Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #16

Dan tak berapa lama kemudian, Negara yang masih menunggu tiba-tiba saja baru melihat Dilara sedang berlari kecil menuju kepada dirinya. Tepat di arah kanannya lalu mengalihkan wajahnya ke depan melihat ke air danau yang ,mengalir tenang itu. “Kenapa harus kembali? Apakah akalmu sudah buntu, seperti kau sudah menemukan jalan buntu di kejauhan sana?”, tegur sapa Negara dengan melihat padanya berautkan wajah sedikit sinish.
Sementara Dilara baru saja berhenti didekatnya. “Katakan sekali lagi! karna aku kurang jelas mendengarnya.”, perintah pinta Dilara ingin mendengar kata darinya lagi. Negara pun menjadi berdiri dari duduknya sembari mengulang katanya lagi. Begitu Negara usai mengulang katanya lagi, Dilara langsung menyahutnya dengan menngajak Negara untuk mengantarkannya pulang sekarang juga. Spontan Negara menjadi bingung, terkejut kecil atas ajakkannya itu.
“Apa kau telah yakin dengan perkataanmu?”, tanya Negara meminta keseriusan darinya. Sedikit lupa dengan tujuannya sendiri yang bisa membuat Dilara mengetahui maksud dirinya.”Aku serius! Karna, aku merasa terancam setelah melihat Firlana di sana.”, Dilara mengucapkan keseriusannya. Negara yang sudah mendengar ucapan darinya, langsung menarik tangan Dilara mengajaknya berlari. Karna begitu bergegas untuk segera mengantarkan Dilara pulang ke rumah keluarganya.
Dan kini telah sampai pada pertengahan jalan, Dilara masih belum menyadari sesuatu. Sesuatu yang belum disadarinya adalah, kalau jalan yang sedang Negara tuju merupakan jalan menuju ke rumah kediaman darinya. Kemudian Dilara baru tersadar, saat ketika Negara menghentikan mobil kendaraannya. Itu berawal dari dirinya yang mengaku seperti mengenal pintu gerbang rumah yang sedang dilihatnya kini.
Namun dirinya harus terpaksa turun, karna Negara sudah membukakan pintu mobil untuknya. Dan Dilara pun turun menuruti Negara yang melayaninya bak seorang putri. “Tidak, ini bukan rumah tujuanku!”, ungkap mendesah Dilara melihat ke pintu gerbang yang baru saja terbuka. Negara yang merasa kalau Dilara akan mencoba pergi lagi dari rumah, menarik tangan Dilara kembali membawanya ke dalam dengan berjalan sedikit angkuh.
Sesampainya memasuki halaman rumah, Dilara melempar kata kepada Negara yang terpaksa memberi bentakan padanya sebagai membalasnya. “Berhenti! Tidak ada alasan bagimu membawaku kemari. Ini bukanlah rumah tujuanku!”, Dilara memperingati Negara melihat ke bangunan rumah kediamannya. Negara pun menjadi berhenti langkahnya, begitu juga Dilara yang baru melihat padanya.
“Firlana! Dia yang kau sebut telah membuatmu merasa terancam!”, Negara memberi bentakan dengan melihat balik padanya bertatap geram.
“Kamu salah pengertian! Maksudku berbicara begitu, karna tidak ingin dia membawaku pulang kemari! Tapi mengapa kamu yang membawaku pulang kemari?”, Dilara mengeluhkan penuh sesalnya.
“Bagaimanapun juga itulah alasanku.”, Negara langsung menyahut memberitahukan alasannya.
Lalu keduanya yang sedang berdiri bersama, tiba-tiba saja melihat kedua orangtua dari Dilara sedang berjalan menghampiri mereka berdua dari pintu masuk rumah. Dilara menggeserkan dirinya menjauh sedikit dari Negara melihat terkejut kepada kedua orangtuanya. “Kau telah menghentikan langkahku tuk menghindari perjodohan kita.”, bisik kecil Dilara mengungkap menegaskan ke Negara. Negara melihat padanya kembali, terkejut karna mendengar kata darinya.
“Perjodohan apa? Aku benar tidak mengerti dengan apa yang baru saja kau ungkapkan?”, tanya Negara begitu bertanya-tanya raut wajahnya kini. Tapi sayangnya itu telah ditanyakannya balik hanya berkhayal saja. “Papah, Dilara sudah kembali! Semoga saja, papah dapat mencabut persoalan dari rencana papah itu?”, sapa Dilara kepada ayahnya diakhiri memohon. Lalu beralih pergi akan memasuki rumah. Ibunya yang melihat sikap putrinya itu, permisi pada keduanya tuk menyusul Dilara.     
Dan kini tinggallah mereka berdua, sesama pria yang berbada hanya status dalam KTP saja. “Maafkan, kami berdua, om! Sungguh, saya tidak bermaksud berperilaku kasar terhadap putri, om!”, Negara meminta maaf menyadari sikapnya yang telah memberi bentakan pada Dilara tadi. Merasa bersalah sendiri melihat segan begitu menghormati. Ayah dari Dilara memberi senyum sambil menggeleng lalu berkata, “Terimakasih, karna kamu sudah membawa putriku pulang.”.
Katanya singkat, namun membuat hati Negara menjadi tenang lepas dari rasa bersalahnya sendiri. Negara pun menunjukkan senyum, berlanjut mengatakan permisi untuk pulang. Ayah Dilara langsung mempersilahkannya, bersikap kebapaan nan kewibawaan. Dan pertemuan dari keduanya telah berakhir sampai disitu.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Malam harinya. . . .

Masih di rumah kediaman Dilara, di dalam kamar kedua orangtuanya. Ayah dan ibunya sedang duduk bersama di tempat tidur mereka berdua. Ayahnya sedang mempelajari sebuah dokumen penting, ibunya sedang menjahit kancing pada kemeja dari ayahnya yang akan dikenakan pada esok hari. Ditengah keadaan mereka berdua yang sama menyibukkan diri itu, ayahnya berbicara menyampaikan tentang sebuah pertemuan dengan ayah dari Negara.
Pertemuan itu akan dilakukannya pada esok hari, dengan membawa Dilara beserta dirinya. ibunya yang sudah mendengar penyampaian dari dirinya, menjadi hening seketika namun tangannya masih tetap menjahit. “Ayah, ada baiknya kita membicarakan pertemuan itu pada Dilara dulu. Setidaknya kita menyampaikannya lebih dulu padanya bukan?”, sambung ibunya berbicara secara tiba-tiba. Ayahnya menjadi melihat ke ibunya sejenak.
Kemudian mengambil ponsel miliknya, mengirim sebuah pesan pada Dilara mengenai pertemuan itu yang akan dilakukan esok hari. Ibunya yang tidak sengaja melihat sikap dari ayahnya yang seperti demikian, mempunyai harapan ketika esok hari telah datang tidak akan mengguncang perasaan dari putrinya. Beralih ke Dilara yang berada di dalam kamarnya sendiri pula, sedang berbaring manja namun telah menyimpan kegelisahan di kasur tempat tidurnya.
 Dan baru saja membaca pesan dari ayahnya mengenai pertemuan itu. “Kedua kalinya papah memintaku tuk berhadapan dengan seorang yang berhubungan dengan Negara.”, bisiknya mengungkap kegelisahannya.

Sementara disana. . . .

Di rumah kediaman Firlana. Firlana sedang memegang gitarnya, duduk santai di kursi sofa, di dalam kamarnya. Ia akan mengakustikan sebuah kata puitis diringi dengan petikan senar pada gitarnya. “Sahabatku, kekasihku namun masih gelap? Sudahkah dirinya pulang? Terjagakah sudah dirinya, terlelap dan kini sedang menari-nari di dalam mimpinya? Where you at, I still miss you and I’ll never to missing you!”, kata puitisnya begitu merasakan perasaannya yang belum dinyatakan olehnya.
Beralih ke Negara, di sana Negara sedang menonton film anime favoritnya di dalam kamarnya sendiri. Cukup ia berbaring di kasur tempat tidurnya, ia sudah serius menyimak jalan cerita pada film anime favoritnya itu. Karna menonton film anime favoritnya merupakan sebagai penghantar tidur untuknya, sebab ia tidak bisa tidur bila tidak menonton film anime favoritnya itu.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar