Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #11

Pagi harinya, sekitar pukul sembilan pagi Dilara pergi mengunjungi Firlana di rumah galeri “MILARATIONIC”. Dilara memilih pergi mengunjungi Firlana di sana sebab ingin membagi beban yang masih dirasakannya, agar bisa merasa sedikit lepas, harapnya. Sementara di sana, di rumah galeri “MILARATIONIC”, Firlana berada di ruang percetakan sedang menunggu hasil foto dari pemotretannnya berhasil tercetak dengan sempurna.
Keadaan Firlana sedang berdiri di depan printer sambil melipatkan kedua tangannya tepat di dada. Sebenarnya, hari minggu adalah hari libur untuknya. Namun karna ada pengerjaan yang belum terselesaikan olehnya pada hari sabtu kemarin. Terpaksa namun masih berbesar hati melanjutkan pengerjaannya pada hari ini, hari minggu. Firlana masih bertahan dalam keadaannya seperti itu, sementara Dilara baru saja tertampak di belakangnya melihatnya yang sedang dalam pengerjaannya.
Dilara akan berdiri menetap pada tempatnya menunggu Firlana selesai dari dalam pengerjaannya. Sikap Dilara yang sembunyi itu, membuat Firlana benar-benar tidak sadar bahkan tidak terpandang sekalipun ke Dilara yang masih menunggunya secara sembunyi.

Hingga pada beberapa menit kemudian. . . .

Kini Firlana sedang merapihkan hasil pemotretannya yang sudah ter-print, lalu seorang teman sesama jenisnya menghampirinya akan menanyakan sesuatu. “Aku terpandang beberapa kali dengan seorang gadis dipojok sana? Ya, tepatnya di belakangmu.”, seorang teman sesama jenisnya itu langsung mengungkap melihat polos padanya. Firlana terhenti dari pengerjaannya melihat hening ke seorang teman sesama jenisnya itu.
“Mungkin saja, seorang gadis yang telah kamu maksudkan merupakan seorang calon mempelai wanita kemarin?”, Firlana mengingatkan wajah seorang gadis yang melakukan foto pre-wedd pada hari kemarin. seorang teman sesama jenisnya itu masih melihat padanya polos kali ini menggeleng. “Sempat aku terpandang tadi bahwa dia sedang memandangimu?”, ungkap rasa curiga seorang teman sesama jenisnya itu. Firlana menjadi bingung seketika, lalu berpura-pura mencoba melihat ke belakang.
Dan baru dilihatnya bahwa ada Dilara yang sedang menunggu melihat padanya sambil tersenyum mengajak. Sedangkan Firlana langsung berpaling melihat ke seorang teman sesama jenisnya itu, setelah sudah mengetahui siapa yang sedang dibicarakan oleh temannya tadi. “Lanjutkan saja! Dia teman wanitaku!”, Firlana memberi perintah mengalihkan suasana. Usainya memberi perintah, Firlana kembali pada pengerjaannya dan seorang teman sesama jenisnya itupun membantunya.
Sebab sudah menjadi tugas pengerjaan keduanya, jadi sangat wajar bila keduanya saling membantu. Sementara Dilara, melihat jam pada tangannya mulai merasa bosan nan lesuh menunggu Firlana yang masih dalam pengerjaannya. Dan secara tiba-tiba kembali pada Firlana, didengarnya seorang temannnya itu berkata menunjukkan rasa pengertiannya. “Sudah, biar aku saja yang melanjuti! Tugasmu sudah selesai!”, seorang temannya itu mempertegas kecil.
Firlana menjadi terdiam melihat padanya bertanya-tanya. “Aku hanya tidak suka melihat sikapmu yang membuat seorang gadis semuda itu menunggu. Aku yakin, dia pasti sudah merasa bosan sekarang.”, sambung seorang temannya itu semakin menunjukkan rasa pengertiannya. Menatap Firlana memberi keyakinan. Firkana pun menjadi luluh memberi senyuman kecil sembari memberi ucapan terimakasih. Lalu setelahnya berbalik melangkah menghampiri Dilara yang masih berdiri.
Dan ketika langkahnya sudah sampai ke Dilara, sudah menyapa pula hingga Dilara melihat padanya. Firlana menyempatkan tuk menoleh keseorang temannya itu, mengucapkan selamat tinggal. Seorang temannya itupun langsung mempersilahkannya memberi senyuman selamat tinggal pula. Dan Firlana bersama Dilara benar beranjak akan melangkah pergi menuju ke pintu lobby. Sesampainya mereka di pintu lobby, mereka berdua bertepatan dengan Negara yang baru memasuki pintu lobby.
Teramat disayangkan, walaupun saat di pintu lobby mereka bertepatan melewatinya. Mereka tidak saling terpandang antara satu dengan lainnya.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Di sebuah tempat bermain biasa, di sana Firlana dan Dilara akan menghabiskan waktu bersama. Karna sewaktu masih dalam perjalanan dari rumah galeri tadi, Dilara telah mengajak Firlana untuk menghabiskan waktu bersama ditempat bermain tersebut. Mereka berdua di sana begitu memanfaatkan waktu kebersamaannya. Dapat dilihat dengan mereka berdua yang kini sedang berjalan bersama sambil bercanda, tertawa lepas walau disertai dengan bebrapa ejekan, saling berbalas pula.
Kemudian berhenti di sebuah tempat pemancingan. Mereka berdua sedang beradu siapakah yang lebih dulu dapat memancing seekor ikan, disertai saling menjatuhkan seekor ikan yang sudah didapatkan antara mereka berdua agar memancing lagi seekor ikan. Dan tak jarang ada kericuhan kecil yang ditunjukkan oleh keduanya sebelum pada akhirnya ada yang mengeluh. Namun daripadanya, itulah keseruan dari keduanya.

Beberapa saat kemudian. . . .

Firlana dan Dilara kini sedang duduk direrumputan sambil melepas lelah dengan meminum air kelapa muda. Angin tengah berhembus menyejukkan raga yang sudah berkeringat terasa gerah, begitupun tumbuhan yang bergoyang karna tertiup hembusan angin. Merasakan suasana yang seperti itu, Dilara akan mengajak Firlana berbicara tentang ayah. “Ayah, terbesit apa tentang ayah didalam perasaanmu kini?”, Dilara mencoba menyinggung melihat lurus kedepan.
“Aku rindu. Aku kangen ditemani ayah seperti sewaktu kecil dulu. Karna ayah mulai belajar melepaskanku, sejak pertama aku memasuki sekolah menengah pertama.”, Firlana mencurahkan mengingat wajah dari ayahnya yang super sibuk. Karna harus bolak-balik ke luar Negeri demi pekerjaannya. Dilara baru saja menoleh melihat padanya, meresapi apa yang telah dicurahkan Firlana tadi. “Ayahku, sudah berani mencoba tuk menentukan masa depanku.”, Dilara mencurahkan bebannya.
Firlana menjadi melihat pada dirinya balik. “Jangan pernah membenci seorang ayah yang telah menjadi perantara dari Tuhan, tuk menghidupkan kita di dunia. Walaupun terkadang, Tuhan menjadikan orangtua kita sebagai perantara untuk menentukan masa depan kita.”, Firlana memberi nasehat berniat memberi hal positif pada dirinya. Dilara menjadi bergetar hatinya ketika mendengar kata terakhir dari dirinya. Menjadi terdiam sesaat lalu berdiri dari duduknya. Dilara belum mengungkap semua bebannya.
Sementara di kejauhan di balik dirinya, ada sosok Negara bersama Milara yang sedang mencari lokasi untuk pameran dari rumah galeri milik Milara. Kembali pada mereka berdua, Firlana baru ikut berdiri dari duduknya melihat ke Dilara, ikut pula merasakan kegundahan dari Dilara. “Aku capek, bisa antarkan aku pulang? Kakiku terasa lemas setelah mengingat ketika aku sedang menunggu lama tadi, sewaktu masih di rumah galeri itu.”, Dilara berkeluh menunjukkan kelelahannya.
Dan Firlana yang sudah mendengarnya langsung beralih dengan berdiri membelakanginya, memberi punggugngnya pada Dilara. Dilara merasa kaget sempat menjadi kaku ditempat. “Naiklah kepunggungku. Aku akan menopangmu hingga kita menemukan sebuah mobil kendaraan taxi untuk kita tumpangi.”, perintah Firlana sangat berharap. Dilara pun menjadi tersenyum lalu mencoba menaiki punggung dari Firlana.
“Jangan pernah berhenti tuk menjagaku, Firlana.”, ungkap Dilara merasa bahagia ketika sudah menaiki punggung dari Firlana. Dan Firlana hanya tersenyum lalu menopangnya, membawanya berjalan perlahan penuh ke hati-hatian. Di kejauhan sana, Negara terpandang pada keduanya sambil terpikirkan bagaimana bisa bertemu dengan mereka berdua di kejauhan sana, di sebuah tempat yang sama. Bahkan Negara sudah menjadi setengah melamun melihat Dilara yang manja sedang ditopang oleh Firlana.
Kemudian pandangannya menjadi teralih saat ketika Milara memanggilnya, dan Negara pun beralih menghampiri Milara yang sudah menunggunya.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Malam harinya, di rumah kediaman Firlana. Firlana sedang memainkan giitar mengakustikan sebuah lagu. Firlana sedang menyanyikan lirik pada reff lagu tersebut sesuai dengan perasaannya. Kemudian dengan tiba-tiba ponselnya berdering menandakan ada seorang yang sedan menghubunginya. Firlana pun menghentikan memainkan gitarnya serta bernyanyinya, beralih mengangkat telepon dari seorang yang telah menghubunginya.
“Halo?”, sapa Firlana menjawab sapa tanya. Seorang yang menghubunginya langsung menjawab sapa tanya darinya, “Ini aku, Dilara. Dilara lagi yang mengusik ketenanganmu.”, seorang yang menghubunginya itu adalah Dilara. Dan mereka akan bercakap-cakap singkat. “Ada apa denganmu, Dilara?”, tanya Firlana menanyakan keadaannya di sana. Melihat ke senar gitarnya.
“Ponselku sudah sedikit eror. Jadi kalau misalnya esok mendadak tidak aktif, berarti fix ponselku diasramain dulu.”, Dilara memberitahukan kondisi ponsel miliknya sendiri.
“Terus, kalau aku mau bertemu bagaimana? Apa aku harus aku berkunjung ke sana dulu, tuk memastikan kamu ada atau enggak?”, curah Firlana mengungkap cemasnya sendiri untuk bisa bertemu. Berimajinasi. Dilara pun menjadi tertawa, lalu berkata mengakhiri.
“Sudah, aku lelah. Mau bobo cantik karna tried banget abis main bareng sama kamu tadi.” katanya mengakhiri. Menutup teleponnya sebelum Firlana mengucapkan kata goodnight padanya.
 Firlana pun merasa terpaksa menerimanya, karna sejak dulu Dilara memang pernah bersikap seperti itu beberapa kali terhadapnya. Tak mau menjadi hening memikirkan sikap dari Dilara itu, Firlana kembali memainkan gitarnya melanjutkan mengakustikan lagu tadi. Sementara di sana, Dilara didalam kamarnya. Ia sedang duduk di meja belajarnya sambil meratapi ponsel miliknya. Disadarinya betul, bahwa ia sedang berbohong berbicara tentang kondisi ponselnya pada Firlana tadi.
sebab telah ada suatu rencana yang telah ia sembunyikan, ia rahasiakan dari orang lain bahkan untuk dirinya sendiri. Sebelum pada akhirnya ia akan berhasil melakukan suatu rencana yang terasa berteka-teki tersebut. Dan kini Dilara beralih mengambil selembar kertas serta sebuah pena untuk menuliskan sesuatu yang sama rahasianya seperti suatu rencananya itu. Entah apa yang sedang Dilara pikirkan kini, yang pasti dirinyalah sendiri yang membuat sebuah teka-teki untuk dirinya sendiri.

Beralih pada Negara. . . .

Negara di rumah kediamannya sendiri, sedang duduk di ruang kerjanya melihat dokumen yang berupa denah lokasi akan diselenggarakannya sebuah pameran dari rumah galeri milik Milara, yang sebagai kegiatannya sebelum pergi untuk tidur. Lalu ia memegang kepalanya yang mulai terasa cenat-cenut dengan kedua tangannya. Dan tiba-tiba saja terbayang pada Dilara yang sedang ditopang oleh Firlana pada sore tadi di sebuah taman bermain.
“Aku tidak boleh berlanjut memikirkan dia. Aku harus fokus!”, Negara berucap kata bertekad untuk tetap fokus membantu pameran dari rumah galeri milik sahabatnya itu. Namun yang terjadi Negara terbayang wajah Dilara yang sedang berargumen dengannya dulu di ruang kerjanya sendiri, di kantor perusahaan milik keluarganya. Dan itu membuat Negara menjadi tertidur ditempat karna sedikit kelelahan, yang hampir tidak dirasakannya kini.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar