Esok harinya, ayahnya benar
membawa Dilara kepertemuan itu. Bahkan kini mereka berdua sudah berada di dalam
kantor perusahaan milik keluarga dari Negara, berjalan bersama segera menuju ke
ruang kerja dari seorang teman ayahnya. Dan mereka berduapun telah sampai
memasuki ruang tersebut, sudah duduk bersama di depan meja kerja berhadapan
dengan seorang teman ayahnya. Mereka bertiga akan berbicara dimulai dari
seorang teman ayahnya itu.
“Dilara, saya meminta maaf perihal
dengan rencana kami yang belum lama ini telah kamu ketahui. Sebab, anak saya
Negara, juga mencurahkan tentang itu kepada saya. Maka kami bersepakat untuk
membicarakan ini pada kalian berdua.”, seorang teman ayahnya itu memulai dengan
meminta maaf berlanjut menjelaskan.
“Berdua? Memangnya, akan ada
seorang lagi setelah saya, om?”, tanya Dilara mengarah kepada bunyi akhir dari pembicaraan
tadi. Melihat curiga.
“Seorang yang telah membawamu
pulang ke rumah, Dilara.”, sambung ayahnya melihat ke Dilara. Dilara sudah
mendengarnya, melirikkan matanya ke bawah.
Sedangkan seorang teman ayahnya
yang merupakan seorang ayah dari Negara, terpandang ke Negara yang baru
memasuki ruangan tersebut dan kemudian berdiam tepat disampingnya, berdiri
tegak. Dilara yang sudah melihat kedatangannya, menjadi melihat curiga lagi.
Negara melihat ke bawah karna merasakan Dilara yang mulai angkuh dalam melihat
padanya.
”Jangan timbulkan rasa benci, yang
akan menimbulkan sebuah cinta yang tulus darimu kepadanya.”, ayah dari Dilara
berbisik menyinggung perasaan putrinya itu. Dilara beralih melihat ke ayah dari
Negara.
“Sayangnya Dilara tidak percaya
dengan kata bisikkan yang telah papah singgungkan.”, Dilara berkata kembali
dengan melihat ke ayahnya sendiri. Mencoba melakukan sebuah pemberontakan.
“Saya sudah membicarakan tentang
perjodohan kalian berdua dengan anak saya, hari kemarin. Dan kami bertiga telah
sepakat, perjodohan itu tidak akan kami lanjutkan. Sebab Negara tidak ingin
kamu mengulangi apa yang sudah kamu perbuat di hari kemarin.”, ayah dari Negara
mengatakan sembari menjelaskan yang sebenarnya.
Dilara yang sudah melihat ayah
dari Negara serta mendengarnya, perasaannya menjadi lega seketika mencoba
melirikkan matanya ke Negara sambil memberi senyuman kecil. Negara pun memberi
senyuman kecil padanya pula, membalas. Sebab Dilara berpikir kalau Negara ikut
memutuskan telah ditiadakannya perjodohan di antara mereka berdua. Kedua orang
ayah yang telah melihat kedua buah hatinya itu mulai terlihat sedang bersilaturahim.
Mereka secara bergantian berkata
sesuatu terhadap keduanya. Dimulai dengan ayah dari Negara, “Seorang pria
sejati, harus pandai dalam menjaga pertemannya dengan seorang teman
wanitanya.”, menunjukkan wajah gembira. Disambung ayah dari Dilara, “Seorang
wanita sejati, harus pandai meikmati waktu luang ketika sedang bersama seorang
teman prianya.”, menunjukkan wajah gembira berharap sesuatu yang di rahasiakan.
Negara dan Dilara yang sudah
melihat pada mereka berdua serta mendengar kata-kata dari keduanya. Menjadi
tersenyum ceria secara bersamaan, lalu beralih melihat ke arah lain sambil
menyebut nama seseorang dihatinya masih secara bersamaan. Negara menyebut nama
dari Milara, sementara Dilara menyebut nama dari Firlana. Mereka berdua
menyebut nama dari sahabatnya, yang sudah sering menikmati waktu bersama
tepatnya ketika sedang menghabiskan waktu bersama.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Ketika hari sudah memasuki
pertengahan hari, Firlana ditempat kerjanya sedang duduk menikmati pemandangan
di dalam ruang kerjanya sendiri. ia sedang menikmati pemandangan di luar
jendela, dimana ruang kerjanya berada di lantai dua. Kemudian dirasanya jika
ada sesuatu yang telah keluar dari lubang hidungnya, ia pun langsung mencoba
mengusapnya dan seketika melihat ada noda darah pada jari yang telah mengusap
apa yang telah keluar dari lubang hidungnya.
Menjadi hening sejenak mulai
menatapi, begitulah keadaannya kini. Lalu mengambil selembar tisu didekatnya,
berusaha membersihkan noda darah pada jarinya serta pada disekitar area
hidungnya. “Sepertinya aku telah mengalami kelelahan. Makanya aku mengalami
mimisan seperti ini.”, gumamnya setelah membersihkan. Kemudian seketika ia
teringat pada mimpinya tadi, mimpi yang sempat ada dalam tidurnya ketika tidak
sengaja tertidur sejenak di kursi kerjanya sendiri.
Ia telah bermimpi kalau Dilara
mendatanginya, Dilara dengan memberi pelukan dibalik dirinya serta memberikan
sebuah kejutan padanya. Dan tak lama ia mengingat mimpinya, tiba-tiba saja
ponselnya berdering yang telah ditaruh pada saku celananya. Ia pun beralih
mengambil ponselnya, serta membaca siapa yang telah mencoba menghubunginya.
Kini ia telah menjawab telepon tersebut
dengan berkata sapa, “Siang tante, bagaimana dengan kabar hilangnya
Dilara?”, secara spontan bertanya-tanya.
Dan orang yang telah
menghubunginya, dikira oleh dirinya adalah ibu dari Dilara karna memakai nomor
ponsel milik Dilara akan menyahutnya. “Iya, saya sendiri disini.”, sahut Dilara
yang berada di halaman samping rumah kediamannya sambil melihat pemandangan sekitar.
Ternyata kini yang telah menghubungi dirinya adalah Dilara, membuat Firlana
menjadi hening seketika. “Kau? Kau sudah pulang?”, tanya Firlana sedikit gugup
ingin lebih memastikan.
“Aku sudah pulang. Tapi kenapa
bukan kamu yang membawaku pulang kerumah ke diamanku?”, jawab Dilara berakhir
menanyakan. Firlana menjadi tertawa berbisik, Dilara menjadi tersenyum karna
mendengar tawa berbisik dari dirinya. “Karna bila aku berusaha mengejarmu, maka
kamu akan menjauh dariku. Cukup aku melihat wajahmu saja walaupun aku tak bisa
membawamu pulang ke rumah kediamanmu.”, Firlana mengutarakan jalan pemikirannya
dalam mengawasi Dilara.
“Kapan kita bermain di taman biasa
lagi? Apakah ada free day untuk kita?”, tanya Dilara tentang waktu luang di antara
mereka berdua. Firlana menjadi tertawa berbisik lagi akan menjawabnya. “Setiap
hari minggu, waktu luang selalu ada buat kita untuk menikmati waktu bersama.
Hanya tergantung pada kita berdua, apakah bisa menyempatkan atau tidak?!”,
Firlana menjelaskan tentang hari bebas beserta waktu luang di antara mereka
berdua.
Dan secara tiba-tiba Firlana
mengingat jadwal kerjanya yang sudah tiba kembali. Ketika baru saja terpandang pada
jam dinding didepannya. Firlana pun langsung berkata permisi untuk pamit karna
harus mejalani jadwal kerjanya yang sudah tiba pada Dilara, setelah berbicara
yang terakhir itu. Dilara dapat memakluminya, menerimanya. Dan telepon antara
mereka berduapun terpaksa diputus, padahal di dalam benak Firlana masih ingin
berlama-lama dalam berbicara melalui telepon dengannya.
Malam harinya. . . .
Dilara sedang duduk di sebuah
ayunan, yang telah terletak di balkon depan rumahnya. Ia sedang menikmati sinar
dari bulan purnama di depannya. Lalu ia berdo’a, “Tuhan, cepatkanlah hari
minggu tiba. Aku ingin sekali bermain dengan sahabatku, Firlana yang membuat
bathinku selalu nyaman bila sedang bersamanya.”, pinta dalam do’anya sedikit
menggebu-gebu. Sedikit pula merasa girang sendiri. Sementara disana, Firlana
yang telah disebut dalam do’anya.
Sedang tertidur di meja belajar,
di dalam kamarnya sendiri. Tampak diwajahnya bahwa Firlana sudah terlelap dalam
tidurnya. Namun tiba-tiba mimisan yang terjadi padanya lagi. Firlana memang
tidak menyadari itu karna sudah terlelap dalam tidurnya, tetapi ayahnya mengetahui
keadaan dirinya itu yang kini sedang membersihkan darah mimisan pada sekitar
area hidungnya itu. Karna mimisan yang terjadi pada dirinya lagi, ketika
ayahnya sudah memasuki kamarnya.
Berniat akan membicarakan sesuatu
padanya. Namun apa yang telah terniat pada ayahnya itu terpaksa tertunda, karna
putra semata wayangnya sudah tertidur dan mungkin sedang dalam kelelahan. Pikir
sejenak ayahnya ketika masih membersihkan noda darah di sekitar area hidung
putranya.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Saat bulan akan tergantikan
matahari menyusul pagi, Firlana terbangun dari tidurnya tepat pada pukul empat
lewat duapuluh menit. Ia menyadari, kalau dirinya sedang tertidur tetapi bukan
di kasur tempat tidurnya. Mengetahui itu, ia pun beralih menyegerakan untuk
mandi dilanjutkan akan mendirikan sholat subuh. Sementara di sana, Dilara masih
terjaga dalam tidurnya. Dan beralih pada Negara, Negara dibangunkan oleh kakak
keduanya karna telah terjadi sesuatu dirumahnya.
Sesuatu telah terjadi pada ibunya,
yang mendadak sakit dan akan segera dibawa ke rumah sakit menggunakan mobil
dari ayahnya. Mereka bertiga telah mempunyai cerita di waktu yang sangat
bersamaan. Namun yang akan mengisahkan cerita tentang duka akan terjadi pada
Negara dan Firlana. Dan Dilara, akan menjadi penengah di antara duka, yang akan
terjadi pada mereka berdua. Berupa apakah dari duka yang akan terjadi pada
Negara dan Firlana, simak saja lanjutan ceritanya.
Siang harinya. . . .
Dilara sedang berada di rumah
galeri tempat Firlana telah bekerja. Ia di sana sedang duduk di cafe bagian
luar gedung rumah galeri tersebut. Dan begitu jam kerja diistirahatkan, Firlana
yang berada di dalam gedung sedang berjalan akan segera menemui Dilara. Singkat
saja, kini mereka berdua telah duduk bersama secara berhadapan. Setelah mereka
berdua saling sapa, mereka berdua akan berbicara.
“Ceria wajahmu, membangkitkan
diriku yang mulai sedkit frustasi karna pekerjaannku yang mulai padat.”,
Firlana mengungkap kata puitis. Dilara menjadi tersenyum manja melihat malu
padanya, sedangkan Firlana menjadi tertawa kecil melihat dirinya kagum.
“Bagaimana hubunganmu dengan kedua orangtuamu?,” tanya Firlana memberi
perhatian. Dilara menjadi tersenyum lagi lalu berkata menjawabnya, “Semuanya
baik. Karna, papah telah membatalkan sesuatu yang sangat tidak aku ingini.”.
“Dilara, tegaskan padaku bahwa
kamu tidak akan mengulangi suatu hal bodoh itu lagi! Bagaimana jika kamu
terlanjur tercampuri oleh tangan-tangan nakal? Secara otomatis, kami semua akan
merasa terpukul serta merasa trauma.”, Firlana mengungkap jalan pemikirannya.
“Intinya, sore ini juga aku mau
kita berkunjung ke taman bermain biasa.”, Dilara langsung mengungkapkan
tujuannya.
“Dilara, hari ini aku pulang jam
lima sore. Sangat tidak mungkin kita bermain ke sana hingga malam datang.
Karna, aku berniat ingin melepas lelah di rumah saja.”, Firlana menyanggah
menjelaskan alasannya.
Dilara meresponnya dengan berpaku
tangan, mencoba menatap Firlana polos, berdiam. “Jadi kau tidak mendengarkan
aku?”, tanya Firlana karna mengerti Dilara yang seperti mulai bersikap egois.
Dilara memalingkan wajahnya kesamping, benar menunjukkan sifat egoisnya. “Ya
sudah, esok kita jalan-jalan yah. Dilara cantik jangan bersikap begitu dong.
Ayo, kembali sedia kala.”, Firlana memberi kata bujukkan membuat Dilara kembali
melihat padanya.
“Kamu janji?”, tanya Dilara untuk
memastikan perkataan dari dirinya. Firlana pun memberi senyuman mengangguk
menebar pesonanya. Dilara menjadi tertawa bahagia lalu menyambut seorang
pelayan yang baru saja mengantarkan dua gelas minuman untuk mereka berdua, yang
telah dipesan oleh Dilara. Bagaimana Firlana tidak mengatakan itu, sebab esok
merupakan hari minggu. Sementara Dilara tidak menyadari kalau hari esok
merupakan hari minggu.
Dan terciptalah suasana persahabatan pada
keduanya. Keduanya saling meminum-minumannya sambil berbincang-bincang, ada
gelak tawa pula yang mereka berdua hadirkan. Momen kebersamaan mereka berdua di
cafe tersebut, akan berakhir ketika waktu jam kerja dari Firlana tiba sementara
Dilara akan beralih pulang ke rumahnya.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar