Dua hari kemudian. . . .
Negara masih menunggu ayahnya yang telah
bersedia mencarikannya seorang asisten sementara, untuk dirinya sendiri. itu
tertampak saat kini, Negara yang sedang terdududk di kursi kerjanya, memeriksa
beberapa proposal yang telah di kerjakannya. Ia tampak seorang diri, tanpa
ditemani seorang asisten tetap dari dirinya, yang meja kerjanya terletak di
arah kiri dari dirinya. Seorang atasan tampak tak bertuan ketika sudah
ditinggal cuti kerja oleh seorang asisten tetapnya.
Itulah yang baru saja terbesit
dalam pikiran dirinya. “Sampai kapan, papa akan benar mendatangi seorang
asisten sementara kepadaku?”, gumamnya berkeluh dihati melihat ke meja kerja
dari seorang asisten tetapnya. Sementara diluar ruang kerjanya, ada seorang
wanita berpakaian rapi seperti akan segera menuju ke ruang kerja dari dirinya.
Seperti layaknya seorang calon karyawan baru yang akan melakukan interview
dengan dirinya.
Kembali pada Negara, dirinya masih
saja pada kesibukannya sehingga kurang menyadari kalau ada seorang yang telah
memasuki ruang kerjanya sendiri. “Duduklah!”, perintahnya spontan ketika merasa
bahwa ada seorang yang telah menemuinya di dalam ruang kerjanya sendiri.
Berlanjut berpikir bahwa seorang itu adalah Milara. “Selamat pagi, pak.”, ucap
seorang itu mencoba menyapanya ketika sudah duduk di kursi.
Sedangkan Negara baru saja mencoba
melihat pada seorang itu, ternyata seorang itu bukan Milara tetapi Dilara. “Aku
belum memintamu untuk bertemu! Tapi mengapa kau yang lebih dulu menemuiku?”,
tanya Negara sedikit menegaskan bingung. Dilara memberi senyum akan
memberitahukan sebuah informasi. “Meja kerja yang terletak di arah kiri dari
bapak tampak kosong. Bolehkah aku segera untuk menempatinya?”, permisi Dilara
memberitahukan informasi yang langsung dimengerti oleh Negara.
“Jadi ayah mengirimmu ke sini
untuk menjadi asisten sementara dariku?”, tanya Negara berwajah kaget ingin
memastikan. Dilara masih memberi senyum mengangguk. “Tapi mengapa bisa kamu
langsung menerimanya????”, Negara semakin menegaskannya. Dilara mulai berbicara
mengejeknya, “Tidak baik loh, menolak permintaan dari calon mertua.”, lalu
memalingkan wajahnya melihat ke arah lain.
Negara pun beralih dengan meminta
Dilara untuk segera duduk di meja kerja tempat asisten tetapnya yang sedang
cuti. Sebab sudah ada beberapa proposal yang harus dikerjakan oleh Dilara
menggunakan laptop yang sudah tersedia. Dilara kembali melihat padanya, kembali
memberi senyum namun tidak ada keikhlasan dihatinya. Sedangkan Negara hanya
melihat diam padanya. Setelah melihat Dilara telah duduk di meja kerja asisten
tetap dari dirinya, dirinya pun kembali pada kesibukannya.
Selang waktu berjalan. . . .
Waktu jam makan siang telah tiba,
Negara dan Dilara kini sedang berada di kantin dekat pantry. Mereka berdua
sedang menikmati makan siangnya bersama. Ditengah masih menikmati makan
siangnya bersama. Mereka berdua akan berbicara singkat. Dimulai dari Negara
yang melihat ke Dilara. “Aku tidak mengerti, mengapa ayah bisa memintamu tuk
menjadi seorang asisten sementara untukku? Sedang yang aku tahu ayah tidak
pernah mencoba tuk membaginya denganku!”, Negara mengutarakan.
Dilara baru melihat padanya akan
menyahut serta menjawabnya. “Aku juga tidak mengerti, mengapa calon mertua bisa
memintaku tuk menjadi asisten sementara darimu? Mungkin, calon mertua ingin
kita lebih menjadi dekat lagi, kali ya?”, Dilara mengutarakan dengan
sejelas-jealsnya. Negara menjadi tertawa kecil lalu berkata, “Calon mertua,
jadi kamu sudah bersedia tuk menjadi istriku?”, Negara berkata berlanjut
menertawainya kecil.
Dilara pun menyanggahnya, “Hey!
Aku tidak lebih dari mengejekmu!”, sedikit menajamkannya. Dan mereka berdua
kembali menikmati makan siangnya masing-masing. Tidak menyambung pembicaraannya
lagi. Tanpa amat disadari oleh keduanya, bahwa orang-orang yang juga sedang
makan di kantin yang sama. Sempat memusatkan perhatiannya pada mereka berdua,
namun tidak sampai mengurusi apa yang sudah mereka berdua sedang bicarakan
tadi.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Hari telah berganti malam. Di
sebuah restaurant, Firlana sedang makan malam bersama Dilara. Firlana sengaja
mengajak Dilara makan malam bersama di sebuah restaurant tersebut, sebab ingin
memanjakan sahabat yang sudah menjadi kesayangan lamanya itu. mereka berdua
sedang duduk berhadapan di meja bundar, menikmati hiburan yang ada. Tersenyum,
berwajahkan ceria terlihat pada keduanya ketika sedang menikmati hiburan yang
sedang mereka berdua perhatikan.
Kemudian Dilara melihat ke Firlana
akan bercurah. “Firlana, ternyata sebuah keromantisan tidak hanya bisa didapat
dari sang kekasih. Aku bersyukur, di sini aku bisa mendapatkan keromantisan itu
darimu.”, berbahasa kagum. Firlana baru melihat padanya balik, akan bercurah
menanyakan. “Wajar saja, sebab baru sekali ini aku megajakmu ke restaurant
bukan? Nikmati Dilara, karna, kapan lagi aku bisa mengajakmu ke restaurant
ini.”, bahasanya bijak begitu bersikap kebapaan.
Dilara menjadi tersenyum haru
namun hatinya mulai merasa takut, rasa takut yang belum dimengert olehnya
sendiri. mereka berdua kini menjadi berpandangan kagum mulai menunjukkan
pesonanya masing-masing. Kemudian menjadi terhenti sebab pelayan telah
mengantarkan makanan yang sudah mereka pesan sekitar lima menit yang lalu. Dan
kini mereka berdua beralih tuk menikmati sajian makan malam bersama memalingkan
menikmati hiburan yang ada.
Beberapa saat kemudian. . . .
Setelah makan malam bersama di
sebuah restaurant, kini mereka berdua sudah beralih ke sebuah taman di mana
telah diadakannya pasar malam. Mereka di sana berjalan berdampingan,
melihat-lihat keramaian yang ada. Kemudian mereka berdua membeli jajanan yang
berupa gulali berbentuk wajah beruang. Milik Dilara berwarna putih dan milik
Firlana berwarna hitam. Kali ini yang mentraktir adalah Firlana, sebab baru
menerima gaji bulanannya.
“Firlana, apa kamu tidak merasa
boros?”, tanya Dilara usainya membeli jajanan tersebut. berdiam bersama di
suatu tempat yang lain. Firlana pun menjawab dengan melihat ceria padanya. “Aku
mentraktirmu, seolah aku tidak bisa memanjakanmu seperti saat ini pada esok
harinya.”. Dilara menjadi tersenyum manja namun mulai ada keharuan pada dirinya
sendiri, lalu merangkul Firlana sambil berkata “Jangan katakan itu lagi ya”.
Firlana yang mendengarnya hanya
menunjukkan gelak tawanya menatapi sahabat yang sudah menjadi kesayangan
lamanya itu. kemudian keduanya berjalan bersama lagi menuju ke suatu tempat
yang lain. Namun ditengah keduanya masih berjalan bersama sambil menikmati
gulalinya masing-masing. Tiba-tiba saja Dilara merasa bahwa ponselnya bergetar
yang tersimpan di saku celananya. Dilara pun memilih tuk berhenti dari
jalannya, begitupula Firlana yang ikut berhenti melihat padanya.
Ternyata ada sebuah telepon dari
Negara, terpaksa Dilara mengangkatnya mencueki Firlana yang sedang bersamanya
sejenak. Baru diketahui olehnya, jika Negara memintanya untuk datang lebih awal
tigapuluh menit ke kantor pada esok hari. Alasannya karna ada sesuatu yang
harus dikerjakan oleh Dilara lebih awal. Dan Dilara pun mematuhinya dengan
mengatakan kalau esok hari ia akan datang pada pukul setengah tujuh pagi, dari
jam normal pukul tujuh pagi.
Firlana yang sudah meliahatnya
memutuskan teleponnya, akan mulai bertanya. “Bapak? Apakah sahabat kesayanganku
ini sudah bekerja?”, tanya Firlana sebab mendengar Dilara menyebut nama bapak
tadi ketika sedang berbicara melalui telepon dari seseorang. Dilara melihat
padanya berwajah hening sesaat, lalu berkata menyahutnya. “Iya, sangat dadakan
kok, bisa kerja disana?”, sahutnya memberi jawaban dengan canggung.
Usai mendengar sahutan serta
jawaban darinya, Firlana beralih melihat ke jam tangannya. Di lihatnya jika
waktu menunjukan pukul sembilaan malam. Dan Firlana pun mengajak Dilara untuk
pulang, dengan Firlana yang akan mengantarkan Dilara ke rumah kediamannya.
Sebab di awal Firlana lah yang menjemput Dilara di rumah kediamannya. Tak perlu
mengulur waktu, keduanya pun kini beralih dari tempatnya menuju ke parkiran
khusus kendaraan beroda dua.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar