Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #38

Malam harinya, ada kabar baik yang di berikan oleh Firlana. Kini, tepat pukul delapan malam, ia baru saja terbangun dari tidur panjangnya. Kedua orangtuanya serta Dilara yang sedang berada disampingnya, menjadi tersenyum menyambut kesadaran dari dirinya. “Abi, ami, Dilara. Aku sudah tertidur berapa lama?”, tanya Firlana dengan kondisinya yang masih lemah. Ayahnya menggeleng melihat dirinya haru berkata, “Sudah lupakan, yang penting sekarang kamu sudah bangun.”.
Sementara ibunya, beralih melihat ke Dilara mengucapkan terimakasih karna telah turut menjaga dirinya selama kurang lebih enam bulan lamanya. Dan suasana bahagia telah ada pada hati mereka masing-masing. Suasana bahagia nan haru mulai tercipta, saat Dokter mengatakan jika Firlana telah terbebas dari penyakit leukemia. Tangis haru dan rasa syukur pun mulai ditampakkan oleh mereka yang masih bersama. Dilara sudah mengetahui kalau Firlana adalah saudara sesusuannya.

Esok harinya. . . .

Pagi, sekitar pukul sembilan lewat sepuluh menit. Di dalam gedung kantor perusahaan milik keluarga dari Negara, terlihat Negara sedang berjalan tergesah-gesah di sertai wajahnya yang amat cuek. Ia sedang berusaha menuju ke ruang kerjanya, sebab telah ada suatu berkas pekerjaan yang harus segera tuk di revisi olehnya. Dan begitu ia telah sampai memasuki ke dalam ruang kerjanya, dirinya langsung duduk di kursi kerjanya tak menghiraukan apapun yang sudah tampak di dalam ruang kerjanya.
Kemudian ia mengeluarkan suatu perintah terhadap seorang yang merupakan asisten tetapnya, pikirnya selalu. “Serahkan padaku segera suatu berkas yang kemarin! sepertinya ada yang perlu saya revisi ulang.”, perintahnya sambil memeriksa beberapa berkas di meja kerjanya. Seorang yang merupakan asisten tetapnya itupun, bangun dari duduknya serta berjalan bergegas memberikan suatu berkas yang telah di maksud oleh dirinya.
Namun ketika Negara sudah menerimanya, dirinya telah menemukan sebuah kekeliruan. Seorang yang merupakan asisten tetapnya itu telah keliru dalam menyerahkan suatu berkas padanya. Negara menjadi hening sesaat, baru melihat ke wajah dari seorang asisten tetapnya itu, pikirnya sedari tadi. Namun yang terlihat malah berbalik, bukan wajah dari seorang asisten tetapnya tetapi wajah dari Dilara yang baru dilihatnya kini.
“Senang bisa mengenang kembali, saat saya masih menjadi seorang asisten sementara dari bapak.”, sapa Dilara ceria melihat Negara. Negara berdiam menatapinya bertanya. “Masih betah bersamaku? Apakah bapak pada waktu itu yang dulu, memintaku untuk menggantikan posisi dari seorang yang telah lama bekerja sebagai asisten tetapnya bapak?”, sambung Dilara bertanya.
“Dari dulu sampai sekarang, saya sama sekali tidak pernah terbesit, tentang apa yang baru saja telah kau tanyakan itu.”, ujar Negara membuat Dilara melihatnya hening.
Lalu terpancar dari kedua bola mata dari Dilara, yang menandakan adanya sebuah perasaan cinta, dan Negara telah dapat melihatnya di saat keduanya mulai saling bertatapan diam namun sebenarnya telah saling menunggu akan sebuah jawaban. Kemudian Negara akan berkata menyampaikan sebuah tanya beserta sebuah jawaban.
“Masih betah bersamaku? Seandainya kau menjawab “Iya”, pada waktu itu yang dulu. Maka, aku akan menjadikanmu sebagai asisten untuk sepanjang hidupku, istriku. Tapi sayangnya aku sudah cukup tahu, jika kau sama sekali tidak pernah menyukaiku…”, katanya dalam berusaha tuk menyampaikan. Lalu di sahut langsung dengan Dilara yang memberi pertanyaan padanya.
“Adakah sebuah arti dari jantungku yang berdegug, saat ketika bersamamu? Pak, maksudku, Negara, ya aku yang sekarang telah mencoba untuk berani menyambut rasa sukamu.”, Dilara menyahut mengutarakan yang telah terjadi padanya sendiri.
Negara sudah terlanjur mendengarnya, melihat tertegun mencoba memahami. Dilara yang mulai berpikir kalau Negara sedang meragukannya, memaksanya berkata menanyakan, “Tidak bisakah kita mencoba tuk bersatu sekarang?”. Negara menjadi tersenyum haru, mulai berjalan mendekatinya. Dan begitu Dilara melihat dirinya yang semakin mendekati, Dilara langsung melangkah kedepan hingga dapat memeluk dirinya. keduanya pun kini saling berpelukan, menikmati rasa yang baru saja tersambut.
Sebuah perasaan lega pun telah dapat mereka berdua rasakan. Dan kemudian Negara mencium mata kanan dari Dilara yang tertutup, masih dalam pelukannya menikmati rasa-rasa rindu yang semakin menjadi.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar