Di Indonesia, Dilara sedang
berkunjung ke rumah kediaman Firlana berniat akan memberi surprise dengan
kedatangannya yang secara tiba-tiba. Dan ketika telah sampai ke rumah kediaman
Firlana, sudah berdiri didepan pintu masuk rumah tersebut. Mendadak Dilara
menjadi melihat bingung, sebab yang membukakan pintu masuk rumah untuknya
merupakan seorang lelaki dewasa tetapi bukan sosok dari Firlana. “Om, ayahnya…?
Firlana yah?”, tanya Dilara penuh kegugupan.
“Senang saya menerima kedatanganmu
kemari. Tetapi alangkah amat disayangkan, Firlana sedang tidak berada di rumah.”,
sapa ayah dari Firlana berbahasa bijak melihatnya. Dilara menjadi gugup lagi.
“kalau boleh saya tahu, kira-kira
Firlana pergi kemana ya, om?”, tanya Dilara memakai wajah serta senyuman
sungkan. Ayah dari Firlana memberi senyum melihat bingung.
“Nanti kalau dia sudah pulang
kemari, saya akan beritahu dia tentang kedatanganmu kemari.”, ayah dari Firlana
menyahut merahasiakannya.
Dilara pun menjadi tertawa kecil
penuh kesungkanan menunjukkan giginya. Lalu berpamitan untuk pergi karna sudah
habis kata untuk berbicara lagi dengan ayah dari Firlana. Dan ayah dari Firlana
mempersilahkannya dengan tangan terbuka. Saat ketika Dilara sudah beranjak akan
pergi membelakangi, ayah dari Firlana meratapi Dilara yang mulai
mengingatkannya tentang sebuah gambaran seorang gadis yang telah dibacanya dari
tulisan putranya dikertas pada malam itu.
Sejenak dikemudian ayahnya
teringat kalau hari ini putranya itu akan pulang ke Indonesia. “Seandainya abi
telah bertemu dengan seorang gadis itu, abi akan temui dia lagi. Abi juga akan
mempertanyakan, mengapa setega itukah dirinya terhadapmu, putraku?.”, bisik
ayahnya setelah melihat Dilara sudah pergi. Kembali mengulang, sejak tadi
Dilara ada dihadapannya, berbicara dengannya ayahnya tidak mengetahui nama dari
Dilara.
Ayahnya hanya mengetahui bahwa
seorang gadis telah datang berniat untuk bertemu dengan putranya. Sebab
terkonsentrasi dengan sebuah pesan dari Firlana sebelum pergi ke Singapura.
Beralih ke Negara. . . .
Negara sedang berada di kantin
kantornya, ia duduk sendiri bersandar di kursi melihat ke bawah. Dalam hening,
ia memikirkan sesuatu yang telah berhubungan dengan pekerjaannya. Kemudian ada
Nil Ra yang baru menyapa dirinya dari arah samping kiri dari dirinya. Setelah
menyapa, Nil Ra berniat akan mengajak Negara untuk berbicara sebab tidak tega
melihat Negara yang berdiam diri sendiri. “Maaf, pak! Maukah saya tawari minum?”,
Nil Ra memulainya mencoba menawari minuman.
“Sekalipun kau tawarkan minuman
yang sudah pasti gratis untukku, aku tidak berniat tuk menerimanya?”, sahut
Negara cuek masih dalam keadaannya.
“Saya, tidak tega melihat pak
Negara berdiam diri seperti ini. Kalau boleh saya meminta waktu, berbicara saja
dengan saya pak.”, Nil Ra menawarkan diri untuk menjadi penghibur dari Negara.
Negara pun menjadi tersenyum
melirikkan matanya kedepan, teringat dengan jadwal dari Nil Ra yang harus
membantu membawakan minuman ke ruang rapat untuk para tamu yang sedang
melakukan rapat disana. “Coba kau lihat sekarang sudah jam berapa?”, perintah
Negara melihat ke Nil Ra. Nil Ra mencoba melihat ke jam dinding. “Bukankah
sekarang sudah waktunya untuk dirimu membantu tuk mengantarkan minuman ke ruang
rapat?”, Negara mengingatkannya menatap serius.
Nil Ra pun menjadi tertawa sungkan
nan gugup, lalu beralih pergi akan menjalani tugasnya. Negara bisa
memerintahkannya, sebab sudah membaca jadwal tugas khusus office yang telah
tertera pada madding di pantry yang bersebelahan dengan kantin. Usainya
memerintahkan Nil Ra, Negara pun pergi dari kantin tersebut akan segera menuju
ke ruang rapat. Dan dirinya akan ikut serta dalam rapat pada jam kedua.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Esoknya, di siang hari. Firlana
sedang berada di café, ia sedang duduk sendiri menanti seseorang yang sudah
lama menjadi sahabatnya. Disaat dirinya yang masih menanti, tiba-tiba saja
kedua matanya terpandang pada sosok wanita yang sedang berjalan akan melewati
dirinya. seketika Firlana spontan berkata menyebut “Ami” seolah menyapa wanita
tersebut. wanita itupun menjadi berhenti seketika telah melewati dirinya,
berdiam membelakangi.
Dan wanita itupun mencoba tuk
menoleh ke belakang berniat akan melihat siapa yang telah mencoba menyapanya
dengan sebutan “Ami” padanya. Lalu terlihatlah sosok Firlana yang sudah berdiri
melihat padanya, setengah membelakangi. Firlana memandangi wanita itu sangat
begitu mengenalnya, sedangkan wanita itu memandangi sangat begitu asing kepada
dirinya. Dan kemudian pandangan keduanya menjadi berpaling saling membelakangi.
Pertemuan mereka berduapun menjadi
berakhir, karna wanita itu baru saja melangkah pergi dan Firlana duduk kembali
di kursi tempatnya. “Ami? Iya, ami, dia adalah ibuku. Aku begitu sangat
mengenal wajahnya.”, desahnya dibenaknya yang terdalam melihat ke bawah sedikit
gundah. Sebab Firlana sering sekali melihat foto dari ibu kandungnya, ketika
teringat bahkan serta merta terlalu merindukan kehadirannya.
Selang beberapa saat berlalu,
seorang yang merupakan sahabat lamanya itupun datang menghampirinya. Bahkan
kini sudah duduk dihadapannya, melihat amat ceria kepadanya. Firlana seketika
menjadi tersenyum manis mengetahui kedatangan sahabat lamanya itu, sebab sudah
beberapa hari tidak bertemu secara bertatap muka. Seorang yang merupakan
sahabat lamanya itu adalah Dilara. Dilara yang kini tampak amat cantik nan
begitu manis dimatanya.
“Firlana, jangan melamun dong!”,
tegur Dilara sedikit berkeluh menyadarkan dirinya yang nampak setengah menjadi
melamun. Firlana pun tersadar akan berkata menyahut, dan mereka bedua akan
berbicara bertatap muka.
“Maaf, mungkin aku merasa terlalu
lama menunggu kedatanganmu? Makanya aku menjadi setengah melamun dalam memandangi
wajahmu.”, Firlana berkata mencoba mengelak dari apa yang telah tadi terjadi
padanya tadi.
“No, problem!”, Dilara menyahut
menggeleng disertai senyuman serta matanya yang berbinar-binar. “By the way,
kemarin pergi kemana? Aku datengi kamu ke rumah kamu, malah yang aku temui
ayahmu yang tampan itu.”, sambung Dilara menyertai senyuman centil.
“Seandainya kau memberitahuku
dulu, tentu aku tidak mempersilahkanmu untuk datang ke rumahku. Ya, alasannya
ya itu, aku memang sedang tidak berada di rumah bertepatan dengan kamu yang
telah datang ke rumahku.”, Firlana memberi nasehat namun merahasiakan yang
sebenarnya.
Dilara berdiam sejenak akan
menyahut terbuka, “Aku hanya ingin menunjukkan surprise, Firlana. Tapi
sayangnya gagal.”. Firlana menunjukkan senyuman jahat, “Kau juga tidak
memberitahuku sewaktu kau sudah datang kerumahku, dan baru sekarang kamu
memberitahukannya padaku.”. Dilara pun menjawab, “Aku kesal, jadi aku gak
kabarin ke kamu.”, singkatnya. Kemudian dengan tiba-tiba pelayan café datang
membawa minuman serta makanan kecil yang telah dipesan oleh Firlana.
Dan mereka berdua mengalihkannya
dengan mencicipi makanan kecil serta minuman yang telah tersedia menghadirkan
suasana persahabatan di antara keduanya. Mereka berdua kini sedang menikmati
makanan kecil serta minumannya, dan berbicara sesekali jika ada yang perlu
dibicarakan. Dilara tidak mengetahui kalau pada hari kemarin Firlana belum tiba
ke Indonesia dari Singapura, sewaktu Dilara mendatangi rumah kediamannya dari
dirinya.
Dan Firlana tidak akan pernah
menceritakannya. Sehingga menjadikan Dilara tidak akan pernah mengetahui itu.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Di rumah kediaman Firlana, ayahnya
sedang bersantai dengan duduk di teras rumahnya. Ayahnya sedang setengah
berduka, memikirkan penyakit yang sedang diderita oleh putra semata wayangnya.
Ditengah dirinya yang sedang berduka dalam keheningan melihat ke bawah,
tiba-tiba saja Hesty yang sebagai ibu kandungnya datang menghampri mengusik
dirinya ketika sudah berada didekatnya.
“Aku datang lagi kemari. Dan lagi,
aku ingin bertemu dengan putraku.”, pinta Hesty padanya. Hesty kembali
mendatangi rumah kediaman dari Firlana, sebab telah terbuka hatinya untuk menemui
putranya di rumah kediamannya itu setelah melihat seorang pemuda yang telah
memanggilnya dengan sebutan “Ami” sewaktu berada di cafe tadi. “Firlana sedang
tidak berada di rumah lagi saat ini.”, ayah dari putranya baru menyahut
memberitahukan masih dengan keadaannya.
Hesti yang sebagai ibu kandungnya,
mulai merasa sedikit panas akan berkata kembali menegaskan. “Ini kedua kalinya
kamu memberitahukan itu padaku! Aku tidak percaya!”, katanya menegaskan mencoba
melakukan pemberontakan. Ayah dari putranya itupun berdiri terbangun dari
keadaannya yang tadi. Lalu mengajak Hesty tuk memasuki ke dalam rumah menuju ke
kamar dari putra mereka berdua. Dan kini mereka berdua telah sampai memasuki ke
dalam kamar dari putranya.
Mereka berdua berdiri secara berdampingan,
namun pandangan ayah dari Firlana mengarah ke dinding masih merasakan dukanya.
Sedangkan ibu dari Firlana melihat ke foto dari putranya.
“Apa? Dia adalah wajah remaja dari
putraku?”, tanya Hesty kepadanya teringat pada wajah pemuda yang telah ditemuinya
tadi sewaktu berada di café secara tidak sengaja.
“Setelah kita bercerai, yang
menetap di rumah ini hanya aku dan putraku saja.”, sahut ayah dari putranya
melihat kepadanya.
“Putraku sudah besar sekarang,
sungguh aku begitu mensesali mengapa dulu aku telah membiarkan hak asuhnya
jatuh ke tanganmu?!”, ungkapnya mulai merasa gelisah.
Usainya mengungkap, Hesty pun
beranjak memulai langkahnya untuk pergi dari kamar tersebut disusul dengan ayah
dari putranya. Dan kini mereka berdua telah berjalan mendekati pintu masuk
rumah yang tertutup, bertujuan yang sama menuju ke teras rumah. Kemudian
langkah keduanya menjadi terhenti saat ketika sudah berada di teras rumah,
sebab telah disaksikan oleh keduanya jika Firlana baru saja pulang ke rumah
sedang mendekati keduanya.
Hesty yang sebagai ibu kandungnya
pun mencoba tuk melihat ayahnya disamping dirinya sendiri, berautkan wajah
tanya apakah seorang pemuda didepannya kini adalah seorang putra dari mereka
berdua. Namun ayahnya melihat berpusat ke Firlana yang baru saja berhenti dari
langkahnya meratapi kedua orangtuanya. “Ami? Abi?”, sapa tanya Firlana kepada
keduanya mulai berautkan wajah sedih. Ayahnya yang mendengar sapa dari putranya
mengedipkan matanya melihat kebawah.
Begitupula Hesty yang mengarahkan
kepalanya kepada putranya melihat kebawah. “Ami, ini Firlana! Seorang putra
semata wayangnya ami dulu yang sudah ami tinggalkan!”, Firlana berkata
menegaskan mencoba meyakinkan wanita yang telah diyakininya sebagai seorang ibu
kandungnya. Lalu seorang wanita yang telah diyakininya sebagai seorang ibu
kandungnya itu akan berkata dengan menyanggahnya lebih dulu.
“Tidak! Setelah aku dan ayahmu
telah resmi bercerai, maka kamu juga telah resmi hanya menjadi seorang putra
semata wayang dari ayahmu sedang aku telah kalah dalam memperjuangkan hak asuh
dirimu!”, Hesty menjelaskan menuruti egonya yang disertai gengsi. Ayahnya pun
menjadi terkejut sehingga melihat ke Hesty penuh rasa ketidak sangkaannya jika
Hesty akan berkata seperti itu. “Firlana masuk! Ayah perintahkan kau masuk saja
segera!”, ayahnya berkata tegas masih melihat ke Hesty.
Firlana pun menuruti perintah dari
ayahnya, mulai melangkah pergi pelahan segera akan meninggalkan dengan menunduk
resah. Dan setelah merasa kalau Firlana sudah berada di dalam rumah, ayahnya mencoba
melangkah berdiam dibalik Hesty yang membelakangi dirinya sudah. Lalu
membisikkan kecil namun amat menegaskan, “Pergilah! Pergi dari rumahku, jauhi
putraku dari sekarang! Dan esok, kau harus menemuiku di rumah ini lagi sebelum
putraku pulang dari jam kerjanya!”.
Hesty yang sudah mendengarnya
langsung berkata “Iya”, lalu mulai beranjak pergi akan meninggalkan segera.
Sementara ayahnya masih berdiam menikmati rasanya yang tidak menyukai melihat
sikap dari Hesty terhadap putra dari mereka berdua. Sebab dipandangannya jika
Hesty telah bersikap tidak baik terhadap putranya tadi.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Di dalam kamarnya, Firlana baru
saja meminum beberapa obat yang amat berhubungan dengan penyakit yang sedang
dideritanya. Dirinya mulai bertekad untuk selalu meminum beberapa obatnya demi
segera akan mendapat kesembuhan dari penyakit yang sedang dideritanya. Karna
kalau sampai dirinya menjadi sedikit kalah dari penyakit yang sedang
dideritanya, maka waktu kebersamaannya bersama Dilara akan sedikit terhalangi.
“Ya, aku harus selalu sehat. Karna
jika aku sakit-sakitan, maka aku akan jarang bisa dapat menghibur sahabat
lamaku itu,”, ucapnya optimis berbicara tentang kebersamannya dengan Dilara
usainya meminum beberapa obatnya.
Malam harinya. . . .
Negara sedang berada di sebuah
mall, ia disana sedang berada dipusat penjualan cd. Tepatnya ia di sana sedang
meliaht cd bergenre film animasi untuk menghibur dirinya sendiri berpakaian
tidak resmi. Ditengah asiknya melihat cd bergenre film animasi yang berada
dipegangan kedua tangannya, tiba-tiba saja ada yang mencoba mengusik dirinya
dengan menunjukkan cd bergenre film cinta. Negara pun langsung mencoba melihat
ke wajah siapa yang sudah berani mencoba mengusik dirinya itu.
Ternyata siapa yang sudah berani
mencoba mengusik dirinya itu adalah Dilara yang langsung mengatakan, “Tolong
ya, kamu sudah besar. Palingkan film itu beralih ke film bergenre cinta yang
aku tunjukkan ini.”. Dilara mengatakan sedikit meremehkan juga mengeluhkan
menatap Negara. Negara mulai menatapnya bingung lalu melirikkan matanya sedikit
dingin beralih melihat ke cd yang masih dipegangnya. “Tolong juga ya, jangan
memberi perhatian padaku.”, sahut Negara membalasnya.
“Negara, kau tentu sudah merasa
kalau dirimu telah menjadi pria dewasa nan mapan bukan? Palingkan cd yang
sedang kau pegang, ambil cd yang sedang aku tunjukkan ini biar gak kaku dalam
dunia percintaan!”, Dilara membujuknya agar tidak terlalu menyukai dunia
anak-anak yang gemar menonton film bergenre animasi. Neagra pun menjadi melihat
padanya akan menyahut lagi.
“Bahkan sampai kinipun, aku tidak
pernah mengenal cinta! Terkecuali, pada keluargaku, temanku serta sahabatku!”,
Negara menjelaskannya terbuka. Dilara menjadi melhatnya diam, mulai menunjukkan
raut wajah dinginnya akan berkata kembali. “Pantas saja, kau dengan mudahnya
mencoba memanduku dalam permainan kita.”, keluh Dilara masih dengan keadaannya.
Negara berdiam melihatnya lalu mencuekinya dengan berjalan melihat-lihat cd
bergenre film animasi.
Sedangkan Dilara berdiam ditempat
melihatnya merasa terheran-heran, sebab pikirnya kalau Negara tidak pernah
merasakan jatuh cinta dari awal. Dan kemudian Dilara beranjak dari tempatnya
menuju ke kasir untuk membeli cd bergenre film cinta yang telah ditunjukkannya
tadi pada Negara. Sementara Negara masih berdiam ditempatnya lalu secara tidak
sengaja melihat Dilara sedang melakukan pembayaran di kasir hingga Dilara pergi
meninggalkan pusat penjualan cd tersebut.
Negara melihat padanya hening
disertai cuek dan kini telah kembali melihat cd bergenre film animasi
kegemarannya. Namun secara diam-diam ia telah sedikit mencoba tuk memperhatikan
Dilara, secara tidak sadarnya.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar