Esok harinya, Dilara benar
mematuhi apa yang telah dipinta oleh Negara pada malam tadi. Dan tepat pada
pukul enam lewat duapuluh lima menit, ia telah sampai di kantor bahkan sudah
berada di dalam gedung sedang berjalan menuju ke ruang kerja dari Negara. Namun
ketika sudah berdiri di depan pintu ruang kerja dari Negara, ia merasa khawatir
untuk mengetuk pintu ruangan itu. Sebab merasa kalau Negara belum tiba di
kantor serta berada di dalam ruangan tersebut.
“Apakah aku harus menunggu?
menunggu di luar?”, gumamnya berbisik meratapi pintu ruangan tersebut. Lalu
secara tidak sengaja ia melihat jika Negara baru saja tiba di kantornya, di
kejauhan, di arah kiri. “Oh, ternyata….”, desahnya berbisik kembali meratapi
pintu ruangan itu. Kemudian saat di rasanya langkah dari Negara semakin
mendekati, bahkan lebih mendekati lagi padanya. Dilara menolehkan kepalanya
melihat ke Negara akan mengatakan sesuatu.
“Oh, ternyata. Atasan kurang
bersikap disiplin dibanding dengan asisten sementara….”, Dilara berdesah
berpura melihat lemas pada Negara yang baru saja berhenti menghadapnya. Negara
menjadi hening melihat padanya sejenak, lalu meminta Dilara untuk segera masuk
ke dalam ruang kerjanya. Dan mereka berduapun
kini telah beralih masuk ke dalam ruang kerja dari Negara. Dan
sesampainya di dalam ruangan tersebut, Negara sedang berdiri di depan meja
kerja dari Dilara.
Berlanjut memintanya tuk
menunjukkan proposal yang kemarin. Lagi, Dilara mematuhinya dengan memberikan
proposal kemarin kepadanya. Sementara Negara mengoreksi proposal tersebut,
sebab akan dipergunakannya tuk menghadiri sebuah rapat di kantor perusahaan
lain. “Maaf, pak. Apakah perusahaan ini akan menginvestaskan sahamnya kepada
perusahaan lain?”, tanya Dilara sebab mengetahui isi pada proposal tersebut. Melihat
ingin tahu.
“Hanya sedikit kok!”, spontan
Negara menjawabnya masih mengoreksi proposalnya. “Sedikit? Sedikit demi
sedikit, lama-lama bisa jadi bukit loh pak!”, Dilara mengingatkan sedikit
menegaskan. Negara menjadi melihat padanya, akan memberi penjelasan. “Jangan
khawatir, tentu ada sebuah pertimbangan juga persetujuan dari pihak-pihak
tertentu.”, bahasanya bijak dalam penjelasannya. Dilara bertanya lagi, “Apakah
calon mertua ikut dilibatkan dalam investasi saham….”.
Menjadi terputus tanyanya sebab
dipotong oleh Negara. “Iya, tentu saja. Sudah waktunya untuk pergi ke
perusahaan lain untuk menghadiri sebuah rapat. Selamat pagi.”, Negara
memotongnya dengan berkata pamit. Usainya berkata pamit Negara pun beralih
untuk pergi keluar dari ruangannya segera menuju ke tujuannya. Sementara Dilara
merasa bebas setelah mengetahui Negara sudah tiada dari ruangan tersebut.
Selang waktu berjalan, waktu jam
makan siang pun telah tiba. Kini Dilara sedang duduk bersantai di kantin dekat
pantry. Dilara sedang menikmati makan siangnya, setelah berdiam diri hanya
memainkan ponselnya di dalam ruang kerja dari Negara. Secara tidak sengaja, ia
melihat Nil Ra yang sedang berjalan akan melewatinya dari arah depan sebelah
kanannya. Dilara pun meminta Nil Ra untuk berhenti, lalu mengatakan “Tolong
temani aku disini?”.
Nil Ra yang sudah berhenti serta
sudah mendengar pinta darinya. Memberi senyum berwajahkan bingung melihat padanya.
“Duduklah di depanku, kita akan memulai sebuah perkenalan!”, pinta Dilara padanya
mulai memberi perintah. Nil Ra mematuhinya dengan duduk di depannya, sesuai
dengan perintah darinya. “Hey, perkenalkan aku Dilara.”, Dilara mengajaknya
berkenalan dengan memberi tangan kanannya. Mengajaknya untuk berjabat tangan.
Nil Ra yang pemalu, memberi senyum
canggung akan menjabatkan tangannya. Namun menjadi terhenti ketika secara tidak
sengaja melihat Negara yang baru saja berjalan memasuki kantin tersebut. Nil Ra
pun menjadi menarik tangannya memberi senyum canggung lagi ke Dilara. Dilara yang
baru mengerti kalau Nil Ra adalah orang yang pemalu, bisa memakluminya saja
akan megajak Nll Ra berbincang.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
“Berdiam diri di dalam ruang kerja
dari pak Negara. Sungguh teramat membosankan. Kerjaku hanya memainkan ponsel.
Tapi, aku masih merasa merdeka sih sebab tidak mengerjakan tugas darinya.”,
Dilara bercurah sedikit mensesalkan melihat keluh ke Nil Ra. Nil Ra menjadi
batuk kecil ketika usai mendengarnya.
“Kenapa tadi tidak mencoba keluar
dari ruangan saja?”, tanya Nil Ra santai padanya bersikap seperti sudah
berkawan.
“Aku, masih merasa asing aja
dengan karyawan di sini.”, sahut Dilara menjawab keluh. Lalu menunduk melihat
ke bawah.
Sementara dibalik dirinya, Negara
perlahan mendekatinya. Dan Nil Ra yang baru saja terpandang ke Negara yang
sudah berjalan semakin mendekati Dilara, berdiam diri menunduk melihat ke
bawah. Kemudia Dilara menjadi terbangun akan kembali menyambung perbincangannya
dengan Nil Ra.”Hey, kira-kira pak Negara datang jam berapa ya? Sungguh, aku mulai
merasa tidak betah bila tidak ada yang mesti di kerjakan oleh seorang asisten
seperti diriku kini.”, tanya Dilara secara tiba-tiba.
Nil Ra pun menjadi terbangun dari
tunduknya, berniat akan menjawab pertanyaan dari dirnya. Namun menjadi buyar
ketika melihat Negara sudah berdiri di balik Dilara. “Saya, kurang
mengetahui.”, jawaban Nil Ra tidak memberitahukan kalau Negara sedang berdiri
di balik dari dirinya. melihat pada dirinya canggung. “Apa aku harus meminta
bantuan dari Dora dulu? Hanya untuk mencari keberadaan dari pak Negara lalu
memaksanya untuk cepat pulan ke kantor?”, Dilara berkeluh tegas.
Dan secara tiba-tiba Negara yang
masih berdiri di balik dari dirinya, baru membuka suaranya melihat Dilara.
Bahkan sudah sejak tadi ia melihat Dilara diam-diam mengamati. “Tidak perlu!
Karna sudah sejak tadi saya berada dibalik dari dirimu!”, Tegas Negara namun
ada ejekkan. Dilara pun melihat padanya yang sudah berada di samping dirinya,
berwajahkan kaget.
“Tadi saya sudah mendengar, kamu merasa bosan
karna tidak ada tugas yang mesti di kerjakan? Berhubung dengan keluhmu itu, di
ruangan saya ada limabelas dokumen yang mesti di kerjakan! Ayo!”, Negara
mengajaknya untuk kembali ke ruang kerjanya. Karna ada limabelas dokumen yang
mesti di kerakan bersama-sama. “Makan siang dulu, bapaknya?”, Dilara
mengingatkannya bertanya mengalihkan pembicaraan. Melihat canggung.
Namun Negara memegang tangan kanan
dari dirinya sambil berkata, “Saya sudah makan siang di sana. Ayo, jangan
mengalihkan pembicaraan!”, tegasnya singkat memberitahu. Terpaksa Dilara
membangunkan diri mematuhi Negara yang akan membawanya kembali ke dalam
ruangan. Sementara Nil Ra hanya menonton dengan berdiam hening sudah
menikmatinya. Kembali pada mereka berdua, Negara masih memegang tangan dari dirinya
sebelum benar telah memasuki ke dalam ruangannya.
Setelah keduanya benar telah
memasuki ke dalam ruangan. Bahkan Dilara sudah duduk di kursi kerjanya,
sementara Negara berdiri di depan meja kerja dari dirinya menjelaskan tentang
limabelas dokumen yang harus dikerjakan oleh dirinya. usai menjelaskan, Negara
memberikan limabelas dokumen tersebuat pada dirinya lalu mengatakan sesuatu.
“Hari ini jadwal pulangmu sore. Mohon berkonsentrasi dalam mengerjakan materi
dari limabelas dokumen ini. Semoga tidak ada kesalahan.”, perintahnya.
Dilara yang sudah mendengar
perintahnya, mengangguk melihatnya dengan wajah kesigapannya. Sedangkan Negara
memberi senyum kecil lalu beralih akan duduk di kursi kerjanya, sebab ia akan
melakukan tugasnya yang lain menggunakan laptopnya. Mereka berduapun kini di dalam
ruangan tersebut sama-sama sedang melakukan tugasnya masing-masing. Tidak bisa
mencuri waktu untuk mengobrol yang kurang berkaitan dengan tugas serta
pekerjaan kantor.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Kini sudah tibanya jam pulang
kerja untuk Dilara. Tidak hanya jam pulang kerja untuk Dilara, tetapi juga
untuk karyawan lainnya. Usainya Dilara mengerjakan tugasnya dari Negara, serta
telah memberikannya pada Negara. Dirinya bersama Negara kini telah berjalan
bersama menuju ke luar gedung. Mereka berdua memang sedang berjalan bersama,
namun disertai kebisuan serta kecuekan pada diri mereka masing-masing.
Seperti menganggambarkan kalau
keduanya sedang berjalan secara masing-masing, walaupun masih dapat terlihat
kalau keduanya sedang bersama. Sesampainya di lobby kantor, mereka berdua
serentak mengambil arah lain. Negara menuju ke mobil kendaraannya yang
terparkir, sementara Dilara menuju ke mobil jemputannya. Dan sangat benar
keduanya kini akan segera meninggalkan gedung kantor tersebut dan akan segera
pulang ke rumah kediamannya masing-masing.
Malam harinya. . . .
Di sebuah taman, Negara sedang
duduk seorang diri menatapi langit yang dipenuhi bintang. Ia sengaja berkunjung
ke taman hanya untuk menilhat bintang-bintang itu. Tapi kelirunya ia, tidak
mengajak seorang temannya pun untuk menemaninya melihat bintang-bintang itu.
Ditengah keramaian, ia telah membuat dirinya menjadi sunyi. Lalu secara
tiba-tiba, ia seperti merindu tentang sosok cinta. “Cinta? Hampir tidak pernah
aku rasakan tentang sosok cinta, merindu?”, gumamnya berbisik sendu.
Lalu diingatnya tentang kasih
sayang, perhatian dari Milara yang selalu ditunjukkan padanya dari sejak dulu
hingga sekarang. Namun kesekian kalinya Negara merasa bahwa bukan Milara yang
sedang dicarinya. “Sudah adakah cinta untukku? Entah, pada siapa aku akan
menanyakan sebuah tanya itu?”, gumamnya lagi bertanya tertuju pada
bintang-bintang dilangit. Usainya bergumam, Negara memejamkan kedua matanya,
berdiri dari duduknya mencoba meresapi kesunyian pada dirinya.
Dan ditengah keadaan dirinya yang
masih seperti itu, terlihat Dilara sedang berjalan berusaha tuk mendekati
dirinya. Dilara bisa berada di sebuah taman yang sama dengannya, karna sudah
membuat janji dengan Firlana untuk melihat bintang-bintang yang terbentang luas
dilangit. Dan kemudian Negara membuka matanya kembali berhenti dari meresapi
kesunyian pada dirinya. Negara pun kembali menatapi bintang-bintang itu, sedang
Dilara berdiam menatapnya dari samping dirinya.
“Bapak? Sedang berjanjian dengan
siapa di sini? Setelah tadi sempat aku melihat bapak seperti sedang menanti?”,
tegur sekaligus tanya Dilara mengagetkan Negara. Sehingga Negara menjadi
melihat padanya kaget disertai tanya, berdiam. “Aku juga sedang menanti pak.
Tapi kayanya, temanku akan mengalami keterlambatan untuk segera sampai ke sini?”,
sambung Dilara memberitahukan sejujur-jujurnya. Negara memberi senyum setelah
mendengarnya akan mulai berbicara.
“Aku tidak sedang menanti, tidak
pula sedang berjanjian dengan seseorang.”, Negara jujur mengutarakan. Melihat
canggung. Dilara menjadi tersenyum karna mendengarnya yang baru saja berbicara.
“Kalau begitu, maukah bapak aku temani dulu? Dan begitu temanku sudah datang,
kita akan bermain bersama, pak!”, Dilara memberi usul serta mengajaknya untuk
bermain bersama. Negara pun menjadi tersenyum lepas mulai menatapnya,
begitupula Dilara pada dirinya.
Dan lalu keduanya beralih untuk
duduk secara bersamaan, melihat bintang-bintang yang terbentang luas dilangit.
“Katanya, kalau dilangit sedang dipenuhi bintang. Maka hujan dimitoskan gak
akan turun.”, Dilara berbicara sebagai penghibur melihat ke bintang-bintang
itu. Lalu melihat ke Negara. “Sebab hujan akan turun, bila langit menampakkan
mendungnya.”, sambung Negara menetap melihat ke bintang-bintang itu.
Dilara menjadi sedikit tersanjung
mendengarnya, beralih melihat ke bintang-bintang yang terbentang luas dilangit
kembali. Lalu secara tiba-tiba baru diterima olejnya sebuah pesan dari Firlana,
yang mengabarkan kalau dirinya tidak bisa datang. Dilara seketika merasa kaget,
bercampur tanya mengapa Firlana bisa membatalkannnya. Menjadi terdiam seketika
kembali melihat ke bintang-bintang itu, menjadi tersedih seorang diri. Dan
Dilara tidak menutupi kesedihannya itu.
S A C Uku
bukan cerita cinta segitiga!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar