Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #17

Esok harinya, ayahnya benar membawa Dilara kepertemuan itu. Bahkan kini mereka berdua sudah berada di dalam kantor perusahaan milik keluarga dari Negara, berjalan bersama segera menuju ke ruang kerja dari seorang teman ayahnya. Dan mereka berduapun telah sampai memasuki ruang tersebut, sudah duduk bersama di depan meja kerja berhadapan dengan seorang teman ayahnya. Mereka bertiga akan berbicara dimulai dari seorang teman ayahnya itu.
“Dilara, saya meminta maaf perihal dengan rencana kami yang belum lama ini telah kamu ketahui. Sebab, anak saya Negara, juga mencurahkan tentang itu kepada saya. Maka kami bersepakat untuk membicarakan ini pada kalian berdua.”, seorang teman ayahnya itu memulai dengan meminta maaf berlanjut menjelaskan.
“Berdua? Memangnya, akan ada seorang lagi setelah saya, om?”, tanya Dilara mengarah kepada bunyi akhir dari pembicaraan tadi. Melihat curiga.
“Seorang yang telah membawamu pulang ke rumah, Dilara.”, sambung ayahnya melihat ke Dilara. Dilara sudah mendengarnya, melirikkan matanya ke bawah.
Sedangkan seorang teman ayahnya yang merupakan seorang ayah dari Negara, terpandang ke Negara yang baru memasuki ruangan tersebut dan kemudian berdiam tepat disampingnya, berdiri tegak. Dilara yang sudah melihat kedatangannya, menjadi melihat curiga lagi. Negara melihat ke bawah karna merasakan Dilara yang mulai angkuh dalam melihat padanya.
”Jangan timbulkan rasa benci, yang akan menimbulkan sebuah cinta yang tulus darimu kepadanya.”, ayah dari Dilara berbisik menyinggung perasaan putrinya itu. Dilara beralih melihat ke ayah dari Negara.
“Sayangnya Dilara tidak percaya dengan kata bisikkan yang telah papah singgungkan.”, Dilara berkata kembali dengan melihat ke ayahnya sendiri. Mencoba melakukan sebuah pemberontakan.
“Saya sudah membicarakan tentang perjodohan kalian berdua dengan anak saya, hari kemarin. Dan kami bertiga telah sepakat, perjodohan itu tidak akan kami lanjutkan. Sebab Negara tidak ingin kamu mengulangi apa yang sudah kamu perbuat di hari kemarin.”, ayah dari Negara mengatakan sembari menjelaskan yang sebenarnya.
Dilara yang sudah melihat ayah dari Negara serta mendengarnya, perasaannya menjadi lega seketika mencoba melirikkan matanya ke Negara sambil memberi senyuman kecil. Negara pun memberi senyuman kecil padanya pula, membalas. Sebab Dilara berpikir kalau Negara ikut memutuskan telah ditiadakannya perjodohan di antara mereka berdua. Kedua orang ayah yang telah melihat kedua buah hatinya itu mulai terlihat sedang bersilaturahim.
Mereka secara bergantian berkata sesuatu terhadap keduanya. Dimulai dengan ayah dari Negara, “Seorang pria sejati, harus pandai dalam menjaga pertemannya dengan seorang teman wanitanya.”, menunjukkan wajah gembira. Disambung ayah dari Dilara, “Seorang wanita sejati, harus pandai meikmati waktu luang ketika sedang bersama seorang teman prianya.”, menunjukkan wajah gembira berharap sesuatu yang di rahasiakan.
Negara dan Dilara yang sudah melihat pada mereka berdua serta mendengar kata-kata dari keduanya. Menjadi tersenyum ceria secara bersamaan, lalu beralih melihat ke arah lain sambil menyebut nama seseorang dihatinya masih secara bersamaan. Negara menyebut nama dari Milara, sementara Dilara menyebut nama dari Firlana. Mereka berdua menyebut nama dari sahabatnya, yang sudah sering menikmati waktu bersama tepatnya ketika sedang menghabiskan waktu bersama.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Ketika hari sudah memasuki pertengahan hari, Firlana ditempat kerjanya sedang duduk menikmati pemandangan di dalam ruang kerjanya sendiri. ia sedang menikmati pemandangan di luar jendela, dimana ruang kerjanya berada di lantai dua. Kemudian dirasanya jika ada sesuatu yang telah keluar dari lubang hidungnya, ia pun langsung mencoba mengusapnya dan seketika melihat ada noda darah pada jari yang telah mengusap apa yang telah keluar dari lubang hidungnya.
Menjadi hening sejenak mulai menatapi, begitulah keadaannya kini. Lalu mengambil selembar tisu didekatnya, berusaha membersihkan noda darah pada jarinya serta pada disekitar area hidungnya. “Sepertinya aku telah mengalami kelelahan. Makanya aku mengalami mimisan seperti ini.”, gumamnya setelah membersihkan. Kemudian seketika ia teringat pada mimpinya tadi, mimpi yang sempat ada dalam tidurnya ketika tidak sengaja tertidur sejenak di kursi kerjanya sendiri.
Ia telah bermimpi kalau Dilara mendatanginya, Dilara dengan memberi pelukan dibalik dirinya serta memberikan sebuah kejutan padanya. Dan tak lama ia mengingat mimpinya, tiba-tiba saja ponselnya berdering yang telah ditaruh pada saku celananya. Ia pun beralih mengambil ponselnya, serta membaca siapa yang telah mencoba menghubunginya. Kini ia telah menjawab telepon tersebut  dengan berkata sapa, “Siang tante, bagaimana dengan kabar hilangnya Dilara?”, secara spontan bertanya-tanya.
Dan orang yang telah menghubunginya, dikira oleh dirinya adalah ibu dari Dilara karna memakai nomor ponsel milik Dilara akan menyahutnya. “Iya, saya sendiri disini.”, sahut Dilara yang berada di halaman samping rumah kediamannya sambil melihat pemandangan sekitar. Ternyata kini yang telah menghubungi dirinya adalah Dilara, membuat Firlana menjadi hening seketika. “Kau? Kau sudah pulang?”, tanya Firlana sedikit gugup ingin lebih memastikan.
“Aku sudah pulang. Tapi kenapa bukan kamu yang membawaku pulang kerumah ke diamanku?”, jawab Dilara berakhir menanyakan. Firlana menjadi tertawa berbisik, Dilara menjadi tersenyum karna mendengar tawa berbisik dari dirinya. “Karna bila aku berusaha mengejarmu, maka kamu akan menjauh dariku. Cukup aku melihat wajahmu saja walaupun aku tak bisa membawamu pulang ke rumah kediamanmu.”, Firlana mengutarakan jalan pemikirannya dalam mengawasi Dilara.
“Kapan kita bermain di taman biasa lagi? Apakah ada free day untuk kita?”, tanya Dilara tentang waktu luang di antara mereka berdua. Firlana menjadi tertawa berbisik lagi akan menjawabnya. “Setiap hari minggu, waktu luang selalu ada buat kita untuk menikmati waktu bersama. Hanya tergantung pada kita berdua, apakah bisa menyempatkan atau tidak?!”, Firlana menjelaskan tentang hari bebas beserta waktu luang di antara mereka berdua.
Dan secara tiba-tiba Firlana mengingat jadwal kerjanya yang sudah tiba kembali. Ketika baru saja terpandang pada jam dinding didepannya. Firlana pun langsung berkata permisi untuk pamit karna harus mejalani jadwal kerjanya yang sudah tiba pada Dilara, setelah berbicara yang terakhir itu. Dilara dapat memakluminya, menerimanya. Dan telepon antara mereka berduapun terpaksa diputus, padahal di dalam benak Firlana masih ingin berlama-lama dalam berbicara melalui telepon dengannya.

Malam harinya. . . .

Dilara sedang duduk di sebuah ayunan, yang telah terletak di balkon depan rumahnya. Ia sedang menikmati sinar dari bulan purnama di depannya. Lalu ia berdo’a, “Tuhan, cepatkanlah hari minggu tiba. Aku ingin sekali bermain dengan sahabatku, Firlana yang membuat bathinku selalu nyaman bila sedang bersamanya.”, pinta dalam do’anya sedikit menggebu-gebu. Sedikit pula merasa girang sendiri. Sementara disana, Firlana yang telah disebut dalam do’anya.
Sedang tertidur di meja belajar, di dalam kamarnya sendiri. Tampak diwajahnya bahwa Firlana sudah terlelap dalam tidurnya. Namun tiba-tiba mimisan yang terjadi padanya lagi. Firlana memang tidak menyadari itu karna sudah terlelap dalam tidurnya, tetapi ayahnya mengetahui keadaan dirinya itu yang kini sedang membersihkan darah mimisan pada sekitar area hidungnya itu. Karna mimisan yang terjadi pada dirinya lagi, ketika ayahnya sudah memasuki kamarnya.
Berniat akan membicarakan sesuatu padanya. Namun apa yang telah terniat pada ayahnya itu terpaksa tertunda, karna putra semata wayangnya sudah tertidur dan mungkin sedang dalam kelelahan. Pikir sejenak ayahnya ketika masih membersihkan noda darah di sekitar area hidung putranya.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
 
Saat bulan akan tergantikan matahari menyusul pagi, Firlana terbangun dari tidurnya tepat pada pukul empat lewat duapuluh menit. Ia menyadari, kalau dirinya sedang tertidur tetapi bukan di kasur tempat tidurnya. Mengetahui itu, ia pun beralih menyegerakan untuk mandi dilanjutkan akan mendirikan sholat subuh. Sementara di sana, Dilara masih terjaga dalam tidurnya. Dan beralih pada Negara, Negara dibangunkan oleh kakak keduanya karna telah terjadi sesuatu dirumahnya.
Sesuatu telah terjadi pada ibunya, yang mendadak sakit dan akan segera dibawa ke rumah sakit menggunakan mobil dari ayahnya. Mereka bertiga telah mempunyai cerita di waktu yang sangat bersamaan. Namun yang akan mengisahkan cerita tentang duka akan terjadi pada Negara dan Firlana. Dan Dilara, akan menjadi penengah di antara duka, yang akan terjadi pada mereka berdua. Berupa apakah dari duka yang akan terjadi pada Negara dan Firlana, simak saja lanjutan ceritanya.

Siang harinya. . . .

Dilara sedang berada di rumah galeri tempat Firlana telah bekerja. Ia di sana sedang duduk di cafe bagian luar gedung rumah galeri tersebut. Dan begitu jam kerja diistirahatkan, Firlana yang berada di dalam gedung sedang berjalan akan segera menemui Dilara. Singkat saja, kini mereka berdua telah duduk bersama secara berhadapan. Setelah mereka berdua saling sapa, mereka berdua akan berbicara.
“Ceria wajahmu, membangkitkan diriku yang mulai sedkit frustasi karna pekerjaannku yang mulai padat.”, Firlana mengungkap kata puitis. Dilara menjadi tersenyum manja melihat malu padanya, sedangkan Firlana menjadi tertawa kecil melihat dirinya kagum. “Bagaimana hubunganmu dengan kedua orangtuamu?,” tanya Firlana memberi perhatian. Dilara menjadi tersenyum lagi lalu berkata menjawabnya, “Semuanya baik. Karna, papah telah membatalkan sesuatu yang sangat tidak aku ingini.”.
“Dilara, tegaskan padaku bahwa kamu tidak akan mengulangi suatu hal bodoh itu lagi! Bagaimana jika kamu terlanjur tercampuri oleh tangan-tangan nakal? Secara otomatis, kami semua akan merasa terpukul serta merasa trauma.”, Firlana mengungkap jalan pemikirannya.
“Intinya, sore ini juga aku mau kita berkunjung ke taman bermain biasa.”, Dilara langsung mengungkapkan tujuannya.
“Dilara, hari ini aku pulang jam lima sore. Sangat tidak mungkin kita bermain ke sana hingga malam datang. Karna, aku berniat ingin melepas lelah di rumah saja.”, Firlana menyanggah menjelaskan alasannya.
Dilara meresponnya dengan berpaku tangan, mencoba menatap Firlana polos, berdiam. “Jadi kau tidak mendengarkan aku?”, tanya Firlana karna mengerti Dilara yang seperti mulai bersikap egois. Dilara memalingkan wajahnya kesamping, benar menunjukkan sifat egoisnya. “Ya sudah, esok kita jalan-jalan yah. Dilara cantik jangan bersikap begitu dong. Ayo, kembali sedia kala.”, Firlana memberi kata bujukkan membuat Dilara kembali melihat padanya.
“Kamu janji?”, tanya Dilara untuk memastikan perkataan dari dirinya. Firlana pun memberi senyuman mengangguk menebar pesonanya. Dilara menjadi tertawa bahagia lalu menyambut seorang pelayan yang baru saja mengantarkan dua gelas minuman untuk mereka berdua, yang telah dipesan oleh Dilara. Bagaimana Firlana tidak mengatakan itu, sebab esok merupakan hari minggu. Sementara Dilara tidak menyadari kalau hari esok merupakan hari minggu.
Dan  terciptalah suasana persahabatan pada keduanya. Keduanya saling meminum-minumannya sambil berbincang-bincang, ada gelak tawa pula yang mereka berdua hadirkan. Momen kebersamaan mereka berdua di cafe tersebut, akan berakhir ketika waktu jam kerja dari Firlana tiba sementara Dilara akan beralih pulang ke rumahnya.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar