Rabu, 15 Februari 2017

S A C Uku #30

Esok harinya, Dilara benar mematuhi apa yang telah dipinta oleh Negara pada malam tadi. Dan tepat pada pukul enam lewat duapuluh lima menit, ia telah sampai di kantor bahkan sudah berada di dalam gedung sedang berjalan menuju ke ruang kerja dari Negara. Namun ketika sudah berdiri di depan pintu ruang kerja dari Negara, ia merasa khawatir untuk mengetuk pintu ruangan itu. Sebab merasa kalau Negara belum tiba di kantor serta berada di dalam ruangan tersebut.
“Apakah aku harus menunggu? menunggu di luar?”, gumamnya berbisik meratapi pintu ruangan tersebut. Lalu secara tidak sengaja ia melihat jika Negara baru saja tiba di kantornya, di kejauhan, di arah kiri. “Oh, ternyata….”, desahnya berbisik kembali meratapi pintu ruangan itu. Kemudian saat di rasanya langkah dari Negara semakin mendekati, bahkan lebih mendekati lagi padanya. Dilara menolehkan kepalanya melihat ke Negara akan mengatakan sesuatu.
“Oh, ternyata. Atasan kurang bersikap disiplin dibanding dengan asisten sementara….”, Dilara berdesah berpura melihat lemas pada Negara yang baru saja berhenti menghadapnya. Negara menjadi hening melihat padanya sejenak, lalu meminta Dilara untuk segera masuk ke dalam ruang kerjanya. Dan mereka berduapun  kini telah beralih masuk ke dalam ruang kerja dari Negara. Dan sesampainya di dalam ruangan tersebut, Negara sedang berdiri di depan meja kerja dari Dilara.
Berlanjut memintanya tuk menunjukkan proposal yang kemarin. Lagi, Dilara mematuhinya dengan memberikan proposal kemarin kepadanya. Sementara Negara mengoreksi proposal tersebut, sebab akan dipergunakannya tuk menghadiri sebuah rapat di kantor perusahaan lain. “Maaf, pak. Apakah perusahaan ini akan menginvestaskan sahamnya kepada perusahaan lain?”, tanya Dilara sebab mengetahui isi pada proposal tersebut. Melihat ingin tahu.
“Hanya sedikit kok!”, spontan Negara menjawabnya masih mengoreksi proposalnya. “Sedikit? Sedikit demi sedikit, lama-lama bisa jadi bukit loh pak!”, Dilara mengingatkan sedikit menegaskan. Negara menjadi melihat padanya, akan memberi penjelasan. “Jangan khawatir, tentu ada sebuah pertimbangan juga persetujuan dari pihak-pihak tertentu.”, bahasanya bijak dalam penjelasannya. Dilara bertanya lagi, “Apakah calon mertua ikut dilibatkan dalam investasi saham….”.
Menjadi terputus tanyanya sebab dipotong oleh Negara. “Iya, tentu saja. Sudah waktunya untuk pergi ke perusahaan lain untuk menghadiri sebuah rapat. Selamat pagi.”, Negara memotongnya dengan berkata pamit. Usainya berkata pamit Negara pun beralih untuk pergi keluar dari ruangannya segera menuju ke tujuannya. Sementara Dilara merasa bebas setelah mengetahui Negara sudah tiada dari ruangan tersebut.
Selang waktu berjalan, waktu jam makan siang pun telah tiba. Kini Dilara sedang duduk bersantai di kantin dekat pantry. Dilara sedang menikmati makan siangnya, setelah berdiam diri hanya memainkan ponselnya di dalam ruang kerja dari Negara. Secara tidak sengaja, ia melihat Nil Ra yang sedang berjalan akan melewatinya dari arah depan sebelah kanannya. Dilara pun meminta Nil Ra untuk berhenti, lalu mengatakan “Tolong temani aku disini?”.
Nil Ra yang sudah berhenti serta sudah mendengar pinta darinya. Memberi senyum berwajahkan bingung melihat padanya. “Duduklah di depanku, kita akan memulai sebuah perkenalan!”, pinta Dilara padanya mulai memberi perintah. Nil Ra mematuhinya dengan duduk di depannya, sesuai dengan perintah darinya. “Hey, perkenalkan aku Dilara.”, Dilara mengajaknya berkenalan dengan memberi tangan kanannya. Mengajaknya untuk berjabat tangan.
Nil Ra yang pemalu, memberi senyum canggung akan menjabatkan tangannya. Namun menjadi terhenti ketika secara tidak sengaja melihat Negara yang baru saja berjalan memasuki kantin tersebut. Nil Ra pun menjadi menarik tangannya memberi senyum canggung lagi ke Dilara. Dilara yang baru mengerti kalau Nil Ra adalah orang yang pemalu, bisa memakluminya saja akan megajak Nll Ra berbincang.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

“Berdiam diri di dalam ruang kerja dari pak Negara. Sungguh teramat membosankan. Kerjaku hanya memainkan ponsel. Tapi, aku masih merasa merdeka sih sebab tidak mengerjakan tugas darinya.”, Dilara bercurah sedikit mensesalkan melihat keluh ke Nil Ra. Nil Ra menjadi batuk kecil ketika usai mendengarnya.
“Kenapa tadi tidak mencoba keluar dari ruangan saja?”, tanya Nil Ra santai padanya bersikap seperti sudah berkawan.
“Aku, masih merasa asing aja dengan karyawan di sini.”, sahut Dilara menjawab keluh. Lalu menunduk melihat ke bawah.
Sementara dibalik dirinya, Negara perlahan mendekatinya. Dan Nil Ra yang baru saja terpandang ke Negara yang sudah berjalan semakin mendekati Dilara, berdiam diri menunduk melihat ke bawah. Kemudia Dilara menjadi terbangun akan kembali menyambung perbincangannya dengan Nil Ra.”Hey, kira-kira pak Negara datang jam berapa ya? Sungguh, aku mulai merasa tidak betah bila tidak ada yang mesti di kerjakan oleh seorang asisten seperti diriku kini.”, tanya Dilara secara tiba-tiba.
Nil Ra pun menjadi terbangun dari tunduknya, berniat akan menjawab pertanyaan dari dirnya. Namun menjadi buyar ketika melihat Negara sudah berdiri di balik Dilara. “Saya, kurang mengetahui.”, jawaban Nil Ra tidak memberitahukan kalau Negara sedang berdiri di balik dari dirinya. melihat pada dirinya canggung. “Apa aku harus meminta bantuan dari Dora dulu? Hanya untuk mencari keberadaan dari pak Negara lalu memaksanya untuk cepat pulan ke kantor?”, Dilara berkeluh tegas.
Dan secara tiba-tiba Negara yang masih berdiri di balik dari dirinya, baru membuka suaranya melihat Dilara. Bahkan sudah sejak tadi ia melihat Dilara diam-diam mengamati. “Tidak perlu! Karna sudah sejak tadi saya berada dibalik dari dirimu!”, Tegas Negara namun ada ejekkan. Dilara pun melihat padanya yang sudah berada di samping dirinya, berwajahkan kaget.
 “Tadi saya sudah mendengar, kamu merasa bosan karna tidak ada tugas yang mesti di kerjakan? Berhubung dengan keluhmu itu, di ruangan saya ada limabelas dokumen yang mesti di kerjakan! Ayo!”, Negara mengajaknya untuk kembali ke ruang kerjanya. Karna ada limabelas dokumen yang mesti di kerakan bersama-sama. “Makan siang dulu, bapaknya?”, Dilara mengingatkannya bertanya mengalihkan pembicaraan. Melihat canggung.
Namun Negara memegang tangan kanan dari dirinya sambil berkata, “Saya sudah makan siang di sana. Ayo, jangan mengalihkan pembicaraan!”, tegasnya singkat memberitahu. Terpaksa Dilara membangunkan diri mematuhi Negara yang akan membawanya kembali ke dalam ruangan. Sementara Nil Ra hanya menonton dengan berdiam hening sudah menikmatinya. Kembali pada mereka berdua, Negara masih memegang tangan dari dirinya sebelum benar telah memasuki ke dalam ruangannya.
Setelah keduanya benar telah memasuki ke dalam ruangan. Bahkan Dilara sudah duduk di kursi kerjanya, sementara Negara berdiri di depan meja kerja dari dirinya menjelaskan tentang limabelas dokumen yang harus dikerjakan oleh dirinya. usai menjelaskan, Negara memberikan limabelas dokumen tersebuat pada dirinya lalu mengatakan sesuatu. “Hari ini jadwal pulangmu sore. Mohon berkonsentrasi dalam mengerjakan materi dari limabelas dokumen ini. Semoga tidak ada kesalahan.”, perintahnya.
Dilara yang sudah mendengar perintahnya, mengangguk melihatnya dengan wajah kesigapannya. Sedangkan Negara memberi senyum kecil lalu beralih akan duduk di kursi kerjanya, sebab ia akan melakukan tugasnya yang lain menggunakan laptopnya. Mereka berduapun kini di dalam ruangan tersebut sama-sama sedang melakukan tugasnya masing-masing. Tidak bisa mencuri waktu untuk mengobrol yang kurang berkaitan dengan tugas serta pekerjaan kantor.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Kini sudah tibanya jam pulang kerja untuk Dilara. Tidak hanya jam pulang kerja untuk Dilara, tetapi juga untuk karyawan lainnya. Usainya Dilara mengerjakan tugasnya dari Negara, serta telah memberikannya pada Negara. Dirinya bersama Negara kini telah berjalan bersama menuju ke luar gedung. Mereka berdua memang sedang berjalan bersama, namun disertai kebisuan serta kecuekan pada diri mereka masing-masing.
Seperti menganggambarkan kalau keduanya sedang berjalan secara masing-masing, walaupun masih dapat terlihat kalau keduanya sedang bersama. Sesampainya di lobby kantor, mereka berdua serentak mengambil arah lain. Negara menuju ke mobil kendaraannya yang terparkir, sementara Dilara menuju ke mobil jemputannya. Dan sangat benar keduanya kini akan segera meninggalkan gedung kantor tersebut dan akan segera pulang ke rumah kediamannya masing-masing.

Malam harinya. . . .

Di sebuah taman, Negara sedang duduk seorang diri menatapi langit yang dipenuhi bintang. Ia sengaja berkunjung ke taman hanya untuk menilhat bintang-bintang itu. Tapi kelirunya ia, tidak mengajak seorang temannya pun untuk menemaninya melihat bintang-bintang itu. Ditengah keramaian, ia telah membuat dirinya menjadi sunyi. Lalu secara tiba-tiba, ia seperti merindu tentang sosok cinta. “Cinta? Hampir tidak pernah aku rasakan tentang sosok cinta, merindu?”, gumamnya berbisik sendu.
Lalu diingatnya tentang kasih sayang, perhatian dari Milara yang selalu ditunjukkan padanya dari sejak dulu hingga sekarang. Namun kesekian kalinya Negara merasa bahwa bukan Milara yang sedang dicarinya. “Sudah adakah cinta untukku? Entah, pada siapa aku akan menanyakan sebuah tanya itu?”, gumamnya lagi bertanya tertuju pada bintang-bintang dilangit. Usainya bergumam, Negara memejamkan kedua matanya, berdiri dari duduknya mencoba meresapi kesunyian pada dirinya.
Dan ditengah keadaan dirinya yang masih seperti itu, terlihat Dilara sedang berjalan berusaha tuk mendekati dirinya. Dilara bisa berada di sebuah taman yang sama dengannya, karna sudah membuat janji dengan Firlana untuk melihat bintang-bintang yang terbentang luas dilangit. Dan kemudian Negara membuka matanya kembali berhenti dari meresapi kesunyian pada dirinya. Negara pun kembali menatapi bintang-bintang itu, sedang Dilara berdiam menatapnya dari samping dirinya.
“Bapak? Sedang berjanjian dengan siapa di sini? Setelah tadi sempat aku melihat bapak seperti sedang menanti?”, tegur sekaligus tanya Dilara mengagetkan Negara. Sehingga Negara menjadi melihat padanya kaget disertai tanya, berdiam. “Aku juga sedang menanti pak. Tapi kayanya, temanku akan mengalami keterlambatan untuk segera sampai ke sini?”, sambung Dilara memberitahukan sejujur-jujurnya. Negara memberi senyum setelah mendengarnya akan mulai berbicara.
“Aku tidak sedang menanti, tidak pula sedang berjanjian dengan seseorang.”, Negara jujur mengutarakan. Melihat canggung. Dilara menjadi tersenyum karna mendengarnya yang baru saja berbicara. “Kalau begitu, maukah bapak aku temani dulu? Dan begitu temanku sudah datang, kita akan bermain bersama, pak!”, Dilara memberi usul serta mengajaknya untuk bermain bersama. Negara pun menjadi tersenyum lepas mulai menatapnya, begitupula Dilara pada dirinya.
Dan lalu keduanya beralih untuk duduk secara bersamaan, melihat bintang-bintang yang terbentang luas dilangit. “Katanya, kalau dilangit sedang dipenuhi bintang. Maka hujan dimitoskan gak akan turun.”, Dilara berbicara sebagai penghibur melihat ke bintang-bintang itu. Lalu melihat ke Negara. “Sebab hujan akan turun, bila langit menampakkan mendungnya.”, sambung Negara menetap melihat ke bintang-bintang itu.
Dilara menjadi sedikit tersanjung mendengarnya, beralih melihat ke bintang-bintang yang terbentang luas dilangit kembali. Lalu secara tiba-tiba baru diterima olejnya sebuah pesan dari Firlana, yang mengabarkan kalau dirinya tidak bisa datang. Dilara seketika merasa kaget, bercampur tanya mengapa Firlana bisa membatalkannnya. Menjadi terdiam seketika kembali melihat ke bintang-bintang itu, menjadi tersedih seorang diri. Dan Dilara tidak menutupi kesedihannya itu.

S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar