Hari telah berganti, ketika waktu
baru menunjukkan pukul sembilan pagi. Firlana yang sudah berada di rumah galeri
tempatnya telah bekerja. Mengambil ponsel miliknya dari saku baju jasnya
berniat akan mencoba menghubungi Dilara. “Selamat pagi gadis pujaanku, yang masih
jadi sahabatku kini.”, bisiknya kecil ketika menaruhkan ponsel miliknya
ditelinga kanannya. Namun sayangnya nomor ponsel Dilara tidak bisa dihubungi.
Dan Firlana baru mengerti kalau
apa yang sudah disampaikan Dilara pada malam tadi memang benar adanya,
terlintas dipikirannya. Terlintas dipikiran Firlana seperti itu, sebab belum
mengetahui kebohongan Dilara dalam penyampaiannya pada malam tadi.
Beralih pada Negara. . . .
Seperti hari biasanya, Negara
kembali bekerja di kantor perusahaan milik keluarganya. Di ruang kerjanya
sendiri, Negara melanjuti kegiatannya yang terputus pada malam tadi tanpa
disadari penuh olehnya. Kegiatannya adalah melihat denah lokasi yang akan
diselenggarakannya sebuah pameran dari rumah galeri milik Milara. Kemudian
beralih dengan mengirim pesan suara ke Milara melalui ponsel miliknya,
mengatakan kalau dirinya sangat menyukai denah lokasi yang sudah Milara susun
sendiri.
Dan di sana, Milara baru saja
menerima pesan suara darinya. Lalu menjadi senyum sendiri karna Negara menyukai
konsep dari denah lokasi yang sudah ia buat sendiri. Sebab dari dulu hingga
sekarang, Negara adalah orang kepercayaan dirinya ketika sedang bimbang ataupun
dilema untuk bertindak, melakukan sesuatu.
Sore harinya. . . .
Di rumah kediaman Dilara, ayahnya
baru saja pulang dari kantor memasuki pintu rumah dengan disambut hangat oleh
ibunya. Bahkan masih dengan kehangatan, keduanya kini berjalan bersama menuju
ke ruang makan. Dan ketika keduanya sudah sampai di ruang makan, duduk bersama
di meja makan, bersebelahan. Ayahnya menanykan tentang keberadaan Dilara, karna
ingin menyampaikan sesuatu. Ibunya pun mengatakan kalau Dilara sedang tidak ada
di rumah. Keduanya akan berbicara.
“Kemana dia? Tidak biasanya dia
berpergian pada sore hari begini?”, tanya ayahnya melihat ke ibunya. Ibunya
sudah melihat dulu ke ayahnya.
“Wajar saja ayah, sebenarnya dia
pergi dari tadi siang. Bibi yang memberitahu sewaktu ibu baru pulang dari
supermarket.”, pengakuan ibunya melihat santai.
Ayahnya merespon dengan berpaling
melihat kedepan sambil menggeleng, lalu melihat bibi seorang asisten rumah
tangga membawakan makanan untuk keduanya. Dan keduanya pun beralih untuk makan
sore bersama, ibunya bermaksud menemani ayahnya. Alhasil, ayah dan ibu dari
Dilara sedikit melupakan tentang keberadaan dari putrinya yang belum pulang
dari perginya.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Kini malam telah datang. Ketika
hampir memasuki pertengahan malam, ibu dari Dilara terbangun dari tidurnya
karna teringat dengan kabar dari putrinya yang tidak jelas sedang berada
dimana. Lalu beralih dari tempat tidurnya, beranjak pergi menuju ke kamar dari putrinya
itu, untuk mengetahui jelas apakah putrinya sudah pulang kembali ke rumah atau
masih belum jua. Dan sesampainya di kamar dari putrinya, sudah memasuki ke dalam
kamar dari putrinya pula.
Ibunya hanya menemukan sebuah tempat
tidur kosong, sudah jelas lagi kalau kamar tersebut masih tak berpenghuni. Lalu
ia bergumam, “Dimana Dilara? Tidak biasanya dia seperti yang sudah terjadi
kini?”. Setelah bergumam, ibunya beralih beranjak menuju ke meja belajar
sembari membuka sebuah laci dan menemukan sebuah ponsel milik Dilara. Ibunya
pun langsung mengambil ponsel milik Dilara melupakan sebuah kertas yang masih
tersimpan dibalik ponsel itu yang terletak tadi.
“Astaga, ponselnya sengaja Dilara
nonaktifkan?”, gumam ibunya lagi mulai bertanya-tanya serius sendiri. menatapi
ponsel itu. Kemudian terbesit akan menanyakan keberadaan Dilara pada Firlana,
sebab bila Dilara sedang berada diluar rumah maka tidak akan pernah jauh dari
Firlana. Kemudian teringat dengan kebersamaan Dilara dan Firlana didepan
matanya dulu, yang begitu dekat sehingga mulai membuat perasaan ibunya menjadi
cemas.
“Tidak! Mereka tidak akan sampai
begitu! Dilara, ibu yakin jika kau sedang tidak bersamanya bukan?”, tanya
berbisik ibunya sendiri berwajahkan cemas. Namun dialihkannya kini dengan
menaruh ponsel milik Dilara pada tempatnya semula lalu beralih pergi akan
menuju ke kamarnya semula. Dan itu dilakukannya agar ayahnya tidak sampai
terbangun yang mungkin akan berlanjut menaruh curiga pada ibunya.
Esoknya di siang hari. . . .
Di rumah galeri “MILARATIONIC”,
Firlana telah meninggalkan ponselnya di meja, di dalam ruang kerjanya sendiri.
Dan kini ponsel miliknya itu berdering menandakan ada seorang yang telah
mencoba menghubungi dirinya. Setelah seorang yang telah mencoba menghubungi
dirinya sebanyak tiga kali, Firlana baru mengambil ponselnya karna baru saja
kembali ke dalam ruang kerjanya sendiri. Firlana yang sudah mengetahui bahkan
baru mengetahui, langsung menjawab teleponnya.
“Pagi, apa kabar? Ponselnya sudah
kamu ambil dari asrama yah? Wah, jadi aku gak perlu bingung lagi untuk
menghubungi kamu jika aku sedang perlu bicara sama kamu.”, Firlana menjawabnya
secara spontan karna merasa senang lebih dulu. Sedikit menggebu. Sementara yang
menghubungi dirinya adalah ibu dari Dilara, ibu dari Dilara yang kini menjadi
hening beberapa saat karna sudah terlanjur mendengar Firlana yang menjawab
dengan langsung berkata sedemikian rupa itu.
“Dilara sedang menunggumu di rumah.
Sebisa mungkin hari ini juga kau bisa datang kemari!!! Karna ada yang perlu
saya bicarakan denganmu, Firlana.”, ibu dari Dilara langsung memberi perintah
sehingga menciutkan nyali Firlana untuk menjawab telepon darinya lagi. Dan
Firlana di sana pun menjadi terdiam kaget, karna baru tersadar kalau yang sedang
menghubungi dirinya adalah ibu dari Dilara.
Kemudian melepaskan ponselnya dari
telinga dirinya, melihat kelayar ponsel yang sudah berstatus panggilan
terputus.“Tuhan, ada apa dengan Dilara? Mengapa aku mulai merasa cemas ketika
sudah mendengar sebuah perintah berupa ajakan dari ibunya?”, gumamnya seketika
mulai merasa lemas sendiri.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar