Hari telah berganti, di kantor
perusahaan milik keluarganya, Negara sedang menghadap ayahnya di ruang kerja
ayahnya. Sebab ada perbincangan tentang perkembangan saham dari perusahaan
keluarganya itu. Setelah berbincang yang sedemikian rupa, ayahnya akan berbagi
tentang sesuatu yang lain padanya.
“Sudah positif, Dilara yang
merupakan anak dari teman ayah benar-benar pergi seperti menghilangkan jejaknya
dari siapapun. Demi ayah yang akan membantu teman dari ayah, kamu harus membawa
pulang Dilara, bila seandainya saja kamu tidak sengaja bertemu dengannya.”,
ayahnya berkata permisi menceritakan tentang hilangnya Dilara bermaksud meminta
Negara tuk membantu mencari.
“Lalu bagaimana dengan peran
polisi? Mengapa mereka tidak mencoba tuk memakai jasanya, ayah?”, Negara
bertanya disertai rasa kurang berminat. Melihat biasa.
“Mereka memutuskan untuk menunggu
Dilara pulang hingga pada tiga hari kemudian. Dan bila sudah lewat dari tiga
hari, maka mereka akan mencoba tuk menghubungi polisi.”, ayahnya menjelaskan
hingga membuat Negara menjadi mengerti.
Namun belum tentu Negara akan ikut
turut mencari jejak dari hilangnya Dilara yang sudah positif. Mereka berdua
tiba-tiba menjadi saling berpandangan diam, hening. Sementara ayahnya begitu
berharap terhadap dirinya. Dan kemudian Negara berkata pamit untuk kembali ke
ruang kerjanya di sana, ayahnya pun mengijinkan.
Sementara disana. . . .
Milara sedang berdiri di depan
pintu ruang kerja milik Negara, dirinya merasa bingung mengapa pintu ruang
kerja milik Negara terkunci. “Yang benar saja, masa Negara tidak sedang berada
di dalam?”, gumamnya berkeluh dihati. Lalu secara tiba-tiba ada yang menyapa
dibalik dirinya. “Pak Negara sedang tidak berada di dalam.”, orang yang menyapa
dirinya adalah Nil Ra memberitahukan. Milara berbalik hingga terlihatlah Nil Ra
yang berdiri tegak dihadapnya.
“Mungkin sajaaaaa!”, Milara
memberi sindiran tegas. Mengingat Nil Ra yang berkata diakhiri sedemikian itu
di hari kemarin.
“Tidak, apa yang sedang aku sampaikan
memang benar. Tidak menerka-nerka apalagi….?”, belum selesai Nil Ra meluruskan
penyampaiannya. Tiba-tiba saja terpandang ke Negara yang baru berhenti di dekat
mereka berdua.
Mereka berdua kini berdiam
menatapi Negara, sedangkan Negara akan berkata sesuatu setelah melihat
percakapan keduanya tadi, yang sudah berjalan mendekati keduanya. “Dia sudah
kuanggap sebagai teman baruku. Tolon hormati dia sedikit.”, gaya bicaranya
teags mengarah ke Milara. Begitupun pandangannya. Nil Ra menjadi sedikit takjub
melihat ke Milara, berdiam. Milara bertahan menatap Negara, mulai meunjukkan
sedikit wajah angkuhnya.
Nil Ra yang melihat keduanya
seperti saling berpandangan bahkan hampir saling menatapi, berkata permisi
untuk pamit bersuara pelan, beranjak pergi dari keduanya. Setelah Nil Ra sudah
beranjak pergi, Milara berkata untuk segera membuka pintu ruangannya pada Negara.
Sebab ada yang harus segera dibicarakan. Dan Negara pun beralih tuk membuka
pintu ruangannya segera, dengan mengambil sebuah kunci dari saku baju jasnya.
Ketika mereka berdua telah berada
di dalam ruang kerja dari Negara, mereka berdua akan membicarakan tentang
persiapan pameran rumah galeri milik Milara, yang telah dipikirkan pada dini
hari nanti. Sementara penyelenggaraannya dilakukan pada pagi harinya pukul
delapan.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Esok paginya tepat pukul delapan
pagi, pameran rumah galeri “MILARATIONIC” milik Milara sudah dibuka. Beberapa
pengunjung umum, beberapa tamu yang diundang pada pameran itupun mulai
berdatangan. Dipameran rumah galeri miliknya, Milara mennyiapkan tujuh buah
tempat. enam buah tempat kios sebagai pameran lukisan, foto bergenre pre-wedd,
alam bebas serta alam liar. Dan kios yang ketujuh merupakan dessert serta
minuman yang sengaja digratiskan sebagai jamuan.
Firlana dan semua karyawan yang
turut bekerja di rumah galeri tersebut, turut pula hadir menunjukkan hasil
karya seni mereka masing-masing. Masing-masing dari karya mereka ada yang
sengaja dijual, ada juga yang sengaja mereka pajang sebagai promosi untuk
bekerja sama dengan rumah galeri “MILARATIONIC”. Dan suasana mulai bernuansa
dengan keramahan karna pengunjung serta para tamu yang mulai padat berdatangan,
ketika hari mulai memasuki siang.
Di hari yang sudah memasuki siang,
Negara baru bisa hadir bersama Nil Ra ke pameran rumah galeri milik Milara
tersebut. Nil Ra merasa terhormat sekali, karna Negara mengajaknya pergi ke
pameran rumah galeri milik Milara tersebut bersamanya. Dan ketika langkah
keduanya sudah memasuki pintu gerbang ke dalam pameran tersebut, Negara
menghentikan langkahnya sebab melihat Milara di kejauhan sana sedang mengobrol
dengan pengunjung.
Disusul dengan Nil Ra yang ikut
berhenti namun pandangannya tidak tertuju pada Milara. “Aku telah mengingat
momen di antara kamu dengan Milara yang bagiku sangat kurang mengenakkan.
Bagaimana kalau kita berpisah dulu mengambil arah lain pada tempat pameran
ini?”, bisik Negara terhadap Nil Ra masih melihat ke Milara di kejauhan sana.
Nil Ra sudah mendengar bisik darinya, melihat padanya.
“Saya telah merasa terhormat untuk
kedua kalinya. Karna pak Negara tadi telah mengajak saya ke sini, dan
sesampainya di sini pak Negara mempersilahkan saya untuk berjalan-jalan sesuka
saya.”, sahut Nil Ra menunjukkan rasa syukurnya. Bahagia tampak pada raut
wajahnya. Negara pun menjadi tersenyum malu menunduk lalu keduanya sama-sama
beralih dari tempatnya dengan berlainan arah. Negara menuju ke Milara, sementara
Nil Ra berjalan ke arah kanannya.
Sementara itu, Firlana sengaja
keluar dari kiosnya yang telah dijaga seorang temannya. Karna Firlana ingin
melihat beberapa kios lainnya, bertujuan akan melihat karya seni yang telah
dipamerkan pada tiap kios. Ditengah mulai asiknya berjalan-jalan, tiba-tiba
saja ia terpandang pada seorang pria berdasi sedang berjalan menujunya
berwajahkan acuh serta kepolosannya. Firlana pun langsung merasa aneh, mendadak
menjadi berjalan pelan lalu berhenti menunggu seorang pria berdasi itu.
Dan kini seorang pria berdasi itu
telah berhenti di depannya, dia adalah Negara yang baru menatap aneh serta
curiga terhadap dirinya. “Katakan padaku! Dimana Dilara?”, tegur sapa Negara
menegaskan dengan berbisik. Mencoba menatap tajam kepada dirinya. Firlana
merasa terkaget serta aneh terhadap tegur sapa darinya. “Terakhir, aku melihat
kau sedang bersamanya di taman bermain ini!”, sambung lagi Negara tetap pada
pendiriannya.
Dibalik Negara tak jauh di sana,
Milara perlahan berjalan mendekati karna mencurigai Negara yang sedang
berbicara membelakangi. Kembali pada Negara, Negara masih menunggu pengakuan
dari Firlana yang bertahan dengan diamnya. Kemudian Negara menarik Firlana
membawanya ke suatu tempat agar bisa leluasa untuk berbicara. Milara yang sudah
melihat keduanya pun memilih akan mengikuti kemana mereka akan pergi secara
sembunyi.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Masih di taman bermain itu, tak
jauh dari tempat pameran tersebut. Negara yang telah membawa Firlana memutuskan
berdiam di suatu tempat akan menyambung apa yang telah dibicarakannya tadi.
Bahkan kini Negara telah menghadapkan dirinya ke Firlana menunjukkan tatapan
geramnya. “Aku, yang sebagai sahabat lamanya tidak mengetahui keberadaannya.”,
ungkap Firlana baru berbicara karna sudah merasa sebuah kesalah pahaman telah
terjadi.
“Jangan menjadi pendusta dulu,
karna apa yang sedang aku tanyakan bukanlah sebuah permainan.”, Negara memberi
sanggahan begitu menyindir dirinya.
“Oyah, jangan jadikan dirimu
terlalu menjaganya. Karna yang berhak menjaganya, hanya aku seorang.”, Firlana
memberi pembelaaan terhadap dirinya sendiri. Melawan Negara dengan egonya.
Negara pun menjadi semakin geram,
wajahnya berautkan amat sinish lalu kedua tangannya memegang baju dari Firlana
keras hingga mendorong Firlana karna amarahnya. Kemudian Negara menghempaskan
tubuh Firlana ke sebuah pohon besar, sehingga membuat Firlana berkeluh “Ah”
karna menahan kesakitannya. Namun Firlana bersikap mengalah demi kebenaran pada
dirinya sendiri.
“Haruskan aku memberi kekerasan
fisik! Agar kau dapat mengakui apa yang sebenarnya, yang sudah kau perbuat
terhadap Dilara????”, Negara berkata lagi memberi sebuah bentakan keras.
Firlana langsung menggeleng tetap pada pengakuannya tadi. Dan ketika Negara
melepaskan kedua tangannya dari memegang baju dari Firlana, terdengar ada suara
yang berkata mengarah ke Negara. “Dia sudah kuanggap sebagai teman baruku.
Tolong hormati dia sedikit.”, suara itu bernada tegas.
Dan suara itu adalah suara dari
Milara, yang telah memperagakan ulang dari Negara yang membela Nil Ra di hari
kemarin. Firlana pun menjadi mengambil dua langkah ke depan, Negara berbalik
membelakangi Firlana.
“Untuk apa kamu ribut dengannya?
Dia hanya karyawan biasa. Tapi mengapa, saat ini aku melihat dirimu yang kurang
menghargai orang lain?! Aku akui, aku memang tidak mengerti tentang Dilara.
Akan tetapi sebaiknya kamu mengalah karna gadis itu.”, Milara menyambung dengan
menegur menjadi penengah di antara keduanya.
“Maaf bila sikapku telah membuatmu
salah paham terhadapku. Karna memang itulah kebenarannya. Aku mengalah padamu,
karna aku telah bertahan memegang kebenaran pada pengakuanku itu.”, Firlana
meminta maaf melihat ke Negara.
Negara mendiamkannya melihat
kebawah mencoba merenungkan kata maaf dari dirinya. Sedangkan Milara menarik
tangan Firlana dengan tangan kirinya, lalu menarik tangan Negara dengan tangan
kanannya berlanjut membawa keduanya berjalan bersama menuju ke pameran kembali.
Dan ditengah perjalanan mereka, dengan keadaan Milara yang sama seperti itu. Menimbulkan
sebuah energy tersendiri yang baru dirasakan Firlana, dari pegangan Milara
terhadap tangannya sendiri.
Setelah beberapa saat berlalu,
mereka bertiga telah sampai kembali ke pameran tersebut. Firlana kembali pada
kiosnya, Negara kembali pada Nil Ra yang sedang mencicipi makanan dessert,
serta Milara yang kembali mengobrol dengan pengunjung perihal tentang
pamerannya. Suasana, kedaan pada ketiganya sudah kembali pulih. Lalu bagaimana
dengan permasalahan hilangnya Dilara? Dimana Dilara sedang berada, menetap
dimana dirinya? itu masih menjadi sebuah tanya sebelum Dilara ditemukan.
Malam harinya. . . .
Di rumah kediaman Dilara, ibu dari
Dilara sedang memijat punggung dari ayahnya di dalam kamar mereka sendiri.
Ayahnya sedang merilekskan tubuhnya dengan meminta dipijati oleh ibunya. Dan
ayahnya pun mulai berkata yang telah berhubungan dengan Dilara. “Jika pada hari
esok Dilara belum pulang juga. Maka ayah akan menghubungi polisi untuk
mencarinya.”, ayahnya mengujar tekadnya membuat hati ibunya menjadi cemas
terhadap nasib dari putrinya itu. Namun ibunya hanya berdiam.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar