Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #35

Hari telah berganti sore, Dilara yang baru saja dapat menyelesaikan tugasnya sepuluh menit lebih cepat dari jam pulang kerjanya. Terpikirkan akan meminta izin pulang pada Negara, berniat akan berkunjung ke rumah kediaman dari Firlana. Sebab ia sudah tidak sabar tuk segera mengetahui keadaan yang sebenarnya dari Firlana yagg baginya sangat misterius. “Tuhan, perkenankalah aku sekarang.”, gumam pintanya dihati.
Lalu berdiri berniat akan menghadap Negara yang sibuk dengan pengerjaan tugasnya. Dan Negara pun kini telah terpandang pada dirinya yang baru saja berhenti di depan meja kerjanya sembari menghadapnya. “Pak, saya ingin meminta izin untuk pulang lebih awal? Tepatnya sekarang!”, pintanya berbahasa lembut tegas. Melihat sedikit yakin. Negara beralih sejenak melihat ke jam dinding usai mendengar pinta permisi dari dirinya.
“Tidak bisakah kau menunggu jam pulang telah tiba? Tangung loooh.”, Negara memberi pengarahan di akhiri sedikit mengajak canda dengan melihat lagi kepada dirinya.
“Maaf pak, saya, sudah terlanjur mengirim pesan kepada teman saya. Bahwa saya akan pergi menemuinya di waktu sekarang.”, Dilara mengatakan alasannya dengan kebohongan. Menetap melihat sedikit yakin.
Negara mulai merasa bingung, mendiamkannya sejenak lalu kemudian mempersilahkan dirinya untuk pulang. Dilara yang masih bertahan berdiri menghadapnya, mulai menunjukkan senyuman setelah di dengarnya kalau Negara telah memberi izin pada dirinya untuk pulang sekarang. Dilara pun beranjak beralih mengambil tas miliknya, lalu benar beranjak akan keluar dari ruangannya dan akan memantapkan tujuannya tuk berkunjung ke rumah kediaman dari Firlana.
Dan selang beberapa waktu berjalan, Dilara telah memasuki jalan mendekati dimana rumah kediaman dari sahabatnya itu berada. Namun ketika dirinya makin mendekat, terlihat sebuah mobil baru saja keluar dari rumah kediaman sahabatnya itu. Dilara yang sedang mengendarai mobilnya sendiri, memilih untuk membututi mobil yang sudah di lihatnya saja. Tak berapa lama dirinya membututi mobil yang sudah di lihatnya itu.
Ia pun baru tersadar jika mobil tersebut telah membawanya ke sebuah rumah sakit. Kini seorang telah keluar dari mobil tersebut, dan Dilara yang sudah mengetahui akan segera berjalan perlahan membututinya lagi. seorang yang telah keluar dari mobil tersebut merupakan ayah dari Firlana.

Beberapa saat kemudian. . . .

Dan kini Dilara telah dapat mengetahui, tujuan dari ayah sahabatnya itu berkunjung ke rumah sakit ini. Sebab telah di saksikannya, jika ayah dari sahabatnya itu sedang memberi obat kepada seorang suster di dalam ruang pasien. Melalui sebuah jendela, Dilara juga dapat melihat Firlana yang sedang tertidur. “Sekarang baru aku mengerti. Berbagai macam firasat yang pernah aku rasakan, yang berkaitan denganmu. Inilah jawaban sekaligus kenyatannnya.”, bisiknya kecil meratap sedih.
Lalu dilihatnya ayah dari sahabatnya itu keluar dari ruangan dengan berjalan membelakangi, tidak sempat melihat kepada dirinya yang sedang melihat padanya. “Tunggu aku, semoga Tuhan perkenan aku untuk bisa berbicara denganmu. Sesua dengan jam masuk di ruangan, I-C-C-U ini.”, bisiknya lagi ketika terpandang ke jam besuk pada pintu ruang ICCU. Setelahnya berbisik untuk yang kedua, Dilara pun beralih pergi berharap jika pada esok hari ia akan bisa berbicara dengannya.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Esok harinya, jam kerja baru saja di mulai sekitar satu jam yang lalu. Ditengah seriusnya Dilara sedang mencari bahan pengerjaan dari tugasnya di internet. Tiba-tiba saja mendengar sebuah sapa dari Negara yang sedang duduk di kursi kerjanya sendiri. Dilara pun mengalihkan kesibukannya dengan beralih melihat ke Negara. Berdiam menunggu apa yang akan di sampaikan olehnya.
“Hari ini ada sebuah pertemuan dadakan. Jelas saja, saya merasa kaget namun tidak mungkin saya menolaknya.”, terbuka Negara melihat biasa.
“Lakukan saja, pak! Tapi, bolehkah aku meminta ijin untuk berjalan-jalan keluar? Sebab, aku ingin menjenguk temanku yang kemarin, jelasnya dia sedang sakit.”, Dilara mempersilahkan. Meminta ijin dengan menyampaikan alasannya secara jujur.
“Sebentar, seingatku kemarin kamu tidak sampai menyampaikan itu?!”, Negara menanyakan sembari mengingatkannya. Berbahasa menunjukkan curiga.
Dilara menjadi berdiam sejenak melihat diam padanya. “Tapi pak, kali ini aku benar jujur loooh.”, Dilara mencoba meyakinkannya. Lalu mengingat kebohongan dirinya terhadapnya kemarin. Negara pun berdiri dari duduknya, berkata “Baiklah. Tapi kau harus kembali sebelum jam makan siang tiba! Sebab saya tidak ingin kau belum kembali, sementara saya sudah kembali.”. Katanya mengijinkan namun telah bersifat bersyarat.
Dilara menjadi tersenyum lepas, melihat padanya dengan mata yang mulai berbinar-binar. Sedang Negara melihatnya dengan senyuman kecil namun telah menahan rasa terpananya terhadap Dilara. Kemudian beralih dengan beranjak pergi menuju ke luar ruangan. Dan ketika Dilara sudah melihat ketiadaaan Negara dari ruangannya. Dilara berbisik meratapi pintu ruangan yang sudah tertutup.
“Hari ini aku telah merasa senang, karna dirinya.”, curahnya tersadar kalau Negara pengertian padanya. Usainya berbisik bercurah, Dilara pun mulai bergegas pergi keluar ruangan akan segera pergi ke rumah sakit tempat Firlana telah dirawat. Keadaan ruangan tersebut pun akan menjadi sepi tak bertuan selama beberapa jam saja.

Selang waktu berjalan. . . .

Dilara telah sampai ke sebuah rumah sakit tempat Firlana telah dirawat. Ia kini sedang duduk menanti Firlana membuka mata, akan berbicara dengannya, pikirnya penuh harap. Namun ketika sudah tigapuluh menit ia menunggu, Firlana tak kunjung membuka matanya. Dan Dilara mencoba melihat ke arah lain, dan terlihatlah seorang suster baru saja berdiam dihadapan tempat tidur dari Firlana.
“Beristirahatlah dulu, saya khawatir anda akan menjadi sakit karna menunggunya.”, suster itu memintanya tuk beristirahat menatap curiga.
“Kalau boleh saya tahu, apakah dokter sudah memberinya obat tidur? Tepatnya sebelum saya berada di sini?”, tanyak Dilara karna ketidaktahuannya.
“Maaf sebelumnya, pasien bernama Firlana tidak akan membuka matanya. Dan kami tidak tahu kapan ia akan membuka matanya, semua tergantung pada dirinya.”, suster itu memberitahukannya sembari menjelaskan.
Dilara menjadi terdiam hening melihat padanya. “Ko-ma?”, tanya Dilara ingin memastikannya melihat kaget bercampur haru. Suster itu mengangguk bertatap pasrah. Sedangakn Dilara mencoba berdiri, berniat akan menangis di luar ruangan saja. Sebab ia tidak ingin suara isak tangisnya dapat terdengar oleh sahabatnya itu. Dan Dilara pun mulai beranjak keluar, meninggalkan suster yang masih berdiri. Ketika sudah berada di depan pintu luar ruangan, Dilara memecahkan tangisnya.
Dalam isak tangisnya Dilara berucap pada hatinya. “Tuhan, terimakasih karna Engkau telah memperkenanku di hari kemarin. Terimakasih pula untuk hari ini. Dan sekarang aku sangat memohon, bangunkanlah sahabatku dari tidurnya. Sungguh ku mahu menjadi seorang yang bisa membuatnya untuk bangun segera.”, ucapnya berdo’a begitu tersedih.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

                Dan kemudian tidak sengaja melihat ayah dari Firlana sedang berjalan akan memasuki ruang ICCU, Dilara langsung mencegahnya dengan menghadang pintu ruang ICCU. Ayah dari Firlana pun menjadi berhenti kaget melihat padanya, baru mengetahui kalau wajahnya merupakan seorang teman dari putranya. Dilara mulai berbicara, “Saya tidak ingin banyak berbicara. Cukup om beritahu saya saja, sejak kapan Firlana menderita sakit di dalam ruang ICCU ini, om?”, tanyanya pilu.
Ayah dari Firlana langsung menjawabnya tanpa berbasa-basi lebih dullu. “Sejak pada malam itu? suatu ketika ia sudah berjalan dengan motornya menuju ke sebuah taman, demi menemui dirimu yang sedang menunggu.”, kata pemberitahuannya mengingatkan malam itu pada Dilara. Dilara langsung mennyambung, “Kecelakaan apa yang telah di alami dirinya, om? Bisanya om merahasikan keadaan dirinya dariku?”, tanyanya semakin pilu.
“Firlana telah menderita penyakit leukemia stadium tiga. Penyakitnya kambuh, saat dalam perjalanan sedang menuju ke taman pada malam itu. Dan terpaksa dirinya mengalihkan jalan menuju ke rumah sakit ini.”, ayah dari Firlana baru memberitahu penyakit yang sedang diderita oleh putranya. Beserta kronologi sebelum keadaan putranya kini sedang terjadi. Dilara menjadi terisak lagi, mengngingat apa yang sedang terjadi pada malam itu.
Dan Dilara berlanjut membenci apa yang sedang terjadi pada malam itu, termasuk sedikit mensesali keberadaan Negara yang saat itu sedang bersamanya. “Om begitu jahat! Om gak sama seperti anak, om! Dilara kecewa! Kenapa harus sekarang Dilara mengetahui semuanya, om?”, bentaknya kecil begitu tidak terima dengan kenyataan yang baru saja didengarnya darinya. Ayah dari Firlana pun mulai menatap padanya pasrah, sedangkan Dilara beralih pergi masih dengan isak tangisnya.
Ayah dari Firlana melihat Dilara yang seperti itu, turut merasa bersalah lalu melihat ke jam besuk yang baru saja berakhir. Sementara Firlana yang masih tertidur, tampak menggerakkan kedua bola matanya seolah ingin terbangun namun apa daya dirinya belum merasa sanggup untuk menjadi terbangun dari tidurnya. Dan di alam mimpinya, ia sedang berada di sebuah tanah lapang yang amat luas sedang menjerit-menjerit memanggil sosok dari ibu kandungnya.
Sosok dari ibu kandungnya yang telah dipanggilnya dengan sebutan “Ami”. Keadaan Firlana di alam mimpinya seperti mencari-mencari dimana sosok dari ibu kandungnya telah berada.

Beberapa saat kemudian. . . .

Dilara telah berada di dalam perjalanan menuju ke kantor, ia sedang mengendarai mobil kendaraannya sendiri masih dengan isak tangisnya. Ia masih bersedih, masih pula pilu terhadap kenyataan yang baru saja di ketahuinya dari ayah sahabatnya itu. “Aku benci pada malam itu! Kalau saja Negara tidak aku temui! Maka aku akan benar merasa tak berkawan, yang pastinya akan aku temui Firlana yang secara tiba-tiba teah membatalkan janjinya untuk menemuiku!”, ungkapan kesalnya.
Dan selang waktu berjalan, Dilara pun telah tiba kembali ke kantornya. Ia kini sedang berjalan di lobby kantor, lalu tidak sengaja ia melihat Negara sedang berjalan dari dalam akan menuju ke luar dan kini baru saja berhenti di depan pintu lobby kantor tersebut. Dilara pun terpaksa memilih menghentikan langkahnya dengan berdiam menghadap padanya. “Ikut saya pergi keperusahaan lain. kebetulan ada seorang klien yang harus saya temui di sana.”, Negara mengajaknya berupa sebuah perintah.
“Ya, saya ikut dengan bapak.”, kata terima dari Dilara singkat karna merasa terpaksa mematuhi perintah darinya. Dan mereka mulai beralih menuju ke parkiran mobil, tepatnya dimana Negara telah memarkirkan mobil kendaraannya. Setelah mereka berdua telah memasuki mobil kendaraan milik Negara, mereka berdua akan segera menuju ke kantor perusahaan yang telah di maksudkan oleh Negara tadi.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar