Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #14

Hari telah berganti, di kantor perusahaan milik keluarganya, Negara sedang menghadap ayahnya di ruang kerja ayahnya. Sebab ada perbincangan tentang perkembangan saham dari perusahaan keluarganya itu. Setelah berbincang yang sedemikian rupa, ayahnya akan berbagi tentang sesuatu yang lain padanya.
“Sudah positif, Dilara yang merupakan anak dari teman ayah benar-benar pergi seperti menghilangkan jejaknya dari siapapun. Demi ayah yang akan membantu teman dari ayah, kamu harus membawa pulang Dilara, bila seandainya saja kamu tidak sengaja bertemu dengannya.”, ayahnya berkata permisi menceritakan tentang hilangnya Dilara bermaksud meminta Negara tuk membantu mencari.
“Lalu bagaimana dengan peran polisi? Mengapa mereka tidak mencoba tuk memakai jasanya, ayah?”, Negara bertanya disertai rasa kurang berminat. Melihat biasa.
“Mereka memutuskan untuk menunggu Dilara pulang hingga pada tiga hari kemudian. Dan bila sudah lewat dari tiga hari, maka mereka akan mencoba tuk menghubungi polisi.”, ayahnya menjelaskan hingga membuat Negara menjadi mengerti.
Namun belum tentu Negara akan ikut turut mencari jejak dari hilangnya Dilara yang sudah positif. Mereka berdua tiba-tiba menjadi saling berpandangan diam, hening. Sementara ayahnya begitu berharap terhadap dirinya. Dan kemudian Negara berkata pamit untuk kembali ke ruang kerjanya di sana, ayahnya pun mengijinkan.

Sementara disana. . . .

Milara sedang berdiri di depan pintu ruang kerja milik Negara, dirinya merasa bingung mengapa pintu ruang kerja milik Negara terkunci. “Yang benar saja, masa Negara tidak sedang berada di dalam?”, gumamnya berkeluh dihati. Lalu secara tiba-tiba ada yang menyapa dibalik dirinya. “Pak Negara sedang tidak berada di dalam.”, orang yang menyapa dirinya adalah Nil Ra memberitahukan. Milara berbalik hingga terlihatlah Nil Ra yang berdiri tegak dihadapnya.
“Mungkin sajaaaaa!”, Milara memberi sindiran tegas. Mengingat Nil Ra yang berkata diakhiri sedemikian itu di hari kemarin.
“Tidak, apa yang sedang aku sampaikan memang benar. Tidak menerka-nerka apalagi….?”, belum selesai Nil Ra meluruskan penyampaiannya. Tiba-tiba saja terpandang ke Negara yang baru berhenti di dekat mereka berdua.
Mereka berdua kini berdiam menatapi Negara, sedangkan Negara akan berkata sesuatu setelah melihat percakapan keduanya tadi, yang sudah berjalan mendekati keduanya. “Dia sudah kuanggap sebagai teman baruku. Tolon hormati dia sedikit.”, gaya bicaranya teags mengarah ke Milara. Begitupun pandangannya. Nil Ra menjadi sedikit takjub melihat ke Milara, berdiam. Milara bertahan menatap Negara, mulai meunjukkan sedikit wajah angkuhnya.
Nil Ra yang melihat keduanya seperti saling berpandangan bahkan hampir saling menatapi, berkata permisi untuk pamit bersuara pelan, beranjak pergi dari keduanya. Setelah Nil Ra sudah beranjak pergi, Milara berkata untuk segera membuka pintu ruangannya pada Negara. Sebab ada yang harus segera dibicarakan. Dan Negara pun beralih tuk membuka pintu ruangannya segera, dengan mengambil sebuah kunci dari saku baju jasnya.
Ketika mereka berdua telah berada di dalam ruang kerja dari Negara, mereka berdua akan membicarakan tentang persiapan pameran rumah galeri milik Milara, yang telah dipikirkan pada dini hari nanti. Sementara penyelenggaraannya dilakukan pada pagi harinya pukul delapan.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Esok paginya tepat pukul delapan pagi, pameran rumah galeri “MILARATIONIC” milik Milara sudah dibuka. Beberapa pengunjung umum, beberapa tamu yang diundang pada pameran itupun mulai berdatangan. Dipameran rumah galeri miliknya, Milara mennyiapkan tujuh buah tempat. enam buah tempat kios sebagai pameran lukisan, foto bergenre pre-wedd, alam bebas serta alam liar. Dan kios yang ketujuh merupakan dessert serta minuman yang sengaja digratiskan sebagai jamuan.
Firlana dan semua karyawan yang turut bekerja di rumah galeri tersebut, turut pula hadir menunjukkan hasil karya seni mereka masing-masing. Masing-masing dari karya mereka ada yang sengaja dijual, ada juga yang sengaja mereka pajang sebagai promosi untuk bekerja sama dengan rumah galeri “MILARATIONIC”. Dan suasana mulai bernuansa dengan keramahan karna pengunjung serta para tamu yang mulai padat berdatangan, ketika hari mulai memasuki siang.
Di hari yang sudah memasuki siang, Negara baru bisa hadir bersama Nil Ra ke pameran rumah galeri milik Milara tersebut. Nil Ra merasa terhormat sekali, karna Negara mengajaknya pergi ke pameran rumah galeri milik Milara tersebut bersamanya. Dan ketika langkah keduanya sudah memasuki pintu gerbang ke dalam pameran tersebut, Negara menghentikan langkahnya sebab melihat Milara di kejauhan sana sedang mengobrol dengan pengunjung.
Disusul dengan Nil Ra yang ikut berhenti namun pandangannya tidak tertuju pada Milara. “Aku telah mengingat momen di antara kamu dengan Milara yang bagiku sangat kurang mengenakkan. Bagaimana kalau kita berpisah dulu mengambil arah lain pada tempat pameran ini?”, bisik Negara terhadap Nil Ra masih melihat ke Milara di kejauhan sana. Nil Ra sudah mendengar bisik darinya, melihat padanya.
“Saya telah merasa terhormat untuk kedua kalinya. Karna pak Negara tadi telah mengajak saya ke sini, dan sesampainya di sini pak Negara mempersilahkan saya untuk berjalan-jalan sesuka saya.”, sahut Nil Ra menunjukkan rasa syukurnya. Bahagia tampak pada raut wajahnya. Negara pun menjadi tersenyum malu menunduk lalu keduanya sama-sama beralih dari tempatnya dengan berlainan arah. Negara menuju ke Milara, sementara Nil Ra berjalan ke arah kanannya.
Sementara itu, Firlana sengaja keluar dari kiosnya yang telah dijaga seorang temannya. Karna Firlana ingin melihat beberapa kios lainnya, bertujuan akan melihat karya seni yang telah dipamerkan pada tiap kios. Ditengah mulai asiknya berjalan-jalan, tiba-tiba saja ia terpandang pada seorang pria berdasi sedang berjalan menujunya berwajahkan acuh serta kepolosannya. Firlana pun langsung merasa aneh, mendadak menjadi berjalan pelan lalu berhenti menunggu seorang pria berdasi itu.
Dan kini seorang pria berdasi itu telah berhenti di depannya, dia adalah Negara yang baru menatap aneh serta curiga terhadap dirinya. “Katakan padaku! Dimana Dilara?”, tegur sapa Negara menegaskan dengan berbisik. Mencoba menatap tajam kepada dirinya. Firlana merasa terkaget serta aneh terhadap tegur sapa darinya. “Terakhir, aku melihat kau sedang bersamanya di taman bermain ini!”, sambung lagi Negara tetap pada pendiriannya.
Dibalik Negara tak jauh di sana, Milara perlahan berjalan mendekati karna mencurigai Negara yang sedang berbicara membelakangi. Kembali pada Negara, Negara masih menunggu pengakuan dari Firlana yang bertahan dengan diamnya. Kemudian Negara menarik Firlana membawanya ke suatu tempat agar bisa leluasa untuk berbicara. Milara yang sudah melihat keduanya pun memilih akan mengikuti kemana mereka akan pergi secara sembunyi.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Masih di taman bermain itu, tak jauh dari tempat pameran tersebut. Negara yang telah membawa Firlana memutuskan berdiam di suatu tempat akan menyambung apa yang telah dibicarakannya tadi. Bahkan kini Negara telah menghadapkan dirinya ke Firlana menunjukkan tatapan geramnya. “Aku, yang sebagai sahabat lamanya tidak mengetahui keberadaannya.”, ungkap Firlana baru berbicara karna sudah merasa sebuah kesalah pahaman telah terjadi.
“Jangan menjadi pendusta dulu, karna apa yang sedang aku tanyakan bukanlah sebuah permainan.”, Negara memberi sanggahan begitu menyindir dirinya.
“Oyah, jangan jadikan dirimu terlalu menjaganya. Karna yang berhak menjaganya, hanya aku seorang.”, Firlana memberi pembelaaan terhadap dirinya sendiri. Melawan Negara dengan egonya.
Negara pun menjadi semakin geram, wajahnya berautkan amat sinish lalu kedua tangannya memegang baju dari Firlana keras hingga mendorong Firlana karna amarahnya. Kemudian Negara menghempaskan tubuh Firlana ke sebuah pohon besar, sehingga membuat Firlana berkeluh “Ah” karna menahan kesakitannya. Namun Firlana bersikap mengalah demi kebenaran pada dirinya sendiri.
“Haruskan aku memberi kekerasan fisik! Agar kau dapat mengakui apa yang sebenarnya, yang sudah kau perbuat terhadap Dilara????”, Negara berkata lagi memberi sebuah bentakan keras. Firlana langsung menggeleng tetap pada pengakuannya tadi. Dan ketika Negara melepaskan kedua tangannya dari memegang baju dari Firlana, terdengar ada suara yang berkata mengarah ke Negara. “Dia sudah kuanggap sebagai teman baruku. Tolong hormati dia sedikit.”, suara itu bernada tegas.
Dan suara itu adalah suara dari Milara, yang telah memperagakan ulang dari Negara yang membela Nil Ra di hari kemarin. Firlana pun menjadi mengambil dua langkah ke depan, Negara berbalik membelakangi Firlana.
“Untuk apa kamu ribut dengannya? Dia hanya karyawan biasa. Tapi mengapa, saat ini aku melihat dirimu yang kurang menghargai orang lain?! Aku akui, aku memang tidak mengerti tentang Dilara. Akan tetapi sebaiknya kamu mengalah karna gadis itu.”, Milara menyambung dengan menegur menjadi penengah di antara keduanya.
“Maaf bila sikapku telah membuatmu salah paham terhadapku. Karna memang itulah kebenarannya. Aku mengalah padamu, karna aku telah bertahan memegang kebenaran pada pengakuanku itu.”, Firlana meminta maaf melihat ke Negara.
Negara mendiamkannya melihat kebawah mencoba merenungkan kata maaf dari dirinya. Sedangkan Milara menarik tangan Firlana dengan tangan kirinya, lalu menarik tangan Negara dengan tangan kanannya berlanjut membawa keduanya berjalan bersama menuju ke pameran kembali. Dan ditengah perjalanan mereka, dengan keadaan Milara yang sama seperti itu. Menimbulkan sebuah energy tersendiri yang baru dirasakan Firlana, dari pegangan Milara terhadap tangannya sendiri.
Setelah beberapa saat berlalu, mereka bertiga telah sampai kembali ke pameran tersebut. Firlana kembali pada kiosnya, Negara kembali pada Nil Ra yang sedang mencicipi makanan dessert, serta Milara yang kembali mengobrol dengan pengunjung perihal tentang pamerannya. Suasana, kedaan pada ketiganya sudah kembali pulih. Lalu bagaimana dengan permasalahan hilangnya Dilara? Dimana Dilara sedang berada, menetap dimana dirinya? itu masih menjadi sebuah tanya sebelum Dilara ditemukan.

Malam harinya. . . .

Di rumah kediaman Dilara, ibu dari Dilara sedang memijat punggung dari ayahnya di dalam kamar mereka sendiri. Ayahnya sedang merilekskan tubuhnya dengan meminta dipijati oleh ibunya. Dan ayahnya pun mulai berkata yang telah berhubungan dengan Dilara. “Jika pada hari esok Dilara belum pulang juga. Maka ayah akan menghubungi polisi untuk mencarinya.”, ayahnya mengujar tekadnya membuat hati ibunya menjadi cemas terhadap nasib dari putrinya itu. Namun ibunya hanya berdiam.       

S A C Uku

bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar