Hari telah berganti sore, Dilara
yang baru saja dapat menyelesaikan tugasnya sepuluh menit lebih cepat dari jam
pulang kerjanya. Terpikirkan akan meminta izin pulang pada Negara, berniat akan
berkunjung ke rumah kediaman dari Firlana. Sebab ia sudah tidak sabar tuk
segera mengetahui keadaan yang sebenarnya dari Firlana yagg baginya sangat
misterius. “Tuhan, perkenankalah aku sekarang.”, gumam pintanya dihati.
Lalu berdiri berniat akan
menghadap Negara yang sibuk dengan pengerjaan tugasnya. Dan Negara pun kini
telah terpandang pada dirinya yang baru saja berhenti di depan meja kerjanya
sembari menghadapnya. “Pak, saya ingin meminta izin untuk pulang lebih awal?
Tepatnya sekarang!”, pintanya berbahasa lembut tegas. Melihat sedikit yakin.
Negara beralih sejenak melihat ke jam dinding usai mendengar pinta permisi dari
dirinya.
“Tidak bisakah kau menunggu jam
pulang telah tiba? Tangung loooh.”, Negara memberi pengarahan di akhiri sedikit
mengajak canda dengan melihat lagi kepada dirinya.
“Maaf pak, saya, sudah terlanjur
mengirim pesan kepada teman saya. Bahwa saya akan pergi menemuinya di waktu
sekarang.”, Dilara mengatakan alasannya dengan kebohongan. Menetap melihat
sedikit yakin.
Negara mulai merasa bingung,
mendiamkannya sejenak lalu kemudian mempersilahkan dirinya untuk pulang. Dilara
yang masih bertahan berdiri menghadapnya, mulai menunjukkan senyuman setelah di
dengarnya kalau Negara telah memberi izin pada dirinya untuk pulang sekarang.
Dilara pun beranjak beralih mengambil tas miliknya, lalu benar beranjak akan
keluar dari ruangannya dan akan memantapkan tujuannya tuk berkunjung ke rumah
kediaman dari Firlana.
Dan selang beberapa waktu
berjalan, Dilara telah memasuki jalan mendekati dimana rumah kediaman dari
sahabatnya itu berada. Namun ketika dirinya makin mendekat, terlihat sebuah
mobil baru saja keluar dari rumah kediaman sahabatnya itu. Dilara yang sedang
mengendarai mobilnya sendiri, memilih untuk membututi mobil yang sudah di
lihatnya saja. Tak berapa lama dirinya membututi mobil yang sudah di lihatnya
itu.
Ia pun baru tersadar jika mobil
tersebut telah membawanya ke sebuah rumah sakit. Kini seorang telah keluar dari
mobil tersebut, dan Dilara yang sudah mengetahui akan segera berjalan perlahan
membututinya lagi. seorang yang telah keluar dari mobil tersebut merupakan ayah
dari Firlana.
Beberapa saat kemudian. . . .
Dan kini Dilara telah dapat
mengetahui, tujuan dari ayah sahabatnya itu berkunjung ke rumah sakit ini.
Sebab telah di saksikannya, jika ayah dari sahabatnya itu sedang memberi obat
kepada seorang suster di dalam ruang pasien. Melalui sebuah jendela, Dilara
juga dapat melihat Firlana yang sedang tertidur. “Sekarang baru aku mengerti.
Berbagai macam firasat yang pernah aku rasakan, yang berkaitan denganmu. Inilah
jawaban sekaligus kenyatannnya.”, bisiknya kecil meratap sedih.
Lalu dilihatnya ayah dari
sahabatnya itu keluar dari ruangan dengan berjalan membelakangi, tidak sempat
melihat kepada dirinya yang sedang melihat padanya. “Tunggu aku, semoga Tuhan
perkenan aku untuk bisa berbicara denganmu. Sesua dengan jam masuk di ruangan,
I-C-C-U ini.”, bisiknya lagi ketika terpandang ke jam besuk pada pintu ruang
ICCU. Setelahnya berbisik untuk yang kedua, Dilara pun beralih pergi berharap
jika pada esok hari ia akan bisa berbicara dengannya.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Esok harinya, jam kerja baru saja
di mulai sekitar satu jam yang lalu. Ditengah seriusnya Dilara sedang mencari
bahan pengerjaan dari tugasnya di internet. Tiba-tiba saja mendengar sebuah
sapa dari Negara yang sedang duduk di kursi kerjanya sendiri. Dilara pun
mengalihkan kesibukannya dengan beralih melihat ke Negara. Berdiam menunggu apa
yang akan di sampaikan olehnya.
“Hari ini ada sebuah pertemuan
dadakan. Jelas saja, saya merasa kaget namun tidak mungkin saya menolaknya.”,
terbuka Negara melihat biasa.
“Lakukan saja, pak! Tapi, bolehkah
aku meminta ijin untuk berjalan-jalan keluar? Sebab, aku ingin menjenguk
temanku yang kemarin, jelasnya dia sedang sakit.”, Dilara mempersilahkan.
Meminta ijin dengan menyampaikan alasannya secara jujur.
“Sebentar, seingatku kemarin kamu
tidak sampai menyampaikan itu?!”, Negara menanyakan sembari mengingatkannya.
Berbahasa menunjukkan curiga.
Dilara menjadi berdiam sejenak
melihat diam padanya. “Tapi pak, kali ini aku benar jujur loooh.”, Dilara
mencoba meyakinkannya. Lalu mengingat kebohongan dirinya terhadapnya kemarin.
Negara pun berdiri dari duduknya, berkata “Baiklah. Tapi kau harus kembali
sebelum jam makan siang tiba! Sebab saya tidak ingin kau belum kembali,
sementara saya sudah kembali.”. Katanya mengijinkan namun telah bersifat
bersyarat.
Dilara menjadi tersenyum lepas,
melihat padanya dengan mata yang mulai berbinar-binar. Sedang Negara melihatnya
dengan senyuman kecil namun telah menahan rasa terpananya terhadap Dilara.
Kemudian beralih dengan beranjak pergi menuju ke luar ruangan. Dan ketika
Dilara sudah melihat ketiadaaan Negara dari ruangannya. Dilara berbisik
meratapi pintu ruangan yang sudah tertutup.
“Hari ini aku telah merasa senang,
karna dirinya.”, curahnya tersadar kalau Negara pengertian padanya. Usainya
berbisik bercurah, Dilara pun mulai bergegas pergi keluar ruangan akan segera
pergi ke rumah sakit tempat Firlana telah dirawat. Keadaan ruangan tersebut pun
akan menjadi sepi tak bertuan selama beberapa jam saja.
Selang waktu berjalan. . . .
Dilara telah sampai ke sebuah
rumah sakit tempat Firlana telah dirawat. Ia kini sedang duduk menanti Firlana
membuka mata, akan berbicara dengannya, pikirnya penuh harap. Namun ketika sudah
tigapuluh menit ia menunggu, Firlana tak kunjung membuka matanya. Dan Dilara
mencoba melihat ke arah lain, dan terlihatlah seorang suster baru saja berdiam
dihadapan tempat tidur dari Firlana.
“Beristirahatlah dulu, saya
khawatir anda akan menjadi sakit karna menunggunya.”, suster itu memintanya tuk
beristirahat menatap curiga.
“Kalau boleh saya tahu, apakah
dokter sudah memberinya obat tidur? Tepatnya sebelum saya berada di sini?”,
tanyak Dilara karna ketidaktahuannya.
“Maaf sebelumnya, pasien bernama
Firlana tidak akan membuka matanya. Dan kami tidak tahu kapan ia akan membuka
matanya, semua tergantung pada dirinya.”, suster itu memberitahukannya sembari
menjelaskan.
Dilara menjadi terdiam hening
melihat padanya. “Ko-ma?”, tanya Dilara ingin memastikannya melihat kaget
bercampur haru. Suster itu mengangguk bertatap pasrah. Sedangakn Dilara mencoba
berdiri, berniat akan menangis di luar ruangan saja. Sebab ia tidak ingin suara
isak tangisnya dapat terdengar oleh sahabatnya itu. Dan Dilara pun mulai beranjak
keluar, meninggalkan suster yang masih berdiri. Ketika sudah berada di depan
pintu luar ruangan, Dilara memecahkan tangisnya.
Dalam isak tangisnya Dilara
berucap pada hatinya. “Tuhan, terimakasih karna Engkau telah memperkenanku di
hari kemarin. Terimakasih pula untuk hari ini. Dan sekarang aku sangat memohon,
bangunkanlah sahabatku dari tidurnya. Sungguh ku mahu menjadi seorang yang bisa
membuatnya untuk bangun segera.”, ucapnya berdo’a begitu tersedih.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Dan
kemudian tidak sengaja melihat ayah dari Firlana sedang berjalan akan memasuki
ruang ICCU, Dilara langsung mencegahnya dengan menghadang pintu ruang ICCU.
Ayah dari Firlana pun menjadi berhenti kaget melihat padanya, baru mengetahui
kalau wajahnya merupakan seorang teman dari putranya. Dilara mulai berbicara,
“Saya tidak ingin banyak berbicara. Cukup om beritahu saya saja, sejak kapan
Firlana menderita sakit di dalam ruang ICCU ini, om?”, tanyanya pilu.
Ayah dari Firlana langsung
menjawabnya tanpa berbasa-basi lebih dullu. “Sejak pada malam itu? suatu ketika
ia sudah berjalan dengan motornya menuju ke sebuah taman, demi menemui dirimu
yang sedang menunggu.”, kata pemberitahuannya mengingatkan malam itu pada
Dilara. Dilara langsung mennyambung, “Kecelakaan apa yang telah di alami
dirinya, om? Bisanya om merahasikan keadaan dirinya dariku?”, tanyanya semakin
pilu.
“Firlana telah menderita penyakit
leukemia stadium tiga. Penyakitnya kambuh, saat dalam perjalanan sedang menuju
ke taman pada malam itu. Dan terpaksa dirinya mengalihkan jalan menuju ke rumah
sakit ini.”, ayah dari Firlana baru memberitahu penyakit yang sedang diderita oleh
putranya. Beserta kronologi sebelum keadaan putranya kini sedang terjadi.
Dilara menjadi terisak lagi, mengngingat apa yang sedang terjadi pada malam
itu.
Dan Dilara berlanjut membenci apa
yang sedang terjadi pada malam itu, termasuk sedikit mensesali keberadaan
Negara yang saat itu sedang bersamanya. “Om begitu jahat! Om gak sama seperti
anak, om! Dilara kecewa! Kenapa harus sekarang Dilara mengetahui semuanya,
om?”, bentaknya kecil begitu tidak terima dengan kenyataan yang baru saja
didengarnya darinya. Ayah dari Firlana pun mulai menatap padanya pasrah,
sedangkan Dilara beralih pergi masih dengan isak tangisnya.
Ayah dari Firlana melihat Dilara
yang seperti itu, turut merasa bersalah lalu melihat ke jam besuk yang baru
saja berakhir. Sementara Firlana yang masih tertidur, tampak menggerakkan kedua
bola matanya seolah ingin terbangun namun apa daya dirinya belum merasa sanggup
untuk menjadi terbangun dari tidurnya. Dan di alam mimpinya, ia sedang berada
di sebuah tanah lapang yang amat luas sedang menjerit-menjerit memanggil sosok
dari ibu kandungnya.
Sosok dari ibu kandungnya yang
telah dipanggilnya dengan sebutan “Ami”. Keadaan Firlana di alam mimpinya
seperti mencari-mencari dimana sosok dari ibu kandungnya telah berada.
Beberapa saat kemudian. . . .
Dilara telah berada di dalam
perjalanan menuju ke kantor, ia sedang mengendarai mobil kendaraannya sendiri
masih dengan isak tangisnya. Ia masih bersedih, masih pula pilu terhadap
kenyataan yang baru saja di ketahuinya dari ayah sahabatnya itu. “Aku benci
pada malam itu! Kalau saja Negara tidak aku temui! Maka aku akan benar merasa
tak berkawan, yang pastinya akan aku temui Firlana yang secara tiba-tiba teah
membatalkan janjinya untuk menemuiku!”, ungkapan kesalnya.
Dan selang waktu berjalan, Dilara
pun telah tiba kembali ke kantornya. Ia kini sedang berjalan di lobby kantor,
lalu tidak sengaja ia melihat Negara sedang berjalan dari dalam akan menuju ke
luar dan kini baru saja berhenti di depan pintu lobby kantor tersebut. Dilara
pun terpaksa memilih menghentikan langkahnya dengan berdiam menghadap padanya.
“Ikut saya pergi keperusahaan lain. kebetulan ada seorang klien yang harus saya
temui di sana.”, Negara mengajaknya berupa sebuah perintah.
“Ya, saya ikut dengan bapak.”,
kata terima dari Dilara singkat karna merasa terpaksa mematuhi perintah
darinya. Dan mereka mulai beralih menuju ke parkiran mobil, tepatnya dimana
Negara telah memarkirkan mobil kendaraannya. Setelah mereka berdua telah
memasuki mobil kendaraan milik Negara, mereka berdua akan segera menuju ke
kantor perusahaan yang telah di maksudkan oleh Negara tadi.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar