanya. Seorang
yang merupakan asisten tetapnya itupun, bangun dari duduknya serta berjalan
bergegas memberikan suatu berkas yang telah di maksud oleh dirinya.
Namun ketika Negara sudah
menerimanya, dirinya telah menemukan sebuah kekeliruan. Seorang yang merupakan
asisten tetapnya itu telah keliru dalam menyerahkan suatu berkas padanya.
Negara menjadi hening sesaat, baru melihat ke wajah dari seorang asisten
tetapnya itu, pikirnya sedari tadi. Namun yang terlihat malah berbalik, bukan
wajah dari seorang asisten tetapnya tetapi wajah dari Dilara yang baru
dilihatnya kini.
“Senang bisa mengenang kembali,
saat saya masih menjadi seorang asisten sementara dari bapak.”, sapa Dilara
ceria melihat Negara. Negara berdiam menatapinya bertanya. “Masih betah
bersamaku? Apakah bapak pada waktu itu yang dulu, memintaku untuk menggantikan
posisi dari seorang yang telah lama bekerja sebagai asisten tetapnya bapak?”,
sambung Dilara bertanya.
“Dari dulu sampai sekarang, saya
sama sekali tidak pernah terbesit, tentang apa yang baru saja telah kau
tanyakan itu.”, ujar Negara membuat Dilara melihatnya hening.
Lalu terpancar dari kedua bola
mata dari Dilara, yang menandakan adanya sebuah perasaan cinta, dan Negara
telah dapat melihatnya di saat keduanya mulai saling bertatapan diam namun
sebenarnya telah saling menunggu akan sebuah jawaban. Kemudian Negara akan
berkata menyampaikan sebuah tanya beserta sebuah jawaban.
“Masih betah bersamaku? Seandainya
kau menjawab “Iya”, pada waktu itu yang dulu. Maka, aku akan menjadikanmu
sebagai asisten untuk sepanjang hidupku, istriku. Tapi sayangnya aku sudah
cukup tahu, jika kau sama sekali tidak pernah menyukaiku…”, katanya dalam
berusaha tuk menyampaikan. Lalu di sahut langsung dengan Dilara yang memberi
pertanyaan padanya.
“Adakah sebuah arti dari jantungku
yang berdegug, saat ketika bersamamu? Pak, maksudku, Negara, ya aku yang
sekarang telah mencoba untuk berani menyambut rasa sukamu.”, Dilara menyahut
mengutarakan yang telah terjadi padanya sendiri.
Negara sudah terlanjur
mendengarnya, melihat tertegun mencoba memahami. Dilara yang mulai berpikir
kalau Negara sedang meragukannya, memaksanya berkata menanyakan, “Tidak bisakah
kita mencoba tuk bersatu sekarang?”. Negara menjadi tersenyum haru, mulai
berjalan mendekatinya. Dan begitu Dilara melihat dirinya yang semakin
mendekati, Dilara langsung melangkah kedepan hingga dapat memeluk dirinya.
keduanya pun kini saling berpelukan, menikmati rasa yang baru saja tersambut.
Sebuah perasaan lega pun telah
dapat mereka berdua rasakan. Dan kemudian Negara mencium mata kanan dari Dilara
yang tertutup, masih dalam pelukannya menikmati rasa-rasa rindu yang semakin
menjadi.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar